Oleh:
ABSTRAK
Pendidikan adalah sebagai proses rekayasa sosial (Social Reengenering Process) yang
sejatinya merupakan instrumentasi budaya dalam melanjut-kembangkan peradaban,
artinya pendidikan selain berperan besar dalam mendorong perkembangan kemajuan
IPTEK, juga tetap pada fungsi dasarnya sebagai penjaga dan pelestari nilai tujuan
hidup manusia. Perubahan sosial yang terjadi didorong kemajuan kecerdasan dalam
menemukan IPTEK telah mengantarkan perubahan spektakuler dalam cara hidup.
Terjadinya perubahan tersebut yang berlangsung kemudian secara masal dapat
diterima sebagai bagian dari kemajuan pendidikan. Untuk peradigma perkembangan
nilai baru dalam dunia pendidikan nasional di masa depan haruslah mencakup nilai-
nilai yakni nilai dasar, nilai inti dan nilai instrumental. Pendidikan merupakan proses
bentukan manusia untuk menjadi makhluk yang ideal. Karena pada hakikaknya
manusia sejak lahir membutuhkan pendidikan dan manusia merupakan objek
pendidikan. Nilai-nilai yang ada pada diri manusia terdapat dua hal, yaitu nilai-nilai
keagamaan dan nilai-nilai kepribadaan. Nilai harus dilestarikan kepada generasi
penerus melalui media pendidikan, dan diharapkan perubahan social generasi penerus
tidak meninggalkan nilai/norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam setiap
perkembangan pasti mengalami perubahan, maka dari itu manusia harus menjaga dan
melestarikan nila-nilai yang selama ini sudah ada sejak dahulu baik dari segi norma,
budaya dan lain-lain.
2
ABSTRACK
3
A. PENDAHULUAN
Di zaman modern ini, manusia tak lepas dari unsur pendidikan.
Pendidikan dinilai sebagai pengembangan aspek pengetahuan manusia untuk
dikehidupannya sehari-hari. Bukan hanya aspek pengetahuan, pendidikan juga
berfungsi sebagai pelestarian nilai-nilai/norma yang sudah ada sejak zaman
nenek moyang.
Semakin berkembangnya kecerdasan manusia dari masa ke masa,
perubahan sosialnya semakin pesat dengan pengaruh perkembangan IPTEK
tanpa ada pertimbangan norma-norma yang ada. Maka dari itu perlu adanya
pemilahan-pemilahan agar tidak ada kecenderungan salah persepsi.
Lalu, bagaimana pendidikan dapat melestarikan nilai-nilai yang ada?
Apa saja yang dapat mempengaruhi perubahan-perubahan social seiring
dengan berkembangnya kecerdasan manusia yang semakin hari semakin pesat?
Dari subjek-subjek pertanyaan tersebut, maka saya akan mencoba
membahasnya dalam makalah saya yang berjudul “Pendidikan Sebagai
Pelstarian Nilai dan Perubahan Sosial”.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Pendidikan
Dalam Perundang-undangan tentang Sistem Pendidikan No.20
tahun 2003, mengatakan bahwa Pendidikan merupakan “usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan sepiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat”.1
Definisi dari Kamus Bahasa Indonesia (KBBI) kata pendidikan
berasal dari kata ‘didik’ serta mendapatkan imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’,
sehingga kata ini memiliki pengertian sebuah metode, cara maupun
tindakan membimbing. Dapat didefinisikan pendidikan ialah sebuah cara
perubahan etika serta prilaku oleh individu atau sosial dalam upaya
mewujudkan kemandirian dalam rangka mematangkan atau
1 Thoif, Muhamad. "Analisis kebijakan uu no. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas." AT-Ta'DIB:
Jurnal Kependidikan dan Keagamaan 2.1 (2018): 170-185.
4
mendewasakan manusia melalui upaya pendidikan, pembelajaran,
bimbingan serta pembinaan.
Definisi pendidikan dalam arti luas adalah Hidup. Artinya bahwa
pendidikan adalah seluruh pengetahuan belajar yang terjadi sepanjang
hayat dalam semua tempat serta situasi yang memberikan pengaruh positif
pada pertumbuhan setiap makhluk individu. Bahwa pendidikan
berlangsung selama sepanjang hayat (long life education). Pengajaran
dalam pengertian luas juga merupakan sebuah proses kegiatan mengajar,
dan melaksanakan pembelajaran itu bisa terjadi di lingkungan manapun
dan kapanpun. Secara harfiah arti pendidikan adalah mendidik yang
dilaksanakan oleh seorang pengajar kepada peserta didik, diharapkan
orang dewasa pada anak-anak untuk bisa memberikan contoh tauladan,
pembelajaran, pengarahan, dan peningkatan etika ataupun akhlak, serta
menggali pengetahuan setiap individu. Pengajaran yang diberikan pada
peserta didik bukan saja dari pendidikan formal yang dilaksanakan oleh
pemegang kekuasaan, namun dalam hal ini fungsi keluarga serta
masyarakatlah yang amat penting dan menjadi wadah pembinaan yang
bisa membangkitkan serta mengembangkan pengetahuan serta
pemahaman.2
2. Pendidikan Sebagai Pelestari Nilai
Pendidikan sebagai pelestari nilai memiliki arti bahwa pendidikan
adalah sebagai proses rekayasa social (Social Reengenering Process) yang
sejatinya merupakan instrumentasi budaya dalam melanjut kembangkan
peradaban, artinya berperan besar dalam mendorong perkembangan
kemajuan IPTEK adalah juga tetap pada fungsi dasarnya sebagai penjaga
dan pelestari nilai tujuan hidup manusia, yakni sebagai insan yang bukan
hanya harus cerdas mengatasi tuntutan dunia material bagi kebutuhan
jasmaniah ataupun rohaninya, tetapi juga cemerlang dalam memahami,
mendalami keseluruhan makna hidup sebagai manusia dalam aspek
spiritual. Kehidupan manusia dalam memenuhi kehidupannya dapat
berbuat liar, semata-mata karena memenuhi kebutuhan hajat dasar, yakni
sekedar berupaya melepas diri dari ancaman bencana yang menghantui
2 Pristiwanti, Desi, et al. "Pengertian Pendidikan." Jurnal Pendidikan Dan Konseling (JPDK)
4.6 (2022): 7911-7915.
5
keamanan dan kesejahteraan hidup. Oleh karena itu, ditengah kemelut
dunia dan krisis panjang kehidupan kini, sebagai anak bangsa yang harus
membaca catatan sejarahnya begitu penuh luka dan tetasan darah.
Di tengah persaingan dalam melepaskan diri dari ancaman krisis,
semua bangsa termasuk Negara-negara dunia ketiga yang baru bangun dan
merdeka di abad 20, meyakini dan memastikan pembangunan
“pendidikan” sebagai investasi. Artinya, manajemen makro yang
dilakukan Negara atau badan-badan di dalam masyarakat tidak melakukan
keperluan ambil untung di depan (profil taking action) melainkan
dikemudian hari. Bahwa pengabaian pendidikan telah berubah
kemerosotan. Demikian seharusnya, sesungguhnya pengalaman pahit
bangsa ini cukup memberi pelajaran. Kenyataan sejarah kemudian
membuktikan bahwa krisis ekonomi moneter (1997) hanyalah indicator
materi hingga mendorong terjadinya perubahan social melalui reformasi
politik (1998). Tetapi reformasi politik, diharapkan berimplikasi pada
reformasi di sektor lainnya tidak semata hanya mendorong terjadinya
reformasi kultural. Karena kultur adalah intisari dari buah pendidikan
secara makro. Pendidikan sebagai alat perjuangan peningkatan mutu,
kesiapan dan kesanggupan bersaing termasuk tantangan maju bersama
dunia tanpa saling dikalahkan dan mengalahkan. Untuk itu, pendidikan
sebagai kata kuncinya harus dapat ditempatkan dan dimaknai sesuai
dengan cita-cita luhur kemanusiaan, yakni pendidikan yang berorientasi
maju pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di satu sisi, dan
tujuan hidup mulia sebagai umat manusia dalam konteks bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Pendidikan dalam makna dasarnya sebagai
upaya memanusiakan manusia dalam konteks universal, dan secara
nasional mesti berarti juga sebagai upaya meng Indonesiakan segenap
anak bangsa Indonesia, selain tetap melestarikan nilai-nilai etniknya
sendiri.
Nilai itu perwujud dari hal-hal yang baik menurut manusia. Hal-hal
yang baik itu diantaranya nilai-nilai moral, etika dan budi pekerti, hati
nurani, rasa ketaqwaan, dan lain-lain. Hal-hal yang dikatakan nilai itu
harus ditanamkan kepada generasi muda dalam proses pendidikan.
6
Tujuannya adalah supaya generasi muda mempertahankan dan menjaga
nilai-nilai luhur yang berfungsi sebagai kerukunan dimasyarakat.
Kaitan pendidikan dengan pelestarian nilai yaitu pendidikan
berperan besar dalam menanamkan nilai-nilai kepada generasi muda untuk
melestarikan, memurnikan dan mengidealkan kebiasaan masyarakat yang
ada.
Pendidikan sebagai kata kuncinya harus dapat ditempatkan dan
dimaknai sesuai dengan cita-cita luhur kemanusiaan, yakni pendidikan
yang berorientasi maju pada penguasa ilmu pengetahuan dan teknologi di
satu sisi, dan tujuan hidup mulia sebagai umat manusia dalam konteks
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pendidikan dalam makna
dasarnya sebagai upaya memanusiakan manusia dalam konteks universal,
dan secara nasional mesti berarti juga sebagai upaya meng Indonesiakan
segenap anak bangsa Indonesia, selain tetap melestarikan nilai-nilai
etniknya sendiri.
Secara konseptual dan kontekstual harus menjadi program yang
utuh, fungsional dalam rangka pembentukan karakter manusia Indonesia
yang tetap memelihara nilai-nilainya, yang bukan hanya cerdas dan
terampil tapi juga berjiwa sehat dan berakhlak mulia. Artinya pendidikan
secara keseluruhan mampu pada masing-masing subtansi disiplin keilmuan
sendiri harus dapat mengaktualisasikan dan mengartikulasikan capaian
nilai dalam konstruks pemahaman (mental) dan perilaku diri (moral) yang
diharapkan oleh cita dan citra luhur (kultural) masyarakat dan bangsanya.
Pendidikan secara keseluruhan mampu pada masing-masing subtansi
disiplin keilmuan sendiri, harus dapat mengaktualisasikan dan
mengartikulasikan capaian nilai dalam konstruks pemahaman (mental) dan
prilaku diri (moral) yang diharapkan oleh cita dan citra luhur (kultural)
masyarakat dan bangsanya. Moral adalah sebagai salah satu bagian dari
struktur nilai, yakni termasuk dalam cabang etika. Etika dan moral
dibentuk oleh kesepakatan atas keyakinan yang mengikatnya, yang
berfungsi menjadi pedoman ekspresi nilai dan aktualisasi moral
masyarakat di dalam sebuah lingkungan budaya pendudukungnya.3
3 http://justsharenad.blogspot.co.id/2013/07/filsafat-pendidikan-pendidikan-sebagai.html (16:45
wib, 15 November 2015)
7
Nilai-nilai adalah ungkapan tentang hubungan manusia dengan salah
satu fenomena, cara kerja, atau kondisi yang didalamnya terdapat motif
yang lebih luhur dari pada keuntungan. Terdapat hubungan sakral antara
manusia dan nilai tersebut. Nilai-nilai terdapat dalam dua hal, yaitu nilai-
nilai teologis atau keagamaan dan nilai-nilai kepribadian.4
Maka, pendidikan mengambil peran yakni cara-cara atau alat dan
sistem bagi tujuan peningkatan dan pengembangan kebudayaan yang di
dalamnya telah merupakan pengejawan tahan upaya penanaman dan
pengembangan nilai-nilai yang dalam makna luas tersebut. Dengan
demikian, pendidikan secara umum dan pendidikan secara khususnya,
menduduki peran sentral dan strategis dari hajat pembangunan /
pembentukan manusia Indonesia seutuhnya, baik dalam skala nasional
hingga dalam dimensi yang lebih luas/universal.
3. Pendidikan dan Perubahan Sosial
Perubahan sosial sebagaimana tampak kecenderungannya dari masa
ke masa, dapat terjadi seperti gejala liar fenomena alam lainnya, dimana
manusia sebagai mahluk alamiah dihadapkan pada berbagai tuntutan
hidup seiring perubahan alam, dan sejarah sosialnya. Faktanya
berlangsungnya eksploitasi manusia oleh manusia hingga bangsa atas
bangsa lain dan kecenderungan umum manusia memanfaatkan sumber
daya alam secara semena-mena. Adalah sejarah nyata yang tak dapat
dibantah dan karenanya terus berlangsung sampai entah kapan.
Perubahan sosial yang terjadi didorong kemajuan kecerdasan dalam
menemukan IPTEK telah mengantarkan perubahan spektakuler dalam
cara hidup. Terjadinya perubahan tersebut yang berlangsung kemudian
secara masal dapat diterima sebagai bagian dari kemajuan pendidikan.
Karena pengembangan IPTEK pada awalnya merupakan hasil riset di
universitas, meskipun kemudian riset universitas menjadi jauh
ketinggalan oleh kompetisi bisnis yang dikembangkan dunia korporasi.
Pendidikan, setidaknya punya peran dalam menstransformasikan
dasar-dasar dan hasil temuan IPTEK ke tangan manusia secara lebih
masal. Tetapi, pendidikan menjadi instrumentasi tak berjiwa ketika dibuat
dan dikembangkan oleh kepentingan teknis manusia dalam mengusasia
4 Anas Salahudin, M.Pd., Fisafat Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2011, hal. 146.
8
hajat hidup sebagaimana pantasnya dilakukan oleh kanak-kanak.
Akibatnya perubahan sosial yang terjadi lebih memberikan akses negatif,
dan menjauhkan dari tujuan mulia hidup sebagai umat manusia. Jika dari
sejarah panjang kita mengenal hanya kekalahan semata di mata dunia
hingga kini. Pendidikan adalah investasi untuk menggapai kemenangan
masa depan. Mengabaikan pendidikan, sama artinya dengan membiarkan
diri bangsa ini tidak tahu bagaimana menghadapi hari depannya, dan itu
adalah sebesar-besarnya kejahatan terhadap kemanusiaan dan anak
bangsanya sendiri.5
Untuk menggapai perubahan yang diharapkan bagi suatu bangsa,
pembangunan pendidikan menjadi kata kuncinya. Menurut Kuntowijoyo
(1997) terdapat tiga tahapan berkenaan dengan perubahan masyarakat,
yaitu:
Pertama tahap masyarakat ganda, yakni ketika terpaksa ada
pemilahan antara masyarakat madani (civil society) dengan masyarakat
politik (political society) atau antara masyarakat dengan negara. Karena
ada pemilihan ini, maka dapat terjadi negara tidak memberikan layanan
dan perlindungan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Kedua
tahap masyarakat tunggal, yaitu ketika masyarakat madani sudah berhasil
dibangun, dan ketiga, tahap masyarakat etis ( ethical society) yang
merupakan tahap akhir dari perkebambangan tersebut”6
Pandangan Kuntowijoyo diatas, boleh jadi dipengaruhi teori Gramsci
yang dengan disengaja dipakai sebagai titik masuk teori politik Islam ke
teori politik barat modern. Pilihan tersebut pada tempatnya, karena untuk
memahami struktur, kultur dan dinamika perkembangan masyarakat
bangsa kita tidak terlepas dari dua kekuatan yang mempengaruhinya ;
pertama, pekembangan ilmu pengetahuan barat melalui perhubungan
dengan bangsa-bangsa eropa dimasa kolonial hingga global dimasa kini,
kedua koeksistensi Islam di dalamnya, dimana sebagian terbesar anak
bangsa ini, merupakan pemeluk agama Islam sejak silam, selain menerima
pengaruh perkembangan kebudayaan asia lainnya. Penggunaan istilah
madani, diambil dari makna dan aktualisasi kehidupan masyarakat prural
13
dikembangkan maka pendidikan berhasil mencapai satu
kemenangan.
c) Nilai-nilai inti yang ideal (ideal core Values)
Meskipun kemandirian memiliki nilai positif karena
bermakna membebaskan siapa saja dari ketergantungan
kepada hal-hal yang seharusnya tidak perlu jika potensi di
dalam dirinya ada. Tetapi itu baru bernilai plus satu, nilai
inti ideal tentu saja mensyaratkan nilai plus lebih dari satu,
atau dari sekedar bertahan, melainkan harus mampu
menang dalam menyerang. Itu artinya, memiliki kekuatan
diri untuk membebaskan dari ketergantungan saja tetap
akan kalah oleh kemampuan dalam mengatasi persaingan
yang menjadi tuntutan jaman kini dan ke depan. Sehingga,
merujuk pada tuntutan kebutuhan dan tantangan hidup kini
dalam menghadapi persaingan, bukan lagi nilai potensial
sekedar bertahan, melainkan nilai aktual yang dapat
mengatasi dan memenangkan persaingan. Dalam kerangka
itu, maka nilai inti ideal yang harus dikembangkan dalam
pendidikan nasional, adalah bukan lain dari nilai
keunggulan (excellence), sebagaimana pandangan pokja
dalam petikan di bawah ini :
Kemandirian bukan merupakan nilai inti yang ideal
untuk masa depan, melainkan merupakan nilai inti yang
bersifat antara (intermediate core value). Yang merupakan
nilai inti ideal untuk masa depan adalah keunggulan
(excellence). Dalam proses pendidikan, Noeng Muhadjir
menyebutkan “meta motif sukses” atau “quantum learning”
menurut Bobbi De Porter, intinya adalah usaha untuk
menjaga agar tetap sukses, motivasi untuk terus berprestasi,
atau prestasi yang diperoleh dijadikan energi untuk meraih
prestasi yang lebih tinggi lagi, sehingga dapat mencapai
keunggulan.10
21
DAFTAR PUSTAKA
http://justsharenad.blogspot.co.id/2013/07/filsafat-pendidikan-pendidikan-
sebagai.html (16:45 wib, 15 November 2015)
Salahudin Anas, M.Pd., Fisafat Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2011, hal.
146.
22