Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Pendidikan Sebagai Pelestarian Nilai Dan Perubahan Sosial


Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan

Oleh:

Naili Fizatur Rohmah


NIM:12110193

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


FAKULTAS TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM WALI SEMBILAN
SEMARANG
2023
Pendidikan Sebagai Pelestarian Nilai Dan Perubahan
Naili Faizatur Rohmah
Fakultas Tarbiyah/Sekolah Tinggi Agama
Islam Walisembilan Semarang
e-mail: nailifaizaturrohmah@gmail.com

ABSTRAK
Pendidikan adalah sebagai proses rekayasa sosial (Social Reengenering Process) yang
sejatinya merupakan instrumentasi budaya dalam melanjut-kembangkan peradaban,
artinya pendidikan selain berperan besar dalam mendorong perkembangan kemajuan
IPTEK, juga tetap pada fungsi dasarnya sebagai penjaga dan pelestari nilai tujuan
hidup manusia. Perubahan sosial yang terjadi didorong kemajuan kecerdasan dalam
menemukan IPTEK telah mengantarkan  perubahan spektakuler dalam cara hidup.
Terjadinya perubahan tersebut yang berlangsung kemudian secara  masal dapat
diterima sebagai bagian dari kemajuan pendidikan. Untuk peradigma perkembangan
nilai baru dalam dunia pendidikan nasional di masa depan haruslah mencakup nilai-
nilai yakni nilai dasar, nilai inti dan nilai instrumental. Pendidikan merupakan proses
bentukan manusia untuk menjadi makhluk yang ideal. Karena pada hakikaknya
manusia sejak lahir membutuhkan pendidikan dan manusia merupakan objek
pendidikan. Nilai-nilai yang ada pada diri manusia terdapat dua hal, yaitu nilai-nilai
keagamaan dan nilai-nilai kepribadaan. Nilai harus dilestarikan kepada generasi
penerus melalui media pendidikan, dan diharapkan perubahan social generasi penerus
tidak meninggalkan nilai/norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam setiap
perkembangan pasti mengalami perubahan, maka dari itu manusia harus menjaga dan
melestarikan nila-nilai yang selama ini sudah ada sejak dahulu baik dari segi norma,
budaya dan lain-lain.

Kata kunci: Pendidikan, Nilai, Sosial

2
ABSTRACK

Education is a process of social engineering (Social Reengineering Process) which is


actually a cultural instrumentation in continuing the development of civilization,
meaning that education apart from playing a major role in encouraging the
development of science and technology progress, also remains in its basic function as a
guardian and preserver of the values of human life goals. The social changes that have
occurred are driven by the advancement of intelligence in discovering science and
technology that have ushered in spectacular changes in the way of life. The occurrence
of these changes which took place en masse can be accepted as part of the progress of
education. For the paradigm of the development of new values in the world of national
education in the future it must include values, namely basic values, core values and
instrumental values. Education is a process of human formation to become an ideal
being. Because basically humans from birth need education and humans are objects of
education. There are two values in human beings, namely religious values and personal
values. Values must be preserved for the next generation through educational media,
and it is hoped that social changes for the next generation will not leave the
values/norms that apply in society. In every development there must be changes,
therefore humans must maintain and preserve the values that have existed for a long
time both in terms of norms, culture and others.

Keywords: Education, Values, Social

3
A. PENDAHULUAN
Di zaman modern ini, manusia tak lepas dari unsur pendidikan.
Pendidikan dinilai sebagai pengembangan aspek pengetahuan manusia untuk
dikehidupannya sehari-hari. Bukan hanya aspek pengetahuan, pendidikan juga
berfungsi sebagai pelestarian nilai-nilai/norma yang sudah ada sejak zaman
nenek moyang.
Semakin berkembangnya kecerdasan manusia dari masa ke masa,
perubahan sosialnya semakin pesat dengan pengaruh perkembangan IPTEK
tanpa ada pertimbangan norma-norma yang ada. Maka dari itu perlu adanya
pemilahan-pemilahan agar tidak ada kecenderungan salah persepsi.
Lalu, bagaimana pendidikan dapat melestarikan nilai-nilai yang ada?
Apa saja yang dapat mempengaruhi perubahan-perubahan social seiring
dengan berkembangnya kecerdasan manusia yang semakin hari semakin pesat?
Dari subjek-subjek pertanyaan tersebut, maka saya akan mencoba
membahasnya dalam makalah saya yang berjudul “Pendidikan Sebagai
Pelstarian Nilai dan Perubahan Sosial”.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Pendidikan
Dalam Perundang-undangan tentang Sistem Pendidikan No.20
tahun 2003, mengatakan bahwa Pendidikan merupakan “usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan sepiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat”.1
Definisi dari Kamus Bahasa Indonesia (KBBI) kata pendidikan
berasal dari kata ‘didik’ serta mendapatkan imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’,
sehingga kata ini memiliki pengertian sebuah metode, cara maupun
tindakan membimbing. Dapat didefinisikan pendidikan ialah sebuah cara
perubahan etika serta prilaku oleh individu atau sosial dalam upaya
mewujudkan kemandirian dalam rangka mematangkan atau

1 Thoif, Muhamad. "Analisis kebijakan uu no. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas." AT-Ta'DIB:
Jurnal Kependidikan dan Keagamaan 2.1 (2018): 170-185.
4
mendewasakan manusia melalui upaya pendidikan, pembelajaran,
bimbingan serta pembinaan.
Definisi pendidikan dalam arti luas adalah Hidup. Artinya bahwa
pendidikan adalah seluruh pengetahuan belajar yang terjadi sepanjang
hayat dalam semua tempat serta situasi yang memberikan pengaruh positif
pada pertumbuhan setiap makhluk individu. Bahwa pendidikan
berlangsung selama sepanjang hayat (long life education). Pengajaran
dalam pengertian luas juga merupakan sebuah proses kegiatan mengajar,
dan melaksanakan pembelajaran itu bisa terjadi di lingkungan manapun
dan kapanpun. Secara harfiah arti pendidikan adalah mendidik yang
dilaksanakan oleh seorang pengajar kepada peserta didik, diharapkan
orang dewasa pada anak-anak untuk bisa memberikan contoh tauladan,
pembelajaran, pengarahan, dan peningkatan etika ataupun akhlak, serta
menggali pengetahuan setiap individu. Pengajaran yang diberikan pada
peserta didik bukan saja dari pendidikan formal yang dilaksanakan oleh
pemegang kekuasaan, namun dalam hal ini fungsi keluarga serta
masyarakatlah yang amat penting dan menjadi wadah pembinaan yang
bisa membangkitkan serta mengembangkan pengetahuan serta
pemahaman.2
2. Pendidikan Sebagai Pelestari Nilai
Pendidikan sebagai pelestari nilai memiliki arti bahwa pendidikan
adalah sebagai proses rekayasa social (Social Reengenering Process) yang
sejatinya merupakan instrumentasi budaya dalam melanjut kembangkan
peradaban, artinya berperan besar dalam mendorong perkembangan
kemajuan IPTEK adalah juga tetap pada fungsi dasarnya sebagai penjaga
dan pelestari nilai tujuan hidup manusia, yakni sebagai insan yang bukan
hanya harus cerdas mengatasi tuntutan dunia material bagi kebutuhan
jasmaniah ataupun rohaninya, tetapi juga cemerlang dalam memahami,
mendalami keseluruhan makna hidup sebagai manusia dalam aspek
spiritual. Kehidupan manusia dalam memenuhi kehidupannya dapat
berbuat liar, semata-mata karena memenuhi kebutuhan hajat dasar, yakni
sekedar berupaya melepas diri dari ancaman bencana yang menghantui

2 Pristiwanti, Desi, et al. "Pengertian Pendidikan." Jurnal Pendidikan Dan Konseling (JPDK)
4.6 (2022): 7911-7915.
5
keamanan dan kesejahteraan hidup. Oleh karena itu, ditengah kemelut
dunia dan krisis panjang kehidupan kini, sebagai anak bangsa yang harus
membaca catatan sejarahnya begitu penuh luka dan tetasan darah.
Di tengah persaingan dalam melepaskan diri dari ancaman krisis,
semua bangsa termasuk Negara-negara dunia ketiga yang baru bangun dan
merdeka di abad 20, meyakini dan memastikan pembangunan
“pendidikan” sebagai investasi. Artinya, manajemen makro yang
dilakukan Negara atau badan-badan di dalam masyarakat tidak melakukan
keperluan ambil untung di depan (profil taking action) melainkan
dikemudian hari. Bahwa pengabaian pendidikan telah berubah
kemerosotan. Demikian seharusnya, sesungguhnya pengalaman pahit
bangsa ini cukup memberi pelajaran. Kenyataan sejarah kemudian
membuktikan bahwa krisis ekonomi moneter (1997) hanyalah indicator
materi hingga mendorong terjadinya perubahan social melalui reformasi
politik (1998). Tetapi reformasi politik, diharapkan berimplikasi pada
reformasi di sektor lainnya tidak semata hanya mendorong terjadinya
reformasi kultural. Karena kultur adalah intisari dari buah pendidikan
secara makro. Pendidikan sebagai alat perjuangan peningkatan mutu,
kesiapan dan kesanggupan bersaing termasuk tantangan maju bersama
dunia tanpa saling dikalahkan dan mengalahkan. Untuk itu, pendidikan
sebagai kata kuncinya harus dapat ditempatkan dan dimaknai sesuai
dengan cita-cita luhur kemanusiaan, yakni pendidikan yang berorientasi
maju pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di satu sisi, dan
tujuan hidup mulia sebagai umat manusia dalam konteks bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Pendidikan dalam makna dasarnya sebagai
upaya memanusiakan manusia dalam konteks universal, dan secara
nasional mesti berarti juga sebagai upaya meng Indonesiakan segenap
anak bangsa Indonesia, selain tetap melestarikan nilai-nilai etniknya
sendiri.
Nilai itu perwujud dari hal-hal yang baik menurut manusia. Hal-hal
yang baik itu diantaranya nilai-nilai moral, etika dan budi pekerti, hati
nurani, rasa ketaqwaan, dan lain-lain. Hal-hal yang dikatakan nilai itu
harus ditanamkan kepada generasi muda dalam proses pendidikan.

6
Tujuannya adalah supaya generasi muda mempertahankan dan menjaga
nilai-nilai luhur yang berfungsi sebagai kerukunan dimasyarakat.
Kaitan pendidikan dengan pelestarian nilai yaitu pendidikan
berperan besar dalam menanamkan nilai-nilai kepada generasi muda untuk
melestarikan, memurnikan dan mengidealkan kebiasaan masyarakat yang
ada.
Pendidikan sebagai kata kuncinya harus dapat ditempatkan dan
dimaknai sesuai dengan cita-cita luhur kemanusiaan, yakni pendidikan
yang berorientasi maju pada penguasa ilmu pengetahuan dan teknologi di
satu sisi, dan tujuan hidup mulia sebagai umat manusia dalam konteks
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pendidikan dalam makna
dasarnya sebagai upaya memanusiakan manusia dalam konteks universal,
dan secara nasional mesti berarti juga sebagai upaya meng Indonesiakan
segenap anak bangsa Indonesia, selain tetap melestarikan nilai-nilai
etniknya sendiri.
Secara konseptual dan kontekstual harus menjadi program yang
utuh, fungsional dalam rangka pembentukan karakter manusia Indonesia
yang tetap memelihara nilai-nilainya, yang bukan hanya cerdas dan
terampil tapi juga berjiwa sehat dan berakhlak mulia. Artinya pendidikan
secara keseluruhan mampu pada masing-masing subtansi disiplin keilmuan
sendiri harus dapat mengaktualisasikan dan mengartikulasikan capaian
nilai dalam konstruks pemahaman (mental) dan perilaku diri (moral) yang
diharapkan oleh cita dan citra luhur (kultural) masyarakat dan bangsanya.
Pendidikan secara keseluruhan mampu pada masing-masing subtansi
disiplin keilmuan sendiri, harus dapat mengaktualisasikan dan
mengartikulasikan capaian nilai dalam konstruks pemahaman (mental) dan
prilaku diri (moral) yang diharapkan oleh cita dan citra luhur (kultural)
masyarakat dan bangsanya. Moral adalah sebagai salah satu bagian dari
struktur nilai, yakni termasuk dalam cabang etika. Etika dan moral
dibentuk oleh kesepakatan atas keyakinan yang mengikatnya, yang
berfungsi menjadi pedoman ekspresi nilai dan aktualisasi moral
masyarakat di dalam sebuah lingkungan budaya pendudukungnya.3

3 http://justsharenad.blogspot.co.id/2013/07/filsafat-pendidikan-pendidikan-sebagai.html (16:45
wib, 15 November 2015)
7
Nilai-nilai adalah ungkapan tentang hubungan manusia dengan salah
satu fenomena, cara kerja, atau kondisi yang didalamnya terdapat motif
yang lebih luhur dari pada keuntungan. Terdapat hubungan sakral antara
manusia dan nilai tersebut. Nilai-nilai terdapat dalam dua hal, yaitu nilai-
nilai teologis atau keagamaan dan nilai-nilai kepribadian.4
Maka, pendidikan mengambil peran yakni cara-cara atau alat dan
sistem bagi tujuan peningkatan dan pengembangan kebudayaan yang di
dalamnya telah merupakan pengejawan tahan upaya penanaman dan
pengembangan nilai-nilai yang dalam makna luas tersebut. Dengan
demikian, pendidikan secara umum dan pendidikan secara khususnya,
menduduki peran sentral dan strategis dari hajat pembangunan /
pembentukan manusia Indonesia seutuhnya, baik dalam skala nasional
hingga dalam dimensi yang lebih luas/universal.
3. Pendidikan dan Perubahan Sosial
Perubahan sosial sebagaimana tampak kecenderungannya dari masa
ke masa, dapat terjadi seperti gejala liar fenomena alam lainnya, dimana
manusia sebagai mahluk alamiah dihadapkan pada berbagai  tuntutan
hidup seiring perubahan alam, dan sejarah sosialnya. Faktanya
berlangsungnya eksploitasi manusia oleh manusia hingga bangsa atas
bangsa lain dan kecenderungan umum manusia memanfaatkan sumber
daya alam secara semena-mena. Adalah sejarah nyata yang tak dapat
dibantah dan karenanya terus berlangsung sampai entah kapan.
Perubahan sosial yang terjadi didorong kemajuan kecerdasan dalam
menemukan IPTEK telah mengantarkan  perubahan spektakuler dalam
cara hidup. Terjadinya perubahan tersebut yang berlangsung kemudian
secara  masal dapat diterima sebagai bagian dari kemajuan pendidikan.
Karena pengembangan IPTEK pada awalnya merupakan hasil riset di
universitas, meskipun kemudian riset universitas  menjadi jauh
ketinggalan  oleh kompetisi bisnis yang dikembangkan dunia korporasi.
Pendidikan, setidaknya punya peran dalam menstransformasikan 
dasar-dasar dan hasil temuan IPTEK ke tangan manusia secara lebih
masal. Tetapi, pendidikan menjadi instrumentasi tak berjiwa ketika dibuat
dan dikembangkan oleh kepentingan teknis manusia  dalam mengusasia

4 Anas Salahudin, M.Pd., Fisafat Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2011, hal. 146.
8
hajat hidup sebagaimana pantasnya  dilakukan oleh kanak-kanak.
Akibatnya perubahan sosial yang terjadi lebih memberikan akses negatif,
dan menjauhkan dari tujuan mulia hidup sebagai umat manusia. Jika dari
sejarah panjang kita mengenal hanya kekalahan semata di mata dunia
hingga kini. Pendidikan adalah investasi untuk menggapai kemenangan
masa depan. Mengabaikan pendidikan, sama artinya dengan membiarkan
diri bangsa ini tidak tahu bagaimana menghadapi hari depannya, dan itu
adalah sebesar-besarnya kejahatan terhadap kemanusiaan dan anak
bangsanya sendiri.5
Untuk menggapai perubahan yang diharapkan bagi suatu bangsa,
pembangunan pendidikan menjadi kata kuncinya. Menurut Kuntowijoyo
(1997) terdapat tiga tahapan berkenaan dengan perubahan masyarakat,
yaitu:
Pertama tahap masyarakat ganda, yakni ketika terpaksa ada
pemilahan antara masyarakat madani (civil society) dengan masyarakat
politik (political society) atau antara masyarakat dengan negara. Karena
ada pemilihan ini, maka dapat terjadi negara tidak memberikan layanan
dan perlindungan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Kedua
tahap masyarakat tunggal, yaitu ketika masyarakat madani sudah berhasil
dibangun, dan ketiga, tahap masyarakat etis ( ethical society) yang
merupakan tahap akhir dari perkebambangan tersebut”6
Pandangan Kuntowijoyo diatas, boleh jadi dipengaruhi teori Gramsci
yang dengan disengaja dipakai sebagai titik masuk teori politik Islam ke
teori politik barat modern. Pilihan tersebut pada tempatnya, karena untuk
memahami struktur, kultur dan dinamika perkembangan masyarakat
bangsa kita tidak terlepas dari dua kekuatan yang mempengaruhinya ;
pertama, pekembangan ilmu pengetahuan barat melalui perhubungan
dengan bangsa-bangsa eropa dimasa kolonial hingga global dimasa kini,
kedua koeksistensi Islam di dalamnya, dimana sebagian terbesar anak
bangsa ini, merupakan pemeluk agama Islam sejak silam, selain menerima
pengaruh perkembangan kebudayaan asia lainnya. Penggunaan istilah
madani, diambil dari makna dan aktualisasi kehidupan masyarakat prural

5 http://belajarpsikologi.com/pengertian-perubahan-sosial (16:53 WIB, 15 November 2015)


6 Anwar, HM Idochi. "Menyikapi Era Globalisasi: Meningkatkan Mutu Sum-berdaya Manusia."
Mimbar Pendidikan 3 (1999): 9-13.
9
yang hidup tenteram aman dan damai dalam puncak peradaban Islam di
kota  Medinah di jaman Nabi Muhammad SAW.
Jadi, jika itu menjadi cita-cita kita sekarang, seharusnya gayung
bersambut dengan kekuatan  dalam harapan masyarakat, yang notabene
telah memiliki kultur dan keyakinan yang menjadi sumbernya, yakni
Islam, selain revitalisasi kebijakan operasional pembangunan yang harus
digerakan oleh negara , karena negara adalah struktur sedangkan
masyarakat  adalah supra strukrtur. Secara teoritik masyarakat terbentuk
oleh karena kesaadaran, sedangka negara oleh kepentingan, kesadaran
masyarakat dan kepentingan negara, jika dibentangkan kembali di atas
nilai-nilai yang telah disepakati, sebagaimana tertuang  dalam dasar dan
tujuan negara., yang sesungguhnya merefleksikan keluhuran cita-cita,
kultur masyarakat dan bangsa ini yang notabene kuat beragama Islam.
Tidak harus dapat kendala yang berarti dalam meneliti pembangunan ke
arah perubahan yang di cita-citakan. Untuk itu, masyarakat dan negara
sebagai konstruksi kelembagaannya dipersyaratkan mampu membangun
hubungan sinergik, melalui kiprah bersama membawa anak bangsa  dan
naib masa depannya, kecuali dengan pendidikan tak ada jalan lainnya.
Karena perubahan yang kita harapkan adalah perubahan  kearah
peningkatan mutu kehidupan, bukan perubahan tak terkendali yang tidak
kita inginkan seperti krisis dan bencan. Perubahan kearah peningkatan
mutu hanya mungkin dicapai jika bangsa ini mampu belajar secara cerdas
menyikapi tuntutan yang selalu ada. Itu semua mustahil dicapai tanpa
pendidikan.
Dengan demikian, pendididkan dan perubahan sosiaal merupakan
suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Dimana pendidikan selalu ada
dalam masyarakat pada tingkat sederhana sekalipun. Diman ada dua
individu  atau lebih secara kontinnyu membuat saling berinteraksi yang
menetap sebagai sebuah community, pendidikan terlahir dengan
sendirinya, pertama tentu saja sebagai bagian dari naluri, namun selajutnya
tantangan hidup manusia yang terus berkembang telah, memberikan
pengalaman pembelajaran mulai dari penemuan  empirik hingga hasil
kemampuan refleksi kekuatan akal dan pikirannya. Selanjutnya sebagai
salah satu hasil perkembangan yaitu yang berjalan terus menerus, hasil
10
pendididkan mendorong terjadinya perubahan sosial, selain perubahan
sosial itu sendiri dilahirkan oleh pengalaman buruk kolektif yang
dilakukan oleh kecenderungan banyak orang didalam masyarakat.
4. Pendidikan Sebagai Agen Perubahan Sosial
George S Counts mengemukakan bahwa pendidikan akan betul-betul
berperan apabila sekolah menjadi pusat pembangunan masyarakat yang
baru secara keseluruhan, membasmi kemelaratan, peperangan, dan
kesukuan. Masyarakat yang menderita kesulitan ekonomi dan masalah-
masalah sosial yang besar merupakan tantangan bagi pendidikan untuk
menjalankan perannya sebagai agen pembaharu dan rekonstruksi sosial.
Tujuan pendidikan yaitu menumbuhkan kesadaran terdidik yang
berkaitan dengan masalah-masalah sosial, ekonomi dan politik yang
dihadapi manusia dalam skala global dan memberi keterampilan kepada
mereka untuk memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah
tersebut.7
Teori pendidikan rekonstruksionisme oleh Brameld (Kneller,1971)
yaitu bahwa pendidikan harus dilaksanakan dalam rangka menciptakan
tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita dan selaras
dengan yang mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi dan sosial masyarakat
modern. Sekarang peradaban menghadapi kemungkinan penghancuran
diri. Pendidikan harus mensponsori perubahan yang benar dalam nurani
manusia. Maka kekuatan teknologi yang sangat hebat harus dimanfaatkan
untuk membangun umat manusia bukan menghancurkannya.8
5. Pengembangan Nilai Baru Dalam Paradigma Pendidikan Nasional ke
depan.
Pengembangan nilai dalam pendidikan sejak lalu telah dirumuskan
dengan sebaik-baiknya, kemudian dikuatkan oleh keputusan politik
menjadi landasan yuridis, serta direstui bersama menjadi komitmen moral
bangsa. Nilai-nilai yang kita yakini bersama, bukanlah sebagai antipasi ke
depan, dan tiadalah tentu berharap.

7 Qomariyah, Nurul. "Pendidikan Islam Dan Aliran Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme."


Al-Falah: Jurnal Ilmiah Keislaman dan Kemasyarakatan 17.2 (2017): 197-217.
8 Hasan, Engking Soemawarman, and Engking Soewarman. "Landasan Filosofis Pengembangan
Pendidikan Terpadu Pesantren (Refleksi Hasil Studi Pendidikan Terpadu Pe-santren di Jawa Barat)."
Mimbar Pendidikan 20.4 (2001).
11
Menyongsong laju perjuangan ke depan, bagi setiap diri atau
kelompok manusia atau lebih besar lagi sebagai satuan bangsa tetap
diperlukan banyak hal selain tenaga (sumber daya). Dalam beberapa tahun
terakhir selalu menempatkan indeks mutu bangsa ini  beberapa digit
dibawah peringkat negara tetangga. Terhadap laporan tidak
menggembirakan tersebut masih jadi pertanda baik, jika menumbuhkan
sedikit rasa gundah pada setiap diri kita, sebab jika tidak, dapat
dicemaskan jangan-jangan benar adanya bahwa kita tengah kehilangan
nasionalisme. Jika ini yang terjadi, bangsa ini harus menyadari tengah
berada pada krisis paling mendasar, yakni krisis nilai. Karena itu,
reformasi yang menjadi  pilihan jaman ini harus memulai menata kembali
kedudukan nilai dalam strategi pembangunan nasional kita, tetapi bukan 
nilainya itu sendiri. Sebab nilai dasar keyakinan kita sebagai sebuah
bangsa, yakni Pancasila telah final sejak awal pendirian negara. Tetapi
model implementasi, aktualisasi dan artikulasinya dimungkinkan
diperbaharui seiring pergeseran jaman dan perkembangan yang terus
berubah.
Untuk itu, kembali membangun kesadaran kebangsaan tidaklah
merupakan langkah mundur, karena itu telah dicetuskan Bung Karno pada
awal kemerdekaan. kemunduran justru terjadi ketika kebijakan
pembangunan bangsa ini mengejar pertumbuhan ekonomi semata, anak
bangsanya mabuk produk teknologi tinggi sehingga besar menjadi pasar
konsumsi. Maka nilai yang menjadi acuannya bukan lagi etos menjaga
harga diri, melainkan segala cara yang memudahkan urusan dan perkara.
Membangun kembali karakter bangsa sungguh tidak semudah
merumuskan kata-kata. Tetapi memulai mencari dasar-dasarnya paling
tidak lelah dan dapat terus dilakukan, seperti diwacanakan dalam
konferensi pendidikan Indonesia di jakarta (1999), yang dilanjutkan dalam
diskusi Kelompok Kerja Pembaharuan Pendidikan di Bappenas
(jalal,2001).9
Dari wacana pertemuan para ahli tersebut terangkat kembali
sejumlah konsep nilai, mulai dari nilai dasar pada konstruk nilai yang

9 BAB, V. "RESPONS PESANTREN PERSATUAN ISLAM TERHADAP KEBIJAKAN


PENDIDIKAN PEMERINTAH1." BERBASIS MASYARAKAT ORGANIK: 237.
12
dapat dipandang baru dalam arti aktualisasinya bagi perilaku kolektif kita
sebagaik sebuah bangsa.
Berikut ini, dapat dipetikan deskripsi nilai dalam format pencarian
kembali nilai pendidikan nasional untuk Indonesia masa depan  Nilia-nilai
yang dimaksud adalah:
1) Nilai-Nilai Dasar (Basic Values)
a) Nilai dalam Sumber Legal
Sejak bangsa Indonesia memploklamasikan
kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945 dan menetapkan
nilai-nilai yang menjadi keyakinan masyarakat dan juga
berfungsi menjadi sumber legal. Nilai-nilai yang
ditampilkan merupakan nilai-nilai ideal : Pancasila, dan
juga nilai-nilai praktis (practical values) seperti pengakuan
hak warganegara untuk memperoleh suatu pendidikan, hak
mendapatkan perlindungan bagi yang terlantar dan jompo ,
serta dengan mengangkat Bhinneka Tunggal Ika para
pemimpin memilih konsep politik budaya pluralisme yang
mendahului zamannya.
b) Nilai-nilai Inti(Core Values)
Nilai Inti bagi bangsa kita saat ini secara universal
haruslah pandangan yang dilandasi dengan keyakinan untuk
menjadi dasar perbuatan yang membebaskan dari segala
ketergantungan. Ini adalah sebuah realitas bahwa setiap
orang sejak lahir hingga dewasa ada dalam hubungan saling
bergantung, antara manusia dengan manusia, manusia
dengan kelompok sebagai makhluk sosial dan juga antara
manusia dengan lingkungannya. Kelebihan dari sifat
manusia itu sendiri yaitu dapat berkembang utuk
mengurangi sifat ketergantungan. Proses pendidikan
berfungsi untuk mendewasakan manusia. jika setiap
individu memiliki potensi untuk menyelesaikan sebuah
permasalahan berarti individu tersebut mengurangi
ketergantungan, dan jika kemampuan tersebut

13
dikembangkan maka pendidikan berhasil mencapai satu
kemenangan.
c) Nilai-nilai inti yang ideal (ideal core Values)
Meskipun kemandirian memiliki nilai positif karena
bermakna membebaskan siapa saja dari ketergantungan
kepada hal-hal yang seharusnya tidak perlu jika potensi di
dalam dirinya ada. Tetapi itu baru bernilai plus satu, nilai
inti ideal tentu saja mensyaratkan nilai plus lebih dari satu,
atau dari sekedar bertahan, melainkan harus mampu
menang dalam menyerang. Itu artinya, memiliki kekuatan
diri untuk membebaskan dari ketergantungan saja tetap
akan kalah oleh kemampuan dalam mengatasi persaingan
yang menjadi tuntutan jaman kini dan ke depan. Sehingga,
merujuk pada tuntutan kebutuhan dan tantangan hidup kini
dalam menghadapi persaingan, bukan lagi nilai potensial
sekedar bertahan, melainkan nilai aktual yang dapat
mengatasi dan memenangkan persaingan. Dalam kerangka
itu, maka nilai inti ideal yang harus dikembangkan dalam
pendidikan nasional, adalah bukan lain dari nilai
keunggulan (excellence), sebagaimana pandangan pokja
dalam petikan di bawah ini :
Kemandirian bukan merupakan nilai inti yang ideal
untuk masa depan, melainkan merupakan nilai inti yang
bersifat antara (intermediate core value). Yang merupakan
nilai inti ideal untuk masa depan adalah keunggulan
(excellence). Dalam proses pendidikan, Noeng Muhadjir
menyebutkan “meta motif sukses” atau “quantum learning”
menurut Bobbi De Porter, intinya adalah usaha untuk
menjaga agar tetap sukses, motivasi untuk terus berprestasi,
atau prestasi yang diperoleh dijadikan energi untuk meraih
prestasi yang lebih tinggi lagi, sehingga dapat mencapai
keunggulan.10

10 Sunandar, Sunandar. KONSEP QUANTUM TEACHING DALAM MENINGKATKAN


MOTIVASI DAN MINAT BELAJAR SISWA DALAM PERSPEKTIF BOBBI DEPORTER. Diss. IAIN
PONOROGO, 2021.
14
d) Nilai-nilai instrumental (instrumental values)
Selain nilai inti dan nilai inti ideal, penting juga
memahami kedudukan nilai instrumental. Nilai instrumental
memenuhi maknanya ketika nilai-nilai tersebut menjalani
fungsi sebagai antara. Sebagai contoh, kelompok kerja
yang menggambarkan penerapan nilai-nilai tersebut dalam
tataran yang beragam, seperti : “ada yang dapat diterapkan
sebagai nilai nilai kehidupan (living values), nilai-nilai
praktik (practical values), kepribadian terpuji atau kebajikan
(virtues), dan perilaku terpuji (conduct), tetapi dapat pula
diterapkan pada tataran etiket.” Untuk kepentingan
pendidikan kedudukan nilai instrumental ini dapat berguna
dalam membina kepribadian individu dan satuan sosial
untuk mendukung nilai inti (kemandirian) dan lebih lanjut
menunjang nilai inti ideal (keunggulan).
Terdapat 8 nilai instrumental, yang disebutkan
kelompok kerja antara lain, seperti nilai-nilai : otonomi
(autonomy), kemampuan atau kecakapan (ability),
kesadaran demokrasi, kreativitas, kesadaran kebersamaan
kompetitif, estetis, bijak (wisdom), serta bermoral.
Kedelapan nilai-nilai tersebut dalam aktualisasinya satu
sama lain diisyaratkan harus saling berkaitan sehingga
bermakna saling bersinergi. Untuk itu pertautan nilai-nilai
tersebut seperti dijelaskan kelompok kerja dapat dipetikan
dengan meringkas beberapa bagian di dalamnya, dalam
rekonstruksi berikut:
Terhadap nilai instrumental ke delapan, seiring rasio
reformasi atas ketidak berhasilan bangsa ini membangun
moralitas di masa orde lalu (orde baru) pada tempatnya
timbul pertanyaan, dan jawabnya tentu saja bagi kita adalah:
bahwa sepanjang masih memilih kebersamaan dan
keberbedaan dan kebersatuan dalam wadah NKRI,
Pancasila bukan saja tetap menempati kedudukannya
sebagai Dasar Negara, tetapi juga masih menjadi acuan
15
moralitas dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara Indonesia. Bahwa jauh pada identitas masing-
masing diri kita harus memilih keteguhan sistem
kepercayaan dan tata cara yang berbeda, hal tersebut tidak
menjadi kendala bagi penyatuan bentuk moralitas nasional
Indonesia.11
Selanjutnya, berdasarkan delapan watak (otonomi,
kecakapan, demokratis, kreatif, kompetitif, estetis, bijak,
dan bermoral) tersebut, diharapkan dapat ditumbuhkan lebih
lanjut tiga nilai instrumental lainnya, yaitu harkat (dignity),
martabat (pride), dan keunggulan (excellence). Dengan
demikian, nilai inti (kemandirian) dikembangkan yang
isinya mencakup sebelas nilai instrumental dengan
substansi lima living values Pancasila untuk menuju
keunggulan. Pada era global, keunggulan hendaknya
mengimplisitkan makna ‘mampu bersaing’
2) Nilai-nilai aktual dalam perilaku
            Ke delapan hingga sebelas nilai-nilai instrumental tersebut
di atas dikembangkan untuk menjadi acuan konseptual dalam
memberi arah pada kiprah pendidikan baik secara makro hingga
tataran mikro di lapangan persekolahan / lembaga pendidikan.
Selanjutnya konstruksi konsep nilai-nilai tersebut harus
diproyeksikan pada dimensi aktual dalam wujud perilaku hingga
menjadi kepribadian setiap manusia Indonesia sebagai individu
warga negara atau warga masyarakat baik pada tataran lokal,
nasional hingga global
Sesuai dengan nilai-nilai dasar yang menjadi rujukannya,
maka wujud perilaku dan kepribadian yang diharapkan terbentuk
melalui proses pendidikan multy system di dalam dinamika
pembangunan nasional kita ke depan, diharapkan mengkristal
pada standar tata laku ideal, yang oleh kelompok kerja disebut
sebagai ‘perilaku terpuji’ (Conduct) dan kepribadian terpuji
(Virtues).

11 Robbaniyah, Qiyadah. Nilai-nilai Pendidikan Anak. CV. Pilar Nusantara, 2019.


16
(a) Perilaku Terpuji (Conduct)
Sebagai bangsa yang terbingkai dalam kebinekaan
namun tetap tersatukan sepanjang sejarah hingga kini,
setiap diri kita sebagai anak (suku) bangsa telah
memiliki, mewarisi perilaku dan kepribadian terpuji
yang dapat terus dikembangkan, dimodifikasi,
dikompilasi, dipadukan selain harus diakui ada
sebagian di dalamnya jenis dan sifat perilaku dan
kepribadian yang seharusnya sudah ditanggalkan. Hal
tersebut, dikemukakan oleh Pokja bahwa: “keunggulan
perilaku dan kepribadian terpuji masing-masing suku,
budaya daerah, dan agama dapat dikompilasi menjadi
perilaku dan kepribadian unggul bangsa Indonesia.
Dengan sejumlah modifikasi, baik dalam makna
antar budaya maupun dalam makna antar era atau
zaman, dapat dibangun keunggulan terpuji”. Dalam
kerangka itu, pokja mengangkat sebuah contoh,
misalnya “kerja keras” yang kita miliki tersebut
memberi sumbangan yang efektif dalam membangun
keunggulan bangsa. Sebagai contoh, kelompok kerja
mengilustrasikan sebuah gambaran sebagai berikut
Perilaku kerja keras merupakan perilaku terpuji.
Kerja keras yang materialistik perlu dimodifikasi
menjadi kerja keras yang lebih menghargai harkat
martabat manusia. Hasrat belajar tidak cukup dengan
belajar saja, tetapi perlu dilengkapi dengan visi tentang
belajar yang lebih strategis bagi masa depan.
Kebebasan mengemukakan pendapat dan kebebasan
memilih masa depan perlu dilandaskan pada
pengakuan kebebasan dan otoritas orang lain untuk
berbuat sama, dan kesemuanya dalam konteks
berperilaku yang jujur dan adil. Dalam konteks
reformasi sekarang ini, pengakuan akan otoritas yang
perlu dikembangkan adalah pengakuan otoritas yang
17
dibangun dari akar rumput (grass root), bukan otoritas
ambisi atasan.
(b) Kepribadian terpuji (Virtues)
Demikian pula dalam wujud kepriadian terpuji,
ketika kecenderungan perilaku menjadi ciri individu
atau satuan etnik tertentu. Sebagai anak bangsa yang
besar kita telah saling mengenal karakteristik positif
dan boleh dimasukkan ke dalam jenis kepribadian
terpuji sekaligus tidak terpuji pada sisi lainnya.
Sebagai contoh, keberanian dan keteguhan sifat dan
sikap pribadi/etnik tertentu dalam membela,
mempertahankan kehormatan diri, merupakan
kepribadian terpuji di satu sisi tetapi juga bermuatan
tidak terpuji kasus-kasus yang jarang terjadi dalam
mempertahankan tradisi Carok. Selengkapnya dalam
membangun kepribadian nasional terpuji, kita dapat
mengembangkan agar kecenderungan perilaku yang
telah menjadi ciri dan sifat kepribadian nasional.
Untuk ilustrasi ini selengkapnya dapat petikan ilustrasi
pokja sebagai berikut
“…bahwa sejumlah etnik memiliki kepribadian
spontan dan dendam, etnik lain memiliki kepribadian
tertutup dan dendam, dan etnik lain lagi memiliki
kepribadian spontan, tanpa  dendam. Budaya nasional
kita hendaknya mampu mengompilasikan kepribadian
spontan, terbuka dan tanpa dendam , yang dimiliki
sejumlah etnik, dan mengeliminasi budaya kepribadian
tertutup dan pendendam yang dimiliki oleh
sejumlahetnik lainnya. Sejumlah sub-kultur memiliki
sifat berani mengambil risiko, sedangkan subkultur
lain mementingkan kepastian yang aman. Kepribadian
dalam dinamika masa depan memerlukan kepribadian
subkultur yang memiliki sifat berani mengambil risiko.
Kepribadian kompetitif dan sportif yang materialistic
18
perlu ditingkatkan menjadi kompetisi yang lebih
meningkatkan harkat martabat manusia termasuk
kompetisi dalam berbuat kebajikan.”12
Salah satu upaya kebajikan dalam kompetisi
adalah membantu yang lemah agar dapat mencapai
standar minimal untuk ikut berkompetisi dan
mengondisikan agar yang kuat tidak semakin
memperlemah yang lemah. Kelompok-kelompok yang
lemah dalam makna  ekonomi, politik, social dan
budaya atau lemah dalam makan lainnya perlu
diperlakukan dengan cara yang berbeda (dalam arti
positif) dengan pemberian perlakuan khusus agar
mereka mampu berkompetisi. Jadi perlu adanya
tindakan afirmatif, yakni akan bantuan perlindungan
Negara yang konstruktif dan adil bagi warganya.
Selanjutnya, disiplin diri merupakan kepribadian
terpuji untuk mencapai sukses. Sukses
materialistikditingkatkan menjadi  sukses material
yang menjaga harkat martabat diri. Hemat dalam
konteks berfikir materialistic perlu dimodifikasi
menjadi hemat sumberdaya alam untuk pelestarian
lingkungan, meningkatkan kemampuan nilai tambah
sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan
bersama. Kepribadian yang menyukai konflik, perang,
dan semacamnya yang memboroskan berbagai sumber
daya alam alam dan tiadanya visi dalam
perkembangan sumber daya manusia, perlu diubah
menjadi kepribadian yang sadarpada tingkatan mutu
harkat dan martabat manusia dalam hidup yang penuh
harmoni.
C. ANALISIS
Makalah tentang “Pendidikan sebagai pelestari nilai dan perubahan
sosial” membahas secara mendalam mengenai pendidikan dan nilai-nilai yang
12 Rukiyati, Rukiyati. "Tujuan pendidikan nasional dalam perspektif Pancasila." Humanika,
Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum 19.1 (2019): 56-69.
19
ada, dan perubahan social yang ada, pendidikan dan perubahan social sangatlah
berhubungan dan tidak dapat di pisahkan, karna keduanya saling berkaitan
antarasatu sama yang lainya.
Disini pendidikan sendiri juga mempunyai arti yaitu, pendidikan adalah
sebagai proses rekayasa sosial (Social Reengenering Process) yang sejatinya
merupakan instrumentasi budaya dalam melanjut-kembangkan peradaban,
artinya pendidikan selain berperan besar dalam mendorong perkembangan
kemajuan IPTEK, juga tetap pada fungsi dasarnya sebagai penjaga dan
pelestari nilai tujuan hidup manusia. Perubahan sosial yang terjadi didorong
kemajuan kecerdasan dalam menemukan IPTEK telah mengantarkan 
perubahan spektakuler dalam cara hidup. Terjadinya perubahan tersebut yang
berlangsung kemudian secara  masal dapat diterima sebagai bagian dari
kemajuan pendidikan.
Untuk peradigma perkembangan nilai baru dalam dunia pendidikan
nasional di masa depan haruslah mencakup nilai-nilai yakni nilai dasar, nilai
inti dan nilai instrumental. Pendidikan merupakan proses bentukan manusia
untuk menjadi makhluk yang ideal. Karena pada hakikaknya manusia sejak
lahir membutuhkan pendidikan dan manusia merupakan objek pendidikan.
Nilai-nilai yang ada pada diri manusia terdapat dua hal, yaitu nilai-nilai
keagamaan dan nilai-nilai kepribadaan. Nilai harus dilestarikan kepada
generasi penerus melalui media pendidikan, dan diharapkan perubahan social
generasi penerus tidak meninggalkan nilai/norma-norma yang berlaku di
masyarakat.
Dalam setiap perkembangan pasti mengalami perubahan, maka dari itu
manusia harus menjaga dan melestarikan nila-nilai yang selama ini sudah ada
sejak dahulu baik dari segi norma, budaya dan lain-lain.
D. KESIMPULAN
Pendidikan adalah seluruh pengetahuan belajar yang terjadi sepanjang
hayat dalam semua tempat serta situasi yang memberikan pengaruh positif
pada pertumbuhan setiap makhluk individu. Bahwa pendidikan berlangsung
selama sepanjang hayat (long life education). Pendidikan sebagai pelestari
nilai memiliki arti bahwa pendidikan adalah sebagai proses rekayasa social
(Social Reengenering Process) yang sejatinya merupakan instrumentasi budaya
dalam melanjut kembangkan peradaban. pendididkan dan perubahan sosiaal
merupakan suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan.
Dimana pendidikan selalu ada dalam masyarakat pada tingkat
sederhana sekalipun. Untuk itu, masyarakat dan negara sebagai konstruksi
kelembagaannya dipersyaratkan mampu membangun hubungan sinergik,
melalui kiprah bersama membawa anak bangsa  dan naib masa depannya,
kecuali dengan pendidikan tak ada jalan lainnya. Karena perubahan yang kita
20
harapkan adalah perubahan  kearah peningkatan mutu kehidupan, bukan
perubahan tak terkendali yang tidak kita inginkan seperti krisis dan bencan.
Perubahan kearah peningkatan mutu hanya mungkin dicapai jika bangsa ini
mampu belajar secara cerdas menyikapi tuntutan yang selalu ada. Itu semua
mustahil dicapai tanpa pendidikan.
Pengembangan nilai dalam pendidikan sejak lalu telah dirumuskan
dengan sebaik-baiknya, kemudian dikuatkan oleh keputusan politik menjadi
landasan yuridis, serta direstui bersama menjadi komitmen moral bangsa.
Nilai-nilai yang kita yakini bersama, bukanlah sebagai antipasi ke depan, dan
tiadalah tentu berharap. Pengembangan nilai dalam pendidikan sejak lalu telah
dirumuskan dengan sebaik-baiknya, kemudian dikuatkan oleh keputusan
politik menjadi landasan yuridis, serta direstui bersama menjadi komitmen
moral bangsa. Nilai-nilai yang kita yakini bersama, bukanlah sebagai antipasi
ke depan, dan tiadalah tentu berharap. Dan di sini ada beberapa nilai-nilai
dalam pendidikan nasional untukmasa ke depan nya

21
DAFTAR PUSTAKA

BAB, V. "RESPONS PESANTREN PERSATUAN ISLAM TERHADAP


KEBIJAKAN PENDIDIKAN PEMERINTAH1." BERBASIS MASYARAKAT
ORGANIK: 237.

Hasan, Engking Soemawarman, and Engking Soewarman. "Landasan Filosofis


Pengembangan Pendidikan Terpadu Pesantren (Refleksi Hasil Studi Pendidikan
Terpadu Pe-santren di Jawa Barat)." Mimbar Pendidikan 20.4 (2001).

HM Idochi Anwar,. "Menyikapi Era Globalisasi: Meningkatkan Mutu Sum-


berdaya Manusia." Mimbar Pendidikan 3 (1999): 9-13

http://belajarpsikologi.com/pengertian-perubahan-sosial (16:53 WIB, 15


November 2015)

http://justsharenad.blogspot.co.id/2013/07/filsafat-pendidikan-pendidikan-
sebagai.html (16:45 wib, 15 November 2015)

Pristiwanti, Desi, et al. "Pengertian Pendidikan." Jurnal Pendidikan Dan


Konseling (JPDK) 4.6 (2022): 7911-7915.

Qomariyah, Nurul. "Pendidikan Islam Dan Aliran Filsafat Pendidikan


Rekonstruksionisme." Al-Falah: Jurnal Ilmiah Keislaman dan Kemasyarakatan 17.2
(2017): 197-217.

Robbaniyah, Qiyadah. Nilai-nilai Pendidikan Anak. CV. Pilar Nusantara, 2019.

Rukiyati, Rukiyati. "Tujuan pendidikan nasional dalam perspektif Pancasila."


Humanika, Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum 19.1 (2019): 56-69.

Salahudin Anas, M.Pd., Fisafat Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2011, hal.
146.

Sunandar, Sunandar. KONSEP QUANTUM TEACHING DALAM


MENINGKATKAN MOTIVASI DAN MINAT BELAJAR SISWA DALAM PERSPEKTIF
BOBBI DEPORTER. Diss. IAIN PONOROGO, 2021.

Thoif, Muhamad. "Analisis kebijakan uu no. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas."


AT-Ta'DIB: Jurnal Kependidikan dan Keagamaan 2.1 (2018): 170-185.

22

Anda mungkin juga menyukai