PENDAHULUAN
Pemuridan
Istilah “murid” dalam bahasa Yunani disebut mathetes yang berarti orang "yang
diajar" atau "dilatih". Dalam hal ini mereka bukan hanya seorang murid, tetapi seorang
pengikut; mereka mencerminkan sebagai tiruan sang guru.Kata ini dipergunakan 269 kali
dalam kitab-kitab Injil dan Kisah Para Rasul.
Pemuridan adalah proses pendewasaan rohani, seseorang yang baru "lahir baru",
sehingga tercapai: a) Pengetahuan yang benar tentang Anak Allah (Kolose 3:10); b) Menjadi
seperti Kristus dalam karakter (2 Korintus 3:18; Filipi 2:5) ; dan c) Cakap dalam melayani (2
Timotius 2:2).
Menjadi Kristen tanpa pernah menjadi murid, akan membuatnya hanya sebagai "bayi-
bayi rohani". Seorang bayi hanya mengkonsumsi susu, demikian juga bayi rohani. Mereka
tidak dapat mengkonsumsi makanan keras. "Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang
dewasa" (Ibrani 5:11-14; 1 Korintus 3:2). Bahkan banyak terjadi orang yang baru saja
menerima Tuhan Yesus meninggalkan imannya dari Tuhan. Hal itu terjadi karena yang
bersangkutan tidak segera dimuridkan.
Pemuridan itu merupakan hal yang penting untuk dilakukan bukan hanya karena
alasan-alasan di atas, tetapi lebih dari itu, karena pemuridan merupakan Amanat Agung
Tuhan Yesus sebelum Ia naik ke surga; "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-
Ku..." (Matius 28:19). Mengakui Kristus sebagai Tuhan, berarti mengakui bahwa perintah-
Nya mutlak untuk dilakukan.
Menurut Manna Sorgawi (2011), ada sembilan poin arti pemuridan, yaitu:
a) Pemuridan Adalah Kegairahan Kita Dengan Tuhan; b) Pemuridan Adalah Kedalaman
Iman; c) Pemuridan Adalah Kedewasaan; d) Pemuridan Adalah Praktek Bukan Teori; e)
Pemuridan Adalah Proses Bukan Tujuan; f) Pemuridan Bersifat Interaktif; g) Pemuridan
Harus Memiliki Banyak Segi; h) Pemuridan Adalah Proses Seumur Hidup; dan i) Pemuridan
Adalah Menjadi Seperti Yesus.
Menurut Lydia (2001), pemuridan merupakan suatu proses pelipatgandaan secara
dinamis yang dapat menjangkau generasi penerus, bahkan berpengaruh dalam abad yang
akan datang. Beliau mengambil teladan seseorang yang bernama Edward Kimball, seorang
guru sekolah minggu dalam tahun 1800-an, yang memulai pelayanan pemuridan dalam
kelasnya. Hasilnya begitu nyata, dan bahkan mungkin saudarapun merupakan hasil langsung
dari pelipatgandaan rohani yang dilakukan Kimball.
Sebenarnya Kristus memanggil kita menjadi murid-murid yang secara rohani
melipatgandakan dirinya, menjangkau orang lain... menjangkau orang lain... menjangkau
orang lain.
Pendidikan
Pendidikan merupakan investasi besar bagi suatu negara. Pendidikan menyangkut
kepentingan semua warga negara, masyarakat, negara, institusi-institusi dan berbagai
kepentingan lain. Ini disebabkan pendidikan berkaitan erat denganoutcome-nya berupa
tersedianya SDM yang handal untuk menyuplai berbagai kepentingan. Oleh sebab itu titik
berat pembangunan pendidikan terletak pada peningkatan mutu setiap jenis dan jenjang, serta
perluasan kesempatan belajar pada pendidikan dasar.
Pendidikan ada dan hidup di dalam masyarakat, maka keduanya memiliki hubungan
ketergantungan yang erat. Pendidikan mengabdi kepada masyarakat dan masyarakat menjadi
semakin berkembang dan maju melalui pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses
pematangan dan pendewasaan masyarakat. Maka lembaga-lembaga pendidikan harus
memahami perannya tidak sekadar menjual jasa tetapi memiliki tugas mendasar memformat
Sumber Daya Manusia yang unggul.
Menurut Tilaar (2004), pendidikaan saat ini telah direduksikan sebagai pembentukan
intelektual semata sehingga menyebabkan terjadinya kedangkalan budaya dan hilangnya
identitas lokal dan nasional. Perubahan global dan liberalisasi pendidikan memaksa lembaga-
lembaga pendidikan menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Pendidikan
yang hanya berorientasi pasar sesungguhnya telah kehilangan akar pada kesejatian dan
identitas diri. Gejala-gejala pendangkalan ini sekarang mudah dibaca.
Misi pendidikan adalah mewariskan ilmu dari generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu
yang dimaksud antara lain pengetahuan, tradisi dan nilai-nilai budaya (keberadaban). Secara
umum penularan ilmu tersebut telah diemban oleh orang-orang yang concern terhadap
generasi selanjutnya. Mereka diwakili oleh orang yang punya visi kedepan, yaitu menjadikan
generasi yang lebih baik dan beradab.
Pendidikan juga memegang kunci keberhasilan suatu negara di masa depan. Namun
kenyataan membuktikan, khususnya di Indonesia, pendidikan masih belum dipandang vital,
khususnya oleh para pemegang tampuk kepemimpinan negara. Tapi dalam keterpurukannya,
pendidikan di Indonesia ternyata belum mencerminkan perubahan yang signifikan untuk
melakukan pembenahan, minimalnya berangkat dari rekontsruksi proses belajar mengajar
nya.
Pendidikan di Indonesia mesti dilihat sebagai upaya merancang dan melakukan
transformasi masa depan untuk menjawab tantangan yang lebih besar dan kompleks dengan
memanfaatkan sumber daya yang ada saat ini. Karena itu, pendidikan harus ditujukan untuk
menghasilkan manusia Indonesia yang berani melakukan transformasi sosial selain memiliki
kecerdasan akademik, berakhlak, dan terampil.
Menurut Dedi Supriadi (2004), pendidikan adalah alternatif utama untuk membangun
kualitas masa depan bangsa. Karena dengan pendidikan, prestasi dan keunggulan daya saing
di era global saat ini akan mudah dirancang dan kemudian bisa diwujudkan secara realitis.
Meski sulit untuk memprediksi perkembangan globalisasi masyarakat atau bangsa ke depan,
tetapi pendidikan jangan sampai pernah terjadi diskontinuitas.
Dalam mewujudkan pendidikan yang bisa menjadi motor penggerak perubahan
tatanan sosial masyarakat tersebut, diperlukan keseimbangan peran penyelenggaraan antara
negara, komunitas, dan keluarga. Sebab, pendidikan menuntut kemitraan dan tanggung jawab
semua pemangku kepentingan, termasuk orang tua, komunitas, dan masyarakat luas.
Perkembangan teknologi saat ini dapat dimanfaatkan untuk sarana belajar jarak jauh
maupun sebagai prasarana peningkatan kualitas kurikulum yang menggabungkan kearifan
lokal dan pendekatan dari bawah. Teknologi dapat pula digunakan untuk peningkatan dan
pemerataan dalam akses ke sumber daya belajar dan sumber pengetahuan.
Dalam perspektif kritis, urusan pendidikan adalah melakukan refleksi kritis, terhadap
‘the dominant ideology’ ke arah transformasi sosial. Tugas utama pendidikan adalah
menciptakan ruang agar sikap kritis terhadap sistem dan struktur ketidakadilan, serta
melakukan dekonstruksi dan advokasi menuju sistem sosial yang lebih adil. Karena Visi
pendidikan adalah melakukan kritik terhadap sistem dominan sebagai pemihak terhadap
rakyat kecil dan tertindas untuk menciptakan sistem sosial yang lebih adil.
Transformasi Sosial
Menurut Dahlan (1994), transformasi sosial dapat diartikan sebagai perubahan yang
menyangkut berbagai aspek kehidupan, seperti tata nilai, pranata sosial, wawasan, cara
berpikir, atau kebiasaan yang telah lama terjadi di masyarakat dan sebagainya Perubahan
tersebut ada kalanya sangat mendasar, tetapi bisa juga bersifat umum. Transformasi sosial
bukan sekadar perubahan seperti disebutkan di atas, melainkan juga perubahan mutu
kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi masyarakat.
Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
Hal-hal yang berkaitan dengan perubahan sosial: Nilai-nilai sosial, Pola-pola perilaku,
Organisasi, Lembaga kemasyarakatan, Lapisan dalam masyarakat, Kekuasaan dan
wewenang. Pendidikan memiliki peran strategis dan vital bagi kelangsungan suatu bangsa.
Oleh perubahan yang gencar terjadi, pendidikan bisa menjadi korban.
Perubahan masyarakat yang didorong pendidikan itu mesti juga diwujudkan dengan
adanya pemerataan pendidikan, baik dalam hal akses dan kualitas, serta didukung
infrastruktur yang dirancang untuk pendidikan berkelanjutan. Termasuk dalam hal ini adalah
penyediaan pendidikan dan pelatihan vokasi sebagai alternatif bagi pendidikan akademik
sekaligus anjuran bagi anak didik dan anggota masyarakat yang bermaksud mengembangkan
keahlian profesionalnya.
Pastinya bagi orang Kristen, pendidikan dalam perspektif pemuridan sudah menjadi
bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan. Pembinaan rohani ini, yang lazim digelar dalam
kelompok-kelompok kecil, telah berjasa besar dalam pembentukan akhlak umat Kristen
sebagai dasar yang akan mengarah pada transformasi sosial.
Dalam kekristenan, kita mengenal bahwa Yesus adalah guru agung kita, Dia tidak
hanya pandai dalam berkata namun terutama Ia pandai dalam memberikan teladan, sehingga
manusia tidak hanya pintar membaca dan mendengar segala yang baik, tapi juga pandai
dalam melakukan apa yang baik itu.
Tuhan mengajarkan segala sesuatu kepada kita agar kita menjadi dewasa, dalam iman,
perbuatan, perkataan, dan bukan menjadi anak kecil yang manja dan selalu bergantung
kepada orang tuanya sepanjang hidupnya. Tentu, bukan berarti suatu saat nanti ketika kita
telah dewasa, dan merasa sudah bisa berpijak dan berpikir sendiri maka kita boleh
meninggalkan Tuhan, tapi ketika kita diberikan oleh Tuhan kepercayaan untuk memuridkan
manusia lain, kita juga harus membiarkan mereka menjadi dewasa, berkembang dan berbuah.
Jangan buat murid-murid kita tergantung pada kita, sehingga ketika suatu saat kita pergi,
mereka akan bingung seperti orang kehilangan kehilangan tempat untuk berpijak dan
berpegangan. Kita ini alat Tuhan agar murid-murid kita mengenal dan bersandar kepada
Tuhan, sang pokok anggur itu, bukan mengenal dan bersandar kepada kita.
Jadi kita sebagai orang-orang terdidik, yang bisa kita lakukan untuk memuridkan
adalah:
1) Teladanilah Yesus, karena Dialah guru yang sejati bagi kita. Ajarkan apa yang Yesus
ajarkan. Gunakan sudut pandang Yesus dan bukan sudut pandang kita.
2) Jadilah teladan, karena teladan adalah cara yang paling ampuh untuk mengajar dan
mendidik.
Pendidikan yang kita jalani pasti menghasilkan perubahan. Perubahan tersebut dapat
terjadi hanya pada individu terdidik, tetapi juga dapat terjadi pada arah sosial. Pendidikan
memberikan sumbangan pada perubahan sosial yang terjadi pada individu maupun
masyarakat.
PENUTUP