Anda di halaman 1dari 8

Pemuridan Berkarakter Intelektual

Juli 02, 2012

PENDAHULUAN

Pemuridan
Istilah “murid” dalam bahasa Yunani disebut mathetes yang berarti orang "yang
diajar" atau "dilatih". Dalam hal ini mereka bukan hanya seorang murid, tetapi seorang
pengikut; mereka mencerminkan sebagai tiruan sang guru.Kata ini dipergunakan 269 kali
dalam kitab-kitab Injil dan Kisah Para Rasul.
Pemuridan adalah proses pendewasaan rohani, seseorang yang baru "lahir baru",
sehingga tercapai: a) Pengetahuan yang benar tentang Anak Allah (Kolose 3:10); b) Menjadi
seperti Kristus dalam karakter (2 Korintus 3:18; Filipi 2:5) ; dan c) Cakap dalam melayani (2
Timotius 2:2).
Menjadi Kristen tanpa pernah menjadi murid, akan membuatnya hanya sebagai "bayi-
bayi rohani". Seorang bayi hanya mengkonsumsi susu, demikian juga bayi rohani. Mereka
tidak dapat mengkonsumsi makanan keras. "Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang
dewasa" (Ibrani 5:11-14; 1 Korintus 3:2). Bahkan banyak terjadi orang yang baru saja
menerima Tuhan Yesus meninggalkan imannya dari Tuhan. Hal itu terjadi karena yang
bersangkutan tidak segera dimuridkan.
Pemuridan itu merupakan hal yang penting untuk dilakukan bukan hanya karena
alasan-alasan di atas, tetapi lebih dari itu, karena pemuridan merupakan Amanat Agung
Tuhan Yesus sebelum Ia naik ke surga; "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-
Ku..." (Matius 28:19). Mengakui Kristus sebagai Tuhan, berarti mengakui bahwa perintah-
Nya mutlak untuk dilakukan.
Menurut Manna Sorgawi (2011), ada sembilan poin arti pemuridan, yaitu:
a) Pemuridan Adalah Kegairahan Kita Dengan Tuhan; b) Pemuridan Adalah Kedalaman
Iman; c) Pemuridan Adalah Kedewasaan; d) Pemuridan Adalah Praktek Bukan Teori; e)
Pemuridan Adalah Proses Bukan Tujuan; f) Pemuridan Bersifat Interaktif; g) Pemuridan
Harus Memiliki Banyak Segi; h) Pemuridan Adalah Proses Seumur Hidup; dan i) Pemuridan
Adalah Menjadi Seperti Yesus.
Menurut Lydia (2001), pemuridan merupakan suatu proses pelipatgandaan secara
dinamis yang dapat menjangkau generasi penerus, bahkan berpengaruh dalam abad yang
akan datang. Beliau mengambil teladan seseorang yang bernama Edward Kimball, seorang
guru sekolah minggu dalam tahun 1800-an, yang memulai pelayanan pemuridan dalam
kelasnya. Hasilnya begitu nyata, dan bahkan mungkin saudarapun merupakan hasil langsung
dari pelipatgandaan rohani yang dilakukan Kimball.
Sebenarnya Kristus memanggil kita menjadi murid-murid yang secara rohani
melipatgandakan dirinya, menjangkau orang lain... menjangkau orang lain... menjangkau
orang lain.

Pendidikan
Pendidikan merupakan investasi besar bagi suatu negara. Pendidikan menyangkut
kepentingan semua warga negara, masyarakat, negara, institusi-institusi dan berbagai
kepentingan lain. Ini disebabkan pendidikan berkaitan erat denganoutcome-nya berupa
tersedianya SDM yang handal untuk menyuplai berbagai kepentingan. Oleh sebab itu titik
berat pembangunan pendidikan terletak pada peningkatan mutu setiap jenis dan jenjang, serta
perluasan kesempatan belajar pada pendidikan dasar.
Pendidikan ada dan hidup di dalam masyarakat, maka keduanya memiliki hubungan
ketergantungan yang erat. Pendidikan mengabdi kepada masyarakat dan masyarakat menjadi
semakin berkembang dan maju melalui pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses
pematangan dan pendewasaan masyarakat. Maka lembaga-lembaga pendidikan harus
memahami perannya tidak sekadar menjual jasa tetapi memiliki tugas mendasar memformat
Sumber Daya Manusia yang unggul.
Menurut Tilaar (2004), pendidikaan saat ini telah direduksikan sebagai pembentukan
intelektual semata sehingga menyebabkan terjadinya kedangkalan budaya dan hilangnya
identitas lokal dan nasional. Perubahan global dan liberalisasi pendidikan memaksa lembaga-
lembaga pendidikan menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Pendidikan
yang hanya berorientasi pasar sesungguhnya telah kehilangan akar pada kesejatian dan
identitas diri. Gejala-gejala pendangkalan ini sekarang mudah dibaca.
Misi pendidikan adalah mewariskan ilmu dari generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu
yang dimaksud antara lain pengetahuan, tradisi dan nilai-nilai budaya (keberadaban). Secara
umum penularan ilmu tersebut telah diemban oleh orang-orang yang concern terhadap
generasi selanjutnya. Mereka diwakili oleh orang yang punya visi kedepan, yaitu menjadikan
generasi yang lebih baik dan beradab.
Pendidikan juga memegang kunci keberhasilan suatu negara di masa depan. Namun
kenyataan membuktikan, khususnya di Indonesia, pendidikan masih belum dipandang vital,
khususnya oleh para pemegang tampuk kepemimpinan negara. Tapi dalam keterpurukannya,
pendidikan di Indonesia ternyata belum mencerminkan perubahan yang signifikan untuk
melakukan pembenahan, minimalnya berangkat dari rekontsruksi proses belajar mengajar
nya.
Pendidikan di Indonesia mesti dilihat sebagai upaya merancang dan melakukan
transformasi masa depan untuk menjawab tantangan yang lebih besar dan kompleks dengan
memanfaatkan sumber daya yang ada saat ini. Karena itu, pendidikan harus ditujukan untuk
menghasilkan manusia Indonesia yang berani melakukan transformasi sosial selain memiliki
kecerdasan akademik, berakhlak, dan terampil.
Menurut Dedi Supriadi (2004), pendidikan adalah alternatif utama untuk membangun
kualitas masa depan bangsa. Karena dengan pendidikan, prestasi dan keunggulan daya saing
di era global saat ini akan mudah dirancang dan kemudian bisa diwujudkan secara realitis.
Meski sulit untuk memprediksi perkembangan globalisasi masyarakat atau bangsa ke depan,
tetapi pendidikan jangan sampai pernah terjadi diskontinuitas.
Dalam mewujudkan pendidikan yang bisa menjadi motor penggerak perubahan
tatanan sosial masyarakat tersebut, diperlukan keseimbangan peran penyelenggaraan antara
negara, komunitas, dan keluarga. Sebab, pendidikan menuntut kemitraan dan tanggung jawab
semua pemangku kepentingan, termasuk orang tua, komunitas, dan masyarakat luas.
Perkembangan teknologi saat ini dapat dimanfaatkan untuk sarana belajar jarak jauh
maupun sebagai prasarana peningkatan kualitas kurikulum yang menggabungkan kearifan
lokal dan pendekatan dari bawah. Teknologi dapat pula digunakan untuk peningkatan dan
pemerataan dalam akses ke sumber daya belajar dan sumber pengetahuan.
Dalam perspektif kritis, urusan pendidikan adalah melakukan refleksi kritis, terhadap
‘the dominant ideology’ ke arah transformasi sosial. Tugas utama pendidikan adalah
menciptakan ruang agar sikap kritis terhadap sistem dan struktur ketidakadilan, serta
melakukan dekonstruksi dan advokasi menuju sistem sosial yang lebih adil. Karena Visi
pendidikan adalah melakukan kritik terhadap sistem dominan sebagai pemihak terhadap
rakyat kecil dan tertindas untuk menciptakan sistem sosial yang lebih adil.

Transformasi Sosial
Menurut Dahlan (1994), transformasi sosial dapat diartikan sebagai perubahan yang
menyangkut berbagai aspek kehidupan, seperti tata nilai, pranata sosial, wawasan, cara
berpikir, atau kebiasaan yang telah lama terjadi di masyarakat dan sebagainya Perubahan
tersebut ada kalanya sangat mendasar, tetapi bisa juga bersifat umum. Transformasi sosial
bukan sekadar perubahan seperti disebutkan di atas, melainkan juga perubahan mutu
kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi masyarakat.
Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
Hal-hal yang berkaitan dengan perubahan sosial: Nilai-nilai sosial, Pola-pola perilaku,
Organisasi, Lembaga kemasyarakatan, Lapisan dalam masyarakat, Kekuasaan dan
wewenang. Pendidikan memiliki peran strategis dan vital bagi kelangsungan suatu bangsa.
Oleh perubahan yang gencar terjadi, pendidikan bisa menjadi korban.
Perubahan masyarakat yang didorong pendidikan itu mesti juga diwujudkan dengan
adanya pemerataan pendidikan, baik dalam hal akses dan kualitas, serta didukung
infrastruktur yang dirancang untuk pendidikan berkelanjutan. Termasuk dalam hal ini adalah
penyediaan pendidikan dan pelatihan vokasi sebagai alternatif bagi pendidikan akademik
sekaligus anjuran bagi anak didik dan anggota masyarakat yang bermaksud mengembangkan
keahlian profesionalnya.
Pastinya bagi orang Kristen, pendidikan dalam perspektif pemuridan sudah menjadi
bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan. Pembinaan rohani ini, yang lazim digelar dalam
kelompok-kelompok kecil, telah berjasa besar dalam pembentukan akhlak umat Kristen
sebagai dasar yang akan mengarah pada transformasi sosial.

PEMURIDAN BERKARAKTER INTELEKTUAL


Hidup adalah proses belajar. Mulai dari kecil sampai sekarang kita pasti tak luput dari
yang namanya belajar. Dari awal pasti kita sudah diajari bagaimana berbicara, bagaimana
cara berjalan, bagaimana menulis dan membaca dan sebagainya. Ketika kita sudah cukup
umur untuk bersekolah, kita juga mengalami proses belajar mulai dari SD sampai ke
perguruan tinggi bahkan sampai bekerja. Kira-kira mengapa kita perlu bersekolah dan apa
gunanya kita belajar?
Rasanya kita semua tahu jawabannya bukan? Bahwa karena manusia memang perlu
belajar untuk bisa berkembang, termasuk belajar berjalan, berbicara dan lain sebagainya.
Tanpa belajar, dan latihan maka manusia tidak akan terbiasa untuk melakukan apapun itu.
Walaupun pada kenyataannya di satu sisi, banyak anak yang merasa menjadi murid sebagai
suatu beban. Pendidikan rasanya hanya sebuah formalitas dan keharusan. Di sisi lain, banyak
juga yang merasa bahwa pendidikan memiliki fungsi agar anak menjadi pandai, dapat
memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang baik.
Di dalam dunia dewasa ini, pendidikan tidak semata-mata hal diperuntukan atau
dihubungkan dengan segala sesuatu yang bersifat sekuler. Pendidikan juga hadir dalam
kehidupan spiritual manusia. Dalam bahasa Kristiani pendidikan dikenal dengan sebutan
pemuridan. Bila dalam dunia pendidikan formal, kita memiliki guru yang mengajarkan kita
segala hal yang kita butuhkan untuk menjadi pandai. Dalam Kekristenan kita juga memiliki
guru, bahkan guru yang paling agung dan yang Maha yang pernah dimiliki oleh dunia dalam
sepanjang peradabannya yakni Yesus Kristus. Dialah guru yang tidak hanya bisa mengajar
seperti guru dunia kebanyakan, namun juga mendidik dan menjadi teladan yang hidup bagi
murid-murid-Nya.
Allah punya maksud ketika Ia memanggil kita sebagai murid-Nya. Ia memiliki misi,
yang untuk mewujudkannya Ia ingin kita, sebagai manusia ciptaanNya mengambil bagian.
Lukas 4: 18-19 memaparkan apa yang menjadi misi dan visi Allah dalam dunia. Bahwa Ia
ingin membebaskan manusia dari segala macam belenggu yang membatasi dan menghalangi
manusia untuk berjumpa dengan Allahnya. Itulah misi pemuridanNya, dan sudah sepatutnya
misi itu menjadi misi kita dalam memuridkan.
Namun sebelum menjadi guru seperti Yesus yang tidak hanya pandai mengajar tapi
juga mendidik dan menjadi teladan bagi murid-muridNya, tentunya kita juga harus terlebih
dahulu menjadi murid. Pertanyaan bagi kita kini adalah siapakah murid? Orang seperti
apakah yang dapat dikatakan atau dikategorikan sebagai murid? Perlu apa sajakah kita untuk
dapat menjadi seorang murid yang baik?
Dalam 1 Korintus 4: 1-21, ada beberapa hal yang harus ditanamkan kepada seorang
murid selama proses pemuridan terjadi yakni:
a. Seorang murid harus mau belajar
Banyak dari kita yang tentunya mengenal pepatah: “Belajarlah hingga ke negeri Cina”
pepatah itu benar adanya. Sebagai manusia kita perlu memacu diri kita untuk terus belajar
karena tidak ada manusia yang sempurna, tidak ada manusia yang pantas merasa bahwa ia
telah memahami segala hal yang ada di dunia maupun di sorga. Semua manusia terbatas
adanya, tidak ada yang mampu memahami segala sesuatu dengan sempurna. Bila seseorang
tidak memiliki kerinduan untuk terus belajar maka ia tidak akan pernah bisa menjadi seorang
murid.
b. Seorang murid tidak boleh sombong
Karena tidak ada satupun manusia yang sempurna di muka bumi ini maka sudah
sepantasnya manusia tidak boleh menyombongkan dirinya. Kita ini bukan siapa-siapa, tanpa
Tuhan yang telah memberikan kepada manusia segala hal untuk hidup. Sayangnya, ketika
manusia merasa sudah mampu memenuhi segala kebutuhan hidupnya dengan segala
kepandaiannya, maka manusia merasa sudah cukup memiliki kuasa untuk dapat unjuk gigi
dengan kesombongan dan dengan mudahnya menghakimi orang lain dengan ilmu yang
dimilikinya.
c. Seorang murid harus memiliki ketaatan
Seorang murid haruslah memiliki ketaatan karena yang tahu kebenaran bukanlah
dirinya, namun gurunya, dalam hal ini adalah Yesus, yang memiliki kebenaran mutlak.
Sebagai ‘guru’, kita manusia masih bisa melakukan kesalahan, masih terbatas dan tidak
sempurna, baik dalam pemikiran, dogma, cara beriman dan lain sebagainya. Oleh karena itu
janganlah kita mendewakan, bahkan mentuhankan manusia.
d. Seorang murid harus siap menerima tegoran dan kritikkan
Sebagai murid Kristus, kita harus dapat memandang kritik bukan dari sisi negatif,
namun dari sisi positif, yaitu bahwa ternyata kita diberikan kesempatan untuk memperbaiki
apa yang salah, apa yang belum berkenan, bukan untuk sekedar memperbaiki, namun juga
meningkatkan kualitas kita sebagai manusia ciptaan Allah yang luar biasa.

Dalam kekristenan, kita mengenal bahwa Yesus adalah guru agung kita, Dia tidak
hanya pandai dalam berkata namun terutama Ia pandai dalam memberikan teladan, sehingga
manusia tidak hanya pintar membaca dan mendengar segala yang baik, tapi juga pandai
dalam melakukan apa yang baik itu.
Tuhan mengajarkan segala sesuatu kepada kita agar kita menjadi dewasa, dalam iman,
perbuatan, perkataan, dan bukan menjadi anak kecil yang manja dan selalu bergantung
kepada orang tuanya sepanjang hidupnya. Tentu, bukan berarti suatu saat nanti ketika kita
telah dewasa, dan merasa sudah bisa berpijak dan berpikir sendiri maka kita boleh
meninggalkan Tuhan, tapi ketika kita diberikan oleh Tuhan kepercayaan untuk memuridkan
manusia lain, kita juga harus membiarkan mereka menjadi dewasa, berkembang dan berbuah.
Jangan buat murid-murid kita tergantung pada kita, sehingga ketika suatu saat kita pergi,
mereka akan bingung seperti orang kehilangan kehilangan tempat untuk berpijak dan
berpegangan. Kita ini alat Tuhan agar murid-murid kita mengenal dan bersandar kepada
Tuhan, sang pokok anggur itu, bukan mengenal dan bersandar kepada kita.
Jadi kita sebagai orang-orang terdidik, yang bisa kita lakukan untuk memuridkan
adalah:
1) Teladanilah Yesus, karena Dialah guru yang sejati bagi kita. Ajarkan apa yang Yesus
ajarkan. Gunakan sudut pandang Yesus dan bukan sudut pandang kita.
2) Jadilah teladan, karena teladan adalah cara yang paling ampuh untuk mengajar dan
mendidik.
Pendidikan yang kita jalani pasti menghasilkan perubahan. Perubahan tersebut dapat
terjadi hanya pada individu terdidik, tetapi juga dapat terjadi pada arah sosial. Pendidikan
memberikan sumbangan pada perubahan sosial yang terjadi pada individu maupun
masyarakat.

PENUTUP

Pemuridan yang efektif sangat baik dikerjakan di kalangan orang-orang yang


terpelajar baik siswa maupun mahasiswa. Sebagai generasi penerus bangsa, dibutuhkan suatu
metode yang tepat sebagai pembekalan yang khusus dalam rangka mempersiapkan mereka
sebagai “agent of change” di negara kita ini. Seperti visi pelayanan mahasiswa yang
menyatakan “student today leader tomorrow” itulah yang menjadi PR bagi setiap orang yang
telah percaya kepada Kristus.
Menurut saya pendidikan merupakan salah satu metode yang paling efektif dalam
mempermudah kita dalam proses pemuridan. Manusia bisa memperoleh berbagai
kemampuan terkhusus kemampuan dalam merubah pola pikir salah satunya diperoleh melalui
pendidikan yang sudah dijalaninya. Banyak perubahan yang dialami manusia baik secara
individual maupun massal melalui proses pendidikan.
Pemuridan yang berintelektual pastilah sangat mempengaruhi generasi kedepannya
untuk terus melanjutkan estafet pelayanan ini dengan mengerjakan visi agung yang daripada
Allah yakni menjadikan semua bangsa di dunia ini menjadi murid kepunyaan-Nya, kembali
kepada jalan yang dikehendaki-Nya. Sehingga semakin banyaklah jiwa-jiwa yang
dimenangkan bagi Tuhan bahkan melalui teladan secara otomatis juga akan mempengaruhi
orang-orang supaya datang kepada Tuhan.
Proses pemuridan yang terdidik haruslah dibuktikan melalui sumber daya manusia
yang berkualitas. Karena pemuridan berpotensi jadi sarana pemasok insan kompeten dan
berakhlak yang siap membangun bangsa dengan visi jelas. Jadi orang- orang yang percaya
kepada Kristus dan memilki kualitas yang lebih pastilah sangatlah berperan dalam
mempengaruhi setiap orang yang berada disekitarnya melalui kemampuan (disiplin ilmu)
yang dimilikinya. Hal inilah yang sangat dibutuhkan bangsa ini untuk melakukan suatu
perubahan atau transformasi sosial kearah yang lebih baik yang berpusat kepada Kristus.
Oleh sebab itu, kita perlu menyadari apa yang menjadi tugas dan bagian kita masing-
masing, sebagai apapun status kita baik sebagai siswa/mahasiswa, alumni dalam dunia
profesi, orang tua atau sebagai apapun kita, marilah sama-sama memanfaatkan kesempatan
ini dengan sebaik-baiknya untuk menjangkau saudara-saudara kita yang belum percaya
kepada Kristus. Contoh kecilnya melalui pemuridan dalam kelompok kecil dalam pelayanan
siswa/mahasisiawa dan alumni, menjadi atasan atau bawahan yang teladan dan berintegritas
dalam dunia profesi, dsb. Sebab sama-sama kita ketahui bahwa ilmu yang kita miliki bisa
mempengaruhi siapapun yang ada di dunia ini, bukan hanya sekedar pengetahuan secara
spiritual tapi juga pengetahuan secara akademik karena ilmu adalah jendela dunia. Dengan
demikian orang lain bisa melihat bahwa kemuliaan Tuhan juga bisa terpancar lewat kaum-
kaum intelektual yang mengandalkan Tuhan. Artinya bukan saja sekedar pemuridan secara
spiritual tetapi harus sudah lebih mengarah pada pemuridan yang berkarakter intelektual.
Jika kita ingin melakukan suatu perubahan menuju transformasi sosial yang
berlandaskan Kristus maka mari kita mulai dari sekarang karena ini adalah tanggung jawab
kita bersama sebagai kaum-kaum intelektual yang telah ditebus dari kegelapan. Kita harus
mempersiapkan diri kita dan mempersiapakan orang lain menjadi orang-orang yang
berpengaruh di negara kita ini dan di seluruh dunia melalui Kristus yang ada di dalam hati
kita serta pengetahuan yang kita miliki. Kalau bukan kita, siapa lagi!!!

Anda mungkin juga menyukai