Anda di halaman 1dari 18

TUGAS PAPER

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT KRONIS DAN PERILAKU

OLEH

KELOMPOK 4

1. Nuning Afriaty
2. Rini Khofifah Lubis
3. Sujana
4. Rizky Syahriani Putri
5. M. Said

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM MAGISTER


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS AUFA ROYHAN
DI KOTA PADANGSIDIMPUAN
TAHUN 2022
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Tidak Menular (PTM) secara global telah mendapat perhatian seriu
s dengan masuknya PTM sebagai salah satu target dalam Sustainable Development
Goals (SDGs) 2030 khususnya pada Goal 3: Ensure healthy lives and well-being. S
DGs 2030 telah disepakati secara formal oleh 193 pemimpin Negara pada UN Sum
mit yang diselenggarakan di New York pada 25-27 September 2015. Hal ini didasari
pada fakta yang terjadi di banyak negara bahwa meningkatnya usia harapan hidup da
n perubahan gaya hidup juga diiringi dengan meningkatnya PTM. Penanganan PTM
memerlukan waktu yang lama dan teknologi yang mahal, dengan demikian pencega
han dan penanggulangannya memerlukan biaya yang tinggi. Publikasi World Econo
mic Forum April 2015 menunjukkan bahwa potensi kerugian akibat PTM di Indones
ia pada periode 2012-2013 diprediksi mencapai US$ 4,47 triliun atau 5,1 kali GDP 2
012 (Kemenkes, 2017).
Penyakit kronis menjadi fenomena yang banyak terjadi dikalangan masyarak
at. Penyakit kronis merupakan penyakit yang tidak menular dari satu orang ke orang
lain, namun memiliki durasi yang lama dan umumnya mengalami perkembangan ya
ng lambat, diantaranya adalah penyakit jantung, stroke, kanker, penyakit pernafasan
kronis dan diabetes merupakan penyebab utama kematian di dunia mewakili 60% da
ri semua jumlah kematian Penyakit kronis diperkirakan telah menyumbang 46% dari
beban penyakit global pada tahun 2001, dan angka ini diperkirakan akan meningkat
menjadi 57% pada tahun 2020 (WHO, 2016).
Indonesia saat ini mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan me
ningkatnya kematian dan kesakitan akibat penyakit tidak menular (PTM) seperti asm
a, penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), kanker, hipertensi, stroke, jantung, diabet
es mellitus dan lain-lain (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).
Perkiraan P2PTM Kemenkes Penderita diabetes di Indonesia dapat mencapai 30 juta
orang pada 2030 mendatang bila gaya hidup termasuk makan banyak dan merokok t
idak dikurangi. Pemerintahan Kesehatan telah mengeluarkan suatu program kesehat
an yang dapat membantu melayani masyarakat yang memiliki berbagai penyakit kro
nis dengan Prolanis. PROLANIS (Program Pengelolaan Penyakit Kronis) adalah sist
em pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilakukan secara terintegrasi
yang melibatkan peserta, fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan (BPJS Kesehatan,
2014).
Di negara negara dengan tingkat ekonomi rendah dan menengah, dari seluru
h kematian yang 2 terjadi pada orang-orang berusia kurang dari 60 tahun, 29% diseb
abkan oleh penyakit tidak menular, sedangkan di negara-negara maju menyebabkan
13% kematian. Proporsi penyebab kematian penyakit pernafasan kronis, penyakit pe
ncernaan dan penyakit tidak menular yang lain bersama-sama menyebabkan sekitar
30% kematian, serta 4% kematian disebabkan diabetes melitus. Dalam jumlah total,
pada tahun 2030 diprediksi akan ada 52 juta jiwa kematian per tahun karena penyaki
t tidak menular (WHO, 2013).
Beberapa penelitian tentang kejadian penyakit kronis yaitu oleh Kurnia (2013)
dimana resiko penyakit kronis yang dialami pekerjanya dari lingkungan kerja
dimana (agent) non living agent berasal dari kondisi udara yang tidak sehat.
Demikian pula pada penelitian Aviandari dkk. (2018) dimana pada pekerja juga
ditemukan faktor risiko tempat kerja ( Dermaga ) mempunyai hubungan yang
bermakna terhadap bronkitis kronik dengan p= 0,04, OR 3,8 (1,06 - 13,52) dimana
Dermaga mempunyai kadar debu yang lebih tinggi dari Silo. Faktor merokok, masa
kerja, tempat kerja dan penggunaan APD tidak mempunyai hubungan yang
bermakna dengan gangguan fungsi paru.
Pemerintah Indonesia telah menerapkan suatu program sebagai upaya
pengendalian penyakit menular yaitu P2PTM namun dibutuhkan komitmen bersam
a dalam menurunkan morbiditas, mortalitas dan disabilitas PTM melalui intensikas
i pencegahan dan pengendalian menuju Indonesia Sehat, sehingga perlu adanya pem
ahaman yang optimal.
Serta menyeluruh tentang besarnya permasalahan PTM dan faktor risikonya pad
a semua pengelola program disetiap jenjang pengambil kebijakan dan lini pelaksana
an. Suatu penelitian yang mengangat upaya pengendalian penyakit kronis juga
pernah dilakukan oleh Utami dkk (2022) untuk menanggulangi peyakit ginjal
dengan melakukan Kampanye Kesadaran Penyakit Ginjal Kronis dan Mobile Health
Pendidikan untuk Meningkatkan Pengetahuan, Kualitas Hidup, dan Motivasi untuk
Gaya Hidup Sehat Pada Penderita Ginjal Kronis Penyakit di Bangladesh.
Penyakit-penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan degeneratif sebagai pe
nyebab kematian mulai menggeser kedudukan dari penyakit-penyakit infeksi. Penya
kit tidak menular mulai meningkat bersama dengan life-span (pola hidup) pada masy
arakat, seperti yang ditemukan pada penelitian Jannah dan Ernawati (2018) dimana
kebiasaan olahraga, merokok, kebiasaan konsumsi ikan asin, pisang, dan bayam
berhubungan dengan kejadian hipertensi di Dusun Sendang Anyar dan Tambakrame
Desa Bumiayu Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro. Kebiasaan konsumsi
gorengan tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap terjadinya hipertensi.
Kebiasaan olahraga dan merokok yang buruk serta konsumsi ikan asin merupakan
faktor risiko kejadian hipertensimaka dari fenomena tersebut penulis memilih tema
ini untuk dibahas… (
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian epidemiologi penyakit kronis dan perilaku?
2. Apa sajakah jenis penyakit kronis?
3. Bagaimanakah karakteristik penyakit kronis?
4. Apakah faktor resiko penyakit kronis?
5. Apa sajakah upaya pencegahan penyakit kronis?
C. Tujuan
Untuk mengetahui proses epidemiologi penyakit kronis dan perilaku sebagai
penyebab kematian yang mulai menggeser kedudukan dari penyakit-penyakit infeks
i serta mengetahui upaya–upaya pencegahan penyakit tidak menular yang mana pri
nsip upaya pencegahan lebih baik dari sebatas pengobatan
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Epidemiologi Penyakit Kronis dan Perilaku


A. Epidemiologi
Epidemiologi adalah metode investigasi yang digunakan untuk mendeteksi
penyebab atau sumber dari penyakit, sindrom, kondisi atau risiko yang
menyebabkan penyakit, cedera, cacat atau kematian dalam populasi atau dalam
suatu kelompok manusia. Epidemiologi juga didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari sifat, penyebab, pengendalian, dan faktor-faktor yang mempengaruhi
frekuensi dan distribusi penyakit, kecacatan, dan kematian dalam populasi manusia.
Ilmu ini meliputi pemberian ciri pada distribusi status kesehatan, penyakit, atau
masalah kesehatan masyarakat lainnya berdasarkan usia, jenis kelamin, ras,
geografi, agama, pendidikan, pekerjaan, perilaku, waktu, tempat, orang dan
sebagainya. (Timmreck, 2004).
B. Penyakit Kronis
Penyakit kronis menurut World Health Organization (WHO) merupakan
penyakit dengan durasi panjang yang pada umumnya berkembang secara lambat dan
merupakan akibat faktor genetik, fisiologis, lingkungan dan perilaku. Secara global,
regional, dan nasional pada tahun 2030 diproyeksikan terjadi transisi epidemiologi
dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular (World Health Organization,
2018).
Penyakit kronis adalah penyebab dari kesakitan dan kematian yang
membutuhkan jangka waktu lama dan respon yang kompleks, jarang sembuh total,
serta berkoordinasi dengan berbagai disiplin ilmu kesehatan untuk keperluan
pengobatan dan peralatan (Busse, Blumel, Krensen & Zentner, 2010). Berdasarkan
hasil temuan Riskesdas pada tahun 2013, penyakit kronis merupakan sepuluh
penyebab utama kematian di Indonesia (Kementrian Kesehatan RI, 2013).
Selain itu, Forshaw (2012) menyebutkan bahwa penyakit kronis merupakan
penyakit yang tidak mudah disembuhkan, cenderung berkepanjangan, dan biasanya
bersifat permanen.
C. Perilaku
Perilaku merupakan seperangkat perbuatan atau tindakan seseorang dalam
melalukan respon terhadap sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan karena
adanya nilai yang diyakini. Perilaku manusia pada hakekatnya adalah tindakan atau
aktivitas dari manusia baik yang diamati maupun tidak dapat diamati oleh interaksi
manusia dengan lingungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan
tindakan. Perilaku secara lebih rasional dapat diartikan sebagai respon organisme
atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subyek tersebut. Respon ini terbentuk
dua macam yakni bentuk pasif dan bentuk aktif dimana bentuk pasif adalah respon
internal yaitu yang terjadi dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat dilihat
dari orang lain sedangkan bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu dapat diobservasi
secara langsung (Triwibowo, 2015).
Epidemiologi perilaku (behavioral epidemiology) mempelajari faktor perilaku
dan gaya-hidup (life-style) yang berhubungan dengan risiko penyakit, faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku, dan penerapan pengetahuan untuk mengembangkan
intervensi yang efektif untuk mengubah perilaku.   Epidemiologi perilaku meneliti
hubungan antara perilaku dewasa (merokok, diet, aktivitas jasmani, konsumsi
alkohol, dan sebagainya) dan risiko terjadinya dan progresi penyakit di usia dewasa
Tetapi epidemiologi perilaku dapat juga menggunakan perspektif sepanjang hayat.
Sebagai contoh, epidemiologi perilaku meneliti efek jangka panjang pola diet dan
gaya hidup kurang gerakan jasmani di masa remaja dan risiko obesitas di usia
dewasa (Kuh dan Ben-Shlomo, 1997; Sallis et al., 2000; University of North-
Carolina, 2016)
Dari pengertian diatas disimpulkan bahwa epidemiologi penyakit kronis dan
perilaku merupakan suatu metode investigasi yang digunakan untuk mendeteksi
penyebab penyakit kronis serta faktor resiko dan perilaku yang mempengaruhi
kejadian timbulnya penyakit kronis.
2. Transisi Epidemiologi
Transisi epidemiologi sangat erat hubungannya dengan transisi kesehatan.
Konsep transisi kesehatan Pertama kali dikemukakan pada tahun 1970-an oleh
Omran, kemudian Olshanky, Ault:
1. Perkembangan sosio-ekonomi menyebabkan pergeseran angka mortalitas
dan fertilitas. Pergeseran tersebut mengurangi angka kedua kasus tersebut.
Hal ini kemudian memengaruhi beberapa aspek, yakni meningkatnya
jumlah populasi usia lanjut dengan pesat, bertambahnya kasus penyakit
infeksi, penyakit perinatal dan kelainan nutrisi menjadi pola penyakit yang
didominasi penyakit tidak menular.
2. Klasifikasi konvensional dari 4 tahapan yang berkaitan dengan
perkembangan sosioekonomi dan pola penyakit
Transisi Epidemiologi memiliki dua pengertian, menurut Omran (1971):
1. Statis, yakni ‖interval waktu yang dimulai dari dominasi penyakit menular dan
diakhiri dengan dominasi penyakit tidak menular sebagai penyebab kematian.
2. Dinamis, atau suatu ‖proses dinamis pola sehat sakit dari suatu masyarakat
berubah sebagai akibat dari perubahan demografi, sosial ekonomi, teknologi dan
politis transisi epidemiologi atau transisi kesehatan diawali olah transisi
demografi‖.
Teori mengenai transisi demografi didasarkan pada negara Eropa pada abad
ke-19. Peralihan keadaan demografi biasanya dibagi menjadi 4 tahap, sebagai
berikut:
1. Tahap I: angka kelahiran dan kematian yang tinggi sekitar 40 – 50. Angka
kelahiran menjadi tidak terkontrol pada tahap ini. Hal ini menyebabkan kasus
kematian menjadi bervariasi tiap tahunnya serta merebaknya isu kelaparan serta
penyakit menular yang 8 menyebabkan kematian. Tahap ini dikenal sebagai
‖masa penyakit pes‖. Selain itu, kasus kelaparan juga terjadi di banyak tempat
saat masa transisi epidemiologi.
2. Tahap II: angka kematian berkurang dikarenakan banyaknya obat baru yang
ditemukan serta peningkatan dana kesehatan yang disediakan. Akan tetapi,
angka kelahiran yang tinggi tetap tidak berubah yang menyebabkan peningkatan
pertumbuhan penduduk yang signifikan.
3. Tahap III: angka kematian terus mengalami penurunan namun tidak signifikan
seperti pada tahap II. Angka kelahiran juga menurun dikarenakan urbanisasi,
pendidikan, dan kemajuan peralatan kontrasepsi. Pada transisi epidemiologi,
tahap II dan III dikenal dengan ‖masa ketika pandemi dan penyakit menular
mulai menghilang‖.
4. Tahap IV : Tahap yang disebut sebagai‖masa penyakit degeneratif dan penyakit
buatan manusia‖ ini menunjukan penurunan angka kelahiran dan kematian
hingga tingkat rendah. Akibatnya, kondisi pertumbuhan penduduk beralih
seperti pada tahap I, yaitu mendekati nol
Mekanisme terjadinya transisi epidemiologi dapat dijelaskan berikut :
1. Penurunan fertilitas yang akan mempengaruhi struktur umur.
2. Perubahan faktor risiko yang akan mempengaruhi insiden penyakit. Perubahan
tersebut berimbas pada probabilitas menjadi sakit mengingat pengaruh perubahan
ini terhadap berbagai tipe risiko biologis, lingkungan, pekerjaan, sosial dan
perilaku yang dikembangkan dengan proses modernisasi. Modernisasi berkaitan
dengan risiko kesehatan di mana pergeseran dari dominasi produksi pertanian ke
produksi industri terjadi. Hal ini juga mengakibatkan pergeseran tempat tinggal
dari desa ke kota. Tranformasi secara kultural terjadi pada sektor perluasan
pendidikan dan peningkatan peran wanita dalam pekerjaan yang berkaitan dengan
perubahan pada dinamika keluarga dan masyarakat. Sementara itu, perubahan
ekonomi, sosial, dan kultur secara epidemiologi juga terjadi. Perubahan pada
aspek kultur yang dihubungkan dengan modrenisasi mempunyai 2 akibat yang
berlawanan; sebagian dampaknya menurunkan tingkat kasus penyakit menular
dan reproduksi, dan di saat bersamaan mengakibatkan peningkatan penyakit tidak
menular dan kecelakaan.
3. Perbaikan organisasi dan teknologi pelayanan kesehatan yang berimbas pada
Crude Fatality Rate (CFR). Perubahan dari segi jumlah, distribusi, organisasi dan
kualitas pelayanan kesehatan juga terjadi. Hal ini yang memengaruhi transisi
epidemiologi dengan tehnik diagnosis dan terapi yang baik sehingga CFR dapat
diturunkan.
4. Intervensi Pengobatan Pengaruh dari aspek ini adalah berkurangnya kemungkinan
kematian penderita. Pada penderita penyakit kronis hal ini secara pasti
menyebabkan kenaikan angka kesakitan. Hal disebabkan oleh durasi rata-rata
sakit. Adapun hubungan antara transisi epidemiologi terhadap transisi kesehatan
selengkapnya dapat dijelaskan pada tabel berikut ini
2. Jenis Penyakit Kronis
Dalam dunia medis, ada beberapa jenis penyakit yang dikategorikan sebagai
penyakit kronis. Mengutip dari buku Kebutuhan Gizi Berbagai Usia karya Prof. Drs.
Heru Santosa, MS, PhD, dkk, berikut ini adalah beberapa contoh penyakit kronis
yang banyak ditemukan di Indonesia
1. Gagal Jantung
Gagal jantung merupakan salah satu penyakit kronis yang membahayaka
n nyawa penderitanya sebab kondisi ini terjadi ketika jantung tidak memompa
darah sebagaimana mestinya. Gagal jantung biasanya timbul ketika jantung tid
ak dapat melakukan sistolik (memompa) atau diastolik (mengisi) dengan norm
al.

Gagal jantung merupakan salah satu kondisi kronis yang bisa mematikan
karena bisa mengakibatkan penderitanya sesak napas dan jantung bekerja tidak
normal.
2. Stroke
Stroke merupakan salah satu kondisi darurat medis yang mengharuskan
penderitanya memperoleh penanganan medis darurat karena penyakit stroke bi
sa mengakibatkan adanya kerusakan pada otak. Kerusakan otak ini disebabkan
oleh kurangnya suplai darah dalam otak yang mengakibatkan otak tidak bisa b
ekerja secara maksimal. Dalam data Riskedas RI, stroke merupakan salah satu
penyakit kronis tidak menular yang bisa mematikan. Hal ini ditunjukkan oleh
angka 15,9% orang meninggal akibat penyakit stroke.
3. Hipertensi
Hipertensi atau yang dikenal dengan tekanan darah tinggi adalah penya
kit yang terjadi ketika tekanan darah terhadap dinding sangat tinggi. Seseorang
disebut mengidap hipertensi apabila tekanan darah di atas 140/90, dan diangga
p parah jika tekanan di atas 180/120.
Penyakit hipertensi disebut sebagai penyakit kronis selama bertahun-tah
un atau seumur hidup. Gejala tekanan darah tinggi terkadang tidak terlihat. Ol
eh sebab itu, penyakit ini membutuhkan diagnosis medis. Jika tidak segera dio
bati, penyakit hipertensi bisa menyebabkan komplikasi kesehatan lainnya, sep
erti penyakit jantung, stroke, dan lain-lain.
4. Diabetes Melitus
Diabetes melitus atau yang biasa disebut dengan diabetes merupakan co
ntoh penyakit kronis. Diabetes adalah penyakit yang ditandai tingginya kadar
gula dalam darah. Diabetes termasuk jenis penyakit kronis yang tidak bisa dise
mbuhkan sepenuhnya, tetapi bisa dikontrol dengan mengendalikan kadar gula
darah.
Penyakit ini bisa menyebabkan berbagai macam komplikasi, yakni seran
gan jantung dan stroke, infeksi kaki yang berat (menyebabkan gangren, dapat
mengakibatkan amputasi), gagal ginjal stadium akhir dan disfungsi seksual.
5. Kanker
Kanker merupakan salah satu contoh penyakit kronis yang bisa menyeba
bkan gangguan pada jaringan dan organ-organ dalam tubuh. Ini merupakan su
atu penyakit yang muncul ketika sel-sel abnormal membelah secara tak terken
dali sehingga bisa menghancurkan jaringan dan organ dalam tubuh.
Sel-sel abnormal tersebut bisa tumbuh di beberapa bagian tubuh sehingg
a saat ini terdapat berbagai jenis penyakit kanker. Beberapa kanker yang mem
atikan adalah kanker pankreas, kanker darah, kanker paru, dan lain-lainnya.

6. Penyakit Paru Obstruktif Kronis


PPOK atau penyakit paru obstruktif kronis adalah salah satu penyakit kr
onis yang dapat bertahan selama bertahun-tahun atau seumur hidup. Penyakit
kronis ini ditandai dengan terhambatnya aliran udara yang tidak sepenuhnya re
versibel. Lambatnya aliran udara yang ada mengakibatkan penderita PPOK sul
it bernapas sehingga menimbulkan gejala berupa sesak napas, napas berbunyi,
dan batuk kronis. Jika tidak ditangani dengan perawatan intensif, PPOK akan r
entan terkena gangguan pernapasan, seperti flu, pneumonia, infeksi pernapasa
n, dan lain-lain.
7. HIV-AIDS
AIDS adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh virus HIV (Human I
mmunodeficiency Virus). Virus tersebut akan menyerang sistem kekebalan tub
uh sehingga imunitas tubuh terganggu. Terganggunya imunitas tubuh bisa men
gakibatkan penderita AIDS akan mudah terserang berbagai macam penyakit. P
enyakit AIDS termasuk penyakit kronis yang menular dari kontak seksual dan
akan bertahan selama bertahun-tahun.
8. Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis adalah penyakit yang terjadi ketika ginjal tidak
berfungsi secara maksimal. Gagal ginjal disebut kronis apabila penyakit ini
sudah bertahan selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.
Ada sejumlah gejala yang ditimbulkan oleh penyakit gagal ginjal kronis,
seperti meliputi pembengkakan pada tungkai, nyeri dada, dan tekanan darah
tinggi yang tidak terkendali. Gagal ginjal tidak bisa diobati hingga sembuh
total, tetapi penyakit ini dapat dibantu dengan melakukan beberapa jenis
perawatan, seperti cuci darah, dan lain-lain.
9. Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner adalah salah satu penyakit kronis yang bisa
mengidap pada tubuh penderitanya selama bertahun-tahun. Penyakit ini
ditandai dengan adanya kerusakan pada pembuluh darah dan jantung.
Penyebab utama dari penyakit ini adalah adanya tumpukan plak pada
pembuluh darah yang mengakibatkan arteri koroner menyempit sehingga
membatasi aliran darah yang menuju ke jantung sehinggasa mengakibatkan
serangan jantung dengan tiba-tiba dan menimbulkan berbagai macam
komplikasi kesehatan lainnya.
10. Radang Sendi
Radang sendi atau dalam dunia medis dikenal sebagai penyakit arthritis.
Radang sendi merupakan penyakit yang diakibatkan oleh adanya peradangan
pada bagian sendi. Peradangan tersebut mengakibatkan timbulnya rasa nyeri
dan kekakuan pada sendi-sendi yang bisa diperburuk oleh faktor penuaan.
Sama halnya dengan penyakit kronis lainnya, radang sendi tidak bisa
disembuhkan secara total, tetapi bisa dikontrol agar tidak menjadi lebih parah.
3. Karakteristik Penyakit Kronis
a) Tidak ditularkan
b) Etiologi sering tidak jelas
c) Agent penyebab : non living agent
d) Durasi penyakit panjang (kronis)
e) Fase subklinis dan klinis yang lama
Ciri khas penyakit kronis adalah penyakit ini seringkali membutuhkan pengaw
asan, observasi atau perawatan yang lama. Ciri-ciri yang menentukan perawatan pri
mer (termasuk kontiunitas, koordinasi, dan kelengkapan) membuat pengaturan ini co
cok untuk mengelola kondisi kronis. Bukti semakin menyoroti pentingnya reorientas
i kebijakan kesehatan dan perawatan kesehatan ke arah sistem perawatan kronis, Ter
masuk perawatan primer proaktif daripada reaktif. Negara dengan sistem perawatan
primer yang kuat cenderung memiliki hasil kesehatan yang lebih baik dengan biaya
yang lebih rendah. (Reynolds et al., 2018).
4. Faktor Resiko
Irwan (2014) dalam buku Epidemiologi Penyakit Tidak Menular menyebutkan
bahwa faktor penyebab dalam Penyakit Tidak Menular dikenal dengan istilah Faktor
risiko (risk factor). Istilah ini berbeda dengan istilah etiologi pada penyakit menular
atau diagnosis klinis. Macam – macam Faktor risiko:
1) Menurut Dapat – Tidaknya Resiko itu diubah :
a) Unchangeable Risk Factors
Faktor risiko yang tidak dapat diubah. Misalnya : Umur, Genetik
b) Changeable Risk Factors
Faktor risiko yang dapat berubah. Misalnya : kebiasaan merokok, olah raga.
2) Menurut Kestabilan Peranan Faktor risiko :
a) Suspected Risk Factors (Faktor risiko yg dicurigai)
Yaitu Faktor risiko yang belum mendapat dukungan ilmiah/penelitian, dalam
13 peranannya sebagai faktor yang memengaruhi suatu penyakit. Misalnya
merokok yang merupakan penyebab kanker leher rahim.
b) Established Risk Factors (Faktor risiko yang telah ditegakkan)
Yaitu Faktor risiko yang telah mendapat dukungan ilmiah/penelitian, dalam
peranannya sebagai faktor yang mempengaruhi kejadian suatu penyakit.
Misalnya, rokok sebagai Faktor risiko terjadinya kanker paru. Perlunya
dikembangkan konsep Faktor risiko ini dalam Epidemiologi PTM dikarenakan
beberapa alasan, antara lain :
1. Tidak jelasnya kausa PTM terutama dalam hal ada tidaknya
mikroorganisme dalam PTM.
2. Menonjolnya penerapan konsep multikausal pada PTM.
3. Kemungkinan terjadinya penambahan atau interaksi antar resiko.
4. Perkembangan metodologik telah memungkinkan untuk mengukur
besarnya faktor risiko.
Penemuan mengenai faktor risiko timbulnya penyakit tidak menular yang
bersifat kronis secara keseluruhan masih belum ada, karena:
a. Untuk setiap penyakit, faktor risiko dapat berbeda-beda (merokok,
hipertensi, hiperkolesterolemia)
b. Satu faktor risiko merupakan penyebab timbulnya berbagai macam penyakit,
misalnya merokok yang dapat menimbulkan kanker paru, penyakit jantung
koroner, kanker larynx.
c. Untuk kebanyakan penyakit, faktor-faktor risiko yang telah diketahui hanya
dapat menjelaskan sebagian kecil kasus suatu penyakit, tetapi etiologinya
belum diketahui secara pasti.
Faktor risiko perilaku yang berkaitan dengan PTM adalah perilaku merokok, k
urang aktifitas fisik, kurang konsumsi sayur dan buah, obesitas, obesitas sentral dan
konsumsi alkohol berbahaya dan life style. PTM telah mempunyai prakondisi sejak
dalam kandungan dan masa pertumbuhan (seperti BBLR, kurang gizi dan terjadinya
infeksi berulang pada masa kanak-kanak) yang diperberat oleh gaya hidup yang tida
k sehat. Bila digambarkan maka alur pikir faktor risiko PTM sebagai berikut

Faktor Genetik Aktifitas Fisik Tingkat Sosial

Kepribadian Merokok
O
Pola Makan Individu Alkohol
b
- Tinggi Lemak e
- Tinggi Kolesterol s
- Tinggi Kalori i
- Tinggi Garam t
- Tinggi Glukosa a
Stress Mental
- Rendah Serat s

Penyakit Tidak Menular

Skema 1. Alur Fikir Faktor Resiko PTM


Sumber : Kenneth (2015)

5. Upaya pencegahan
a. Perilaku hidup sehat seperti : tidak merokok, konsumsi sayur dan buah lebih
dari 5 porsi per hari, konsumsi garam tidak lebih dari 1 sendok the per orang
per hari, konsumsi gula tidak lebih dari 4 sendok makan per orang per hari, k
onsumsi lemak (minyak) tidak lebih dari 5 sendok makan perorang perhari, a
ktifitas fisik minimal 30 menit per hari sebanyak 3-5 kali per minggu, tidak
mengonsumsi alkohol dan kendalikan stres.
b. Lingkungan yang sehat : bebas polusi udara, kendaraan yanglayak jalan, fasil
itas umum untuk aktifitas fisik seperti tempat bermain dan olahraga.
c. Menjaga kondisi tubuh seperti : berat badan ideal, gula darah normal, koleste
rol dan tekanan darah normal.
Pengendalian faktor risiko dengan menerapkan perilaku CERDIK :
     C : Cek kondisi kesehatan secara berkala
     E : Enyahkan asap rokok
     R : Rajin aktifitas fisik
     D : Diet sehat dengan kalori seimbang
     I : Istirahat yang cukup
     K : Kendalikan stress
Penyakit kronik merupakan tipe penyakit tidak menular sehingga segala upaya
pencegahannya merupakan upaya–upaya pencegahan penyakit tidak menular yang
prinsip upaya pencegahan lebih baik dari sebatas pengobatan. Tingkatan pencegahan
dalam Epidemiologi Penyakit Tidak Menular terbagi menjadi 4, yaitu :
1. Pencegahan Primordial
Pencegahan ini bertujuan untuk menciptakan suatu kondisi yang menghalau
penyakit untuk dapat berkembang di tengah masyarakat. Hal ini dilakukan
melalui perubahan kebiasaan/perilaku, gaya hidup maupun kondisi lain yang
merupakan faktor risiko untuk munculnya status penyakit
2. Pencegahan Tingkat Pertama
a. Promosi Kesehatan Masyarakat : Kampanye kesadaran masyarakat,
promosi kesehatan pendidikan kesehatan masyarakat.
b. Pencegahan Khusus : Pencegahan keterpaparan, pemberian kemopreventif
3. Pencegahan Tingkat Kedua
a. Diagnosis Dini, misalnya dengan screening.
b. Pengobatan, misalnya dengan kemotherapi atau pembedahan
4. Pencegahan Tingkat Ketiga adalah dengan cara Rehabilitasi (Irwan, 2014).

BAB 3
PENUTUP

Kesimpulan
Penyakit kronis merupakan penyakit yang tidak menular dari satu orang ke ora
ng lain, namun memiliki durasi yang lama dan umumnya mengalami perkembangan
yang lambat, diantaranya adalah penyakit jantung, stroke, kanker, penyakit pernafas
an kronis dan diabetes.
Penyakit tidak menular dapat dicegah dengan menghindari faktor resiko antara
lain perilaku merokok, pola makan yang tidak seimbang, konsumsi makanan yang m
engandung zat adiktif, kurang berolah raga serta kondisi lingkungan yang buruk terh
adap kesehatan. PTM beserta faktor risikonya, sangat berkaitan dengan determinasi
sosial ekonomi dan kualitas hidup yang menyebabkan perubahan perilaku yang
menyebabkan peralihan/transisi kesehatan dari penyakit menular menjadi penyakit
tidak menular berupa berbagai macam penyakit kronis..

DAFTAR PUSTAKA

Aviandari dkk. (2008). Prevalensi Gangguan Obstruksi Paru dan Faktor-Faktor yang
Berhubungan pada Pekerja Dermaga & Silo Gandum di PT X Jakarta. Jurnal.
Universitas Islam Negeri Jakarta.
Anani dkk. (2012). Hubungan Antara Perilaku Pengendalian Diabetes dan Kadar
Glukosa Darah Pasien Rawat Jalan Diabetes Melitus. Jurnal. Universitas
Diponegoro.
Busse, R., Blumel, M., Krensen, D. S., & Zentner, A. (2010). Tackling chronic disea
se in Europe: Strategis, interventions and challenges. Copenhagen, Denmark:
WHO Regional Office for Europe
BPJS Kesehatan, (2014). Panduan Praktis Prolanis (Program Pengelolaan Penyakit
Kronis). Available from:
https://www.bpjskesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/06-PROLANIS.pdf
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar.
(RISKESDAS) 2013. Laporan Nasional 2013
Forshaw, Mark & David Sheffield. (2012). Health Psychology in Action. USA:
WileyBlackwell.
Haworth, E., Forshaw, C., & Moonie, N. (2012). GCSE Health & Social Care OCR.
London: Oxford: Heinemann Educational
Irwan. (2014). Buku Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. UNG Cloud Data Stora
ge
Jannah dan Ernawati. (2018). Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Hipertensi
Di Desa Bumiayu Kabupaten Bojonegoro. Jurnal Universitas Airlangga.
Kendall, Kenneth E dan Kendall, Julie E. (2015). Systems Analysis And Design. Pe
arson Education Inc, New Jersey
Kurnia. (2013). Analisis Risiko Paparan Debu Pm 2,5 Terhadap Kejadian Penyakit
Paru Obstruktif Kronis Pada Pekerja Bagian Boiler Perusahaan Lem di
Probolinggo. Jurnal. Univeritas Airlangga
Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta:Balitbang Kem
enkes RI.
Kemenkes RI. (2017). Rencana Aksi Pengendalian Penyakit Tidak Menular.
Kemenkes RI: Jakarta
Kemenkes RI. (2022). https://promkes.kemkes.go.id/perilaku-cerdik-dalam-
mencegah-penyakit-tidak-menular.
Omran, A.R., 2005. The epidemiologic transition: a theory of the epidemiology of p
opulation change. The Milbank Quarterly, 83(4), pp.731-757. Vaupel
Reynolds R, Dennis S, Hasan I, Tian D, Bobba S, Bodenheimer T, et al. (2018). An
update of a systematic review of chronic disease management  interventions in
primary care. Researh Article. BMC. Family Practise
Triwibowo, Cecep. 2015. Pengantar Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat.Nuha. Medik
a:Yogyakarta.
Timmreck, T. C. 2004. Epidemiologi Suatu Pengantar Edisi Kedua (Mulyana. Fauziah
dkk, Penerjemah). Jakarta: EGC
Utami dkk.(2022). Awareness Questionnaire Versi Bahasa Indonesia Pasien Chronic
Kidney Disease (CKD) dengan Hemodialisa. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Hu
sada. STIKES Notokusumo Yogyakarta
WHO. (2005) World Health OrganizationGlobal Status Report On Ncds. Http://Whq
libdoc.Who.Int/PublicAtions/2011/9789240686458_Eng.Pdf
WHO. (2016). Global Health Observatory. Dipetik Januari 19, 2013, dari World He
alth Organization http://www.who.int/gho/ncd/mortality. morbidity/en/
index.html

Anda mungkin juga menyukai