Angga Prastyo
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Anggaprastyo1196@gmail.com
Abstrak
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia melalui Putusan Nomor
91/PUU-XVIII/2020 pada bagian pertimbangannya, menunjukkan
bagaimana seharusnya partisipasi masyarakat dalam pembentukan
undang-undang diterapkan, yaitu berdasarkan pada peraturan legal
formal dan dilakukan secara bermakna (meaningful participation).
Partisipasi dapat disebut bermakna apabila hak masyarakat untuk
didengarkan, hak untuk dipertimbangkan masukan atau pendapatnya,
dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat atau
masukan yang diberikan masyarakat dipenuhi oleh pembentuk undang-
undang. Siapa saja subjek partisipasi bermakna, apa batasan materi atau
substansi partisipasi bermakna, dimana ruang atau media partisipasi
bermakna yang tepat, dan bagaimana pertimbangan serta jawaban
partisipasi bermakna diberikan merupakan permasalahan yang dibahas
dalam kajian konseptual ini. Kajian ini perlu dilakukan untuk
memperjelas batasan partisipasi bermakna, sehingga konsep atau teori
sebagai landasannya dapat diaplikasikan dan diakomodir dalam
405
Angga Prastyo
Batasan Prasyarat Partisipasi Bermakna Dalam Pembentukan Undang-Undang Di
Indonesia
Abstract
The Indonesian Constitutional Court through Decision Number 91/PUU-
XVIII/2020, in the consideration section, shows how public participation in the
formation of laws should be implemented, that is based on formal legal regulations
and carried out in a “meaningful participation”. Participation is said to be
meaningful if the right to be heard, the right to be considered, and the right to be
explained or answered to the opinions and inputs given are fulfilled by the legislators.
Who the subjects of meaningful participation are, what the limitations of the material
or substance of meaningful participation are, where the appropriate space or media
for meaningful participation is, and how to consider and answer to meaningful
participation is given, will be the problems discussed in this conceptual study. This
study needs to be carried out to clarify the limits of meaningful participation so that
the concept or theory as the basis can be applied and accommodated in laws and
regulations. The main idea of the result of this study is the findings regarding the
limits of meaningful participation in the formation of laws, that is the provision of
opinions and inputs carried out by parties affected directly or indirectly and have
concern to it. In addition, indicators for assessing the substance of participation and
receiving opinions and inputs are “the purpose” of the regulation that will be formed.
The participation media as well as participation explanations and answers are
406
Jurnal Hukum dan Peradilan – ISSN: 2303-3274 (p), 2528-1100 (e)
Vol. 11, no. 3 (2022), pp. 405-436,
doi: https://doi.org/10.25216/jhp.11.3.2022.405-436
PENDAHULUAN
Undang-Undang merupakan salah satu bentuk produk hukum di
Indonesia yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai
lembaga legislatif, yang rancangannya dibahas bersama Presiden selaku
pemegang kekuasaan eksekutif untuk mendapat persetujuan bersama.
Undang-Undang sebagai sebuah peraturan bersifat mengikat secara
umum, yaitu ketentuan yang dimuat di dalamnya mengikat bagi setiap
orang atau korporasi dalam wilayah berlakunya undang-undang
tersebut. Tentu saja menurut takrif yang dimaksud, rakyat sebagai salah
satu unsur negara dalam teori klasik menjadi salah satu subjek yang
terikat olehnya.
DPR pada hakikatnya merupakan perwujudan dari rakyat sebagai
pemegang kekuasaan negara khususnya sebagai pemegang kekuasaan
membentuk undang-undang. Kedudukan tersebut dilatarbelakangi oleh
prinsip yang dimuat dalam konstitusi/Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) sebagai kontrak
sosial, yaitu bahwa rakyat merupakan pihak yang memegang kedaulatan
(people sovereignty) dalam negara demokratis,1 yang berarti mempunyai
kekuasaan tertinggi atas pemerintahan di Indonesia, bahkan notabene
adalah pemilik negara.2 Dengan kedaulatan yang dimilikinya, rakyat
berkehendak untuk memilih anggota DPR melalui Pemilihan Umum
guna melaksanakan fungsi legislasi, dan oleh karenanya produk hukum
yang dihasilkan oleh DPR khususnya undang-undang, seharusnya juga
merupakan penjelmaan dari keinginan dan kehendak rakyat.3
1 Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, (Depok: Rajawali Pers, 2017), hlm. 22.
2 Samsul Wahidin, Distribusi Kekuasaan Negara Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2014), hlm. 32.
3 Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 74.
407
Angga Prastyo
Batasan Prasyarat Partisipasi Bermakna Dalam Pembentukan Undang-Undang Di
Indonesia
408
Jurnal Hukum dan Peradilan – ISSN: 2303-3274 (p), 2528-1100 (e)
Vol. 11, no. 3 (2022), pp. 405-436,
doi: https://doi.org/10.25216/jhp.11.3.2022.405-436
409
Angga Prastyo
Batasan Prasyarat Partisipasi Bermakna Dalam Pembentukan Undang-Undang Di
Indonesia
jabatan DPR pada tahun 2019.5 Pada akhirnya, isu tersebut terangkat
kembali dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang dibentuk dengan
metode omnibus law.
Isu yang dimaksud tidak dibiarkan terus-menerus menyebar
begitu saja tanpa ada penjelasan keabsahan yang bertanggung jawab.
Untuk itu, pada 15 Oktober 2020, 6 (enam) Pemohon diwakili kuasanya
yang tergabung dalam Tim Hukum Gerakan Masyarakat Pejuang Hak
Konstitusi mengajukan Permohonan PUU secara formil atas Undang-
Undang Cipta Kerja tersebut kepada MK. Para Pemohon terdiri atas
Perseorangan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum. Dalam
Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, MK menguraikan bahwa
hanya Pemohon III, IV, V dan Pemohon VI yang memiliki kedudukan
hukum (legal standing) untuk mengajukan Permohonan karena memiliki
pertautan dengan proses pembentukan Undang-Undang tersebut.
Alasan utama pengajuan Permohonan PUU yang dimaksud, yaitu:
1. Pemohon III menilai Pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja
dengan metode omnibus law tidak berdasar secara hukum atau tidak
berdasar pada Peraturan Perundang-Undangan tentang Teknik
Pembentukan Undang-Undang termasuk Undang-Undang P3;
dan
2. Pemohon IV sebagai organisasi pekerja migran Indonesia dan
Pemohon V serta Pemohon VI sebagai badan hukum
perkumpulan yang aktif berkegiatan menjaga keberadaan lahan
ulayat, keduanya mempunyai keterkaitan langsung dengan
ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Cipta Kerja, akan
tetapi tidak dilibatkan dalam pembentukan Undang-Undang yang
dimaksud.
410
Jurnal Hukum dan Peradilan – ISSN: 2303-3274 (p), 2528-1100 (e)
Vol. 11, no. 3 (2022), pp. 405-436,
doi: https://doi.org/10.25216/jhp.11.3.2022.405-436
PEMBAHASAN
411
Angga Prastyo
Batasan Prasyarat Partisipasi Bermakna Dalam Pembentukan Undang-Undang Di
Indonesia
6 Liza Farihah dan Della Sri Wahyuni, “Demokrasi Deliberatif dalam Proses
412
Jurnal Hukum dan Peradilan – ISSN: 2303-3274 (p), 2528-1100 (e)
Vol. 11, no. 3 (2022), pp. 405-436,
doi: https://doi.org/10.25216/jhp.11.3.2022.405-436
8 Pena tanpa kertas memang tetap dapat digunakan, akan tetapi penggunaannya tidak
sesuai dengan tempat dan fungsi utamanya, misalnya pena yang digunakan untuk
menulis di tembok atau di meja. Demikian halnya transparansi tanpa keterbukaan, hasil
pemahaman dan pengetahuan yang didapatkan dari transparansi legislator berupa
pendapat atau masukan, tidak dapat secara efektif disampaikan kepada pembentuk
undang-undang tanpa disediakannya ruang konstitusional yang membuka kesempatan
bagi masyarakat untuk menyampaikan masukan tersebut. Memang pemahaman dan
pengetahuan yang menghasilkan materi masukan dimaksud tetap dapat dimanfaatkan,
akan tetapi tentu bisa jadi dilakukan dengan cara yang cenderung dipaksakan atau tidak
efisien, seperti disampaikan melalui demonstrasi, atau protes-protes yang hasilnya
tidak berujung kepastian/certainty (untuk diterapkan atau ditanggapi oleh legislator).
413
Angga Prastyo
Batasan Prasyarat Partisipasi Bermakna Dalam Pembentukan Undang-Undang Di
Indonesia
9 Objek partisipasi yang komprehensif berarti tidak sebatas pada tahap setelah adanya
RUU, akan tetapi sesuai dengan tahapan pembentukan undang-undang, objek
partisipasi sudah seharusnya mulai dari tahap perencanaan pembentukan undang-
undang atau misalnya dalam tahap prolegnas.
10 Djoko Riskiyono, Pengaruh Partisipasi Publik dalam Pembentukan Undang-
414
Jurnal Hukum dan Peradilan – ISSN: 2303-3274 (p), 2528-1100 (e)
Vol. 11, no. 3 (2022), pp. 405-436,
doi: https://doi.org/10.25216/jhp.11.3.2022.405-436
415
Angga Prastyo
Batasan Prasyarat Partisipasi Bermakna Dalam Pembentukan Undang-Undang Di
Indonesia
Mekanisme Direct Popular Checks: Solusi atas Problematika Penyerapan Aspirasi pada
Dprd Kota Malang”, Jurnal Wacana Politik, Vo. 2, No. 2 (2017),
https://doi.org/10.24198/jwp.v2i2.12829 (diakses 27 Maret 2022).
416
Jurnal Hukum dan Peradilan – ISSN: 2303-3274 (p), 2528-1100 (e)
Vol. 11, no. 3 (2022), pp. 405-436,
doi: https://doi.org/10.25216/jhp.11.3.2022.405-436
417
Angga Prastyo
Batasan Prasyarat Partisipasi Bermakna Dalam Pembentukan Undang-Undang Di
Indonesia
16 Cora Elly Noviati, “Demokrasi dan Sistem Pemerintahan”, Jurnal Konstitusi, Volume
418
Jurnal Hukum dan Peradilan – ISSN: 2303-3274 (p), 2528-1100 (e)
Vol. 11, no. 3 (2022), pp. 405-436,
doi: https://doi.org/10.25216/jhp.11.3.2022.405-436
419
Angga Prastyo
Batasan Prasyarat Partisipasi Bermakna Dalam Pembentukan Undang-Undang Di
Indonesia
420
Jurnal Hukum dan Peradilan – ISSN: 2303-3274 (p), 2528-1100 (e)
Vol. 11, no. 3 (2022), pp. 405-436,
doi: https://doi.org/10.25216/jhp.11.3.2022.405-436
tahapan informal, akan tetapi harus dijadikan sebagai syarat wajib pembentukan
undang-undang yang mana ketentuannya diakomodir dalam peraturan perundang-
undangan, sehingga melanggar atau mengabaikannya menjadikan undang-undang
yang dibentuk cacat secara formil. Pasal 96 Undang-Undang P3 memang telah
mengakomodir hak masyarakat tersebut. Ketentuan tersebut hanya mengatur
mengenai keberadaan atau pengakuan hak masyarakat, akan tetapi belum terdapat
ketentuan tentang kewajiban dari pembentuk undang-undang untuk melibatkan
masyarakat, kecuali hanya kemudahan akses masyarakat terhadap rancangan undang-
undang.
421
Angga Prastyo
Batasan Prasyarat Partisipasi Bermakna Dalam Pembentukan Undang-Undang Di
Indonesia
422
Jurnal Hukum dan Peradilan – ISSN: 2303-3274 (p), 2528-1100 (e)
Vol. 11, no. 3 (2022), pp. 405-436,
doi: https://doi.org/10.25216/jhp.11.3.2022.405-436
21 Bayu Dwi Anggono, “Structuring the Laws and Regulations in Indonesia: Issues, and
suatu negara yang menganut sistem perwakilan, partisipasi masyarakat tetap diperlukan
karena selain untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis juga diperlukan untuk
mewujudkan masyarakat yang demokratis.” Kesimpulan tersebut menunjukkan bahwa
sebagian masyarakat belum sepenuhnya menyadari merekalah yang berdaulat dan
memiliki negara, sedang pemerintah hanyalah perwakilannya. Untuk itu sangat penting
menghadirkan mekanisme partisipasi yang berorientasi pada kesadaran masyarakat
yang demokratis, yaitu masyarakat yang sadar atas haknya berpartisipasi dan aktif
terlibat dalam pemerintahan. Rahendro Jati, “Partisipasi Masyarakat dalam
Pembentukan Undang-Undang) yang Responsif”, Jurnal RechysVinding, Vol 1, No. 3
(Desember 2012) 329-342, http://dx.doi.org/10.33331/rechtsvinding.v1i3.88
(diakses 29 Maret 2022).
423
Angga Prastyo
Batasan Prasyarat Partisipasi Bermakna Dalam Pembentukan Undang-Undang Di
Indonesia
424
Jurnal Hukum dan Peradilan – ISSN: 2303-3274 (p), 2528-1100 (e)
Vol. 11, no. 3 (2022), pp. 405-436,
doi: https://doi.org/10.25216/jhp.11.3.2022.405-436
(Studi Perbandingan Indonesia dengan Afrika Selatan)”. Jurnal Bina Mulia Hukum,
Vol. 3, No. 2 (11 Maret 2019): 224-241.
http://jurnal.fh.unpad.ac.id/index.php/jbmh/article/view/147
(diakses 28 Maret 2022).
24 DPT hanya sebagai salah satu contoh filtrasi tentang siapa saja yang berhak dan
425
Angga Prastyo
Batasan Prasyarat Partisipasi Bermakna Dalam Pembentukan Undang-Undang Di
Indonesia
426
Jurnal Hukum dan Peradilan – ISSN: 2303-3274 (p), 2528-1100 (e)
Vol. 11, no. 3 (2022), pp. 405-436,
doi: https://doi.org/10.25216/jhp.11.3.2022.405-436
ide baru yang dimaksud adalah ide atau gagasan yang sesuai dengan perkembangan
zaman. Adapun yang diutamakan terlebih dahulu untuk diajukan adalah gagasan untuk
memecahkan persoalan faktual yang spekulatif atau gagasan yang diperkirakan secara
keilmuan akan bermanfaat untuk memecahkan persoalan di masa-masa mendatang.
427
Angga Prastyo
Batasan Prasyarat Partisipasi Bermakna Dalam Pembentukan Undang-Undang Di
Indonesia
428
Jurnal Hukum dan Peradilan – ISSN: 2303-3274 (p), 2528-1100 (e)
Vol. 11, no. 3 (2022), pp. 405-436,
doi: https://doi.org/10.25216/jhp.11.3.2022.405-436
429
Angga Prastyo
Batasan Prasyarat Partisipasi Bermakna Dalam Pembentukan Undang-Undang Di
Indonesia
menyederhanakan halaman situs web yang saat ini dan telah dimanfaatkan legislator.
Secara teknis institusi legislator dapat bekerjasama dengan Penyelenggara Jasa
Telekomunikasi untuk mengirimkan pesan singkat yang memuat link atau alamat situs
web resmi legislator yang menampilkan atau menyediakan informasi dan data terkait
pembentukan undang-undang seraya memuat ajakan kepada masyarakat untuk turut
berpartisipasi. Hal tersebut dilakukan dengan tetap berpegang pada koridor atau
batasan perlindungan data pribadi sebagaimana yang dimaksud oleh Mega Sonia Putri
dalam artikel hasil penelitiannya yang dimuat pada Jurnal Cakrawala Hukum. Mega
Sonia Putri, Perlindungan Hukum Data Pribadi Bagi Pelanggan Jasa Telekomunikasi
Terkait Kewajiban Registrasi Kartu SIM, Jurnal Cakrawala Hukum, 9(2), 195-203.
doi:https://doi.org/10.26905/idjch.v9i2.2772 (diakses 20 April 2022).
430
Jurnal Hukum dan Peradilan – ISSN: 2303-3274 (p), 2528-1100 (e)
Vol. 11, no. 3 (2022), pp. 405-436,
doi: https://doi.org/10.25216/jhp.11.3.2022.405-436
431
Angga Prastyo
Batasan Prasyarat Partisipasi Bermakna Dalam Pembentukan Undang-Undang Di
Indonesia
432
Jurnal Hukum dan Peradilan – ISSN: 2303-3274 (p), 2528-1100 (e)
Vol. 11, no. 3 (2022), pp. 405-436,
doi: https://doi.org/10.25216/jhp.11.3.2022.405-436
PENUTUP
Partisipasi bermakna dalam pembentukan undang-undang yang
memiliki unsur upaya pemenuhan terhadap hak untuk didengar (right to
be heard), dipertimbangkan (right to be considered), serta dijelaskan atau
dijawab (right to be explained) sebagai terminologi yang membedakan
dengan partisipasi yang belum jelas indikator keberhasilannya, masih
mempunyai pengertian yang luas dan umum karena sifatnya yang
konseptual atau teoritis. Dengan demikian, maka pada tataran praktis,
penerapannya masih memerlukan rumusan yang jelas untuk diakomodir
dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan pada pembahasan
sebelumnya, maka secara implementatif, partisipasi bermakna dapat
diwujudkan dengan penentuan subjek yang haknya untuk mendapatkan
informasi (pembentukan undang-undang) dalam kerangka penerapan
prinsip transparansi, telah dipenuhi sebelumnya oleh pembentuk
undang-undang. Selain itu partisipasi bermakna dapat diwujudkan
dengan adanya penentuan materi atau substansi dan media partisipasi
sebagai bentuk penerapan prinsip keterbukaan.
Atas pertimbangan efisiensi dan efektifitas pembentukan undang-
undang, maka subjek partisipasi bermakna yang dapat memanfaatkan
penerapan prinsip keterbukaan dari pembentuk undang-undang adalah
433
Angga Prastyo
Batasan Prasyarat Partisipasi Bermakna Dalam Pembentukan Undang-Undang Di
Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Anggono, Bayu Dwi, “Structuring the Laws and Regulations in Indonesia:
Issues, and Solutions” dalam “Regulatory Reform in Indonesia A Legal
Perspective”, Ed. Widodo Ekatjahjana, Kai Hauerstein, dan Daniel
Heilmann, Jakarta Selatan: Hanns Seidel Foundation.
Asshiddiqie, Jimly, Perihal Undang-Undang, (Depok: Rajawali Pers, 2017).
Badan Pembinaan Hukum Nasional, “Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
434
Jurnal Hukum dan Peradilan – ISSN: 2303-3274 (p), 2528-1100 (e)
Vol. 11, no. 3 (2022), pp. 405-436,
doi: https://doi.org/10.25216/jhp.11.3.2022.405-436
undangan”, bphn.go.id,
https://bphn.go.id/data/documents/11uu012.pdf.
Busroh, Abu Daud, Ilmu Negara, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011).
Dewan Perwakilan Rakyat RI, “Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan”,
https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2011_12.pdf
Farihah, Liza dan Della Sri Wahyuni, “Demokrasi Deliberatif dalam
Proses Pembentukan Undang-Undang di Indonesia: Penerapan
dan Tantangan ke Depan”, leip.or.id, https://leip.or.id/wp-
content/uploads/2015/10/Della-Liza_Demokrasi-Deliberatif-
dalam-Proses-Pembentukan-Undang-Undang-di-Indonesia.pdf.
Haliim, Wimmy, “Menggagas Mekanisme Direct Popular Checks: Solusi
atas Problematika Penyerapan Aspirasi pada Dprd Kota Malang”,
Jurnal Wacana Politik, Vo. 2, No. 2 (2017),
https://doi.org/10.24198/jwp.v2i2.12829.
Hidayati, Siti. “Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-
Undang (Studi Perbandingan Indonesia dengan Afrika
Selatan)”. Jurnal Bina Mulia Hukum, Vol. 3, No. 2 (11 Maret 2019):
224-241.
http://jurnal.fh.unpad.ac.id/index.php/jbmh/article/view/147.
Jati, Rahendro, “Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-
Undang) yang Responsif”, Jurnal RechysVinding, Vol 1, No. 3
(Desember 2012) 329-342,
http://dx.doi.org/10.33331/rechtsvinding.v1i3.88.
Mahkamah Konstitusi, “Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020”,
mkri.id,
https://www.mkri.id/public/content/persidangan/putusan/putu
san_mkri_8240_1637822490.pdf.
Mahkamah Konstitusi, “Rekapitulasi Perkara Pengujian Undang-
Undang”,
https://www.mkri.id/index.php?page=web.RekapPUU&menu=4
, diakses 11 Maret 2022.
Noviati, Cora Elly, “Demokrasi dan Sistem Pemerintahan”, Jurnal
Konstitusi, Volume 10, Nomor 2 (Juni 2013),
https://jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk/article/view/107.
Nurwanda, Asep, “Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Fisik
(Studi Analisis Kebijakan Pemerintah Desa)”, Jurnal Moderat, Vol
435
Angga Prastyo
Batasan Prasyarat Partisipasi Bermakna Dalam Pembentukan Undang-Undang Di
Indonesia
4,No.2(2018),
https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/moderat/article/view/1484
Putri, Mega Sonia, Perlindungan Hukum Data Pribadi Bagi Pelanggan
Jasa Telekomunikasi Terkait Kewajiban Registrasi Kartu
SIM, Jurnal Cakrawala Hukum, 9(2), 195-203.
doi:https://doi.org/10.26905/idjch.v9i2.2772.
Ramdan, Ajie, “Kontroversi Delik Penghinaan Presiden/Wakil
Presiden Dalam RKUHP: Kajian Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 013-022/PUU-IV/2006”, Jurnal Yudisial, Vol. 1 No. 2
(Agustus 2020),
https://jurnal.komisiyudisial.go.id/index.php/jy/article/view/42
1.
Riskiyono, Djoko, “Pengaruh Partisipasi Publik dalam Pembentukan
Undang-Undang: Telaah atas Pembentukan Undang-Undang
Penyelenggara Pemilu”, (Jakarta Selatan: Perludem, 2016), hlm.
267-268.
Riskiyono, Joko, “Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan
Perundang-Undangan untuk Mewujudkan Kesejahteraan”, Jurnal
Aspirasi Vol. 6 No. 2 (Desember 2015),
https://jurnal.dpr.go.id/index.php/aspirasi/article/view/511.
Salam, Abdus, “Pengaruh Politik dalam Pembentukan Hukum di
Indonesia”, Mazahib (Jurnal Pemikiran Hukum Islam), Vol. 14, No. 2
(Desember 2015),
https://journal.uinsi.ac.id/index.php/mazahib/article/view/341.
Seta, Salahudin Tunjung, “Hak Masyarakat dalam Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan”, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 17
No. 2 (Juni 2020), https://doi.org/10.54629/jli.v17i2 (diakses 15
Maret 2022).
Wahidin, Samsul, Distribusi Kekuasaan Negara Indonesia, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2014).
Widiati, Ekawestri Prajwalita, “Efficient Public Participation in the Local
Law-Making Process”, Yuridika, Volume 33 No. 3 (September 2018),
http://dx.doi.org/10.20473/ydk.v33i3.8914.
436