Anda di halaman 1dari 4

MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

dr. Ni Made Susilawathi,Sp.S(K)


Departemen Neurologi FK UNUD/RS UNUD

1.1.   Pendahuluan
Meningitis bakteri adalah inflamasi pada selaput otak (meningen) akibat invasi bakteri
ke susunan saraf pusat (SSP) terutama pada cairan serebrospinalis (CSS) di daerah subaraknoid
dan ventrikular (Liechti et al., 2015). Meningitis bakteri merupakan salah satu
kegawatdaruratan di bidang neurologi yang memerlukan diagnosis dan pengobatan segera (van
de Beek et al., 2016). Meningitis Streptococcus suis (S. suis) merupakan meningitis bakteri
zoonosis karena infeksi bakteri S. suis akibat paparan terhadap babi dan produk babi terinfeksi
(van Samkar et al., 2016).
1.2.   Manifestasi Klinis Meningitis Bakteri S. suis
Meningitis bakteri termasuk infeksi yang berat dengan morbiditas dan mortalitas yang
masih tinggi dan termasuk dalam kegawat-daruratan dibidang neurologi (van de Beek et al,
2016; McGill et al., 2016). Pasien meningitis bakteri menunjukkan gejala utama berupa
gangguan kesadararan, febris, kaku kuduk dan nyeri kepala. Gejala lain dapat disertai dengan
defisit neurologi fokal seperti afasia, hemiparesis, kejang dan kelumpuhan saraf otak (van de
Beek et al., 2016).
Manifestasi klinis S. suis pada umumnya sama dengan meningitis bakteri oleh
penyebab lainnya seperti sakit kepala, febris, mual-muntah disertai dengan tanda rangsangan
meningeal dengan onset penyakit ini sekitar 2-5 hari (van Shamkar et al., 2015). Gejala yang
paling menonjol dan sering dilaporkan adalah adanya gangguan pendengaran pada lebih dari
setengah kasus. Gangguan pendengaran yang terjadi pada infeksi S. suis lebih tinggi
dibandingkan oleh bakteri lain (Wertheim et al., 2009).
1.3.   Makanisme Penularan Meningitis S. suis
Penularan S. suis pada manusia terjadi melalui kontak langsung dengan babi dan produk
olahannya dan mengkonsumsi produk babi yang mentah. Pekerja pada peternakan babi dan
olahannnya merupakan kelompok yang berisiko tinggi terinfeksi S. suis di negara barat dan
China dengan tempat masuknya bakteri melalui luka pada kulit saat kontak langsung dengan
babi/ produk olahannya. Faktor risiko utam penularan di di negara Asia tenggara seperti
Vietnam, Laos dan Thailand melalui saluran cerna sebagai pintu utama masuknya S. suis
dengan mengkonsumsi darah babi mentah sebagai faktor risiko utama (Segura et al., 2017).

Seminar  Nasional  Emergency  in  Neurology  ,  Tim  Bantuan  Medis  Janar  Duta  Fakultas  
Kedokteran  Universitas  Udayana,  3  Juni  2018  
 
Gambar 2.3. Mekanisme Penularan S. suis (Segura et.al., 2017).
1.4.   Penegakan Diagnosis Meningitis S. suis
Diagnosis meningitis S. suis harus dipikirkan apabila menemukan pasien dengan gejala
meningitis disertai riwayat adanya paparan babi dan mengkonsumsi daging babi dan gangguan
pendengaran dan segera melakukan pemeriksaan CSS untuk mendapat kepastian diagnosis
(van Shamkar et al., 2015).
Penegakan Meningitis bakteri S. suis berdasarkan pada gejala klinis yang mendukung
meningitis bakteri dengan gambaran cairan serebrospinal (CSS) yang pleositosis (Wertheim et
al., 2009). Diagnosis pasti meningitis sangat tergantung pada pemeriksaan dan kultur cairan
serebrospinalis (CSS).
1.5.   Tatalaksana Meningitis S.suis
Penegakan diagnosis meningitis sedini mungkin dan pemberian terapi antibiotika
empiris yang cepat adalah tatalaksana yang tepat untuk mencegah mortalitis dan morbiditas
akibat meningitis bakteri (Leichti et al., 2015).
Terapi meningitis tidak hanya bertujuan untuk membunuh bakteri patogen namun
bertujuan untuk mengurangi respon inflamasi yang dihasilkan. Kombinasi antibiotika β-laktam
yang bersifat bakteriolitik dengan kortikosteroid merupakan terapi pilihan pada meningitis
bakteri pasien dewasa (Woehrl et al., 2011).

Seminar  Nasional  Emergency  in  Neurology  ,  Tim  Bantuan  Medis  Janar  Duta  Fakultas  
Kedokteran  Universitas  Udayana,  3  Juni  2018  
 
Terapi antibiotika diberikan segera tanpa ada penundaan saat diagnosis ditegakkan.
Terapi antibiotika empiris pilihan dengan menggunakan seftriakson dengan atau tanpa
vankomisin (tergantung dari pola kuman dan kultur resistensi masing-masing daerah). Dosis
dan lamanya pemberian antibiotika sama dengan penggunaan pada meningitis S. pneumoniae
dengan dosis seftriakson 2 gram setiap 12 jam selama 14 hari secara intravena (Wertheim, et
al., 2008).
1.6.   Pencegahan Meningitis S. suis
Meningitis S. suis merupakan penyakit infeksi zoonosis yang dapat dicegah
penularannya. Belum adanya vaksin untuk mencegah meningitis S.suis menyebabkan langkah-
langkah pencegahan pada penduduk yang berisiko tinggi sangat penting (Fong, 2017;
Papatsiros et al., 2011).
Pencegahan primer bertujuan untuk mengendalikan wabah S. suis pada peternakan babi
dengan memperhatikan kesehatan babi, ventilasi kandang yang baik dan kepadatan babi.
Pencegahan pada manusia dengan memperhatikan kebersihan diri dan lingkungan, yang
meliputi: meningkatkan kesadaran kemungkinan infeksi S. suis pada individu-individu yang
sering kontak dengan babi atau menangani daging babi. Cuci tangan, lengan, dan bagian tubuh
terbuka lainnya secara menyeluruh setelah kontak dengan babi atau daging babi. Tutup luka
terbuka dengan penutup luka anti air. Pakai sarung tangan yang sesuai. Jauhkan daging babi
mentah terpisah dari makanan yang dimasak lainnya. Masak daging babi untuk suhu internal
70OC (160OF) atau sampai air kaldu jernih. Amati aturan impor daging di perlintasan
perbatasan. Segera konsultasi ke dokter dalam kasus penyakit demam setelah terpapar babi
atau produk olahan babi (Papatsiros et al., 2011).
1.7.   Prognosis
Angka kematian meningitis S. suis berkisar 3-26 %. Kematian sering dilaporkan pada
kasus dengan infeksi sistemik berupa: hipotensi, syok septik, kegagalan multi organ dan
disseminated intravascular coagulation (DIC) (Huong et al., 2014).
Komplikasi akibat infeksi S. suis lebih sering dilaporkan dibandingkan penyebab
lainnya dengan tuli sensorineural sebagai komplikasi yang paling sering (van Samkar et al.,
2015).
1.8.   Kesimpulan
Meningitis S.suis merupakan meningitis bakterial zoonosis dan berpontesi wabah.
Mekanisme penularan utama berasal dari mengolah dan mengonsumsi produk babi yang

Seminar  Nasional  Emergency  in  Neurology  ,  Tim  Bantuan  Medis  Janar  Duta  Fakultas  
Kedokteran  Universitas  Udayana,  3  Juni  2018  
 
terinfeksi. Pencegahan infeksi pada babi dan kesadaran mengolah produk babi yang matang
merupakan kunci pengendalian penyakit ini.
Daftar Pustaka
Fong IW. 2017. Zoonotic Streptococci: A Focus on Streptococcus suis. In Fong IW, editor.
Emerging Zoonoses, Emerging Infectious Diseases of the 21st Century, Springer International
Publishing AG; p.189- 210
Liechti F., Grandgirard D., Leib S. 2015. Bacterial meningitis: insights into pathogenesis and
evaluation of new treatment options: a perspective from experimental studies. Future
Microbiology.
McGill F, Heyderman RS, Panagiotou S, Tunkel AR, Solomon T. 2016. Acute Bacterial
Meningitis in Adults. Lancet, 388:3036-47
Papatsiros VG, Vourvidis D, Tzitzis AA, Meichannetsidis PS, Stougiou D, Mintza D, et el. .
2011. Streptococcus suis: an important zoonotic pathogen for human- prevention aspects.
Veterinary World, 4(5): 216-221.
Segura M., Fittipaldi N., Gottschalk M. 2017. Critical Streptococcus suis Virulence Factors:
Are They All Really Critical ?. Trend in Microbiology; 22 (7): 585-599
van de Beek D, Brouwer M, Hasbun R, Koedel U, Whitney C, Wijdicks E. 2016. Community-
acquired bacterial meningitis. Nature Review. Disease Primers 2; 1-20
van Samkar, Brouwer MC, Schultsz C, van der Ende A, van de Beek. 2016. Zoonotic bacterial
meningitis in human adults. Neurology, 87:1-9.
van Samkar A, Brouwer MC, Schultsz C, van der Ende A, van de Beek. .2015. Streptococcus
suis Meningitis: A Systematic Review and Meta-analysis. PLOS Negl Trop Dis, 9(10):1-10
Wertheim HF, Nghia HD, Taylor W, Schultsz C. 2009. Streptococcus suis: an emerging human
pathogen. Clin Infect Dis, 48:617-625

Seminar  Nasional  Emergency  in  Neurology  ,  Tim  Bantuan  Medis  Janar  Duta  Fakultas  
Kedokteran  Universitas  Udayana,  3  Juni  2018  
 

Anda mungkin juga menyukai