Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PEDIATRICS “MENINGITIS”

Oleh:

Mamesah, Agnes Zefani

Kalensun, Gloria

Dosen:

Ns. Nova Gerungan.,

Fakultas Keperawatan Universitas Klabat

Airmadidi, Minahasa Utara.

2021
Kata Pengantar

Segala puji syukur kami naikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmatnya, kami bisa menyelesaikan makalah ini dalam memenuhi tuntutan
mata kuliah Pediatrics Nursing I. Kami sangat berharap makalah ini bisa sangat
bermanfaat bagi setiap orang yang akan membaca makalah ini. Tentunya dalam
pembuatan makalah ini, masih kurang sempurna dan kami memohon maaf jikalau ada
kekeliruan dalam penulisan ini, dan kami sangat menghargai jikalau ada kritikan,
saran atau sanggahan yang akan diberikan sebagai komentar bagi makalah ini. Kami
sangat mengharapkan komentar dari saudara sekalian agar penulisan makalah ini bisa
menjadi lebih baik lagi dan dapat memberikan wawasan, pelajaran tambahan yang
lebih baik lagi bagi pembaca sekalian.

Manado, 28 Maret 2021.


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB 1. PENDAHULUAN
-Latar Belakang
-Rumusan Masalah
-Tujuan Pembuatan Makalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


-Definisi
-Etiologi
-Gejala Klinis
-Komplikasi
-Patofisiologi (pathway)
-Penatalaksanaa

BAB 3 NURSING CARE PLAN


-Angkat 1 prioritas masalah keperawatan yang disesuaikan dengan kasus

BAB 4 PENUTUP
-kesimpulan & Saran
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat
inflamasi pada ruang subarachnoid yang dibuktikan dengan pleositosis cairan
serebrospinalis (CSS). Meningitis dapat terjadi akut, subakut atau kronis tergantung
etiologi dan pengobatan awal yang tepat. Meningitis akut terjadi dalam waktu
beberapa jam sampai beberapa hari, yang disebabkan oleh bakteri, virus, non infeksi.
1 Meningitis akut pada anak dirawat di rumah sakit secara rutin dan diberikan
antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil kultur karena sulit membedakan
meningitis bakterial dengan meningitis aseptik. 2 Meningitis akut pada anak
umumnya merupakan meningitis aseptik dan tidak memerlukan pengobatan spesifik,
namun 6- 18% kasus meningitis akut merupakan meningitis bakterial.

Meningitis bakterial merupakan infeksi sistem saraf pusat (SSP) yang paling berat
dan sering serta masih menjadi masalah kesehatan di dunia. Angka kematian
mencapai 25% di negara maju dan lebih tinggi lagi di negara berkembang walaupun
telah ada terapi antimikroba dan perawatan intensif yang canggih. Meningitis
bakterial terutama menyerang anak usia <2 tahun, dengan puncak angka kejadian
pada usia 6-18 bulan. Insidens meningitis bacterial dinegara maju sudah menurun
sebagai akibat keberhasilan imunisasi Hib dan pneumokokus. Kasus meningitis
bacterial diperkirakan 1-2 juta setiap tahun dan 135.000 meninggal dan menjadi salah
satu dari 10 penyakit infeksi yang menyebabkan kematian didunia serta 30-50% akan
mengalami sekuele neurologis. Di Indonesia, kasus tersangka meningitis bacterial
disekitar 158/100.000 per tahun dan menduduki urutan ke-9 dari 10 pola penyakit di
8 rumah sakit pendidikan.
Istilah meningitis antiseptic digunakan untuk semua jenis radan meningen otak
yang tidak disebabkan oleh bakteri yang memproduksi pus. Meskipun virus adalah
penyebab utama, banyak etiologi lain yang baik infeksi dan non infeksi yang dapat
menyebabkan meningitis antiseptic. Meningitis aseptic tidak identic dengan
meningitis viral meskipun keduanya sering digunakan secara bergantian. Meningitis
aseptic adalah salah satu penyebab peradangan meningen yang banyak ditemukan,
dapat terjadi pada semua usia meskipun lebih sering terjadi pada anak-anak. Kejadian
meningitis aseptic di Amerika Serikat dilaporkan 11 per 100.000 orang/tahun,
dibandingkan dengan 8,6/100.000 pada meningitis bacterial. Meningitis aseptik
menyebabkan 26.000-42.000 pasien rawat inap setiap tahun di Amerika Serikat.
Penelitian yang dilakukan pada anak-anak di Singapura ditemukan kejadian
meningitis aseptik sekitar 37 kasus per 10.000 pasien yang dirawat di rumah sakit.

Meningitis bakterial memerlukan penanganan dan terapi segera namun meningitis


akut pada anak umumnya merupakan meningitis aseptik dan tidak memerlukan
pengobatan spesifik. Setiap anak dengan gejala klinis meningitis akut diberikan
antibiotik sampai hasil kultur tersedia, kira-kira 48 sampai 72 jam kemudian karena
sulit membedakan antara meningitis bakterial dan meningitis aseptik pada awal
perjalanan penyakitnya, sehingga angka rawat inap menjadi meningkat, efek samping
penggunaan antibiotik, 15 infeksi nosokomial dan biaya pengobatan yang tinggi.
Pasien yang dicurigai meningitis akut maka sampel darah harus dikultur dan lumbal
pungsi segera dilakukan untuk menentukan apakah pemeriksaan CSS sesuai dengan
meningitis bakterial. Pada beberapa pasien, lumbal pungsi tidak dapat dilakukan
segera misalnya masih diragukan dengan massa intrakranial, adanya peningkatan
tekanan intrakranial dan CT (computerized tomography) scan kepala harus dilakukan
sebelum lumbal pungsi. Pada pasien dengan kondisi ini lumbal pungsi ditunda dan
memulai terapi antimikroba yang tepat karena keterlambatan terapi meningkatkan
morbiditas dan mortalitas, jika pasien memang didiagnosis meningitis bakterial.
B. Rumusan Masalah

Bagaimana memahami tentang penyebab,faktor resiko dan cara penanganan Penyakit


meningitis?

C. Tujuan Pembuatan Makalah


Tujuan dari pembuatan makalah ini untuk memberikan edukasi, pendidikan dan
pengetahuan tambahan bagi orang-orang mengenai Meningitis. Mengingat Meningitis
adalah suatu penyakit yang sangat berbahaya terutama kepada anak-anak. Makalah
ini kurang lebih akan memberikan pengetahuan mengenai penyakit ini. Mungkin
banyak informasi yang kurang dari penulisan makalah ini, tetapi harapan kami bahwa
kurang lebih bisa memberikan informasi tambahan dan bisa berguna bagi setiap orang
yang membaca makalah ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
D. Definisi
Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat
inflamasi pada ruang subarachnoid yang dibuktikan dengan pleositosis cairan
serebrospinalis (CSS). Meningitis dapat terjadi akut, subakut atau kronis tergantung
etiologi dan pengobatan awal yang tepat. Meningitis juga adalah kondisi serius yang
menyebabkan lapisan di sekitar otak dan sumsum tulang belakang mengalami
peradangan. Biasanya anak-anak, remaja, dan usia muda memiliki resiko yang paling
besar, meskipun kondisi ini juga dapat menimpa orang dewasa, terutama mereka
dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Meningitis dikenal juga dengan radang
selaput otak.
E. Etiologi
Bakteri yang dapat menimbulkan meningitis adalah bakteri yang mampu
melewati perlindungan yang dibuat oleh tubuh dan memiliki virulensi poten. Faktor
host yang rentan dan lingkungan yang mendukung memiliki peranan besar dalam
patogenesis infeksi. Pada individu dewasa yang imunokompeten, S. pneumonia dan
N. meningitides adalah patogen utama penyebab meningitis bakteri, karena kedua
bakteri tersebut memiliki kemampuan kolonisasi nasofaring dan menembus SDO.
Basil gram negatif seperti E. coli, S. aureus, S. epidermidis, Klebsiella spp dan
Pseudomonas spp biasanya merupakan penyebab meningitis bakteri nosokomial,
yang lebih mudah terjadi pada pasien kraniotomi, kateterisasi ventrikel internal
ataupun eksternal, dan trauma kepala (Roper dan Brown, 2005; Clarke et al.,
2009).Sedangkan bakteri gram positif berbentuk kokus yang juga merupakan
penyebab meningitis bakteri (meningitis suis) adalah S. suis (Susilawathi et al.,
2016).

Neonatus (usia <3 bulan) Escherichia coli; Streptococus group B;


Listeria monocytogenesis
Bayi dan anak (usia >3 bulan) S. pneumonia; N. meningitides; H. infl
uenzae
Dewasa usia <50 tahun S. pneumonia; N. meningitides
(imunokompeten)
Dewasa >50 tahun S. pneumonia; N. meningitides; Listeria
monocytogenesis
Fraktur krantum/pasca-bedah saraf Staphylococcus epidermis;
Staphylococcus aureus; bakteri gram
negative (Klebiella, Proteus,
Pseudomonas, E. coli); Streptococcus
group A dan D; S. pneumonia; H.
influenza
Kebocoran CSS Bakteri gram negative; S. pneumonia
Kehamilan Listeria monocytogenes
Imunodefisiensi Listeria monocytogenes; bakteri gram
negative; S. pneumonia; Pseudomonas
aeruginosa; Streptococcus group B;
Staphylococcus aureus
S. suis merupakan penyebab meningitis paling sering pada usia 47-55 tahun dan
tidak pernah ditemukan pada anak-anak (Wertheim, 2009).

F. Gejala Klinis

Manifestasi klinis

Tarwoto (2013) mengatakanmanifestasi klinik pada meningitis bakteri

diantaranya :

 Demam
 Nyeri kepala
 Mual dan muntah
 Pada keadaan lebih lanjut dapat mengakibatkan penurunan kesadaran sampai dengan
koma.

Sedangkan menurut (Widago, dkk, 2013) manifestasi klinis klien meningitis

meliputi:

 Sakit kepala
 Mual muntah
 Demam
 Sakit dan nyeri secara umum
 Perubahan tingkat kesadaran
 Bingung
 Perubahan pola nafas
 Ataksia Ataksia adalah gangguan gerakan tubuh yang disebabkan masalah pada otak.
Saat terserang ataksia, seseorang sulit menggerakkan tubuh seperti yang diinginkan
atau anggota tubuh dapat bergerak di saat tidak diinginkan. Dengan kata lain,
ataksia berarti juga gangguan saraf atau neurologis yang berpengaruh pada
koordinasi, keseimbangan, dan cara bicara.
 Ptechialrash Petechiae (petekie) adalah kondisi kulit yang ditandai dengan munculnya
bintik-bintik kecil berwarna merah atau ungu pada kulit. Petechiae bisa menjadi
ciri-ciri penyakit ringan dan serius. Selain itu, bintik-bintik ini juga bisa muncul
sebagai reaksi alergi obat.
 Nistagmus Nistagmus adalah kondisi bola mata yang bergerak cepat dan tidak
terkendali. Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan seperti pandangan
yang kabur atau tidak fokus
 Ptosis Ptosis, atau blepharoptosis, adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan suatu kondisi di mana terjadi penurunan kelopak mata atas, baik
sedikit maupun hingga menutupi area pupil mata. Keadaan ini dapat membatasi atau
bahkan menghalangi penglihatan normal.
 Gangguan pendengaran
 Fotophobia Fotofobia adalah kondisi mata sangat sensitif dengan cahaya. Sinar
matahari atau cahaya dalam ruangan yang cukup terang bisa membuat mata Anda
menjadi tidak nyaman atau terasa sakit.

G. Komplikasi
Meningitis pada anak yang disebabkan oleh bakteri bisa menimbulkan komplikasi
yang serius atau bisa lebih parah lagi dan dengan jangka yang panjang, seperti:

1. Gangguan pendengaran (tuli)


2. Gangguan pengelihatan (buta)
3. Gangguan berbicara
4. Keterlambatan perkembangan
5. Kejang-kejang
6. Ketidakmampuan dalam belajar
7. Kelumpuhan
8. Penurunan fungsi mental
9. Gangguan pada jantung, ginjal dan kelenjar
10. Kematian
H. Penatalaksanaan

Tarwoto ( 2013), mengatakan penatalakasanaan dibagi 2 yaitu:


1) Penatalaksanaan umum
a. Pasien diisolasi
b. Pasien diistirahatkan/ bedrest
c. Kontrol hipertermi dengan kompres
d. Kontrol kejang
e. Pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi
2) Pemberian antibiotik
a. Diberikan 10-14 hari atau setidaknya 7 hari bebas panas
b. Antibiotik yang umum diberikan: Ampisilin, Gentamisin, Kloromfenikol, Sefalosporin.
c. Jika pasien terindikasi meningitis tuberkolusis diberikan obat-obatan TBC.
Pemeriksaan penujang (Hudak dan Gallo, 2012)
1. Fungsi lumbal dan kultur CSS: jumlah leukosit (CBC) meningkat, kadar glukosa darah
mrenurun, protein meningkat, glukosa serum meningkat
2. Kultur darah, untuk menetapkan organisme penyebab
3. Kultur urim, untuk menetapkan organisme penyebab
4. Elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi: Na+ naik dan K + turun
5. MRI, CT-scan/ angiorafi

BAB 3 NURSING CARE PLAN


C. Konsep Proses Keperawatan pada Anak Meningitis
1. Pengkajian
Pengkajian fokus yang memungkinkan muncul pada anak dengan Meningitis a. Riwayat
kesehatan Anak yang menderita Meningitis mengalami gejala awal seperti peradangan pada
jaringan tubuh umumnya yaitu munculnya peningkatan suhu tubuh beberapa hari
. b. Keluhan utama
Anak yang dibawa ke rumah sakit biasanya sudah mengalami peningkatan suhu tubuh yang
kadang diikuti dengan penurunan kesadaran dan kejang.
c. Kondisi fisik
Kesadaran anak menurun apatis sampai dengan nilai GCS yang berkisar antara 3 sampai
dengan 9.Kondisi ini diikuti dengan peningkatan denyut jantung yang terkesan lemah dan
frekuensi > 100x/menit.Frekuensi pernapasan juga meningkat 30x/menit dengan irama
kadang dangkal kadang dalam. Pada pengkajian persarafan di jumpai kaku kuduk dengan
reflek Kernig dan Brudiznky positif. Turgor anak juga mungkin mengalami penurunan
akibat peningkatan kehilangan Cairan melalui proses evaporasi. Kualitas penurunan cairan
juga dapat dapat dibuktikan dengan mukosa bibir yang kering dan penurunan berat badan
anak.
d. Kebutuhan fungsional
a. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
b. Kebutuhan oksigenasi
c. Kebutuhan cairan dan elektrolit

e. Pengkajian
pertumbuhan dan perkembangan anak Karena organ yang mengalami gangguan adalah
organ yang berkaitan dengan fungsi memori, fungsi pengaturan motoric dan sensorik dang
pengaturan yang lain maka anak kemungkinan besar dapat mengalami masalah ancaman
pertumbuhan dan perkembangan seperti retardasi mental gangguan kelemahan atau
ketidakmampuan menggerakan tangan maupun kaki (paralisis). Karena gangguan tesebut
anak dapat mengalami keterlambatan dalam mencapai kemampuan sesuai dengan tahapan
usia misalnya 4 tahun sudah bisa menggosok gigi ketika diberi gosok gigi anak masih
bingung.
2. Diagnosa Keperawatan D
iagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai status kesehatan atau
masalah aktual atau resiko dalam rangka mengidentifikasi dan menentukan intervensi
keperawatan yang mengurangi,menghilangkan atau mencegah mesalah kesehatan klien
(Tarwoto dan Wartonah, 2004) Diagnosa yang muncul pada anak Meningitis dengan
a. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif b.d Infeksi Otak b. Defisit Nutrisi
b. Ketidakmampuan Mengabsorbsi Nutrien
c. Hipertermia b.d Proses Penyakit (Infeksi)
3. Perencanaan Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan merupakan tindakan yang dapat mencapai tiap tujuan
khusus, perencanaan keperawatan meliputi, perumusan tujuan, tindakan dan rangkaian
asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan
dan keperawatan klien dapat diatasi

No Diagnosa Keperawatan NIC NOC


1. Resiko Perfusi Serebral Perfusi jaringan: Serebral Manajemen Edema Serebral (2540)
Tidak Efektif b.d Infeksi (406) 1. Monitor tanda-tanda vital
Otakdengan karakteristik : 1. Tekanan darah sistolik 2. Kurangi stiumulus dalam
- Kesadaran somnolens 2. Tekanan darah diastolic lingkungan pasien
E3V2M4 3. Sakit kepala 3. Posisikan tinggi kepala tempat tidur
- Klien tampak lemah 4. Muntah 30derajat atau lebih
- Klien tampak kejang 5. Demam 4. Batasi cairan
6. Penurunan tingkat 5. Lakukan latihan rom pasif
kesadaran 6. Pertahankan suhu normal
7. Lakukan tindakan pencegahan
terjadinya kejang
2. Defisit Nutrisi b.d Status nutrisi (1004) Manajemen nutrisi (1100)
Ketidakmampuan 1. Asupan gizi 1. Tentukan status gizi pasien dan
Mengabsorbsi Nutrien 2. Asupan makanan kemampuan pasien untuk memenuhi
dengan karakteristik: 3. Asupan cairan kebutuhan gizi
- Berat badan 14kg 4. Energy 2. Identifikasi adanya alergi atau
dengan 5. Rasio berat badan intoleransi makanan yang dimiliki
Nilai IMT 14 /tinggi badan pasien
- Klien tampak kurus 6. Hidrasi 3. Tentukan jumlah kalori dan jenis
- Membran mukosa pucat nutrisi yang dibutuhkan untuk
- Klien memiliki riwayat memenuhi persyaratan gizi
gizi buruk dan TBC 4. Ciptakan lingkungan yang optimal
pada saat mengkonsumsi makanan
5. Lakukan atau bantu pasien terkait
dengan perawatan mulut sebelum
makan 6. Anjurkan pasienuntuk duduk
pada posisi tegak di kursi jika
memungkinkan
7. Pastikan makanan yang disajikan
dengan cara yang menarik dan pada
suhu yang paling cocok
8. Anjurkan keluarga membawa
makanan yang disukai pasien
9. Tawarkan makanan ringan yang
padat gizi
10. Pastikan diet mencakup makanan
yang tinggi serat untuk mencegah
konstipasi

Manajemen gangguan makanan (1030)


1. Kolaborasi dengan tim kesehatan
lainnya untuk 13 mengembangkan
rencana keperawatan
2. Tentukan pencapaian berat badan
harian sesuai dengan keinginan
3. Dorong klien untuk mendiskusikan
makanan yang disukai bersama ahli
gizi
4 Monitor asupan kalori makanan
harian Batasi aktivitas fisik sesuai
kebutuhan untuk meningkatkan berat
badan

4. Implementasi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2004), implementasi merupakan tindakan yang sudah
direncanakan dalam rencana keperawatan.Tindakan keperawatan mencakup tindakan
mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi. Tujuan dari pelaksana adalah membantu
klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup penimgkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, dan pemulihan kesehatan.Pada tahap ini dilaksanakan
tindakan keperawatan berdasarkan pada rencana keperawatan yang telah dibuat sesuai
teori dan hampir semua terlaksana.
5. Evaluasi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2004), evaluasi perkembangan klien dapat dilihat dari
hasilnya.Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai
dan memberikan feedback terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.

BAB 4 PENUTUP

A. SIMPULAN
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kasus Meningitis pada An.V dengan Risiko Perfusi
Serebral Tidak Efektif di Ruang Anak RSD Mayjend H.M Ryacudu tanggal 13-15 Mei 2019
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan pada tanggal 13 Mei 2019 pada An. V dengan Meningitis,
dilakukan dengan cara anamnesa dan pemeriksaan fisik. Anamnesa meliputi auto anamnesa
dan aulo anamnesa sedangkan teknik pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah inspeksi dan
auskultasi. Pada saat dilakukan pengkajian tingkat kesadaran An.V Somnolens E3v2M4,
Kesadaran klien menurun, klien tampak kurus, klien memiliki riwayat penyakit TBC dan
Gizi Buruk. Tanda vital,frekuensi denyut nadi 96x/menit kualitas lambat irama
teratur,frekuensi pernapasan 20x/menit, suhu 38,5C
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian ditemukan tiga diagnosa keperawatan yang muncul pada klien
yaitu: Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif berhubungan dengan Infeksi Otak, Defisit Nutrisi
berhubungan dengan Ketidakmampuan Mengabsorbsi Nutrien, dan Hipertermia berhubungan
dengan Proses Penyakit (Infeksi).

3. Rencana Keperawatan
Dibuat berdasarkan teori SDKI NIC-NOC 2016 melalui pemilihan label NIC dan NOC yang
disesuaikan dengan kondisi klien dari hasil pengkajian. 44
4. Implementasi
Dari Diagnosa Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif, Diagnosa Defisit Nutrisi, dan Diagnosa
Hipertemia Semua intervensi ada yang dilakukan dan ada yang tidak dilakukan karena
seharusnya klien harus dirawat ditempat intensif seperti ICU atau dirujuk kefasilitas
pelayanan yang lebih lengkap. Dikarenakan kondisi ekonomi keluarga klien yang tidak
mencukupi klien tetap dirawat seperti perawatan biasa tidak intensif. Dalam pelaksanaan ini
penulis melaksanakan intervensi berdasarkan kondisi klien, alat yang tersedia dan sumber
daya yang ada. Penulis juga memilih NOC dan NIC yang sesuai dengan kondisi klien
sehingga tujuan dapat tercapai dan keluhan klien berkurang. 5. Evaluasi Dari ketiga diagnosa
keperawatan tersebut tidak ada yang teratasi karena klien mengalami sakit berat, sehrusnya
klien dilakukan perawatan intensif seperti ICU atau dirujuk kefasilitas pelayanan yang lebih
lengkap,dikarenakan kondisi ekonomi keluarga yang tidak mencukupi, klien dirawat diruang
perawatan biasa.
B. SARAN
1. Bagi RS
Diharapkan pihak rumah sakit dapat meningkatkan fasilitas kesehatan di ruangan, khususnya
memperhatikan tentang pemeliharaan alat yang kurang memadai serta penatalaksanaan untuk alat
bekas pakai seperti sungkup setelah di pakai di bersihkan dan disimpan pada tempatnya
Penatalaksanaan ruangan juga penting terutama untuk pasien Meningitis seharusnya ini ruangan
harus dipisahkan dengan penyakit infeksi yang lain. Untuk membuat klien dan keluarga merasa
nyaman, batasi pengunjung pada jam besuk agar klien tidak terganggu serta perhatikan prosedur
pencegahan infeksi. Dalam melakukan tindakan keperawatan penyakit meningitis sesuai dengan
SOP. Untuk pasien 45 yang ekonominya rendah tetapi butuh perawatan intensif dan tidak ada
jaminan sosial diharapkan pihak rumah sakit dapat bisa memperhatikannya.

2. Bagi Prodi Keperawatan


Diharapkan dari hasil studi kasus dapat di dokumentasikan di perpustakaan Prodi Keperawatan
Kotabumi kemudian dijadikan sebagai referensi dalam Asuahan Keperawatan Kasus Meningitis

Anda mungkin juga menyukai