Anda di halaman 1dari 45

MENINGITIS

Nur Amira Amalina Mohammad Zulkifli

112017266

Pembimbing: dr. Nino Widjayanto, SpS

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA


KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 17 Desember 2018 – 19 Januari 2019
Pendahuluan
• Berbagai penyakit dapat menyerang SSP. Salah satunya adalah peradangan pada

selaput otak yang disebut meningitis.


• Angka kejadian meningitis mencapai 1-3 orang per 100.000 orang (Centers for Disease

Control and Prevention).


• Penyebab paling sering dari meningitis adalah Streptococcus pneumonie (51%) dan

Neisseria meningitis (37%) (van de Beek, 2004).


• Vaksinasi hanya mengurangi meningitis akibat infeksi Haemophilus dan Meningococcal

• Penyebab berbeda pada tiap – tiap kelompok umur dan mempengaruhi terapi

• Secara keseluruhan, mortality rate pasien meningitis adalah 21%, dengan kematian

pasien pneumococcal meningitis lebih tinggi dari pasien meningococcal meningitis (van
de Beek, 2004)
Definisi
• Meningitis adalah penyakit infeksi dari cairan yang mengelilingi otak dan spinal cord

(Meningitis Foundation of America).

• Peradangan atau inflamasi pada selaput otak (meninges) termasuk dura, arachnoid

dan pia mater yang melapisi otak dan medulla spinalis yang dapat disebabkan oleh
beberapa etiologi (infeksi dan non infeksi) dan dapat diidentifikasi oleh peningkatan
kadar leukosit dalam likuor cerebrospinal (LCS).

• SSP manusia dilindungi dari benda-benda asing oleh Blood Brain Barrier dan

tengkorak, sehingga apabila terjadi gangguan pada pelindung tersebut, sistem saraf
pusat dapat diserang oleh benda-benda patogen.
ANATOMI
Meningen
Sirkulasi LCS
Klasifikasi
• Berdasarkan durasi

• Akut

• Sub-akut

• Kronik

• Berdasarkan etiologi

• Bakterial

• TB

• Virus

• Jamur

• Tampilan LCS

• M. Purulen

• M. Serosa
MENINGITIS BAKTERIALIS
Epidemiologi
• Secara umum, mortalitas dari meningitis bakterialis
bervariasi menurut usia dan jenis patogen, dengan
angka tertinggi untuk S.pneumoniae.
• Mortalitas tertinggi yakni pada tahun pertama
kehidupan, menurun pada pertengahan dan meningkat
kembali di masa tua.
• Bayi laki – laki lebih sering terkena meningitis gram (-),
Meningiti
s bayi perempuan lebih rentan terhadap infeksi
bakteriali L.monocytogenes, sedangkan Streptococcus
s agalactiae (GBS) mengenai kedua jenis kelamin.
• Di Indonesia, angka kejadian tertinggi pada umur
antara 2 bulan-2 tahun.
• Insidens meningitis bakterialis pada neonatus adalah
sekitar 0.5 kasus per 1000 kelahiran hidup.
• Insidens meningitis pada BBLR 3x lebih tinggi
• GBS dan E.coli merupakan penyebab utama
meningitis bakterial pada neonatus.
Risk and/or Immunocompromised S pneumoniae
Bacterial Pathogen
Predisposing Factor state N meningitidis
Age 0-4 weeks Streptococcus agalactiae (group B L monocytogenes
streptococci) Aerobic gram-negative bacilli
E coli K1
Listeria monocytogenes
Intracranial Staphylococcus aureus
Age 4-12 weeks S agalactiae manipulation, Coagulase-negative staphylococci
E coli including Aerobic gram-negative bacilli,
H influenzae neurosurgery including P aeruginosa
S pneumoniae
N meningitides

Age 3 months to 18 N meningitidis Basilar skull fracture S pneumoniae


years S pneumoniae H influenzae
H influenza Group A streptococci
Age 18-50 years S pneumoniae
N meningitidis CSF shunts Coagulase-negative staphylococci
H influenza S aureus
Age older than 50 years S pneumoniae Aerobic gram-negative bacilli
N meningitidis Propionibacterium acnes
L monocytogenes
Aerobic gram-negative bacilli
Penyebab Tersering berdasarkan Usia
Interaksi Beberapa Faktor
Faktor mikroorganisme
Faktor host
• Neonatus: golongan Faktor lingkungan
• L : P = 1,7 : 1 enterobacter
• Bayi BBLR, terutama • Kepadatan
prematur Escherichia Coli penduduk
• KPD, partus lama • 2 bulan - 4 tahun: • Kebersihan kurang,
• Defisiensi Haemophillus • sosial ekonomi
kongenital dari 3 influenza type B rendah
immunoglobulin • >4 tahun: • Pada tempat
(gamma Streptococcus penitipan bayi
globulinemia atau pneumonia, apabila terjadi infeksi
dysgammaglobulin Neisseria lebih mudah terjadi
emia) meningitides. penularan
• Keganasan • Bakteri lain: kuman • vektor binatang
• Pemberian batang gram (-) seperti anjing, tikus,
antibiotik, radiasi seperti Proteus, memungkinkan
dan imunosupresan Aerobacter, terjadinya
• Malnutrisi Enterobacter, leptospirosis.
Klebsiella Sp dan
Seprata Sp
PF

Tanda Kernig
Tanda kaku kuduk positif (+) bila
positif (+) bila Brudzinski II ekstensi sendi lutut
Tanda Brudzinski positif (+) bila
didapatkan kekakuan I positif (+) bila tidak mencapai
dan tahanan pada pada pemeriksaan sudut 135°(kaki
pergerakan fleksi pada pemeriksaan terjadi fleksi tidak dapat di
kepala disertai rasa terjadi fleksi involunter pada ekstensikan
nyeri dan spasme involunter pada sendi panggul dan sempurna) disertai
otot. leher. lutut kontralateral spasme otot paha
biasanya diikutirasa
nyeri.
PP

• Darah perifer lengkap dan kultur darah.


• Pemeriksaan gula darah dan elektrolit jika ada indikasi.
• Pungsi lumbal sangat penting untuk menegakkan diagnosis dan
menentukan etiologi
• Pada kasus berat, pungsi lumbal sebaiknya ditunda dan tetap
diberikan pemberian antibiotik empirik (penundaan 2-3 hari tidak
mengubah nilai diagnostik kecuali identifikasi kuman, itupun jika
antibiotiknya sensitif)
• Kontraindikasi: ditemukan tanda dan gejala TTIK oleh karena lesi
desak ruang.
• Pemeriksaan CT-Scan dengan kontras atau MRI kepala (pada kasus
berat atau curiga ada komplikasi seperti empiema subdural,
hidrosefalus dan abses otak)
• Pemeriksaan EEG dapat ditemukan perlambatan umum.
Penatalaksanaan – MM
Penatalaksanaan - MM
KORTIKOSTEROID
• Steroid harus diberikan sebelum atau selama pemberian antibiotik. Penggunaan

steroid telah terbukti meningkatkan outcome pada meningitis tertentu seperti


tuberkulosis, H.influenzae, dan pneumokokus.
• Dosis dexamethasone untuk meningoensefalitis adalah 0,15 mg/kgBB, tiap dosis

tiap 6 jam selama 4 hari tappering off.

Antikonvulsan
• Anti kejang tidak diberikan secara rutin pada pasien meningoensefalitis,

• tetapi diberikan bila terjadi kejang.

• Diazepam : 10 – 20 mg i.v dengan kecepatan pemberian < 2-5 menit

atau per rektal dapat diulang 15 menit kemudian.


• Fenitoin : 15 – 20 mg/kgBB dengan kecepatan 50 mg/ menit
Pencegahan
• Imunisasi tepat waktu dan sesuai jadwal
• Neisseria meningitidis : Vaksin Meningococcus
• Streptococcus pneumoniae : vaksin pneumococcus
• Haemophilus influenzae type b (Hib): vaksin Hib
• Menjalani kebiasaan hidup sehat, seperti istirahat yang cukup, tidak
kontak langsung dengan penderita lain
• Bila hamil, resiko meningitis oleh bakteri Listeria (listeriosis) dapat
dikurangi dengan memasak daging dengan benar, hindari keju yang
terbuat dari susu tanpa pasteurisasi.
MENINGITIS TB
Epidemiologi
• Di seluruh dunia, tuberkulosis merupakan penyebab utama dari morbiditas dan

kematian pada anak.

• Di Amerika Serikat, insidens tuberkulosis <5% dari seluruh kasus meningitis bakterial

pada anak, namun penyakit ini mempunyai frekuensi yang lebih tinggi pada daerah
dengan sanitasi yang buruk.

• Meningitis TB masih banyak ditemukan di Indonesia karena morbiditas TB anak masih


↑. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak terutama bayi dan anak kecil dengan
kekebalan alamiah yang masih rendah.

• Angka kejadian jarang <3 bulan dan mulai meningkat dalam usia 5 tahun pertama,

tertinggi pada usia 6 bulan-2 tahun.

• Angka kematian berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa,

hanya 18% pasien yang normal secara neurologis dan intelektual.

• Anak dengan meningitis TB yang tidak diobati, akan meninggal dalam waktu 3-5

minggu. Angka kejadian ↑dengan meningkatnya jumlah pasien TB dewasa.


Etiologi
• Mycobacterium tuberkulosis

• bakteri berbentuk batang pleomorfik gram (+)

• ukuran 0,4 – 3 μ,

• Sifat tahan asam, dapat hidup selama berminggu-minggu dalam

keadaan kering, serta lambat bermultiplikasi (setiap 15 - 20 jam)


• bersifat intracellular, pathogen pada hewan dan manusia.

• Paling sering disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis varian

hominis.
• Varian lain yaitu Mycobacterium tuberculosis varian bovis, varian

atipik, dan varian flavesen.


Meningitis TB
Diagnosis meningitis
Pemeriksaan penunjangtuberkulosis

Riwayat keluarga
menderita TB
Polymerase (70%)
chain reaction (PCR)
sensitivity 60-85 %,
specificity 94-100% (diakui
oleh FDA) Tes tuberkulin
positif (16%-
30%)

CT scan kepala, melihat


komplikasi intra kranial & Foto toraks :
membantu menentukan TB paru (42-90%)
perlunya tindakan
neurosurgikal
Penatalaksanaan – MM (AAP-2004)
kombinasi OAT ditambah dengan kortikosteroid, pengobatan simptomatik bila
terdapat kejang,
• Isoniazid (INH) 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 300 mg/hari.

• Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari dengan maksimum dosis 600 mg/hari.

• Pirazinamid 20-40 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 2000 mg/hari.

• Etambutol 15-25 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 2500 mg/hari.

• Prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2-3 minggu

dilanjutkan dengan tappering off


Pencegahan
• Vaksiniasi BCG memberikan efek proteksi (hampir 64%) terhadap

meningitis TB
VIRAL MENINGITIS
Epidemiologi
• Di seluruh dunia, penyebab meningitis viral termasuk
enterovirus, virus mumps (gondongan), virus measles
(campak), virus varicella zoster (VZV) dan HIV.
• Gejala meningitis: 1 dari 3000 kasus.
• Insidens 20 kali lebih besar pada tahun pertama
kehidupan.
• Enterovirus 1,3 – 1,5 x lebih sering pada laki-laki
sedangkan virus mumps 3 x lebih sering pada laki-laki
• Menurut WHO tahun 1997, meningitis enteroviral dengan
sepsis merupakan penyebab tersering ke-5 kematian
pada neonatus.
Etiologi
Penatalaksanaan - MM
• Pada herpetic viral infection, acyclovir hanya bermanfaat pada awal infeksi.

• Anti-HIV diberikan pada pasien dengan riwayat atau berhubungan dengan

faktor resiko HIV meningoencephalitis stadium awal.


• Apabila kultur CMV positif, dipikirkan pemberian Ganciclovir.
Patogenesis

• Tempat permulaan masuknya virus dapat melalui kulit, saluran


pernapasan, dan saluran pencernaan.
• Setelah masuk ke dalam tubuh virus tersebut akan menyebar
keseluruh tubuh dengan beberapa cara:
• Setempat: virus hanya terbatas menginfeksi selaput lender
permukaan atau organ tertentu.
• Penyebaran hematogen primer: darah > organ dan berkembang biak
di organ-organ
• Penyebaran hematogen sekunder: berkembang biak di daerah
pertama kali masuk (permukaan selaput lender) kemudian menyebar
ke organ lain.
• Penyebaran melalui saraf: virus berkembang biak dipermukaan
selaput lender dan menyebar melalui sistem saraf.
Pencegahan
• Cuci tangan dengan benar dan sering
• Bersihkan benda-benda yang mungkin terkontaminasi,
lakukan desinfeksi dengan mengencerkannya dengan
cairan pemutih yang mengandung klorin.
• Hindari berciuman atau bertukar gelas minuman, alat
makan, lipstick atau benda lain dengan seseorang yang
sakit
• Pastikan seluruh anggota keluarga sudah divaksin.
Termasuk vaksin untuk campak dan gondongan (MMR)
serta cacar air (vaksin Varicella-zoster).
• Hindari gigitan nyamuk atau serangga lainnya yang
membawa penyakit
FUNGAL MENINGITIS
Epidemiologi
• Meningitis jamur jarang ditemukan, namun dapat mengancam
kehidupan. Walaupun semua orang dapat terkena meningitis jamur,
namun resiko tinggi terdapat pada orang yang menderita AIDS,
leukemia, atau bentuk penyakit imunodefisiensi

• Penyebab tersering dari meningitis jamur pada orang dengan

defisiensi imun seperti HIV adalah Cryptococcus. Penyakit ini


merupakan salah satu dari penyebab tersering meningitis di Afrika.
Jamur lain yang dapat menyebabkan thrush, Candida, dapat
menyebabkan meningitis pada beberapa kasus, terutama pada bayi
prematur dengan BBLSR. (very low birth weight).
Etiologi
Common Fungal Pathogens

Yeast forms
Candica Albicans
Crytococcus neoformans

Dimorphic Forms
Blastomyces dermatidis
Coccidioides immitis
Histoplasma capsulatum

Mold forms
Aspergillus
Patogenesis
• Infeksi pertama terbanyak terjadi akibat inhalasi yeast dari
lingkungan sekitar.
• Pada saat dalam tubuh host Cryptococcus membentuk
kapsul polisakarida yang besar yang resisten terhadap
fagositosis.
• Produksi kapsul distimulasi oleh konsentrasi fisiologis
karbondioksida dalam paru.
• Keadaan ini meyebabkan jamur ini beradaptasi sangat
baik dalam host mamalia.
• Reaksi inflamasi ini menghasilkan reaksi kompleks primer
paru kelenjar limfe (primary lung lymp node complex)
yang biasanya membatasi penyebaran organisme.
Penatalaksanaan – MM
Pencegahan
• Seseorang dengan imunosupresi (infeksi HIV) dapat mencoba

menghindari kotoran dari burung, kegiataan yang berhubungan


dengan debu dan kotoran lainnya, teerutama jika tinggal di region
geografis dimana terdapat jamur seperti Histoplasma, Coccidioides
atau spesies Blastomyces.
• Seseorang dengan HIV tidak dapat terhindar sepenuhnya. Beberapa

pedoman merekomendasikan profilaksis anti jamur jika tinggal di


regio geografis dimana insidens infeksi jamur sangat tinggi.
MENINGITIS
Diagnosis Banding
• Abses otak

• Encephalitis

• Herpes Simplex

• Herpes Simplex Encephalitis

• Neoplasma

• Kejang demam

• Subarachnoid Hemorrhage
Komplikasi
Meningitis

Cerebral edema Vasculitis Cerebral venous Acute


Thrombosis Hydrosefalus

Cerebral Infarcts
with mass effect

Increased ICP
Prognosis
Prognosis pasien meningitis bakterial tergantung dari banyak faktor, antara lain:
• Umur pasien

• Jenis mikroorganisme

• Berat ringannya infeksi

• Lamanya sakit sebelum mendapat pengobatan

• Kepekaan bakteri terhadap antibiotic yang diberikan


Kesimpulan
Meningitis adalah proses infeksi dan inflamasi yang terjadi pada
selaput otak. Infeksi ini disertai dengan frekuensi komplikasi akut dan
resiko morbiditas kronis yang tinggi. Klinis meningitis dan pola
pengobatannya selama masa neonatus (0 – 28 hari) biasanya berbeda
dengan polanya pada bayi yang lebih tua dan anak – anak. Meningitis
dapat terjadi karena infeksi virus, bakteri, jamur maupun parasit.
Meskipun demikian, pola klinis meningitis pada masa neonatus dan
pasca – neonatus dapat tumpang tindih, terutama pada penderita usia 1
– 2 bulan dimana Streptococcus group B, H. influenzae tipe B,
meningococcus, dan pneumococcus semuanya dapat menimbulkan
meningitis
THANKYOU

Anda mungkin juga menyukai