Anda di halaman 1dari 55

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN MENINGITIS

Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah III

Dosen Pembimbing:
Ns. Kevin Efrain, MAdvNurs
Oleh:
KELOMPOK 4
KELAS A / C
Ferdy Setiawan 841419046/ A
Rezka Pratama A. Uno 841419027/ A
Moh. Sahril Daud 841419104/ C
Febriyanti Halid 841419007/ A
Wulan Aprilia Salim 841419008/ A
Ismiyati R Ismail 841419037/ A
Miftahul Jannah Daud 841419034/ A
Siskawati Mahmud 841419045/ A
Deswita Nur E.H Suleman 841419047/ C
Shania Khansa A. Pomalingo 841419093/ C
Natasya Julianingsih Darise 841419038/ C

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAH RAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Meningitis”.
Penulisan “Askep Pada Pasien Meningitis” ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas pada
mata kuliah Keperawatan medical bedah 3. “Askep Pada Pasien Meningitis ” ini terwujud
atas bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu. Penulis pada kesempatan ini menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Ns.Kevin Efrain,MAdvNurs .selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu,
tenaga dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan Asuhan Keperawatan
pada Pasien Meningitis
2. Teman-teman kelompok 4 yang telah membantu menyelsaikan penyusunan “Askep pada
Pasien Meningitis” ini.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tugas ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.

Gorontalo, September 2021

Kelompok 4

1
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Meningitis adalah suatu penyakit yang terjadi karena peradangan atau infeksi
pada sistem selaput pelindung otak dan sumsum tulang belakang. Meningitis dan
meningoensafalitis infeksiosa dapat disebabkan oleh berbagai agen seperti bakteri,
mikobakteria, jamur, dan virus. Meningitis, merupakan masalah yang serius sehingga
dibutuhkan pengetahuan dan cara yang akurat dan efisien untuk menegakkan
diagnosis. Infeksi meningeal biasanya muncul melalui aliran darah akibat infeksi lain
(selulitis) atau melalui perluasan langsung (setelah cedera traumatik pada tulang
wajah). Meningitis bakterial atau meningokokal juga muncul sebagai infeksi
oportunis pada pasien AIDS dan sebagai komplikasi dari penyakit limfe
(Pangandaheng, Mawuntu, & Karema, 2017)
Meningitis ternyata tidak hanya bisa terjadi pada orang dewasa, remaja juga
cukup rentan terserang meningitis (Gabriella. 2020). Berdasarkan etiologi, gambaran
klinis, dan gambaran cairan serebrospinalis (CSS), maka umumnya terdapat tiga jenis
meningitis: purulenta, serosa, dan aseptik.2 Penyebab meningitis purulenta terbanyak
pada orang dewasa ialah Haemophilus influenza (50%). Sekitar 30% kasus
disebabkan oleh Neisseria meningitidis dan Streptococcus pneumonia. Sisanya
disebabkan oleh bakteri lainnya. 3 Meningitis serosa paling banyak disebabkan oleh
infeksi Mycobacterium tuberculosis sedangkan meningitis aseptik oleh virus
(Pangandaheng, Mawuntu, & Karema, 2017)
B. Etiologi
Menurut nurvadin (2020), meningitis bisa disebabkan oleh Mikroorganisme
(bakteri,virus, dan jamur) :
a Bakteri yang bisa menjadi faktro pencetus meningitis antara lain :
- Haemophilus influenza ( tipe B )
- Streptococcus pneumoniae
- Neisseria meningitis
- Hemolytic Streptococcus
- Staphilococcus aurea
- E. Coli
b Virus yang bisa menyebabkan meningitis antara lain:
- Nonpolio enteroviruses echoviruses
2
- Coxsackie viruses
- Mumps virus
- Arboviruses
c Jamur yang bisa menyebakan meningitis antara lain:
- Cryptococcus neoformans
- Coccidioides immitis
- Histoplasma capsulate
- Paracoccidioides brasiliensis
C. Manifestasi Klinik
Menurut (Novelia, 2017) manifestasi klinis meningitis antara lain:
1. Meningitis bakteri
a. Neonatus: tanda-tanda Spesifik
Pada saat lahir terlihat sehat tetapi dalam beberapa hari mulai terlihat
dan menunjukkan perilaku yang buruk, menolak pemberian susu/makan ,
kemampuan menghisap buruk , diare,tonus otot buruk, penurunan gerakan,
fontanela yang penuh, tegang dan menonjol dapat terlihat pada akhir
perjalanan penyakit , leher biasanya lemas (supel).
b. Neonatus: tanda-tanda non spesifik
Hipotermia atau demam (tergantung maturitas bayi), ikterus,
iritabilitas, mengantuk, kejang , pernapasan ireguler atau apnea, sianosis,
penurunan berat badan
c. Bayi dan anak yang masih kecil
Demam, pemberian makan buruk, vomitus, Iritabilitas yang nyata,
serangan kejang ( sering di sertai dengan tangisan bernada tinggi),
fontanela menonjol, kaku kuduk dapat terjadi atau tidak terjadi, tanda
brudzinski dan kernig tidak membantu dalam penegakan diagnosis
d. Anak-anak dan remaja
Demam, menggigil, sakit kepala,vomitus , perubahan sensorik kejang,
iritabilitas, agitasi, dapat terjadi fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku
agresif, mengantuk, stupor, koma dan kaku kuduk , dapat berlanjut menjadi
opistotonus, tanda kernig dan brudzinski positif, ruam petikie atau purpurik
(infeksi meningokokus), khusus nya jika disertai dengan keadaan mirip
syok, telinga mengeluarkan sekret yang kronis (meningitis pneumokokus).
2. Meningitis non bakteri (Aseptik)
3
Awitan meningitis aseptik bisa bersifat mendadak atau bertahap. Manifestasi
awal adalah sakit kepala, demam, malaise, gejala gastrointestinal, dan tanda-
tanda iritasi meningen yang timbul satu atau dua hari setelah awitan penyakit.
Nyeri abdomen, mual dan muntah merupakan gejala yang sering ditemukan;
nyeri punggung dan tungkai, tukak tenggorokan serta nyeri dada kadang-
kadang di jumpai dan dapat terjadi ruam mukulopapular. Biasanya semua
gejala ini menghilang secara spontan dan cepat. Anak akan sembuh dalam
waktu 3 sampai 10 hari tanpa dampak yang tersisa.
D. Patofisiologi
Berbagai faktor penyebab meningitis dapat menimbulkan efek peradangan
yang akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis yang dapat menyebabkan
obstruksi, selanjutnya terjadi hidrosefalus dan peningkatan tekanan intra kranial. Efek
patologi dari peradangan tersebut adalah hiperemi pada meningen, edema dan eksudasi
yang menyebabkan peningkatan intrakranial. Organisme masuk melalui sel darah merah
pada blood brain barrier. Masuknya organisme dapat melalui trauma, penetrasi prosedur
pembedahan, pecahnya abses serebral atau kelainan sistem saraf pusat. Otorrhea atau
rhinorhea akibat fraktur dasar tengkorak dapat menimbulkan meningitis, dimana terjadi
hubungan antara Cerebral spinal fluid (CSF) dan dunia luar. Masuknya mikroorganisme
kesusunan saraf pusat melalui ruang sub arachnoid dan menimbulkan respon peradangan
pada via, arachnoid, CSF dan ventrikel, dari reaksi radang muncul eksudat dan
perkembangan infeksi pada ventrikel, edema dan skar jaringan sekeliling ventrikel
menyebabkan obstruksi pada CSF dan menimbulkan Hidrosefalus (Meisadona,
Soebroto, & Estiasari, 2015).
Meningitis bakteri; netrofil,monosit, limfosit dan yang lainnya merupakan sel
respon radang. Eksudet terdiri dari bakteri fibrin dan leukosit yang di bentuk di ruang
sub arachnoid. Penumpukan pada CSF akan bertambah dan mengganggu aliran CSF di
sekitar otak dan medula spinalis. Terjadi vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah
dapat menimbulkan ruptur atau trombosis dinding pembuluh darah dan jaringan otak
yang berakibat menjadi infarct CSF(Meisadona et al., 2015).
E. Klasifikasi
Klasifikasi meningitis di klasifikasikan sesuai dengan faktor penyebabnya antara lain
terdiri dari meningitis asepsis, sepsis dan tuberkulosa (Pangandaheng et al., 2017).
a. Asepsis Meningitis

4
Asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus. Meningitis ini biasanya di
sebabkan berbagai jenis penyakit yang di sebabkan virus seperti gondongan,
herpes simpleks dan herpes zooster. Eksudat yang biasanya terjadi pada
meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak di temukan
organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh korteks
serebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respons dari jaringan otak terhadap
virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.
b. Sepsis/ Meningitis Purulenta
Meningitis sepsis merupakan meningitis yang di sebabkan oleh organisme
bakteri. Penyebab meningitis bakteri akut yaitu Neisseria meningitidis
(meningitis meningokokus), streptococus pneumoniae (pada dewasa), dan
haemophilus influenzae(pada anak-anak dan dewasa muda).
c. Tuberkulosa
Meningitis tuberculosa di sebabkan oleh basilus tuberkel. Meningitis
tuberkulosa terjadi akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya
dari paru. Meningitis terjadi bukan karena terinfeksinya selaput otak langsung
oleh penyebaran hematogen, tetapi biasanya sekunder melalui pembentukan
tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang
kemudian pecah kedalam rongga arachnoid. Kadang dapat juga terjadi
perkontinuitatum dari mastoiditis atau spondilitis. Pada pemeriksaan histologis,
meningitis tuberkulosa ternyata merupakan meningoensefalitis. (Pangandaheng et
al., 2017).
F. Prognosis
Mortalitas dan morbiditas tergantung pada agen infeksi, usia anak, kesehatan
umum anak, dan ketepatan diagnosis dan pengobatan. Meskipun perbaikan dalam
terapi antibiotik dan suportif, angka kematian dan komplikasi tetap signifikan. Secara
keseluruhan angka kematian untuk meningitis bakteri adalah 5-10% dan bervariasi
menurut organisme penyebab dan usia pasien. Pada neonatus, mortalitas adalah 15-
20%, sedangkan pada anak yang lebih tua, 3-10%. Dari meningitides yang disebabkan
oleh patogen yang paling umum, S pneumoniae meningitis memiliki mortalitas
tertinggi, pada 26,3-30%; Meningitis Hib memiliki yang tertinggi berikutnya, pada
7,7-10,3%; dan N meningitidis memiliki yang terendah, pada 3,5-10,3% (Muller,
2017) Prognosis untuk viral meningitis biasanya sangat baik, dengan sebagian besar
kasus hilang dalam 7-10 hari. Pengecualian pada pasien neonatal, di mana viral
5
meningitis dapat berakibat fatal atau terkait dengan morbiditas yang signifikan.
Ensefalitis yang dapat muncul bersamaan dapat menambah morbiditas. Manifestasi
sistemik yang muncul bersamaan, seperti perikarditis dan hepatitis, adalah indikator
lain dari prognosis yang buruk. (Putri, 2018).
G. Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium
- Darah : Pemeriksaan darah lengkap, peningkatan sel darah putih (10.000-
40.000/mm3), pemeriksaan koagulasi, kultur adanya mikroorganisme
pathogen.
- Urine : Albumin, sel darah merah, sel darah putih ada dalam urine.
b) Radiografi : Untuk menentukan adanya sumber infeksi misalnya Rongen dada untuk
menentukan adanya penyakit paru seperti TBC paru, pneumonia, abses paru. Scan
otak untuk menentukan kelainan otak.
c) Pemeriksaan lumbal pungsi : untuk membandingkan keadaan CSF normal dengan
meningitis.(Junaidi & Evani ,2019).
H. Penatalaksanaan
Menurut Apriliani, dkk (2016 ) penatalaksanaan yang harus dilakukan untuk pasien
meningitis yaitu :
1. Penatalaksanaan Umum:
- Pasien di isolasi
- Pasien di istirahatkan/bedrest\
- Kontrol hipertermia dengan kompres, pemberian antipiretik seperti
parasetamol, asam salisilat
- Kontrol kejang : Diazepam, fenobarbital
- Kontrol peningkatan tekanan intracranial : Manitol, kortikosteroid
- Pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi
2. Pemberian antibiotic
- Diberikan 10-14 hari atau sedikitnya 7 hari bebas panas
- Antibiotik yang umum diberikan : Ampisilin, gentamisin, kloromfenikol,
selalosporin.
- Steroid untuk mengatasi inflamasi
- Antipiretik untuk mengatasi demam
- Antikonvulsant untuk mencegah kejang

6
- Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa
dipertahankan
- Pembedahan : seperti dilakukan VP Shunt (Ventrikel Periton)
Pengobatan simtomatis :
- Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 – 0.6/mg/kg/dosis
- Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
- Turunkan panas Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.
- Kompres air PAM atau es.
Pengobatan suportif :
- Cairan intravena.
- Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50%
- Perawatan pada waktu kejang :
1. Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.
2. Hisap lender Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan
aspirasi.
3. Hindarkan penderita dari rodapaksa (misalnya jatuh).
I. Komplikasi
Menurut Fauziah (2017) , komplikasi dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang
tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat.Komplikasi yang dapat terjadi pada
meningitis adalah :
1. Kejang
Kejang merupakan komplikasi yang penting, sangat ditakutkan oleh keluarga
pasien, dan insidensinya cukup tinggi (hampir 1 dari 5 pasien). Kemungkinan
kejang lebih tinggi pada anak berusia kurang dari 1 tahun. Pada pasien yang sampai
di fase kejang ini, biasanya akan ada komplikasi neurologis yang sifatnya dapat
menjadi permanen.
2. Edema serebral
Komplikasi ini paling sering terjadi pada kasus-kasus meningitis bakterial.
Serta merupakan penyebab kematian yang penting.
3. Kelumpuhan saraf kranial dan infark serebri
Kelumpuhan saraf kranial serta terganggunya aliran darah, merupakan
sekunder dari adanya peningkatan tekanan intrakranial. Pada beberapa kasus yang
cukup arahm pungsi lumbal mungkin diperlukan untuk mengurangi tekanan
intrakranial. Pada infark serebri, terjadi pembengkakan sel endotel dan proliferasi ke
7
dalam lumen pembuluh darah, serta infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel
inflamasi. Secara umum, infark diakibatkan oleh thrombosis pembuluh darah,
dengan vena lebih sering terkena dibandingkan arteri.
4. Efusi Subdural
Pada setiap kasus meningitis, harus dipikarkan akan adanya kemunginan efusi
subdural, terutama pada kasus dengan demam terus menerus selama 72 jam,
walaupun telah diberikan pengobatan yang adekuat. Selain itu, pasien yang
berpredileksi mengalami komplikasi efusi subdural, biasanya mengeluhkan
ubunubun yang besar dan membenjol, timbul kelainan neurologis fokal, serta muntah
proyektil..
5. Gangguan cairan dan elektrolit
Komplikasi ini paling sering ditemukan pada meningitis bakterial, kadang
disertai dengan hypervolemia, oliguria, gelisah, iritabel, dan kejang. Hal ini
diakibatkan oleh sekresi anti-diuretic hormone yang berlebihan. Oleh karena itu,
harus dipastikan bahwa dilakukan pemeriksaan cairan elektrolit yang rutin pada
pasien meningitis .
6. Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone Secretion (SIADH)
SIADH merupakan salah satu komplikasi tersering yang menyebabkan
hilangnya natrium dan menurunnya osmolalitas serum sehingga dapat memperburuk
edema serebral.
J. Pencegahan
Melakukan imunisasi yang tepat waktu dan sesuai jadwal adalah pencegahan terbaik
untuk meningitis akibat bakteri. Selain itu, pasien ataupun ibu pasien juga perlu
dinasihati untguk membiasakan hidup yang sehat (cukup istirahat dan kurangi kontak
dengan penderita lain). Pada ibu yang sedang hamil, risiko anaknya terkena meningitis
oleh bakteri Listeria dapat dikurangi dengan memasak daging hingga matang dan
menghidari susu yang tidak terpasteurisasi. Muller, 2017).
Berikut ini adalah beberapa vaksin untuk bakteri penyebab meningitis Fauziah, (2017):
1. Neisseria meningitides
Direkomendasikan rutin untuk orang berusia 11-18 tahun dan anak yang dinilai
berisiko tinggi
2. Pneumococcal
Vaksin pneumococcus konjugasi, PCV7, yang diproduksi akhir tahun 2000,
merupakan vaksin pertama yang digunakan untuk anak-anak usia kurang dari 2
8
tahun. PCV13, diproduksi awal tahun 2010, menggantikan PCV7. Vaksin
pneumococcus sebagai pencegahan penyakit pada anak-anak usia 2 tahun atau lebih
dan dewasa sudah digunakan sejak tahun 1977.
3. HiB
Vaksin Haemophillus influenza tipe B (Hib) mempunyai efektivitas yang
tinggi dalam mencegah terjadinya meningitis oleh bakteri Haemophillus influenza
tipe B. Vaksin ini direkomendasikan untuk semua anak berusia kurang dari 5 tahun
d. Mycobacterium tuberculosis. Vaksin BCG dapat mengurangi faktor risiko
terkenanya meningitis tuberkulosis, hingga mencapai angka 64%. Seseorang yang
menderita infeksi virus dapat sewaktu-waktu berkembang menjadi meningitis. Tidak
terdapat vaksin untuk penyebab tersering dari meningitis virus. Cara terbaik untuk
mencegahnya adalah dengan mencegah terjadinya infeksi virus. Namun, hal ini sulit
dilakukan oleh karena seseorang dapat menderita infeksi virus dan menyebarkan
virus tersebut walaupun tidak terlihat sakit. Berikut beberapa cara untuk mengurangi
resiko terserang infeksi virus atau menyebarkannya ke orang lain :
 Cuci tangan dengan benar dan sering, terutama setelah mengganti popok,
menggunakan toilet, batuk atau bersin dan memegang hidung.
 Bersihkan benda-benda yang mungkin terkontaminasi, seperti pegangan pintu
dan remote control tv dengan sabun dan air, lakukan desinfeksi dengan
mengencerkannya dengan cairan pemutih yang mengandung klorin.
 Hindari berciuman atau bertukar gelas minuman, alat makan, lipstick atau benda
lain dengan seseorang yang sakit atau dengan orang lain saat kita sakit.
 Pastikan seluruh anggota keluarga sudah divaksin.
 Pastikan bahwa jadwal imunisasi anak berjalan dengan tepat waktu. Karena
vaksinasi lainnya, misalnya vaksin MMR, terbukti dapat membantu mencegah
terjadinya meningitis
Hindari gigitan nyamuk atau serangga lain yang dapat menjadi vector
penyakit. Seseorang dengan keadaan imunnya tersupresi, dapat mencoba
menghindari kotoran burung, kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan debu.
Hal ini terutama jika pasien yang tinggal di daerah yang endemic terhadap beberapa
jamur, seperti Histoplasma dan Coccidioides. Sedangkan untuk infeksi oleh Candida
albicans, perlu dipastikan bahwa operasi saat bayi akan lahir harus steril dan bersih

9
sepenuhnya. Mulai dari alat-alat yang digunakan hingga jalan keluarnya bayi, harus
sudah dilakukan tindakan septik antiseptic (Fauziah, 2017).

10
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan.
Diperlukan pengkajian cermat untuk mengenal masalah pasien, agar dapat memberikan
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada
kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian (Novelia, 2017). Pengkajian pada
pasien dengan kasus meningitis meliputi :
a. Identitas Pasien
Di dalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan,
status perkawinan, agama, pekerjaan, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit,
nomor register, dan diagnosa medis.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Alasan pasien di bawa ke rumah sakit karena mengalami demam
tinggi, sakit kepala berat, kejang dan penurunan kesadaran.
2) Riwayat penyakit saat ini
Biasanya pasien meningitis keluhan gejala awal berupa sakit
kepala dan demam. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk
dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang,
stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang
telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.
Terkadang pada sebagian anak .mengalami penurunan atau perubahan
pada tingkat kesadaran, Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi,
sesuai dengan perkembangan penyakit dapat terjadi letargi, tidak
responsif dan koma.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pasien meningitis biasanya pernah memiliki riwayat penyakit
yang meliputi; infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis,
anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat
trauma kepala dan adanya pengaruh imunologis pada masa sebelumya.
Meningitis tuberkulosis perlu dikaji tentang riwayat sakit TB. Riwayat
imunisasi juga perlu di ketahui seperti pemberian imunisasi BCG dan
DPT Hib pada anak.
11
4) Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak
Pada pasien dengan meningitis organ yang mengalami
gangguan adalah organ yang berdekatan dengan fungsi memori, fungsi
pengaturan motorik dan sensorik, maka kemungkinan besar anak
mengalami masalah ancaman pertumbuhan dan perkembangan seperti
retardasi mental, gangguan kelemahan atau ketidakmampuan
menggerakkan tangan maupun kaki (paralisis). Akibat gangguan tersebut
anak dapat mengalami keterlambatan dalam mencapai kemampuan sesuai
dengan tahapan usia.
5) Riwayat penyakit keluarga
Pada pengkajian Riwayat penyakit keluarga di kaji apakah di
dalam keluarga tersebut terdapat anggota keluarga yang pernah mengalami
penyakit meningitis sebelumnya yang meningkinkan penyakit tersebut
menurun (Aditya dan Milkhatun. 2020)
6) Riwayat sosial
Pada pengkajian riwayat sosial di kaji bagaimana lingkungan
tempat tinggalnya,seperti tinggal di kos atau asrama. Karena lingkungan
yang padat banyak mengandung bakteri yang kemungkinan besar dapat
menularkan penyakit meningitis (Aditya dan Milkhatun. 2020).
c. Pemeriksaan Fisik
1) Tingkat Kesadaran
Penurunan kesadaran bisa berbeda-beda pada tiap orang. Hal yang
perlu ditegaskan, tingkat penurunan kesadaran ini berbeda dengan pingsan.
Seseorang yang pingsan bisa sadar penuh setelahnya. Akan tetapi, penurunan
kesadaran bisa menetap dalam waktu yang lebih lama. Beberapa tahapan
berikut yang akan dilalui sampai seseorang mengalami penurunan kesadaran
hingga tak sadarkan diri.
a. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
c. Delirium: Penurunan tingkat kesadaran seseorang yang disertai
kekacauan motorik dan siklus tidur bangun yang terganggu.
12
Pengidapnya akan tampak gelisah, kacau, disorientasi, dan
meronta-ronta.
d. Somnolen (letargi, obtundasi, dan hipersomnia): Kondisi ini
ditandai dengan mengantuk yang masih dapat dipulihkan bila
diberi rangsangan. Namun, saat rangsangan dihentikan, orang
tersebut akan tertidur lagi. Pada somnolen, jumlah jam tidur
meningkat dan reaksi psikologis menjadi lambat.
e. Soporous atau stupor: Keadaan mengantuk yang dalam.
Pengidapnya masih bisa dibangunkan dengan rangsangan kuat.
Namun, mereka tidak terbangun sepenuhnya dan tidak dapat
memberi jawaban verbal yang baik. Pada soporous/stupor, refleks
kornea dan pupil baik, tetapi BAB dan BAK tidak terkontrol.
Stupor disebabkan oleh disfungsi serebral organic dif
f. Semi koma: Tingkatan penurunan kesadaran selanjutnya semi
koma. Penurunan kesadaran ini terjadi ketika seseorang tidak bisa
memberi respons terhadap rangsangan verbal dan tidak dapat
dibangunkan sama sekali. Namun, refleks kornea dan pupilnya
masih baik.
g. Koma: Berbeda dengan semi koma, koma merupakan penurunan
kesadaran yang terjadi sangat dalam. Pada tubuh pengidapnya tidak
ada gerakan spontan dan tak ada respon terhadap nyeri yang
dirasakan (Healthline, 2020).
Kesadaran menurun apatis sampai dengan koma. Nilai GCS yang
berkisar antara 3 sampai dengan 9 (GCS normal 15). Kesadaran anak menurun
apatis sampai dengan koma. Nilai GCSnya berkisar antara 3 sampai dengan 9,
yaitu dengan penjelasan sebagai berikut :
- Respon mata : mata pasien tidak membuka sama sekali atau tetap tertutup
rapat meski tim medis sudah memberikan perintah dan rangsangan nyeri,
maka poin GCS yang didapat adalah 1
- Suara : pasien tidak mengeluarkan suara sama sekali, meski tim medis sudah
mengajak berkomunikasi atau merangsang ujung jarinya, maka poin GCS
yang didapat adalah 1.
- Respon : pasien tidak ada respon gerakan tubuh sama sekali meski tim medis
sudah memberikan rangsangan atau perintah, maka poin GCS yang didapat
13
adalah 1. Nah jadi apabila semua poin GCS tersebut dijumlahkan maka
mendapatkan 3 poin GCS (kesadaran menurun sampai dengan koma)
(Normalnya GCS adalah 15) (Brannan. 2018. Part 1)
2) Tanda-tanda vital
Pada pasien dengan meningitis biasanya di dapatkan peningkatan suhu
tubuh lebih dari normal. penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan
tanda-tanda peningkatan TIK, pernapasan meningkat > 30 x/menit dan
tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena tanda-tanda peningktan
TIK. (suhu normal 36,5-37,40 C, pernapasan normal : untuk anak 2 bulan <
12 bulan < 50 x/menit, 12 bulan-<5 tahun < 40x/menit) (Yulita. 2017).
3) Kepala
Pemeriksaan lingkar kepala untuk mengetahui apakah ada pembesaran
kepala.
4) Mata
Pada pasien dengan kesadaran yang masih baik fungsi dan reaksi
pupil biasanya tidak ada kelainan, sedangkan pada pasien dengan penurunan
kesadaran tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil mungkin akan di
temukan,dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis mengeluh
mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
5) Hidung
Biasanya tidak ditemukan kelainan.
6) Mulut
Mukosa bibir kering akibat kehilangan cairan melalui proses evaporasi.
7) Telinga
Terkadang di temukan keluarnya cairan dari telinga pada anak dengan
meningitis pneumokokus dan sinus dermal kongenital terutama di sebabkan
oleh infeksi E.colli..
8) Dada
a) Thoraks
1. Inspeksi, akan nampak penggunaan otot bantu penapasan.
2. Palpasi, pada pasien dengan meningitis jarang dilakukan dan biasanya
tidak ditemukan kelainan.
3. Perkusi, Perkusi dilakukan untuk mengetahui area di bawah lokasi
yang diperkusi berisi jaringan paru dengan suara sonor, berisi cairan
14
dengan suara redup, berisi padat atau darah dengan suara pekak, atau
berisi udara dengan suara hipersonor.
4. Auskultasi, ditemukannya bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada
pasien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari
paru.
b) Jantung
Penurunan kesadaran akan diikuti dengan denyut jantung yang
terkesan cepat >100x/menit (Normal 60-100x/menit)
9) Kulit
Pada kulit saat inspeksi akan ditemukan ruam petekia dengan lesi purpura
sampai ekimosis pada daerah luas. Selain itu turgor kulit mengalami
penurunan akibat peningkatan kehilangan cairan.
10) Ekstremitas
Kekuatan otot menurun dan mengalami opistotonus. Pada tahap lanjut anak
mengalami gangguan koordinasi dan keseimbangan pada alat gerak.
11) Genitalia, jarang di temukan kelainan.
12) Pemeriksaan saraf kranial
a) Saraf I, biasanya pada pasien dengan meningitis fungsi penciuman tidak
ada kelainan.
b) Saraf II, Pemeriksaan papil edema mungkin didapatkan terutama pada
meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural yang
menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung lama.
c) Saraf III, IV dan VI, pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada pasien
dengan meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya
tanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang telah mengganggu
kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di
dapatkan. Dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis
mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap
cahaya.
d) Saraf V, pada pasien dengan meningitis biasanya tidak di dapatkan
paralis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
e) Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah sismetris.
f) Saraf VIII, bisa mengalami penurunan fungsi pendengaran dan
keseimbangan.
15
g) Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik. h) Saraf XI, tidak ada atrofi
otot strenokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari pasien
untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
h) Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi serta indra pengecap normal.
13) Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, mengalami gangguan koordinasi pada alat
gerak, pada anak bisa mengalami hemiplegi dan/atau hemiparise.
14) Pengkajian Reflek
Pemeriksaan reflek profunda, pengetukan pada tendon ligamentum atau
periosteum derajat reflek pada respon normal. Reflek patologis akan didapatkan
pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma. Adanya reflek Babinski
(+) merupakan tanda lesi UMN.
15) Bladder
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya
volume pengeluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan
penurunan curah jantung ke ginjal (Nera. 2019. Hal 49)
16) Bowel
Mual sampai muntah disebabkan peningkatan produksi asam lambung.
Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan
adanya kejang (Nera.2019.Hal 49)
17) Bone
Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut
dan pergelangan kaki). Petekia dan lesi purpura yang didahului oleh ruam.
Pada penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang berat pada wajah
dan ekstremitas. Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot dan
kelemahan fisik secara umum sehingga mengganggu ADL (Nera.2019.Hal 49)
18) Pemeriksaan ransangan meningeal
a) Kaku kuduk
Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi
kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat
b) Tanda kernig positif

16
Ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan fleksi
kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
c) Tanda brudzinski
Tanda ini di dapatkan apabila leher pasien di fleksikan, maka
hasilnya fleksi lutut dan pinggul, bila di lakukan fleksi pasif pada
ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama
terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Fungsi lumbal dan kultur CSS dengan hasil sebagai berikut :
a) Hitung sel darah putih, biasanya meningkat sampai lebih
dari 100/mm3 (normal :< 6/µL).
b) Pewarnaan gram CSS
c) Kadar glukosa cairan otak menurun pada meningitis
bakterial dan pada meningitis dengan penyebab virus
kadar glukosa biasanya normal. (normal kadar glukosa
cairan otak 2/3 dari nilai serum glukosa).
d) Protein, tinggi (bakterial, tuberkular, infeksi kongenital)
dan pada meningtis virus protein sedikit meningkat
(Yulita.2017)

17
Tabel Karekteristik Cairan Serebro Spinal pada bayi dan anak (Pangandaheg et al.,
2017)

Karakteristik Cairan Serebrospinal Pada Bayi Dan Anak


2)
Meningitis Meningitis
Normal
viral bakterial
Jernih Berkabut
Penampaka
Jernih atau agak atau
n
keruh purulen
Sel (mm3) 0-4 20-100 500-5000

Tipe Limfosit Limfosit neutrofil

Protein g/L 0.2-0.4 ↑ ↑↑


Glukosa
3-6 3-6 ↓
mmol/L
Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), Leukosit dan
trombosit, protombin dan tromboplastin parsial. Pemeriksaan leukosit
diperlukan untuk menentukan kemungkinan adanya infeksi bakteri
berat dan leukopenia mungkin merupakan tanda prognosis yang buruk
terutama pada penyakit akibat meningokokus dan pneumokokus. Sama
halnya dengan memanjangnya waktu protombin dan tromboplastin
parsial yang di sertai trombositopenia menunjukkan koagulasi
intravaskuler deseminata. (leukosit normal : 5000-10000/mm3 ,
trombosit normal : 150.000-400.000/mm3 , Hb normal pada
perempuan: 12-14gr/dl, pada laki-laki : 14-18gr/dl) (Yulita. 2017).
b) Pemeriksaan glukosa darah. (Glukosa darah normal < 200 gr/dl)
(Yulita. 2017).
3) Pemeriksaan cairan dan elektrolit
a) Kadar elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi, natrium serum
(Na+ ) naik, kalium serum (K+ )turun. (Na+ normal : 136-
145mmol/L, K+ normal : 3,5-5,1 mmol/L).
b) Osmolaritas urine meningkat dengan peningkatan sekresi ADH.
4) Pemeriksaan kultur

18
a) Kultur darah berguna untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
a) Kultur urien/urinalisis, untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
b) Kultur nasofaring, untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
5) Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan rontgenogrrafi jarang diperlukan dalam mendiagnosis
meningitis namun pemeriksaan tersebut bisa berguna dalam mengenali faktor
resiko. CT scan dilakukan untuk menentukan adanya edema serebri atau
penyakit saraf lainya.

19
B. Pathway
Bakteri, Virus, Fungi, Protozoa
(Mikroorganisme)

Masuk melalui luka terbuka Masuk ke nasofaring

Masuk ke pembuluh darah Menyerang pembuluh darah

Masuk ke serebral melalui


Tromboemboli
pembuluh darah

Menyebar ke css

Terjadi peningkatan TIK

Reaksi local pada meningen Meningitis

Kerusakan adrenal Reaksi inflamasi Metabolism bakteri meningkat

Vasodilatasi pembuluh darah Akumulasi secret meningkat


Kolaps pembuluh darah

Peningkatan permabilitas kapiler Peningkatan komponen darah di


20 vaskuler serebral
Sel darah merah keintestinal Peningkatan vaskolitis darah
hiperpefusi

Rubor/ kemerahan Peningkatan permeabilitas kapiler


Resiko perfusi serebral tidak efektif

Menekan saraf Kebocoran cairan dari intravaskuler

Peningkatan aliran darah ke otak


Nyeri akut Peningkatan volume cairan di
interstitial
Peningkatan TIK
Ketidakseimbangan ion
Edema serebral
Merangsang saraf simpatis
Ketidakseimbangan asam basa
Postulat kelien monroe
Mual dan muntah Gangguan hemostatis neuron

desensepalon
nausea Kelainan depolarisasi neuron

Penekanan pada hipotalamus


Heperaktivitas neuron

Peningkatan rangsangan pada


kejang
hiposfise posterior

Peningkatan muatan listrik pada sel –sel


saraf motorik demam

hipertermia
21
Peningkatan kontraksi otot mesenfalon

Resiko cedera Sel neuron pada RAS tidak dapat


melepaskan ketokolamin

Penurunan tingkat kesadaran

Penurunan reflex batuk

Penumpukan secret pada saluran


nafas

Bersihan jalan nafas tidak efektif

22
C. Diagnosa Keperawatan
TGL / JAM TANGAL
DIAGNOSA KEPERAWATAN
DITEMUKAN TERATASI
Resiko Perkusi Serebral Tidak Efektif D.0017)
Kategori : Fisologis
Subkategori : Sirkulasi
Definisi : Beresiko mengalami
penuruan sikrulasi darah ke otak
Faktor resiko :
1. Keabnormalan masa
protrombin dan/atau masa
trombloplastin parsial
2. Penurunan kinerja
ventrikal kiri
3. Aterosklerosis aorta
4. Diseksi arteri
5. Fibrilasi atrium
6. Tumor otak
7. Stenosis karotis
8. Miksoma atrium
9. Aneurisma serebri
10. Koagulapati (mis. Anemia
sel sabit)
11. Dilatasi kardiomiopati
12. Koagulasi intravaskuler
diseminata
13. Embolisme
14. Cedera kepala
15. Hiperkolesteronemia
16. Hipertensi
17. Endocarditis infektif
18. Katup prostetik mekanis
19. Stenosis mitral
20. Neoplasma otak
21. Infark miokard akut
22. Sindrom sick sinus
23. Penyalahgunaan zat
24. Terapi tombolitik
25. Efek samping tindakan
(mis. Tindakan operasi
bypass)
Kondisi klinis :
1. Stroke
2. Cedera Kepala
3. Aterosklerotik Aortic
4. Infrak Miokard Akut
5. Diseksi Arteri
6. Embolisme

23
7. Endokarditis infektif
8. Fibrilasi atrium
9. Hiperkolesterolemia
10. Hipertensi
11. Dilatasi kardiomiopati

Hipertermia (D.0130)
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan Proteksi
Definisi :
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal
tubuh.
Penyebab :
1. Dehidrasi
2. Terpapar lingkungan panas
3. Proses penyakit (mis.infeksi,
kanker)
4. Ketidaksesuaian pakaian
dengan lingkungan
5. Pemingkatan laju metebolisme
6. Respon trauma
7. Aktifitas berlebihan
8. Penggunaan incubator
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
(Tidak tersedia)
Objektif
1. Suhu tubuh diatas nilai normal

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif
(Tidak tersedia)
Objektif
1. Kulit merah
2. Kejang
3. Takikardi
4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat
Kondisi klinis terkait
1.Proses infeksi
2.Hipertiroid
3.Stroke
4.Dehidrasi
5.Trauma
6.Prematuritas

Nyeri Akut (D. 0077)

24
Kategori : Psikologis
Subkategori: Nyeri dan Kenyamanan
Definisi :
Pengalaman sensorik atau emosional
yang berkaitan dengan kerusasakan
jaringan aktual atau fungsional,
dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab :
1. Agen pencedera fisiologis(mis,inflamasi,
iskemia,neoplasma)
2. Agen pencedera
kimiawi(mis,terbakar,bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisik(mis.Abses,
amputasi, terbakar, terpotong,mengangkat
berat,prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif :
1. Mengeluh nyeri
Objektif :
2. Tampak meringis
3. Bersikap protektif
(misalnya . waspada, posisi
menghindari nyeri)
4. Gelisah
5. Frekuensi nadi meningkat
6. Sulit tidur
Gejala dan tanda minor
Subjektif :
(tidak tersedia)
Objektif :
1. Tekanan darah meningkat
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berfikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis
Kondisi Klinis Terkait :
1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Syndrom koroner akut
5. glaukoma
Neusea (D.0076)
Kategori : Psikologis

25
Subkategori : Nyeri Dan Kenyamanan
Definisi :
Perasaan tidak nyaman pada bagian
belakang tenggorokan atau lambung
yang dapat mengakibatkan muntah.
Penyebab
1. Ganguan biokimiawi (mis.
Uremia, ketoasidosis diabetik
2. Gangguan pada esofagus
3. Distensi lambung
4. Iritasi lambung
5. Gangguan pankreas
6. Pereganggan kapsul limpa
7. Tumor terlokalisasi (mis.
Neuroma akustik, tumor otak
primer atau sekunder,
metastasistulang di dasar
tengkorak)
8. Peningkatan tekanan
intraabdominal (mis.
Keganasan intraabdomen)
9. Peningkatan tekanan
intrakranial
10. Peningkatan tekanan
intraorbital (mis.glaukoma)
11. Mabuk perjalanan
12. Kehamilan
13. Aroma tidak sedap
14. Rasa makanan/minuman yang
tidak enak
15. Stimulus penglihatan tidak
menyenangkan
16. Faktor psikologis (mis.
Kecemasan,ketakutan ,stres)
17. Efek agen farmakologis
18. Efek toksin
Gejala Dan Tanda Mayor
Subjectif :
1. Mengeluh mual
2. Merasa ingin munta
3. Tidak berniat makan
Objectif :
(tidak tersedia)

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif :
1. Merasa asam di mulut
2. Sensasi panas/dingin

26
3. Sering menelan
Objektif :
1. Salifa meningkat
2. Pucat
3. Diaforesis
4. Takikardia
5. Pupil dilatasi
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D. 0001)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Respirasi
Definisi
Ketidakmampuan membersihkan
secret atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan napas tetap
paten.
Penyebab
Fisiologis
1. Spasme jalan napas
2. Hipersekresi jalan napas
3. Disfungsi neuromuskuler
4. Benda asing dalam jalan napas
5. Adanya jalan napas buatan
6. Sekresi yang tertahan
7. Hyperplasia dinding jalan napas
8. Proses infeksi
9. Respon alergi
10. Efek agen farmakologis (mis.
anestesi)
Situasional
1. Merokok aktif
2. Merokok pasif
3. Terpajan polutan
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
1. Batuk tidak efektif atau tidak
mampu batuk
2. Sputum berlebih/obstruksi jalan
napas/mekonium jalan napas
(pada neonates)
3. Mengi, weezing dan/atau ronkhi
kering
Gejala dan tanda minor
Subjektif

1. Dipsnea
2. Sulit bicara

27
3. Ortopnea
Objektif
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi napas menurun
4. Frekuensi napas berubah
5. Pola napas berubah
Kondisi klinis terkait
1. Gullian barre syndrome
2. Sklerosis multiple
3. Myasthenia gravis
4. Prosedur diagnostic (mis.
Bronkspi, transesophageal,
echocardiography [TEE])
5. Depresi system saraf pusat
6. Cedera kepala
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Syndrome aspirasi mekonium
10. Infeksi saluran napas
11. Asma
Risiko Cedera (D.0136)
Definisi
Berisiko mengalami bahaya atau
kerusakan fisik yang menyebabkan
seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat
atau dalam kondisi baik
Faktor Risiko
Eksternal :
1. Terpapar pathogen
2. Terpapar zat kimia
3. Terpapar agen nosokomial
4. Ketidakamanan transportasi
Internal :
1. Ketidaknormalan profil darah
2. Perubahan orientasi afektif
3. Perubahan sensasi
4. Disfungsi autoimun
5. Disfungsi biokimia
6. Hipoksia jaringan
7. Kegagalan mekanisme pertahan tubuh
8. Malnutrisi
9. Perubahan fungsi psikomotor
10. Perubahan fungsi kognitif
Kondisi klinis terkait
1. Kejang
2. Sinkop
3. Vertigo

28
4. Gangguan penglihatan
5. Gangguan pendengaran
6. Penyakit Parkinson
7. Hipotensi
8. Kelainan nervus vestibularis
9. Retardasi mental

29
D. Intervensi Keperawatan
SDKI SLKI SIKI RASIONAL
Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif Perfusi Serebral Manajeman Observasi
( D.0017) (L.02014) Peningkatan 1. Untuk
Kategori : Fisologis Definisi Tekanan mengetahui penyebab
Subkategori : Sirkulasi Keadekuatan aliran darah Intrakranial peningkatan intracranial
Definisi : Beresiko mengalami serebral untuk mrnunjang (I.06194) 2. Agar
penuruan sikrulasi darah ke fungsi otak Definis: mengetahui lebih jelas
otak Kriteria Hasil : Mengidentifikasi mengenai peningkatan TIK
Faktor resiko : Setelah di lakukan dan mengelola 3. Untuk
1. Keabnormalan masa tindakan keperawatan peningkatan mengetahui tekanan darah
protrombin dan/atau selama 3x24 jam tekanan dalam sitol maupun diastole
masa trombloplastin masalah Perfusi rongga cranial 4. Untuk
parsial Serebral dapat teratasi Tindakan mengetahui tekanan vena
2. Penurunan kinerja dengan Observasi sentral
ventrikal kiri indikator : 1. Identifikasi 5. Untuk
3. Aterosklerosis aorta 1. Tingkat kesadaran penyebab TIK mengetahui tekanan baji apru
4. Diseksi arteri meningkat (mis. 6. Untuk
5. Fibrilasi atrium 2. Tekanan lesi,gangguan mengetahui tekanan
6. Tumor otak intrakranial metabolic,dan intracranial
7. Stenosis karotis menurun edema 7. Untuk
8. Miksoma atrium 3. Sakit kepala serebral) menegtahui tekanan perfusi
9. Aneurisma serebri menurun 2. Monitor tanda dan otak
10. Koagulapati (mis. 4. Nilai rata-rata gejala peningkatanAgar mengetahui gelombang
Anemia sel sabit) kesadaran TIK (Mis. tekanan
11. Dilatasi kardiomiopati membaik darah
12. Koagulasi intravaskuler 5. Kesadaran meningkat,tekana
diseminata membaik n nadi
13. Embolisme melebar,bradikard
14. Cedera kepala ia,pola napas

30
15. Hiperkolesteronemia irregular,kesadara
16. Hipertensi n menurun)
17. Endocarditis infektif 3. Monitor MAP
18. Katup prostetik mekanis (Mean arterial
19. Stenosis mitral preaseure)
20. Neoplasma otak 4. Monitor CVP
21. Infark miokard akut (central venous
22. Sindrom sick sinus presure)
23. Penyalahgunaan zat 5. Monitor PAWP
24. Terapi tombolitik jika perlu
25. Efek samping tindakan 6. Monitor ICP jika
(mis. Tindakan operasi tersedia
bypass) 7. Monitor CPP
Kondisi klinis : (cerebral
2. Stroke perfusion
1. Cedera Kepala pressure)
2. Aterosklerotik Aortic 8. Monitor
3. Infrak Miokard Akut gelombang ICP
4. Diseksi Arteri 9. Monitor status
5. Embolisme pernapasan
6. Endokarditis infektif 10. Monitor intake
7. Fibrilasi atrium dan outpit cairan
8. Hiperkolesterolemia 11. Monitor cairan
9. Hipertensi serebro spinal
10. Dilatasi Terapeutik
kardiomiopati 12.Meminimal
kan stimulus
dengan
menyediakan
lingkungan

31
yang tenang
13. Berikan
posisi
semifowler
14.Hindari
maneuver
valsava
15.Cegah
terjadinya
kejang
16.Hindari
penggunaan
PEP
17.Hindari
pemberian
cairan IV
hipotonik
18.Atur
ventilator
agar PaCO2
optimal
19. Pertahankan
suhu tubuh
normal
Kolaborasi :
20.Kolaborasi
pemberian
sedasi dan
antikonvulsan
, jika perlu

32
21.Kolaborasi
pemberian
diuretic
osmosis, jika
perlu
22.Kolaborasi
pemberian
pelunak
tinja, jika
perlu
Hipertermia (D.0130) Termoregulasi Manajemen Observasi :
Kategori : lingkungan (L.14134) Hipertermia (I. 1. Untuk mengetahui penyebab
Subkategori : keamanan kriteria hasil: 15506) hipertermia
dan proteksi Setelah di lakukan Definisi: 2. Untuk mengetahui suhu tubuh
Definisi tindakan keperawatan Mengidentifikasi 3. Untuk mengetahui kadar
Suhu tubuh meningkat di selama 3x24 jam dan mengelola elektrolit
atas rentang normal masalah Tingkat peningkatan suhu 4. Untuk mengetahui haluaran
tubuh pengetahuan dapat tubuh akibat urine
Penyebab teratasi dengan disfungsi 5. Untuk mengetahui komplikasi
1. Dehidrasi indikator : termoregulasi. yang menyebabkan hipertermia
2. Terpapar lingkungan 1. Menggigil Observasi : Terapeutik :
panas menurun 1. Identifikasi 6. Agar demam pasien menurun
3. Proses penyakit (mis. 2. Suhu tubuh penyebab 7. Untuk memberikan rasa
Infeksi,kanker) membaik hipertermia nyaman pada pasien
4. Ketidaksesuaian pakaian (mis:dehidrasi,terpa 8. Untuk menurunkan demam
dengan suhu par, lingkungan pasien
lingkungan panas,penggunaan 9. Untuk menurunkan suhu
5. Peningkatan laju incubator). tubuh pasien
metabolisme 2. Monitor suhu tubuh 10. Untuk membantu pernafasan
6. Respon trauma 3. Monitor kadar Edukasi :

33
7. Penggunaan inkubator elektrolit 11. Agar pasien dapat beristirahat
Gejala dan tanda mayor 4. Monitor haluaran total
Subjektif urine Kolaborasi :
(tidak tersedia) 5. Monitor komplikasi 12. Untuk memenuhi cairan tubuh
Objektif akibat hipertermia pasien
1. Kulit merah Terapeutik :
2. Kejang 6.Sediakan
3. Takikardi lingkungan yang
4. Takipnea dingin Longgarkan
5. Kulit terasa hangat atau lepaskan
Kondisi klinis terkait pakaian.
1. Proses infeksi 7. Basahi dan kipasi
2. Hipertiroid permukaan tubuh.
3. Stroke 8. Ganti linen setiap
4. Dehidrasi hari atau lebih
5. Trauma sering jika
6. Prematuritas mengalami
hiperdrosis
(keringat berlebih)
9. Lakukan pendinginan
eksternal
(mis:selimuti atau
kompres dingin pada
dahi,leher,dada,dan
abdomen.
10. Berikan oksigen ,
jika perlu
Edukasi :
11. Anjurkan tirah
baring

34
Kolaborasi:
12. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena

Nyeri Akut (D.0077) Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Observasi :


Kategori : Psikologis Kriteria Hasil : Nyeri (I.08238) 20. Mengetahui lokasi
Subkategori : Nyeri dan Setelah di lakukan Definisi : nyeri, karakteristik
Kenyamanan tindakan keperawatan Mengidentifikasi dan m nyeri, berapa lama
Definisi selama 3x24 jam engelola pengalaman nyeri dirasakan serta
Pengalaman sensorik masalah Tingkat nyeri sensori atau emosional kualitas dan intensitas nyeri
atau emosional yang dapat teratasi dengan yang berkaitan dengan yang dirasakan pasien untuk
berkaitan indikator : kerusakan jaringan atau mengetahui penanganan apa
dengan kerusakan Keluhan nyeri  fungsional dengan yang akan diberikan.
jaringan aktual atau menurun onset mendadak atau 21. Mengetahui skala nyeri
funsional, 1. Meringis menurun lambat dan 22. Mengetahui respon nyeri dan
dengan onset mendadak 2. Sikap protektif berintensitas ringan non verbal
atau lambat dan menurun hingga berat dan 23. Mengetahui dan menghindari
berintensitas ringan 3. Gelisah menurun konstan faktor yang memperberat dan
hingga berat 4. Kesulitan tidur Tindakan: memperingan nyeri.
yang berlangsung kurang menurun Observasi : 24. Memastikan tingkat nyeri yang
dari 3 bulan. Frekuensi nadi membaik 1. Identifikasi lokasi, dirasakan pasien dan apakah
Penyebab: karakteristik, memerlukan penangan yang
1. Agen pencedera fisologis durasi, frekuensi, cepat.
(mis. inflamasi, iskemia, kualitas, intensitas 25. Dapat menyesuaikan
neoplasma). nyeri. pemberian manajemen nyeri
2. Agen pencedera kimiawi 2. Identifikasi skala sesuai dengan keyakinan
(Mis. terbakar, bahan kimia nyeri pasien sehinnga manajemen
iritan). 3. Identifikasi resp nyeri akan berjalan efektif.
3. Agen pencedera fisik (mis. on nyeri dan non 26. Mengetahui pengaruh nyeri

35
abses, amputasi, terbakar, verbal pada kehidupan sehari – hari
terpotong, mengangkat 4. Identifikasi faktor pasien
berat, prosedur operasi, yang memperberat 27. Memastikan terapi untuk
trauma, latihan fisik dan memperingan mengatasi nyeri yang diberika
berlebihan). nyeri efektif atau perlu ditambahkan.
Gejala dan tanda Mayor 5. Identifikasi 28. Mencegah agar tidak akan
Subjektif pengetahuan dan timbul masalah lain yang akan
1. Mengeluh nyeri keyakinan tentang di rasakan oleh pasien
Objektif nyeri sehingga tindakan berfokus
1. Tampak meringis 6. Identifikasi penga pada manajemen nyeri.
2. Bersikap protektif ruh budaya Terapeutik :
(mis. waspada, posisi terhadap respon 29. Agar pasien tidak akan
menghindari nyeri). nyeri ketergantungan pada obat.
3. Gelisah 7. Identifikasi penga 30. Memastikan pasien merasakan
4. Frekuensi nadi ruh nyeri pada nyaman sehingga nyeri yang
meningkat kualitas hidup pasien rasakan tidak semakin
5. Sulit tidur 8. Monitor parah.
keberhasilan 31. Memastikan kebutuhan istrah
terapi at dan tidur pasien terpenuhi.
Gejala dan tanda minor komplementer 32. Agar tindakan manajemen
Subjektif yang sudah nyeri yang diberikan tepat dan
diberikan sesuai saran sehingga nyeri
(Tidak tersedia) 9. Monitor efek yang di rasakan akan teratasi.
Objektif samping Edukasi :
1. Tekanan darah penggunaan 33. Dengan mengetahui penyebab,
meningkat analgetik periode, dan pemicu nyeri
2. Pola napas berubah Terapeutik: maka pasien dapat mengatasi
3. Nafsu makan 10. Berikan tehnik non nyerinya sendiri.
berubah farmakologis untuk 34. Agar pasein dapat memilih
4. Proses berpikir mengurangi rasa strategi untuk meredeakan
terganggu

36
5. Menarik diri nyeri ( mis, nyeri yang ia rasakan sendiri
6. Berfokus pada diri TENS, hipnosis, sesuai keinginan dan
sendiri akupresure, terapi kenyamanannya.
Diaphoresis music, biofeedback, 35. Agar pasein dapat mengetahui
terapi terapi farmakologi (obat-
pijat,aromaterapi,te obatan) yang dapat digunakan
knik imajinasi selain non farmakologi jika
terbimbing,kompre terapi non farmakologi tidak
s berhasil.
hangat/dingin,terapi 36. Untuk mengatasi agar nyeri
bermain) cepat berkurang
11. Kontrol lingkungan 37. Agar pasien bisa melakukan
yang memperrberat tehnik non farmakologi agar
rasa nyeri nyerinyaberkuramg
(mis.suhu Kolaborasi :
ruangan,pencahaya 38. Memastikan Terapi
an,kebisingan) analgetik yang
12. Fasilitasi istrahat diberikan efektif
dan tidur dengan melakukan kolaborasi
13. Mempertimbangka
n jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
14. Jelaskan
penyebab,periode
dan pemicu nyeri
15. Jelaskan strategi
meredakan nyeri

37
16. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
17. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
18. Ajarkan teknik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi:
19. Kolaborasi
pemberian
analgetik jika perlu

Neusea (D.0076) Tingkat Nausea Manajemen Observasi :


Kategori : Psikologis (L.08065) Mual ( I. 03117) 1. Untuk mengetahui pengalaman
Subkategori : Nyeri Dan Setelah dilakukan Definisi : mual
Kenyamanan tindakan selama 3x24 Mengidentifikasi 2. Untuk mengetahui dampak
Definisi : jam, masalah tingkat nyeri dan mengelola mual terhadap kulitas hidup
Perasaan tidak nyaman dapat teratasi dengan perasaan tidak enak (mis.nafsu makan,aktifitas
pada bagian belakang indicator : pada bagian kinerja ,tanggung jawab
tenggorokan atau - Keluhan mual tenggorok atau peran,dan tidur )
lambung yang dapat menurun lambung yang 3. Untuk mengetahui faktor
mengakibatkan muntah. - Perasaan ingin dapat menyebabkan penyebab mual
Penyebab muntah menurun muntah (mis.pengobatan dan prosedur)
1. Ganguan biokimiawi Observasi : 4. Untuk mengetahui mual
(mis. Uremia, 1. Identifikasi (mis.frekuensi,durasi,dan
ketoasidosis diabetik pengalaman mual tingkaat keparahan )

38
2. Gangguan pada 2. Identifikasai 5. Untuk mengetahui asupan
esofagus dampak mual nutrisi dan kalori
3. Distensi lambung terhadap kulitas Terapeutik :
4. Iritasi lambung hidup (mis.nafsu 6. Untuk mengetahui
5. Gangguan pankreas makan,aktifitas pengendalian faktor
6. Pereganggan kapsul kinerja ,tanggung lingkungan penyebab mual
limpa jawab peran,dan (mis.bau tidaak
7. Tumor terlokalisasi tidur ) sedap,suara,dan rangsangan
(mis. Neuroma 3. Identifikasi faktor visual yang tidak
akustik, tumor otak penyebab mual menyenangkan)
primer atau sekunder, (mis.pengobatan 7. Untuk mengetahui kurangi atau
metastasistulang di dan prosedur ) hilangkan keadaan penyebab
dasar tengkorak) 4. Monitor mual mual
8. Peningkatan tekanan (mis.frekuensi,dura (mis.kecemasan,ketakutan,kele
intraabdominal (mis. si,dan tingkaat lahan)
Keganasan keparahan ) 8. Berikan makanan dalam
intraabdomen) 5. Monitor asupan jumlah kecil dan menarik
9. Peningkatan tekanan nutrisi dan kalori 9. Berikan makanan dingin,cairan
intrakranial Terapeutik : bening,tidak berbau,dan tidak
10. Peningkatan tekanan 6. Kendalikan faktor berwarna ,jika perlu
intraorbital lingkungan Edukasi :
(mis.glaukoma) penyebab mual 10. Anjurkan istirahat dan tidur
11. Mabuk perjalanan (mis.bau tidaak yang cukup
12. Kehamilan sedap,suara,dan 11. Anjurkan sering membersihkan
13. Aroma tidak sedap rangsangan visual mulut ,kecuali jika merangsang
14. Rasa yang tidak mual
makanan/minuman menyenangkan) 12. Anjurkan makanan tinggi
yang tidak enak 7. Kurangi atau karbohidrat dan rendah lemak
15. Stimulus penglihatan hilangkan keadaan 13. Ajarkan penggunaan teknik
tidak menyenangkan penyebab mual nonfarmakologis untuk

39
16. Faktor psikologis (mis.kecemasan,ket mengatsi mual
(mis. akutan,kelelahan) (mis.biofeedback,hipnosisi,rela
Kecemasan,ketakuta 8. Berikan makanan ksasi,terapi music,akupresuer)
n ,stres) dalam jumlah kecil
Kolaborasi :
17. Efek agen dan menarik 14. Kolaborasi pemberian
farmakologis 9. Berikan makanan antiemetic ,jika perlu
18. Efek toksin dingin,cairan
Gejala Dan Tanda Mayor bening,tidak
Subjectif : berbau,dan tidak
1. Mengeluh mual berwarna ,jika perlu
2. Merasa ingin munta Edukasi :
3. Tidak berniat makan 10. Anjurkan istirahat
Objectif : dan tidur yang
(tidak tersedia) cukup
11. Anjurkan sering
Gejala dan Tanda Minor membersihkan
Subjektif : mulut ,kecuali jika
1. Merasa asam di merangsang mual
mulut 12. Anjurkan makanan
2. Sensasi panas/dingin tinggi karbohidrat
3. Sering menelan dan rendah lemak
Objektif : 13. Ajarkan
1. Salifa meningkat penggunaan teknik
2. Pucat nonfarmakologis
3. Diaforesis untuk mengatsi
4. Takikardia mual
5. Pupil dilatasi (mis.biofeedback,hi
pnosisi,relaksasi,ter
api
music,akupresuer)

40
Kolaborsi :
14. Kolaborasi
pemberian
antiemetic ,jika
perlu

41
Bersihan Jalan Napas Tidak Bersihan Jalan Napas Manajemen Jalan Nafas (I. Manajeme Jalan
Efektif (D. 0001) (L.01001) Nafas (I. 01011)
Kategori : Fisiologis 01011) Observasi :
Definisi Observasi:
Subkategori : Respirasi Kemampuan 1. Monitor pola nafas 1. Untuk mengetahui
Definisi membersihkan secret pola nafas
Ketidakmampuan (frekuensi,kedalaman, usahanafas)
atau obstruksi jalan (frekuensi,
membersihkan secret napsa untuk 2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis. kedalaman,usaha
atau obstruksi jalan mempertahankan jalan nafas)
napas untuk Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
napas tetap paten 2. Untuk mengetahui
mempertahankan jalan Kriteria Hasil : kering) bunyi nafas
napas tetap paten. Setelah di lakukan tambahan
Penyebab 3. Monitor sputum (warna,
tindakan keperawatan (mis.Gurling,mengi
Fisiologis selama 3x24 jam jumlah,aroma) , wheezing, ronkhi
1. Spasme jalan napas masalah Bersihan Jalan kering)
2. Hipersekresi jalan napas Terapeutik :
Napas dapat teratasi 3. Untuk mengetahui
3. Disfungsi neuromuskuler dengan indikator : 4. Posisikan semi-fowler atau fowler spuntum (warna,
Benda asing dalam jalan 1. Batuk efektif jumlah, aroma)
napas 5. Berikan minuman hangat
meningkat Terapeutik:
4. Adanya jalan napas 2. Produksi sputum 6. Lakukan fisioterapi dada, jikaperlu 4. Merupakan salah satu
buatan menurun
5. Sekresi yang tertahan 7. Lakukan penghisapan lendir kurang pencegahan pola nafas
3. Wheezing
6. Hyperplasia dinding jalan menurun dari 15 detik tidak efektif Posisikansemi-
napas 4. Mekonim (pada
7. Proses infeksi 8. Berikan oksigen, jika perlu fowlerataufowler
neonatus)
8. Respon alergi menurun 5. Merupakan salah satu
9. Efek agen farmakologis 5. Gelisah menurun
(mis. anestesi) Edukasi : pencegahan pola nafas
Situasional 9. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, tidak efektif berikan
1. Merokok aktif
2. Merokok pasif jika tidak kontraindikasi minuman hangat
3. Terpajan polutan

42
Gejala dan tanda mayor Kolaborasi 6. Merupkan salah satu
Subjektif
10. Kolaborasi pemberian bronkodilator, pencegahan pola nafas
Tidak tersedia
Objektif ekspektoran, mukolitik, jika perlu tidak efektif
1. Batuk tidak efektif atau
7. Merupkan salah satu
tidak mampu batuk
2. Sputum pencegahan pola nafas
berlebih/obstruksi jalan
tidak efektif
napas/mekonium jalan
napas (pada neonates) 8. Merupakan salah satu
3. Mengi, weezing
pencegahan pola nafas
dan/atau ronkhi kering
Gejala dan tanda minor tidak efektif Berikan
Subjektif
oksigen, jika perlu
1. Dipsnea
2. Sulit bicara
3. Ortopnea
Edukasi :
Objektif
9. Agar pasien dapat
1. Gelisah
terpenuhi asupan
2. Sianosis
cairan 2000 ml/hari,
3. Bunyi napas menurun
jika tidak
4. Frekuensi napas
kontraindikasi
berubah
Kolaborasi :
5. Pola napas berubah
10. Untuk
Kondisi klinis terkait
mempercepat
12. Gullian barre syndrome
proses
13. Sklerosis multiple
penyembuhan
14. Myasthenia gravis
15. Prosedur diagnostic (mis.
Bronkspi,

43
transesophageal,
echocardiography [TEE])
16. Depresi system saraf
pusat
17. Cedera kepala
18. Stroke
19. Kuadriplegia
20. Syndrome aspirasi
mekonium
21. Infeksi saluran napas
22. Asma

44
Risiko Cedera (D.0136) Tingkat Cedera Pencegahan cedera (I.14537) Observasi
Definisi (L.14136) Definisi 1. Untuk mengetahui
Berisiko mengalami Definisi Mengidentifikasi dan menurunkan bahaya yang bisa
bahaya atau kerusakan Keparahan dari risiko mengalami bahaya atau menyebabkan
fisik yang menyebabkan cedera yang diamati kerusakan fisik cedera
seseorang tidak lagi atau dilaporkan . Observasi : 2. Agar bisa dilakukan
sepenuhnya sehat atau Setelah dilakukan 1. Identifikasi lingkungan yang pencegahan
dalam kondisi baik tindakan keperawatan berpotensi menyebabkan cedera konsumsi obat yang
selama 3x24 jam 2. Identifikasi obat yang berpotensin bisa menyebabkan
Faktor Risiko masalah resiko cedera menyebabkan cedera cedera
Eksternal : diharapkan 3. Identifikasi kesesuaian alas kaki atau 3. Agar pasien merasa
2. Terpapar menurun dengan stoking elastic pada ekstremitas nyaman dan tidak
pathogen kriteria hasil : bawah terjadi cedera
3. Terpapar zat 1. Kejadian cedera Terapeutik : Terapeutik
kimia 2. Menurun Luka/lecet 4. Sediakan pencahayaan yang 4. Agar pasien
4. Terpapar agen nosokomial 3. Ketegangan otot memadai merasa
5. Ketidakamanan transportasi\ menurun 5. Pastikan bel panggilan atau nyaman dan
telepon mudah dijangkau tidak
Internal : 6. Pastikan barang-barang pribadi terganggua
1. Ketidaknormalan profil mudah di jangkau karena
darah 7. Pastikan roda tempat tidur atau pencahayaan
2. Perubahan orientasi afektif kursi roda dalam kondisi terkunci 5. Agar pasien bisa
3. Perubahan sensasi 8. Diskusikan mengenai latihan dan memamnggil
4. Disfungsi autoimun terapi fisik yang diperlukan perawat dengan
5. Disfungsi 9. Diskusikan bersama anggota segera jka
biokimia keluarga yang dapat membutuhkan
6. Hipoksia mendampingi pasien bantuan
jaringan 10. Tingkatkan frekuensi observasi 6. Agar barang pasien
7. Kegagalan dan pengawasan pasien, sesuai mudah dijangkau
mekanisme pertahan tubuh kebutuhan 7. Agar pasien tidak

45
8. Malnutrisi mengalami
9. Perubahan kecelakaan ditempat
fungsi psikomotor Edukasi : tidurnya
10. Perubahan 11. Jelaskan alasan intervensi 8. Agar psien bisa
fungsi kognitif pencegahan jatuh ke pasien melakukanlatihan
dankeluarga. fisik yang tepat
Kondisi klinis terkait 12. Anjurkan berganti posisi secara 9. Agar pasien
1. Kejang perlahan dan duduk selama memiliki
2. Sinkop beberapa menit sebelum berdiri pendamping yang
3. Vertigo akan mengawasi
4. Gangguan penglihatan jika terjadi cedera
5. Gangguan pendengaran 10. Agar kondisi pasien
6. Penyakit Parkinson selalu terpantau
7. Hipotensi Edukasi
8. Kelainan nervus 11. Agar keluarga dan
vestibularis pasien memahami
9. Retardasi mental tujuan diberikan
intervensi
12. Agar pasien tidak
mengalami
dekubitus akibat
tidak berganti posisi

46
E. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Im Implementasi Evalusi
Keperawatan
Resiko Perfusi Manajeman Peningkatan Tekanan S:-
Serebral Tidak Intrakranial (I.06194)
Efektif ( D.0017) Tindakan O:-
Observasi
1. Mengidentifikasi penyebab A:
TIK (mis. lesi,gangguan
metabolic,dan edema serebral) P:
2. Memonitor tanda dan gejala
peningkatan TIK (Mis.
tekanan darah
meningkat,tekanan nadi
melebar,bradikardia,pola
napas irregular,kesadaran
menurun)
3. Memonitor MAP (Mean
arterial preaseure)
4. Memonitor CVP (central
venous presure)
5. Memonitor PAWP jika perlu
6. Memonitor ICP jika tersedia
7. Memonitor CPP (cerebral
perfusion pressure)
8. Memonitor gelombang ICP
9. Memonitor status pernapasan
10. Memonitor intake dan outpit
cairan
11. Memonitor cairan serebro
spinal
Terapeutik
12. Meminimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
13. Memberikan posisi
semifowler
14. .Menghindari maneuver
valsava
15. Mencegah terjadinya kejang
16. Menghindari penggunaan PEP
17. Menghindari pemberian cairan
IV hipotonik
18. Mengatur ventilator agar
PaCO2 optimal
19. Mempertahankan suhu tubuh
normal
Kolaborasi :

47
20. Berkolaborasi pemberian
sedasi dan antikonvulsan, jika
perlu
21. Berkolaborasi pemberian
diuretic osmosis, jika perlu
Berkolaborasi pemberian pelunak
tinja, jika perlu
Hipertermi Manajemen Hipertermia (I. 15506) S:-
(D.0130) Observasi :
1. Mengidentifikasi penyebab O:-
hipertermia (mis:dehidrasi,terpapar,
2. lingkungan panas,penggunaan A:
incubator).
3. Memonitor suhu tubuh P:
4. Memonitor kadar elektrolit
5. Memonitor haluaran urine
6. Memonitor komplikasi akibat
hipertermia
Terapeutik :
7. 6.Menyediakan lingkungan yang
dingin
8. Longgarkan atau lepaskan pakaian.
9. Membasahi dan kipasi permukaan
tubuh.
10. Mengganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
hiperdrosis (keringat berlebih)
11. Melakukan pendinginan eksternal
(mis:selimuti atau kompres dingin
pada dahi,leher,dada,dan abdomen.
12. Memberikan oksigen , jika perlu
Edukasi :
13. Menganjurkan tirah baring
Kolaborasi:
14. Berkolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena

Nyeri Akut Manajemen Nyeri (I.08238) S:-


(D.0077) Tindakan:
Observasi : O:-
1. Mengidentifikasi lokasi,
karakteristik, durasi, A:-
frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri. P :-
2. Mengidentifikasi skala nyeri
3. Mengidentifikasi resp on nyeri
dan non verbal

48
4. Mengidentifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
5. Mengidentifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang nyeri
6. Mengidentifikasi pengaruh
budaya terhadap respon nyeri
7. Mengidentifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
8. Memonitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
9. Memonitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik:
10. Memberikan tehnik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri ( mis,
TENS, hipnosis, akupresure,
terapi music, biofeedback,
terapi pijat,aromaterapi,teknik
imajinasi terbimbing,kompres
hangat/dingin,terapi bermain)
11. Mengontrol lingkungan yang
memperrberat rasa nyeri
(mis.suhu
ruangan,pencahayaan,kebising
an)
12. Memfasilitasi istrahat dan
tidur
13. Mempertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri

Edukasi
14. Menjelaskan
penyebab,periode dan pemicu
nyeri
15. Menjelaskan strategi
meredakan nyeri
16. Menganjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
17. Menganjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
18. Mengajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:

49
19. Berkolaborasi pemberian
analgetik jika perlu

Neusea (D.0076) Manajemen Mual ( I. 03117) S:-

Observasi : O:-
1. Mengidentifikasi pengalaman
mual A:
2. Mengidentifikasi dampak
mual terhadap kulitas hidup P:
(mis.nafsu makan,aktifitas
kinerja ,tanggung jawab
peran,dan tidur )
3. Mengidentifikasi faktor
penyebab mual
(mis.pengobatan dan
prosedur )
4. Memonitor mual
(mis.frekuensi,durasi,dan
tingkaat keparahan )
5. Memonitor asupan nutrisi dan
kalori

Terapeutik :
6. Mengeendalikan faktor
lingkungan penyebab mual
(mis.bau tidaak
sedap,suara,dan rangsangan
visual yang tidak
menyenangkan)
7. Mengurangi atau hilangkan
keadaan penyebab mual
(mis.kecemasan,ketakutan,kel
elahan)
8. Memberikan makanan dalam
jumlah kecil dan menarik
9. Memberikan makanan
dingin,cairan bening,tidak
berbau,dan tidak berwarna
,jika perlu
Edukasi :
10. Menganjurkan istirahat dan
tidur yang cukup
11. Menganjurkan sering
membersihkan mulut ,kecuali
jika merangsang mual
12. Menganjurkan makanan tinggi
karbohidrat dan rendah lemak

50
13. Mengajarkan penggunaan
teknik nonfarmakologis untuk
mengatsi mual
(mis.biofeedback,hipnosisi,rel
aksasi,terapi
music,akupresuer)
Kolaborsi :
14. Berkolaborasi pemberian
antiemetic ,jika perlu
Bersihan Jalan Manajemen Jalan Nafas S:-
Napas Tidak Efektif
(D. 0001) (I.01011)
O:-
Observasi :
A:-
1. Memonitor pola nafas
(frekuensi,kedalaman, usahanafas) P :-
2. Memonitor bunyi nafas tambahan
(mis. Gurgling, mengi, wheezing,
ronkhi kering)
3. Memonitor sputum (warna,
jumlah,aroma)
Terapeutik :
4. Memposisikan semi-fowler
atau fowler
5. Memberikan minuman hangat
6. Melakukan fisioterapi dada,
jikaperlu
7. Melakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
8. Memberikan oksigen, jika
perlu
Edukasi :
9. Menganjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi
10. Berkolaborasi pemberian

51
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

Risiko Cedera Pencegahan cedera (I.14537) S:-


(D.0136) Definisi
Mengidentifikasi dan menurunkan O:-
risiko mengalami bahaya atau
kerusakan fisik A:-
Observasi :
1. Mengidentifikasi lingkungan yang P :-
berpotensi menyebabkan cedera
2. Mengidentifikasi obat yang berpotensin
menyebabkan cedera
3. Mengidentifikasi kesesuaian alas kaki
atau stoking elastic pada ekstremitas
bawah
Terapeutik :
4. Menyediakan pencahayaan yang
memadai
5. Memastikan bel panggilan atau
telepon mudah dijangkau
6. Memastikan barang-barang pribadi
mudah di jangkau
7. Memastikan roda tempat tidur atau
kursi roda dalam kondisi terkunci
8. Mendiskusikan mengenai latihan
dan terapi fisik yang diperlukan
9. Mendiskusikan bersama anggota
keluarga yang dapat mendampingi
pasien
10. Meningkatkan frekuensi observasi
dan pengawasan pasien, sesuai
kebutuhan

Edukasi :
11. Menjelaskan alasan intervensi
pencegahan jatuh ke pasien
dankeluarga.
12. Menganjurkan berganti posisi
secara perlahan dan duduk selama
beberapa menit sebelum berdiri

52
DAFTAR PUSTAKA

Aditya dan Milkhatun. 2020. Hubungan Pengetahuan Vaksinasi Meningitis dan


Dukungan Keluarga terhadap Kepatuhan Vaksinasi Meningitis Jamaah Umrah di
Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Samarinda. Universitas Muhammadiyah
Kalimantan Timur. Vol 1, No 3
Apriliani, Ety dkk. 2016. Penatalaksanaan Yang Tepat Pada Meningitis
Tuberkulosis.Jurnal Medula Unila. Vol. 6(1)
Fauziah,Fitriah. 2017. Karakterisktik Penderita Meningitis Pada Anak di Ruang Rawat
Inap RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014-2016. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Gabriell, florencia. (2020, Juli 10). Cara mencegah meningitis pada remaja
(https://www.halodoc.com/artikel/cara-mencegah-meningitis-di-usia-remaja)
Healthline, 2020. Consciousness Decreased. https://www.halodoc.com/artikel/perlu-
untuk-diketahui-7-tingkatan-penurunan-kesadaran
Junaidi, Febrian J. 2019. Laporan Kasus : Penanganan Status Epileptikus Refraktur
Pada Anak Dengan Meningoensefal Dirumah Sakit Tipe D. Calossum Neurology
Journal. Vol 2(1): 1-6
Putri, Aprilia Kusuma. 2018. Hubungan Riwayat Imunisasi dengan Kejadian
meningitis Pada Anak di RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014-2017.

53
Program Studi Pendidikan Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Meisadona, G., Soebroto, A. D., & Estiasari, R. (2015). Diagnosis dan Tatalaksana
Meningitis Bakterialis. 42(1), 15–19.
Nera.(2019).Asuhan Keperawatan Pada Sdr. Z Dengan Susp.Meningitis Diruang
Rawat Inap Neurologi RSUD Dr.Achmad Mochtar Kota Bukittinggi. Stikes
Perintis Padang
Nuryadin, Akmal Akbar. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Anak Meningitis Dengan
Perubahan Perfusi Serebral di Ruang Nusa Indah Atas Rumah Sakit Umum
Daerah dr.SALMET GARUT. Program Studi DIII Keperawatan Universitas
Bhakti kencana
Pangandaheng, E. A. S. S., Mawuntu, A. H. P., & Karema, W. (2017). Politeknik
Kesehatan Kemenkes Padang Tahun 2018. E-CliniC, 5(2).
https://doi.org/10.35790/ecl.5.2.2017.17116

Yulita, Alfina.2017. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Kasus Meningiti Di


Ruang Rawat Anak Irna Kebidanan Dan Anakrsup Dr. M. Djamil
Padang.Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang

54

Anda mungkin juga menyukai