Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH MENINGITIS

Dosen Pengampu :
Ns. NI WAYAN WIWIN ASTHININGSIH S.kep., M.Pd

Kelompok 8 :

Annisa : 2011102411041
Eva Yunita : 2011102411048
Ginna Aulia Mahdiyah : 2011102411103
Muhammad Aidil Amrullah : 1811102411119
Muhammmad Randa Farisya : 2011102411099
Yola Yopinda : 2011102411027

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
2022 / 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telahmemberikan kami berbagai macam nikmat,
sehingga aktivitas hidupini banyak diberikan keberkahan. Dengan kemurahan yang
telahdiberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami bisamenyelesaikan makalah ini
dengan baik.

Ucapan terima kasih tidak lupa kami haturkan kepada dosen dan teman-teman yang
banyak membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari di dalam penyusunan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki,
baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian.

Oleh karena itu kami meminta maaf atas ketidak sempurnaanya dan juga
memohon kritik dan saran untuk kami agar bisa lebih baik lagi dalam membuat karya tulis ini.

Harapan kami mudah-mudahan apa yang kami susun ini bisa memberikan manfaat untuk
diri kami sendiri,teman-teman, serta orang lain.

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Meningitis adalah radang pada meningen (selaput) yang mengelilingi otak dan
medula spinalis (Muttaqin, 2008). Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen,
cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem
saraf pusat (Suriadi & Yuliani, 2010). Infeksi meningeal biasanya muncul melalui aliran
darah akibat infeksi lain (selulitis) atau melalui perluasan langsung (setelah cedera
traumatik pada tulang wajah). Meningitis bakterial atau meningokokal juga muncul
sebagai infeksi oportunis pada pasien AIDS dan sebagai komplikasi dari penyakit limfe
(Brunner & Suddart, 2013).

1. Klasifikasi
Menurut Muttaqin (2008), meningitis di klasifikasikan sesuai dengan faktor
penyebabnya antara lain terdiri dari meningitis asepsis, sepsis dan tuberkulosa.
● Asepsis
Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus. Meningitis ini
biasanya di sebabkan berbagai jenis penyakit yang di sebabkan virus seperti
gondongan, herpes simpleks dan herpes zooster. Eksudat yang biasanya terjadi
pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak di temukan
organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh korteks
serebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respons dari jaringan otak terhadap
virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.
● Sepsis/ Meningitis Purulenta
Meningitis sepsis merupakan meningitis yang di sebabkan oleh organisme bakteri.
Penyebab meningitis bakteri akut yaitu Neisseria meningitidis (meningitis
meningokokus), streptococus pneumoniae (pada dewasa), dan haemophilu
influenzae(pada anak-anak dan dewasa muda).
● Tuberkulosa
Meningitis tuberculosa di sebabkan oleh basilus tuberkel. Menurut Rich &
McCoredck, Meningitis tuberkulosa terjadi akibat komplikasi penyebaran
tuberkulosis primer, biasanya dari paru. Meningitis terjadi bukan karena
terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, tetapi biasanya
sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang
belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga arachnoid. Kadang
dapat juga terjadi perkontinuitatum dari
mastoiditis atau spondilitis. Pada pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa
ternyata merupakan meningoensefalitis. (Ngastiyah, 2012).
2. Penyebab
Meningitis merupakan akibat dari komplikasi penyakit lain atau kuman secara
hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit faringotonsilitis,
pneumonia, bronkopneumonia, endokarditis dan dapat pula sebagai perluasan
kontinuitatum dari peradangan organ/jaringan di dekat selaput otak, misalnya abses
otak, otitis media, mastoiditis, trombosis sinus kavernosus dan lain-lain (Ngastiyah,
2012). Penyebab meningitis adalah sebagai berikut :
a. Bakteri
Sebagian besar kasus meningitis pada neonatus disebabkan oleh flora
dalam saluran genitalia ibu. Streptokokkus grup B dan Escherichia
collimerupakan patogen yang sangat penting bagi kelompok usia ini. Pada
anak berusia 6 bulan atau lebih haemophilus influenzae dan streptococcus
pneumoniae merupakan penyebab tersering. Selain itu meningitis juga di
sebabkan mycobacterium tuberculosa yang berawal dari penyakit TBC.
b. Virus
echovirus, coxsackie virus, virus gondongan dan virus imunodefisiensi
manusia (HIV).
c. Faktor maternal
ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan.
d. Faktor imunologi
defesiensi mekanisme imun, defesiensi imunoglobin dan anak yang
mendapat obat-obatan imunosupresi.
e. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat , pembedahan atau injury yang
berhubungan dengan sistem persarafan (Suriadi & Yuliani, 2010).

3. Patofisiologi
Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis yang dapat
menyebabkan obstruksi, selanjutnya terjadi hidrosefalus dan
peningkatan tekanan intra kranial. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah
hiperemi pada meningen, edema dan eksudasi yang menyebabkan peningkatan
intrakranial. Organisme masuk melalui sel darah merah pada blood brain barrier.
Masuknya organisme dapat melalui trauma, penetrasi prosedur pembedahan, pecahnya
abses serebral atau kelainan sistem saraf pusat. Otorrhea atau rhinorhea akibat fraktur
dasar tengkorak dapat menimbulkan meningitis, dimana terjadi hubungan antara
Cerebral spinal fluid (CSF) dan dunia luar.Masuknya mikroorganisme kesusunan saraf
pusat melalui ruang sub arachnoid dan menimbulkan respon peradangan pada via,
arachnoid, CSF dan ventrikel, dari reaksi radang muncul eksudat dan perkembangan
infeksi pada ventrikel, edema dan skar jaringan sekeliling ventrikel menyebabkan
obstruksi pada CSF dan menimbulkan Hidrosefalus. Meningitis bakteri;
netrofil,monosit, limfosit dan yang lainnya merupakan sel respon radang. Eksudet
terdiri dari bakteri fibrin dan leukosit yang di bentuk di ruang sub arachnoid.
Penumpukan pada CSF akan bertambah dan mengganggu aliran CSF di sekitar otak
dan medula spinalis. Terjadi vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah dapat
menimbulkan ruptur atau trombosis dinding pembuluh darah dan jaringan otak yang
berakibat menjadi infarctCSF (Suriadi & Yuliani, 2010).

4. Tanda dan Gejala


Menurut Wong, dkk (2010), manifestasi klinis meningitis antara lain:

a. Meningitis bakteri
1) Neonatus: tanda-tanda Spesifik
a) Sangat sulit menegakkan diagnosis
b) Manifestasi penyakit samar dan tidak spesifik
c) Pada saat lahir terlihat sehat tetapi dalam beberapa hari mulai
terlihat dan menunjukkan perilaku yang buruk
d) Menolak pemberian susu/makan
e) Kemampuan menghisap buruk
f) Diare
g) Tonus otot buruk
h) Penurunan gerakan
i) Fontanela yang penuh, tegang dan menonjol dapat terlihat pada akhir
perjalanan penyakit
j) Leher biasanya lemas (supel)

2) Neonatus: tanda-tanda non spesifik


a) Hipotermia atau demam (tergantung maturitas bayi)
b) Ikterus
c) Iritabilitas
d) Mengantuk
e) Kejang
f) Pernapasan ireguler atau apnea
g) Sianosis
h) Penurunan berat badan

3) Bayi dan anak yang masih kecil


a) Demam
b) Pemberian makan buruk
c) Vomitus
d) Iritabilitas yang nyata
e) Serangan kejang ( sering di sertai dengan tangisan bernada tinggi)
f) Fontanela menonjol
g) Kaku kuduk dapat terjadi atau tidak terjadi
h) Tanda brudzinski dan kernig tidak membantu dalam penegakan
diagnosis

4) Anak-anak dan remaja


a) Demam
b) Menggigil
c) Sakit kepala
d) Vomitus
e) Perubahan sensorik
f) Kejang
g) Iritabilitas
h) Agitasi
i) Dapat terjadi fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif,
mengantuk, stupor, koma dan kaku kuduk
j) Dapat berlanjut menjadi opistotonus
k) Tanda kernig dan brudzinski positif
l) Ruam ptikie atau purpurik (infeksi meningokokus), khusus nya jika
disertai dengan keadaan mirip syok) Telinga mengeluarkan sekret yang
kronis (meningitis pneumokokus).

b. Meningitis non bakteri (Aseptik)


Awitan meningitis aseptik bisa bersifat mendadak atau bertahap. Manifestasi awal adalah
sakit kepala, demam, malaise, gejala gastrointestinal, dan tanda-tanda iritasi meningen
yang timbul satu atau dua hari setelah awitan penyakit. Nyeri abdomen, mual dan muntah
merupakan gejala yang sering ditemukan; nyeri punggung dan tungkai, tukak
tenggorokan serta nyeri dada kadang-kadang di jumpai dan dapat terjadi ruam
mukulopapular. Biasanya semua gejala ini menghilang secara spontan dan cepat. Anak
akan sembuh dalam waktu 3 sampai 10 hari tanpa dampak yang tersisa. Gambaran klinis
pada meningitis tuberkulosa :
Gejala awal biasanya di dahului oleh stadium prodromal berupa iritasi selaput otak.
Meningitis biasanya mulai perlahan –lahan tanpa panas atau terdapat kenaikan suhu yang
ringan saja. Sering di jumpai anak mudah terangsang atau menjadi apatis dantidur nya
sering terganggu. Anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, anoreksia, obstipasi dan
muntah juga sering di jumpai. Stadium transisi gejala lebih berat dan gejala ransangan
meningeal mulai nyata, kaku kuduk, seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul opistotonus.
Refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat
kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul gejala strabismus dan mistagismus. Suhu
tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor.Stadium
terminal berupa kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil melebar dan tidak
bereaksi sama sekali. Nadi dan pernapasan menjadi tidak teratur, sering terjadi
pernapasan cheyne Stokes. Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa kesadarannya
pulih kembali. Tiga stadium tersebut biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara
satu dengan stadium lainya, namun jika tidak di obati umumnya berlangung 3 minggu
sebelum anak meninggal (Ngastiyah, 2012).

5. Pencegahan Meningitis
Imunisasi dini dapat mencegah agar anak dalam keluarga tidak mengalami kematian
yang tragis. Perawat memainkan peran yang signifikan dalam memberikan penyuluhan
kepada keluarga mengenai berbagai tindakan pencegahan seperti vaksinasi. Pemberian
vaksinasi yang dapat mencegah terjadinya meningitis adalah vaksin DPT(difteri, pertusis
dan tetanus) Hib (Haemofilus Influenza Tipe b) untuk mencegah meningitis yang di
sebabkan oleh H. Influenzae, N. Meningitidis dan penyebab meningitis akibat komplikasi
dari pneumonia, di berikan pada usia 2, 3 dan 4 bulan. Selain itu vaksin BCG (Bacillus
Calmette-Guerin) diberikan untuk mencegah penyakit TBC, pemberian dilakukan pada
usia 1 bulan (Pusdiknakes, 2015).
6. Penatalaksaan
A. Penatalaksaan Medis
1. Meningitis purulenta
a) Pemberian cairan secara intravena untuk menghindari kekurangan
cairan/elektrolit akibat muntah-muntah atau diare.
b) Bila pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus, diberikan diazepam
0,5 mg/kg BB/ kali intravena, dan dapat di ulang dengan dosis yang
sama 15 menit kemudian. Bila kejang belum berhenti, ulangan pemberian
diazepam berikutnya (yang ketiga kali) dengan dosis yang sama diberikan
secara intramuskular.
c) Setelah kejang dapat di atasi, diberikan fenobarbital dosis awal untuk
neonatus 30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg dan di atas 1 tahun 75
mg. Selanjutnya untuk pengobatan rumat diberikan fenobarbital dengan
dosis 8-9 mg/kg BB/hari di bagi dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari.
d) Berikan ampisisilin intravena sebanyak 400 mg/kg BB/ hari di bagi dalam
6 dosis di tambah kloramfenikol 100 mg/ Kg BB/hari intravena dibagi
dalam 4 dosis . Pada hari ke-10 pengobatan di lakukan pungsi lumbal
ulangan dan bila ternyata menunjukkan hasil yang normal pengobatan
tersebut di lanjutkan 2 hari lagi. Tetapi jika masih belum normal
pengobatan di lanjutkan dengan obat yang sama seperti di atas atau di
ganti dengan obat yang sesuai dengan hasil biakan dan uji resisten kuman.
2. Dasar pengobatan meningitis tuberkulosa ialah pemberian kombinasi obat
antituberkulosis dan di tambahkan dengan kortikosteroid, pengobatan sitomatik
bila terdapat kejang, koreksi dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang
atau muntah dan fisioterapi. Umumnya di pakai kombinasi streptomisin, PAS
dan INH. Bila ada resisten terhadap salah satu obat tersebut maka dapat
digantikan dengan reserve drugs. Streptomisin di berikan dengan dosis 30-50
mg/kg BB/hari selama 3 bulan atau jika perlu di teruskan 2 kali seminggu
selama 2-3 bulan lagi sampai likuor serebrospinalis menjadi normal. PAS dan
INH di teruskan paling sedikit sampai 2 tahun. Kortikostreoid biasanya di
berikan berupa prednison dengan dosis 2-3 mg/kg BB/hari (dosis minimum 20
mg/ hari) dibagi 3 dosis selama 2-4 minggu, kemudian di turunkan 1 mg/kg
BB/hari setiap 1-2 minggu. Pemberian kortikosteroid seluruhnya selama 3 bulan
dan dihentikan bertahap untuk menghindarkan terjadinya rebound phenomenon
B. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien dengan meningitis adalah gangguan
kesadaran, resiko terjadi komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman serta
kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
1) Gangguan kesadaran
Pasien meningitis yang mengalami koma memerlukan pengawasan tanda-
tanda vital secara cermat karena pernapasannya sering cheyne-Stokes sehingg
terdapat gangguan O2. Untuk membantu pemasukan O2perlu diberikan
oksigen yaitu 1-2 liter/ menit. Selain itu pasien koma juga mengalami
inkontinensia urine maka perlu di pasang penampung urine. Kebersihan kulit
perlu di perhatiakn terutama sekitar genitalia dan bagian tubuh yang tertekan.
Oleh karena itu jika akan memasang kateter urine harus konsultasi dahulu
dengan dokter. Buat catatan khusus jika belum ada catatan perawatan untuk
mencatat hasil observasi pasien.
2) Resiko terjadi komplikasi
Dehidrasi asidosis dapat terjadi pada pasien, oleh sebab itu untuk memenuhi
kebutuhan pasien perlu dilakukan pemasangan sonde tetapi untuk kebutuhan
elektroloit tidak akan cukup. Bila terjadi dehidrasi cairan yang di berikan
biasanya glukosa 10 % dan NACl 0,9% dalam perbandingan 3:1. Pengawasan
tetesan perlu dilakukan secara cermat dan setiap mengganti cairan harus
dicatat pada pukul berapa agar mudah diketahui untuk memperhitungkan
kecukupan cairan atau tidak. Pengaturan posisi pada pasien juga perlu di
perhatikan, teutama pada pasien dengan penurunan kesadaran. Ubahlah sikap
berbaringnya setiap tiga jam, sekali-sekali lakukan gerakan pada sendi-sendi
dengan menekuk/meluruskan kaki –tangan tetapi usahakan agar kepala tidak
ikut terangkat (bergerak).
3) Gangguan rasa aman dan nyaman
Gangguan aman dan nyaman perlu diperhatikan dengan selalu bersikap lembut
(jangan berpikir bahwa pasien koma tidak akan tahu). Salah satu kesalahan
yang sering terjadi ialah membaringkan pasien tersebut menghadap cahaya
matahari, sedangkan pasien koma matanya selalu terbuka. Untuk
menghindarkan silau yang terus menerus jangan baringkan pasien kearah
jendela. Untuk pasien yang akan melakukan tindakan, ajak lah pasien
berbicara sewaktu melakukan tindakan tersebut walaupun pasien tidak sadar
(Ngastiyah, 2012).
4) Penatalaksanaan kejang
a) Airway
1. Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan
pasangkan sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau bila ada guedel
lebih baik.
2. Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien, lepaskan pakaian
yang mengganggu pernapasan.
3. Berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt.
b) Breathing
1. Isap lendir sampai bersih.
c) Circulation
1. Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif.
2. Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat ( berbeda
dengan pasien tetanus yang jika kejang tetap sadar).
7. Komplikasi
Menurut (Riyadi, dkk, 2009) komplikasi yang dapat muncul pada anak dengan
meningitis antara lain yaitu :
a. Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini
muncul karena adanya desakan pada intrakranial yang meningkat sehingga
memungkinkan lolosnya cairan dari lapisan otak ke daerah subdural.
b. Peradangan pada daerah ventrikuler otak (ventrikulitis). Abses pada
meningen dapat sampai ke jaringan kranial lain baik melalui perembetan
langsung maupun hematogen termasuk ke ventrikuler.
c. Hidrosepalus. Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan
produksi Liquor Cerebro Spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih
kental sehingga memungkinkan terjadinya sumbatan pada saluran LCS
yang menuju medulla spinalis. Cairan tersebut akhirnya banyak tertahan di
intracranial.
d. Abses otak. Abses otak terjadi apabila infeksi sudah menyebar ke otak
karena meningitis tidak mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang
tepat.
e. Epilepsi.
f. Retardasi mental. Retardasi mental kemungkinan terjadi karena meningitis
yang sudah menyebar ke serebrum sehingga mengganggu gyrus otak anak
sebagai tempat menyimpan memori.
g. Serangan meningitis berulang. Kondisi ini terjadi karena pengobatan yang
tidak tuntas atau mikroorganisme yang sudah resisten terhadap antibiotik
yang digunakan untuk pengobatan.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Anamnesa
Pengkajian pada pasien dengan kasus meningitis meliputi :
a. Identitas Pasien
Identitas pasien yang perlu dikaji meliputi; nama, tempat tanggal
lahir/umur,jenis kelamin, beratbadan lahir, serta apakah bayi lahir cukup
bulan atau tidak, anak ke, jumlah saudara dan identitas orang tua.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Alasan anak di bawa ke rumah sakit karena mengalami demam
tinggi, sakit kepala berat, kejang dan penurunan kesadaran.
2) Riwayat penyakit saat ini
Biasanya pasien meningitis keluhan gejala awal berupa sakit
kepala dan demam.Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk
dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya
kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan
apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang
tersebut. Terkadang pada sebagian anak mengalami penurunan
atau perubahan pada tingkat kesadaran, Keluhan perubahan
perilaku juga umum terjadi, sesuai dengan perkembangan penyakit
dapat terjadi letargi, tidak responsif dan koma.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pasien meningitis biasanya pernah memiliki riwayat penyakit yang
meliputi; infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis,
anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf,
riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh imunologis pada masa
sebelumya. Meningitis tuberkulosis perlu dikaji tentang riwayat sakit
TB. Riwayat imunisasi juga perlu di ketahui seperti pemberian
imunisasi BCG dan DPT Hib pada anak. Selain itu pengkajian
tentang riwayat kehamilan pada ibu diperlukan untuk melihat
apakah ibu pernah mengalami penyakit infeksi pada saat hamil
(Muttaqin, 2008).
4) Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak Pada pasien dengan
meningitis organ yang mengalami gangguan adalah organ yang
berdekatan dengan fungsi memori, fungsi pengaturan motorik dan
sensorik, maka kemungkinan besar anak mengalami masalah
ancaman pertumbuhan dan perkembangan seperti retardasi mental,
gangguan kelemahan atau ketidakmampuan menggerakkan tangan
maupun kaki (paralisis). Akibat gangguan tersebut anak dapat
mengalami keterlambatan dalam mencapai kemampuan sesuai dengan
tahapan usia.
2. Pemeriksaan Fisik
1) Tingkat Kesadaran
Kesadaran anak menurun apatis sampai dengan koma. Nilai GCS yang
berkisar antara 3 sampai dengan 9 (GCS normal 15) (Riyadi &
Sukarmin, 2009).
2) Tanda-tanda vital
Pada pasien dengan meningitis biasanya di dapatkan peningkatan suhu tubuh
lebih dari normal. penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan
tanda-tanda peningkatan TIK, pernapasan meningkat > 30 x/menit dan
tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena tanda-tanda
peningktan TIK.(suhu normal 36,5-37,40 C, pernapasan normal : untuk
anak 2 bulan -< 12 bulan < 50 x/menit, 12 bulan-<5 tahun < 40x/menit)
(Muttaqin, 2008).
3) Kepala
Pada neonatus di temukan ubun-ubun menonjol, sedangkan pada anak yang
lebih besar jarang di temukan kelainan. Pada pemeriksaan meningeal
pada anak dengan meningitis akan ditemukan kuduk kaku. Terkadang
perlu dilakukan pemeriksaan lingkar kepala untuk mengetahui apakah ada
pembesaran kepala pada anak (Wong, dkk, 2009).
4) Mata
Pada pasien dengan kesadaran yang masih baik fungsi dan reaksi pupil
biasanya tidak ada kelainan, sedangkan pada pasien dengan penurunan
kesadaran tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil mungkin akan di
temukan,dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis mengeluh
mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
5) Hidung
Biasanya tidak ditemukan kelainan
6) Mulut
Mukosa bibir kering akibat kehilangan cairan melalui proses evaporasi.
7) Telinga
Terkadang di temukan keluarnya cairan dari telinga pada anak dengan
meningitis pneumokokus dan sinus dermal kongenital terutama di
sebabkan oleh infeksi E.colli.
8) Dada
a) Thoraks
1. Inspeksi, akan nampak penggunaan otot bantu
penapasan.
2. Palpasi, pada pasien dengan meningitis jarang
dilakukan dan biasanya tidak ditemukan kelainan.
3. Auskultasi, ditemukannya bunyi nafas tambahan seperti
ronkhi pada pasien dengan meningitis tuberkulosa
dengan penyebaran primer dari paru.
b) Jantung
Penurunan kesadaran pada anak akan di ikuti dengan
denyut jantung yang terkesan lemah < 100x/menit. (normal
100- 140x/i).
9) Kulit
Pada kulit saat inspeksi akan ditemukan ruam petekia dengan lesi
purpura sampai ekimosis pada daerah luas. Selain itu turgor kulit
mengalami penurunan akibat peningkatan kehilangan cairan.
10) Ekstremitas
Kekuatan otot menurun dan mengalami opistotonus. Pada tahap lanjut anak
mengalami gangguan koordinasi dan keseimbangan pada alat gerak.
11) Genitalia, jarang di temukan kelainan.
12) Pemeriksaan saraf kranial
a) Saraf I, biasanya pada pasien dengan meningitis fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
b) Saraf II, tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama
pada meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi
subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK
berlangsung lama.
c) Saraf III, IV dan VI, pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada
pasien dengan meningitis yang tidak disertai penurunan
kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut
meningitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di dapatkan.
Dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis
mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang
berlebihan terhadap cahaya.
d) Saraf V, pada pasien dengan meningitis biasanya tidak di
dapatkan paralis pada otot wajah dan refleks kornea
biasanya tidak ada kelainan.
e) Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
sismetris.
f) Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
g) Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik.
h) Saraf XI, tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan
trapezius. Adanya usaha dari pasien untuk melakukan
fleksi leher dan kaku kuduk.
i) Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi
dan tidak ada fasikulasi serta indra pengecap normal.
13) Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, mengalami gangguan koordinasi pada alat gerak,
anak bisa mengalami hemiplegi dan/atau hemiparise.
14) Pemeriksaan ransangan meningeal
a) Kaku kuduk
Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya untuk
fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme
otot-otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.
b) Tanda kernig positif
Ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan
fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan
sempurna.
c) Tanda brudzinski
Tanda ini di dapatkan apabila leher pasien di fleksikan, maka d
hasilnya fleksi lutut dan pinggul, bila di lakukan fleksi
pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka
gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang
berlawanan (Muttaqin, 2008).

Anda mungkin juga menyukai