Anda di halaman 1dari 20

PENYUSUNAN SKALA PSIKOLOGI

KONSTRUKSI SKALA KOGNITIF

“ PENALARAN DIAGRAM “

Disusun Oleh:

Andi Nurul Khalifah Patiroi

(4517091043)

Kelas C fakultas psikologi

Universitas Bosowa 2019/2020


1. Definisi Penalaran Diagram

Penalaran diagram adalah penalaran dengan cara representasi visual.


Studi tentang penalaran diagram adalah tentang pemahaman konsep dan
ide, divisualkan dengan menggunakan diagram dan citra daripada dengan
cara linguistic atau aljar. Menurut Depdiknas, penalaran adalah cara
menggunakan nalar; pemikiran atau cara berpikir dari beberapa fakta atau
perinsip. Sedangkan, ilmiah berpendapat bahwa penalaran merupakan
cara berpikir spesifik untuk menarik kesimpulan dari permis-permis yang
ada. Sehingga tidak semua berpikir adalah bernalar.

Diagram adalah represantasi simbolik geometris 2D dari informasi


menurt beberapa teknik visualisasi. Terkadang, teknik tersebut
menggunakan visualisasi 3D yang kemudian diproyeksikan ke permukaan
2D. Istilah diagram dalam pengertian umum dapat memiliki dua arti.
Penalaran diagram adalah gambar yang digunakan untuk menyatakan
hubungan antara himpunan dalam suatu kelompol objek yang memiliki
kesamaan. Bisasanya penalaran diagram digunakan untuk
menggambarkan himpunan yang saling berpotongan, saling lepas dan
seterusnya. Jenis diagram ini digunakan untuk penyajian data secara
saintifik dan tekni yang berguna dalam bidang matematik, statistic dan
aplikasi computer.

Penalaran dikaitkan dengan tidnakan berpikir dan kognisi, dan


melibatkan penggunaan kecerdasan seseorang. Bidang logika mempelajari
cara-cara di mana manusia dapat menggubakan penalaran formal untuk
mempelajari cara-cara di mana manusia dapat menggunakan penalaran
formal untuk menghasilkan argument yang valid secara logis. Penalaran
dapat dibagi lagi menjadi beberapa bentuk penalaran logis ,
seperti: penalaran deduktif , penalaran induktif , dan secra abduktif .

Aristoteles membedakan antara penalaran diskursif logis (reason


proper), dan penalaran intuitif , di mana proses penalaran melalui intuisi —
betapapun validnya — mungkin cenderung ke arah personal dan buram
subjektif. Dalam beberapa pengaturan sosial dan politik mode penalaran
logis dan intuitif mungkin berbenturan, sementara dalam konteks lain intuisi
dan alasan formal dipandang sebagai pelengkap daripada
permusuhan. Misalnya, dalam matematika , intuisi sering kali diperlukan
untuk proses kreatif yang terkait dengan sampai pada bukti formal , yang
bisa dibilang tugas penalaran formal yang paling sulit.

Bert S. Hall, diagram adalah gambaran yang disederhanakan, dibuat


sedemikian rupa karikatur, dimaksudkan untuk menyampaikan makna
esensial. Menurut Jan V. White (1984) karakteristik diagram yang baik
adalah kegunaan, kejelasan, kemuduhan, pola, kesadaranaan, dan
valdilitas. Elegence for White berarti apa yang anda lihat dalam diagram
adalah solusi paling sederha dan paling tepat untuk sebuah masalah.
Penalaran diagram adalah jenis diagram atau notasi visual untuk ekspresi
logis, yang diusulkan oleh Charles Sanderes Peirce, yang menulis makalah
pertamanya tentang logika grafis pada tahun 1914.

Istilah penalaran matematik dalam beberapa literatur disebut dengan


mathematical reasoning. Brodie menyatakan bahwa, “Mathematical
reasoning is reasoning about and with the object of mathematics.”
Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa penalaran matematik adalah
penalaran mengenai dan dengan objek matematika. Gardner
mengungkapkan bahwa penalaran matematis adalah kemampuan
menganalisis, menggeneralisasi, mensintesis / mengintegrasikan,
memberikan alasan yang tepat dan menyelesaikan masalah tidak rutin.

Penalaran matematis atau mathematical reasoning, suatu aktivitas otak


yang sebaiknya dikembangkan terus menerus melalui suatu konteks.
Penalaran matematis sangat diperlukan dalam memahami matematika
melalui penggunaan pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan,
dan pernyataan matematika sehingga belajar matematika menjadi lebih
bermakna.Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas, 2006),
kemampuan penalaran dan komunikasi matematis dalam belajar
matematika harus dikuasai siswa. Istilah “menalar” dalam kerangka proses
pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum
2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan
pelaku aktif.

Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus
lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan
sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk
memperoleh simpulan berupa pengetahuan. (Anas,2014) Materi dan
penalaran matematika tidak dapat dipisahkan, karena materi matematika
dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami melalui belajar
matematika. Sehingga pembelajaran dan evaluasi matematika harus
menekankan pada penalaran sehingga siswa didorong untuk berpikir kritis
serta membuat jastifikasi berdasarkan pada proses berpikir dan estimasi.

Menurut tim Balai Pustaka (Dahlan, 2004), kata “Penalaran” mempunyai


tiga arti, yaitu :1) berfikir logis 2) pengembangan dan pengendalian sesuatu
diperlukan nalar dan bukan perasaan atau pengalaman. 3) Proses mental
dalam mengembangkan atau mengendalikan pikiran dari beberapa fakta
atau prinsip. Menurut Sumarmo (1987) penalaran matematis diartikan
sebagai suatu proses pembuatan kesimpulan dari suatu konsep matematis.
Siswa berpikir tentang suatu masalah atau suatu pemecahan masalah
disitulah kempuan bernalar siswa berlangsung. Pernyataan tersebut sesuai
dengan pendapat Ball, Lewis & Thamel (dalam Wdjaya, 2010) bahwa
penalaran matematika merupakan fondasi untuk mendapatkan
pengetahuan peserta didik.

Suriasumantri (2005) adanya suatu pola berfikir yang secara luas dapat
disebut logika. Hal ini berarti dalam penalaran memiliki logika tersendiri.
Oleh karenanya penalaran biasa disebut dengan proses berfikir logis, yang
berarti kegiatan berfikir menurut pola atau logika tertentu, penalaran dilihat
dari proses berfikirnya bersifat analitik. Yang merupakan suatu konskuensi
dari adanya suatu pola berfikir tertentu, jadi analitik adalah suatu kegiatan
berfikir berdasarkan langkah-langkah tertentu. Sedangkan Kennedy
(Awaludin, 2007) berpendapat, kemampuan penalaran logis sebagai suatu
kemampuan mengidentifikasi atau menambahkan argumentasi logis yang
diperlukan untuk menyelesaikan soal.
Berdasarkan pendapat diatas penalaranmerupakan suatu kegiatan
berpikir yang berupa penarikan kesimpulan. Berdasarkan pendapat-
pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian dari penalaran
matematis adalah suatu proses berpikir untuk menjelaskan dua hal atau
lebih dengan langkah- langkah tertentu yang berakhir dengan kesimpulan
sebagai suatu hasil.

2. Komponen Psikologi yang Mengungkap Penalaran Diagram

a. Operasi-operasi mental yang membutuhkan tugas baru.


Kemampuan mengajukan dugaan merupakan kemampuan dalam
mengajukan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan
pengetahuan. Pada indikator ini mengukur kemampuan peserta didik
dalam mengajukan berbagai kemungkinan penyelesaian masalah
sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Mengajukan dugaan
(conjectures), Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk
membuat generalisasi. Generalisasi yaitu penarikan kesimpulan umum
berdasarkan sejumlah data yang teramati.
Pada kemampuan ini siswa diharapkan dapat mengetahui
keterkaitan informasi yang ada dalam soal yang nantinya dapat
digunakan dalam menyelesaikan masalah. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa berpikir matematis dan keterampilan penalaran, termasuk
membuat conjectures adalah penting karena berfungsi sebagai dasar
untuk mengembangkan wawasan baru dan meningkatkan kajian lebih
lanjut. Sedangkan menurut Sutarto, dkk (2014) conjecturing berperan
dalam pembelajaran matematika yaitu: (1) conjecturing sebagai jalan
dalam menyelesaikan masalah (2) conjecturing sebagai proses yang
membantu siswa dalam memahami materi, dan (3) conjecturing
sebagai proses yang melatih siswa dalam bernalar.
Conjecture merupakan suatu pernyataan yang dihasilkan dari
proses penalaran tapi kebenarannya belum dapat dipastikan. Menurut
Stacey, Burton, & Mason (2010) conjecture adalah pernyataan yang
masuk akal, tapi ya ng kebenarannya belum dapat dipastikan, dengan
kata lain, belum diyakini kebenarannya namun tidak memiliki contoh
penyangkal. Canada & Castro (2005) menyatakan bahawa conjecture
adalah pernyataan berdasarkan fakta empiris, yang belum divalidasi.
Cañadas, Deulofeu, Figueiras, Reid, & Yevdokimov (2007)
menyatakan bahwa proses conjecturing menggunakan berbagai jenis
penalaran. Salah satu penalaran yang digunakan dalam proses
conjecturing adalah penalaran induktif.
Proses conjecturing melalui penalaran induktif adalah proses
menghasilkan conjecture melalui tahapan penalaran induksi. Menurut
Cañadas, Deulofeu, Figueiras, Reid, & Yevdokimov (2007) bahwa
conjecturing dalam menyelesaikan masalah dapat dilakukan dengan
conjecturing tipe induksi empiris dari sejumlah berhingga kasus diskrit.
Lebih lanjut dikatakan bahwa conjecturing melalui penalaran induktif
dapat dibuat berdasarkan pengamatan dari bilangan berhingga kasus
diskrit, dimana pola yang diamati konsisten.
Selanjutnya Cañadas & Castro (2005) dalam Cañadas, Deulofeu,
Figueiras, Reid, & Yevdokimov (2007) menyatakan bahwa tujuh
tahapan kategorisasi untuk menggambarkan conjecturing tipe induksi
empiris dari sejumlah berhingga kasus diskrit: mengamati kasus,
mengorganisir kasus, mencari dan memprediksi pola, merumuskan
conjecture, memvalidasi conjecture tersebut, generalisasi conjecture
tersebut, dan membenarkan generalisasi. Tahapan Conjecturing
tersebut merupakan tahapan penalaran induksi yang dikemukakan
oleh Cañadas & Castro (2005) dan dijadikan salah satu tipe
conjecturing.
b. Persepsi akurat mengenai hubungan pola-pola.
Kemampuan membuat pola dari sifat atau gejala matematis untuk
membuat generalisasi merupakan kemampuan dalam menemukan
pola atau cara dari suatu pernyataan yang ada sehingga dapat
dikembangkannya ke dalam kalimat matematika untuk membuat suatu
generalisas. Sebagai suatu aturan, kegiatan dimulai dengan pola-pola
menggunakan bentuan benda konkret dan secara bertahap
memperkenalkan pola yang lebih luas.
Membantu siswa melihat berbagai macam pola yang luas. Terdapat
keteraturan dalam peristiwa-peristiwa (misalnya, makan siang pada
pukul 12.30 setiap hari), pakaian (misalnya, rancangan seragam batik
yang bermotif), ruang (misalnya, sesuatu “tumbuh” lebih kecil dengan
jarak), dan bilangan (misalnya empat kelompok dari tiga dan tiga
kelompok dari empat, yang keduanya adalah duabelas). Pola-pola
visual merupakan contoh yang baik untuk memulai kegiatan ini
bersama siswa. Pola-pola suara (misalnya, musik atau ritme) dan pola-
pola gerakan (misalnya, pola berdiri, pola berjalan, pola duduk) adalah
juga contoh yang baik bagi siswa. Bilangan dan pola-pola aritmetika
dapat diperkenalkan pada saat itu. Siswa didorong untuk menyalin,
menemukan (analisis, rekognisi, perluasan, penguraian), dan membuat
pola-pola. Siswa dapat diperkenalkan untuk menyalin, menemukan,
dan menciptakan pola-pola, dalam aturan itu (DeGuire, 1987).
Penyalinan suatu pola merupakan tugas yang relatif sederhana dan
dapar dilakukan dengan suatu kegiatan seni atau kerajinan.
Membuat siswa mencari pola-pola, mendorong mereka untuk
mengidentifikasi pola-pola “inti”. Secara garis besarnya terdapar dua
jenis pola-pola (a) berulang atau pengulangan pola-pola, dan (b) pola-
pola pertumbuhan atau berurutan. Selanjutnya, dalam pengulangan
pola-pola, suatu inti harus diulang sekurang-kurangnya tiga kali untuk
memberikan contoh-contoh pola yang baik. Pengidentifikasian pola-
pola berulang sederhana dapat diperkenalkan sejak dini. Walaupun
beberapa pola-pola pertumbuhan secara mudah dapat dikenali (yakni,
pola tangga dari satu balok, dua balok bertumpuk, tiga balok
bertumpuk, dan seterusnya), pola-pola demikian secara umum lebih
sukar bagi anak untuk memahaminya daripada pola-pola berulang.
Sebagai suatu aturan, maka pola-pola berulang diperkenalkan lebih
dulu, baru kemudian setelah itu diperkenalkan pola-pola pertumbuhan
c. Menarik kesimpulan, mengatasi masalah, memahami implikasi,
transformasi informasi, reorganisasi.
Komponen pertama adalah pemahaman terhadap masalah. Anak
seyogianya memahami fakta, konsep, atau prinsip yang dikandung
masalah. Jika konteksnya adalah membangun pengetahuan baru
melalui pemecahan masalah maka ia harus mencari pengertian
konsep atau prinsip yang termuat dalam masalah tersebut. Pengertian
baru yang ia peroleh ini lalu kemudian dihubungkan dengan
pengetahuan dan pengalaman yang telah ia miliki sebelumnya untuk
memilih dan menentukan strategi apa yang mesti ia jalankan untuk
memecahkan masalah itu.
Pekerjaan menghubungkan atau membuat pengaitan antara konsep
baru dengan pengetahuan dan pengalaman, dan menentukan strategi
itu sangat bergantung pada kemampuan penalaran anak. Inilah
komponen ke-dua yang sangat esensial dan dapat dikatakan sebagai
motornya pemecahan masalah. Komponen ke-tiga adalah
metakognitif. Yang terakhir ini berkenaan dengan kemampuan anak
untuk memantau, mengendalikan, dan mengevaluasi kerjanya
sepanjang pemecahan masalah berlangsung. Dari ketiga komponen
itu maka tulisan ini fokus pada penalaran dan peranannya pada saat
pemecahan masalah berlangsung.
Pemecahan masalah menempati kedudukan sentral dalam
matematika. Jika matematika dipandang sebagai produk maka
pemecahan masalah berada di jantungnya. Pandangan demikian
didasarkan pada fakta bahwa berbagai konsep, prinsip, dan prosedur
dicari dan ditemukan dengan tujuan agar dapat dimanfaatkan dan
bermuara pada pemecahan masalah. Sementara itu, bila matematika
dipandang sebagai suatu proses, maka pemecahan masalah juga
berada di jantungnya. Demikian, karena pada umumnya kemunculan
berbagai obyek matematik dimulai dan dipicu oleh adanya masalah
yang harus diselesaikan atau adanya pertanyaan yang menuntut
jawaban. Halmos (NCTM, 2000, p.341) mengatakan pemecahan
masalah adalah jantungnya matematika.
Penalaran analog atau induktif secara umum memainkan peran
utama dalam penemuan matematik (Polya, 1954, p. v). Penalaran
analog berfungsi sebagai sumber nyata (pasti) yang darinya anak
dapat membangun model mental untuk konsep matematik (English,
1999). English melanjutkan, penalaran analog lebih menuntut kita
melihat pada sifatsifat yang berhubungan dari suatu fenomena atau ide
ketimbang pernak-pernik features) di permukaan. Dan manakala hal ini
gagal dilakukan, maka belajar anak menjadi tidak bermakna. English
lebih lanjut mencontohkan bila kita menggunakan representasi
matematik, maka kita sebetulnya meminta anak untuk bernalar analog.
Memahami masalah (Comprehension) Pada tahapan ini dikatakan
mampu memahami masalah, jika siswa mengerti dari maksud semua
kata yang digunakan dalam soal sehingga siswa mampu menyatakan
soal cerita tersebut dengan kalimat sendiri. Pada tahapan ini siswa
harus bisa menunjukkan ide masalah berbentuk soal cerita secara
umum yang memuat “What, Why, Where, When, Who, dan How”,
dimana ide masalah dalam matematika tersebut direpresentasikan ke
dalam unsur diketahui, ditanya dan prasyarat. Selanjutnya untuk
mengecek kemampuan memahami masalah, siswa diminta
menyebutkan apa saja yang diketahui dan ditanyakan dalam masalah.
Transformasi masalah (Transformation) Tahap ini siswa mencoba
mencari hubungan antara fakta (yang diketahui) dan yang ditanyakan.
Selanjutnya untuk mengecek kemampuan mentransformasikan
masalah yaitu mengubah bentuk soal cerita ke dalam bentuk
matematikanya, siswa diminta menentukan metode, prosedur atau
strategi apa yang akan digunakan dalam menyelesaikan soal.

3. Faktor-faktor yang Mempengari Penalaran Diagram

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan penalaran matematis


adalah sebagai berikut:

Kemampuan penalaran matematis merupakan salah satu bagian dari


hasil belajar. Jika siswa memahami materi dengan baik, berarti bisa
dikatakan bahwa ia telah berhasil dalam belajar. Secara umum proses dan
hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang
bersifat internal maupun eksternal, yakni:

a. Faktor jasmaniah (fisiologi)


Kondisi umum jasmani yang memadai baik yang bersifat bawaan
maupun yang diperoleh, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas
dalam mengikuti pelajaran dan hasil belajarnya. Hal ini meliputi
keadaan panca indera yang sehat, tidak mengalami cacat (gangguan)
tubuh, sakit atau perkembangan yang tidak sempurna.
Faktor fisiologis adalah kondisi fisik yang terdapat dalam diri
individu. Faktor fisiologis terdiri dari: (1) Keadaan tonus jasmani pada
umumnya. Keadaan tonus jasmani secara umum yang ada dalam diri
individu sangat mempengaruhi hasil belajar. Keadaan tonus jasmani
secara umum ini, misalnya tingkat kesehatan, kelelahan, mengantuk
dan kebugaran fisik individu. Apabila badan individu dalam keadaan
bugar dan sehat maka akan mendukung hasil belajar. Sebaliknya jika
badan individu dalam keadaan kurang bugar dan kurang sehat maka
akan menghambat hasil belajar. (2) Keadaan fungsi-fungsi jasmani
tertentu. Keadaan jasmani ini terutama terkait dengan fungsi
pancaindra dan kelengkapan anggota tubuh yang ada dalam diri
individu. Pancaindra merupakan pintu gerbang masuknya pengetahuan
dalam diri individu. Kesempurnaan anggota tubuh akan sangat
menunjang belajar.

b. Faktor psikologis
Banyak faktor yang termasuk aspek psokologis yang dapat
mempengaruhi kualitas proses dan hasil belajar siswa, diantaranya:
minat, motivasi, sikap, bakat, intelegensi dan perhatian siswa itu
sendiri. Faktor psikologis adalah faktor psikis yang ada dalam diri
ndividu. Faktor-faktor psikis tersebut antara lain tingkat kecerdasan,
motivasi, minat, bakat, sikap kepribadian, kematangan dan lain
sebagainya. Tingkat kecerdasan akan mempengaruhi daya serap serta
berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar.
Demikian juga motivasi, bakat dan minat banyak memberikan warna
terhadap aktivitas belajar. Bakat dan minat terhadap suatu mata
pelajaran akan mendorong seseorang mendapat kemudahan mencapai
tujuan belajar, tetapi anak yang kurang berbakat bukan berarti akan
gagal belajar, hanya yang bersangkutan perlu waktu lebih banyak dan
kerja lebih keras untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
Dari beberapa faktor diatas, dapat disimpulkan bahwa sesuatu yang
mempengaruhi proses belajar siswa berasa dari dalam diri siswa dan
juga berasal dari lingkungan di sekitar siswa. Faktorfaktor ini bisa
memberikan dampak positif maupun dampak negative. Untuk dampak
positif, guru perlu menguatkan dan 39 memberi dukungan agar dampak
positif itu bias membuat proses belajar semakin baik. Sedangkan untuk
dampak negative, guru perlu membina dan memberikan arahan agar
hal tersebut tidak mengganggu proses belajar.
c. Faktor lingkungan non sosial
Faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar
siswa, yang termasuk kedalam faktor ini, seperti: gedung sekolah dan
letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang
digunakan siswa. Faktor nonsisial adalah faktor-faktor di luar individu
yang berupa kondisi fisik yang ada di lingkungan belajar. Faktor
nonsosial merupakan kondisi fisik yang ada di lingkungan sekolah,
keluarga maupun di masyarakat, aspek fisik tersebut bisa berupa
perlatan sekolah, sarana belajar, gedung dan ruang belajar, kondisi
geografis , rumah dan sejenisnya.

d. Faktor lingkungan sosial


Faktor sosial adalah faktor-faktor diluar individu yang berupa
manusia. Faktor eksternan yang bersifat sosial, bisa dipilah menjadi
faktor yang berasal keluarga,lingkungan sekolah dan lingkungan
masyarakat (termasuk teman pergaulan anak). Misalnya, kehadiran
orang dalam belajar, kedekatan hubungan antara anak dengan orang
lain, keharmonisan atau pertengkaran dalam keluarga, hubungan antar
personil sekolah dan sebagainya
1. Lingkungan keluarga Keluarga adalah lingkungan pertama yang
memberi pengaruh pada seseorang. Begitu pula dengan
keberhasilan belajar, siswa banyak sekali dipengaruhi oleh
lingkungan keluarganya. Siswa yang belajar akan menerima
pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi
antara anggota keluarga, keadaan keluarga, pengertian orang tua,
keadaan ekonomi keluarga, latar belakang kebudayaan dan suasana
rumah.
2. Lingkungan sekolah Sekolah adalah tempat dimana berlangsungnya
proses belajar mengajar. Lingkungan ini meliputi para guru, para staf
administrasi dan teman-teman sekelas.
3. Lingkungan masyarakat Masyarakat mempunyai pengaruh yang
sangat besar terhadap belajar siswa. Lingkungan tempat tinggal
siswa, tetangga dan teman sepermainan, aturan dalam masyarakat,
dapat berpengaruh terhadap belajar anak

4. Dampak Penalaran Diagram

1. Kemampuan untuk Berkomunikasi

Komunikasi menurut kamus bahasa Indonesia (2001) berarti


pengiriman dan penerimaan berita atau pesan antara dua orang atau
lebih. Berdasarkan pengertian ini berarti dalam komunikasi terjadi
interaksi baik secara tertulis maupun lisan antara pemberi pesan dan
penerima pesan, inetraksi yang terjadi dapat berlangsung searah, dua
arah atau banyak arah. Komuniasi searah banyak terjadi pada
pembelajaran konvensional dimana pengajar lebih mendominasi,
sedangkan komunikasi dua arah atau banyak arah biasa digunakan
dalam pembelajaran yang lebih mengutamakan pada aktivitas
mahasiswa.

Pada waktu kegiatan belajar mengajar b e rl a n g s u n g b i a s a n y


a ma h a sis w a memperoleh informasi tentang konsep matematika dari
pengajar atau bacaan, sehingga pada saat itu terjadi transformasi
informasi dari sumber kepada mahasiswa tersebut. Mahasiswa tentu
akan memberikan respon berdasarkan interpretasinya terhadap
informasi itu. Masalah akan timbul bila respon yang diberikan
mahasiswa tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pengajar,
untuk mengatasi terjadinya hal seperti ini mahasiswa perlu dibiasakan
belajar mengkomunikasikan idenya baik secara lisan maupun tulisan.

Menurut NCTM (2000), komunikasi merupakan bagian yang esensial


dari matematika dan pendidikan matematika. Shield et al. (Mayo et al.,
2007) menyatakan bahwa komunikasi berperan dalam meningkatkan
kualitas pembelajaran matematika. Komunikasi adalah aktivitas kelas
yang menawarkan kemungkinan bagi siswa untuk mengembangkan
pemahaman yang lebih dalam tentang matematika yang mereka
pelajari. Melalui komunikasi akan terlihat sejauh mana siswa
mengeksplorasi pemikiran dan pemahaman mereka terhadap
matematika.

Menurut Baroody (1993), pembelajaran matematika hendaknya


membantu mahasiswa mengomunikasikan ide matematisnya melalui
representasi, mendengar (listening), membaca (reading), diskusi
(discussing), dan menulis (writing). Menurut Greenes et al. (1996),
komunikasi matematis merupakan (1) kekuatan sentral bagi siswa
dalam merumuskan konsep dan strategi; (2) modal keberhasilan bagi
siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan
investigasi matematik; (3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi
dengan temannya untuk memperoleh informasi, berbagi pikiran dan
penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk
meyakinkan yang lain.

2. Kemampuan untuk bernalar

Penalaran matematis mensyaratkan kemampuan untuk memilah apa


yang penting dan tidak penting dalam menyelesaikan sebuah
permasalahan dan untuk menjelaskan atau memberikan alasan atas
sebuah penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan penalaran
siswa, seharusnya guru tidak hanya memberikan pertanyaan kepada
siswa yang bersifat mengingat kembali tentang sesuatu atau prosedur
metematika, melainkan juga seharusnya memberikan pertanyaan yang
mendorong siswa untuk berpikir, bernalar, dan menjelaskan
pengetahuannya.

Menurut Sumarmo aktivitas yang tercakup di dalam penalaran


matematika yaitu:

1. Menarik kesimpulan logis


2. Menggunakan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-
sifat dan hubungan
3. Memperkirakan jawaban dan proses solusi, menggunakan pola dan
hubungan
4. Untuk menganalisis situasi matematik
5. Menarik analogi dan generalisasi
6. Menyusun dan menguji aturan inferensi
7. Memeriksa validitas agumen
8. Menyusun argumen yang valid
9. Menyusun pembuktian langsung
10. Menggunakan induksi matematika

Penalaran memiliki peran yang amat penting dalam proses berpikir


seseorang. Dimana proses berpikir itu merupakan proses penarikan
kesimpulan yang dilakukan dengan aturan-aturan sehingga
memperoleh kebenaran. Untuk menarik kesimpulan sehingga diperoleh
kebenaran, maka dapat dilakukan dengan penalaran induktif dan
penalaran deduktif.

3. Kemampuan untuk memecahkan masalah

Pemecahan masalah merupakan aktivitas mental tingkat tinggi,


sehingga tidak mudah mengembangkan keterampilan pemecahan
masalah dalam pembelajaran Matematika. Pemecahan masalah juga
menjadi tugas yang paling sulit bagi siswa untuk mempelajarinya dan
guru untuk mengajarkannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Polya
(1975:1) “One the most important of the teacher is to help his or her
student. This task is not quite easy; it’s demand times, practice,
devation, and sound principle ” salah satu terpenting dari seorang guru
adalah membantu siswanya.

Tugas ini tidaklah mudah, memerlukan banyak waktu, latihan,


kesetiaan, dan prinsip yang kuat. Pernyataan ini dipertegas oleh Proudfit
dan Putt dalam Warli (2006:1) “intruction in problem solving has also
been recognized as being a difficul task” pembelajaran pemecahan
masalah telah di akui sebagai tugas yang sulit, serta temuan Siswono
(2007:11) bahwa salah satu masalah dalam pembealajaran Matematika
adalah rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah
khususnya soal tidak rutin.
Tahap-tahap model pembelajaran berbasis masalah menurut Sears
(2002: 12-13) adalah engagement, inquiri and investigation,
performance, dan debriefing. Engagement mencakup beberapa hal
seperti: (a) mempersiapkan siswa untuk dapat berperan sebagai self
directed problem solver yang dapat berkolaborasi dengan pihak lain; (b)
kegiatan mengidentifikasi pengetahuan yang dimiliki siswa; dan (c)
menghadapkan siswa pada situasi yang mendorong mereka untuk
mampu menemukan masalahnya. Inquiry and investigation merupakan
kegiatan yang meliputi: (a) mengeksplorasi banyak cara untuk
mendapatkan solusi masalah; dan (b) mengumpulkan dan
mendistribuskan informasi dalam kelompok kemudian memprioritaskan
satu solusi masalah. Performance merupakan kegiatan
mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Sedangkan debriefing
merupakan kegiatan melakukan refleksi atas efektivitas seluruh
pendekatan yang digunakan dalam menyelesaikan masalah.

4. Kemampuan mengaitkan ide

Kemampuan-kemampuan tersebut dapat dikembangkan melalui


pembelajaran matematika, yang merupakan suatu proses untuk
membantu manusia dalam mengembangkan dirinya. Tujuan utama
pembelajaran matematika adalah pemecahan masalah, sehingga
proses pemecahan masalah menjadi bagian penting dalam
pembelajaran. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan mempelajari 673
matematika menurut Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 yaitu agar
peserta didik memiliki kemampuan memecahkan masalah (Depdiknas,
2006: 346). Untuk mempelajari matematika, siswa dituntut memiliki
kemampuan berpikir yang tinggi dalam memecahkan berbagai masalah
tersebut.

Kemampuan berpikir dipandang sebagai kemampuan seseorang


dalam menyelesaikan suatu masalah dengan menggunakan nalarnya.
Kemampuan berpikir dalam matematika lebih ditekankan pada
prosesnya, yakni proses berpikir dasar, kritis, serta berpikir kreatif. Oleh
karena itu, kemampuan berpikir dalam matematika lebih tepat
diistilahkan sebagai kemampuan berpikir dasar, kemampuan berpikir
kritis, serta kemampuan berpikir kreatif.

Kemampuan berpikir kreatif dapat meningkatkan pemahaman dan


mempertajam bagian-bagian otak yang berhubungan dengan kognitif
murni. Ketika kemampuan berpikir kreatif berkembang maka akan
melahirkan gagasan (ide), menemukan hubungan yang saling berkaitan,
membuat dan melakukan imajinasi, serta mempunyai banyak perspektif
terhadap suatu hal. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif
tinggi cenderung akan merasa tertantang dan tertarik untuk
menyelesaikan berbagai masalah dalam belajar. Ketertarikan untuk
menyelesaikan masalah ini juga menyebabkan munculnya rasa ingin
tahu.

Melalui rasa ingin tahu, belajar bukan sekedar mengetahui namun


mengeksplorasi guna mengetahui lebih lanjut sehingga memberi makna
atas apa yang diperoleh dalam proses belajar. Rasa ingin tahu
merupakan dasar untuk mengetahui sejauh mana kemampuan telah
dicapai.

5. Kemampuan untuk berpikir kreatif.

Berpikir merupakan proses pengetahuan hubungan antara stimulus dan


respons dari kegiatan kognitif tingkat tinggi (Iskandar, 2009: 82). Sementara
kemampuan berpikir merupakan kegiatan penalaran yang reflektif, kritis, dan
kreatif yang berorientasi pada suatu proses intelektual yang melibatkan
pembentukan konsep, aplikasi, analisis, menilai informasi yang terkumpul
(sintesis) atau dihasilkan melalui pengamatan, pengalaman, refleksi atau
komunikasi sebagai landasan kepada satu keyakinan dan tindakan.
Kemampuan berpikir berkaitan dengan seseorang individu dalam
menggunakan kedua domain kognitif dan afektif dalam usaha untuk
mendapatkan atau memberikan informasi, menyelesaikan masalah atau
membuat keputusan.
Kreativitas merupakan hasil dari proses berpikir kreatif. Crow & Crow (1984:
447) berpendapat bahwa berpikir kreatif melibatkan diri dalam proses yang
sama yang digunakan dalam bentuk berpikir lain yang meliputi penalaran,
asosiasi, dan pengungkapan kembali. Proses dalam hal ini adalah menerima,
mengingat, memberi analisa kritik, dan menggunakan hasilnya dalam
pemecahan masalah. Sementara Santrock (2011: 310) mendefinisikan kreatif
sebagai kemampuan untuk memikirkan sesuatu dengan cara-cara yang baru
dan tidak biasa dan melahirkan suatu solusi yang unik terhadap masalah-
masalah. Sejalan dengan Santrock, Sternberg (2003: 325-326) mendefinisikan
berpikir kreatif sebagai pemikiran yang baru dan menghasilkan ide -ide yang
bernilai. Moeller, Cutler & Fiedler (2013: 58) juga menyatakan berpikir kreatif
termasuk brainstorming, menciptakan ide-ide baru dan berharga,
menguraikan, menyempurnakan, menganalisis, dan mengevaluasi.

Berpikir kreatif sering didefinisikan sebagai berpikir divergen. Hal ini


dijelaskan oleh Guilford (Kaufman, Pluker & Baer, 2008: 17) yang menyatakan
bahwa dalam kategori berpikir divergen, ditemukan kemampuan yang paling
signifikan yaitu berpikir kreatif dan penemuan. Pendapat Guilford dipertegas
oleh Tan, Teo & Chye (2009: 7) yang mengatakan bahwa tindakan kreatif dapat
dianggap baik sebagai fenomena mental atau intelektual, yang dikenal sebagai
berpikir kreatif atau berpikir divergen, atau sebagai proses yang menghasilkan
produk sosial dan budaya, seperti musik, karya seni, ilmu pengetahuan, dan
teknologi. Menurut McGregor (2007: 168), kreativitas melibatkan berpikir
divergen yang merupakan kemampuan untuk memperoleh ide baru dan asli
yang menjadi sesuatu yang tidak biasa. Lebih lanjut, McGregor (2007: 169)
mengungkapkan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk melihat sesuatu
dari cara yang berbeda, melihat masalah dengan cara yang mungkin tidak
terpikirkan oleh orang lain, dan mengembangkan solusi yang baru, tunggal,
dan efektif.

Pehkonen (1997: 65) mendefinisikan berpikir kreatif sebagai kombinasi dari


berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi namun
memiliki tujuan sadar.
CONTOH SOAL :

Untuk soal nomor 1 sampai dengan nomor 5, masing-masing soal


terdiri tiga kata meimiliki hubungan antara satu sama lain atau
tidak memiliki hubungan sama sekal. Sesuatu yang diwakili oleh
ketiga kata pada setiap soal, satu sama lain dapat memiliki pola
hubungan himpunan yang berbeda yang digambarkan oleh lima
macam diagram pola hubungan. Jawablah dengan memilih satu
dari lima pilihan jawaban yang ada dengan cara menghitamkan
bulatan pada lembar jawaban computer.

1. Politikus, Wanita, Konsumen

2. Indonesia, Makassar, dan Bandung

3. Nuri, Elang, Burung


4. Alas kaki, sepatu, semir

5. Jari, Alat gerak, Tangan

KUCI JAWABAN :

1. Hubungan antara politikus, wanita, dan konsumen hasilnya adalahah


 Ada politikus yang merupakan konsumen, dan sebaliknya
 Ada sebagian wanita yang merupakan politikus, dan sebaliknya.
 Ada sebagian konsumen yang merupakan wanita, dan sebalinya.
 Ada juga wanita yang merupakan politikus dan konsumen
sekaligus.

Dengan demikian, diagram yang tepat bagi hubungan ketiganya


adalah pilihan C.

Jawaban: C

2. Hubungan antara Negara, kota dan Jakarta hasilnya adalah sebagai


betikut:
 Bandung adalah ibu kota provinsi jawa barat dan Makassar adalah
ibu kota provesnsi Sulawesi selatan. Keduanya merupakan ibu
kota dari provinsi-provinsi bagian Indonesia.
 Akan tetapi, Makassar dan Bandung tidak memiliki kesamaan atau
hubungan satu sama lain.
Dengan demikian, diagram yang tepat bagi hubungan ketiganya
adalah A.

Jawaban: A

3. Kita perlu melaah hubungan antara nuri, elang, dan burung. Hasilnya
adalah sebagai berikut:
 Nuri dari elang merupakan himpunan bagian dari burung
 Nuri adalah burung pemakan biji-bijian, sedangkan elang adalah
burung pemakan daging. Kedua burung tersebut tidak memiliki
kesamaan atau hubungan.

Dengan demikian, diagram yang tepat bagi hubungan ketiganya


adalah B

Jawaban: B

4. Hubungan antara alas kaki, sepatu, dan semir. Hasilnya adalah sebagai
berikut:
 Sepatu merupakan himpunan bagian dari alas kaki
 Semir bukan merupakan alas kaki dan bukan merupakan jenis
sepatu. Semir hanya bisa digunakan untuk memperbaiki
penampilan sepatu.

Dengan demikian, diagram yang tepat bagi hubunagan ketiganya


adalah pilihan D

Jawaban: D

5. Hubungan antara jari, alat gerak, Tangan. Hasilnya adalah sebagai


berikut:
 Jari merupakan bagian dari tangan
 Sementara itu, tangan merupakan bagian dari alat geraknya.

Dengan demikian, diagram venn yang tepat bagi hubungan keiganya


adalah E

Jawaban: E

Anda mungkin juga menyukai