Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KONSTRUK TES PSIKOLOGI

“Deret Angka”

(Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Konstruk Tes Psikologi)
Dosen Pengampu: 1. Hasniar A. Radde, S. Psi., M. Si.
2. Tarmizi Thalib, S. Psi., M. A.
3. Muh. Fitrah Ramadhan Umar S.Psi., M. Si

DISUSUN OLEH :

A.Nur Adnandya Isnan Nugraha SAM.T


4519091053

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS BOSOWA
A. Definisi

Azwar (2016) menjelaskan bahwa deret angka merupakan susunan


beberapa bilangan yang urutannya berdasarkan pola-pola tertentu. Pada
pola urutan digunakan pola, penambahan, perkalian, pengurangan,
pembagian, pemangkatan, penarikan akar, dan kombinasi dari pola-pola
tersebut. Bilangan dapat disajikan dalam bentuk angka bulat atau pecahan.
Pada pilihan jawaban salah satunya berupa angka kelanjutan dari deretan
tersebut. Komponen deretan angka dibuat bukan untuk menguji
pengetahuan terkait deret ukur ataupun deret hitung seperti yang diajarkan
di kelas-kelas matematika pada umumnya.

Istiqomah (2020) menjelaskan bahwa deret angka ialah sebuah barisan


bilangan yang didalamnya terdiri dari urutan bilangan-bilangan dengan
aturan tertentu dan deret terbagi atas 2 bagian yakni, deret aritmatika dan
deret geometri. Deret aritmatika sendiri ialah barisan-barisan bilangan yang
selisih antara dua suku yang berurutan sama atau tetap. Selisih dua suku
yang berurutan disebut beda (b) sedangkan deret geometri ialah jumlah
dari barisan geometri yang berisikan bilangan hasil bagi dua suku yang
berurutan selalu tetap (sama).

Soenarjo, (2008) Dalam bukunya menyebutkan bahwa deret angka atau


deret aritmatika merupakan barisan yang tersusun dengan aturan bahwa
suku-sukunya bertambah dengan bilangan tertentu dengan tetap.
Biasanya aritmatika ini digunakan untuk kehidupan sehari-hari seperti
menghitung tabungan seseorang dibulan ke-empat dia menabung atau
sekedar mengetahui nilai awal suatu hal.

Dalam buku metematika terbitan Kemendikbud (2015) menjelaskan


bahwa deret angka atau deret aritmetika terdiri dari barisan bilangan yang
memiliki pola atau aturan tertentu yang tetap. Adapun barisan bilangan
tersebut juga memeliki kedudukan tiap-tiap bilangan pada barisan bilangan
yang disebut suku-suku. Secara umum suku-suku pada barisan bilangan
dapat dituliskan sebagai U1 , U2 , U , …, Un
B. Kemampuan Psikologis yang diungkap
Deret aritmatika atau deret angka ini berusaha untuk mengungkap
kemampuan psikologis seseorang berdasarkan atas komponen kemampuan
intelegensi,memory dan atensinya terhadap urutan nomor yang hilang dan
urutan nomor yang ada. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Handayani,dkk (2020) tentang analisis kesalahan siswa dalam menyelesaikan
soal cerita materi barisan dan deret aritmatika yang membuktikan secara
signifikan bahwa siswa mengalami kendala dalam mepersepsikan konsep deret
aritmetika dan terkendala terkait dengan factor internal seperti kemampuan
intelegensi dan motivasi.
1. Kemampuan Kognitif
Charles, E dalam azwar, (2016) menyebutkan bahwa untuk melihat
kemampuan intelegensi seseorang diperlukan factor g-dan factor-s,
adapun hal untuk mengungkap kemampuan intelegensi seseorang
terdapat dua komponen kuantitatif yang penting, yaitu eduksi-relasi
(education of relation) yang merupakan semacam kemampuan untuk
menemukan dasar hubungan yang ada diantara beberapa hal atau
objek dan komponen kedua, yakni edukasi-korelasi (education of
correlation) yang merupakan kemampuan menggunakan hubungan
dasar yang telah diperoleh dalam proses eduksi-relasi sebelumnya ke
dalam situasi baru. Dalam deret aritmetika ini sendiri berusaha untuk
menghubungkan angka yang hilang dan berupaya mengurutkan
berdasarkan pola yang terlihat dari suku angka yang tersedia. Deret
aritmetika atau deret angka ini berusaha menunjukkan kemampuan
kognitif seseorang berdasarkan eduksi-relasi.
Darounch dkk, (2017) Kemampuan kognitif sendiri perlu dipahami
melalui system kognitif itu sendiri dimana, system kognitif merupakan
perangkat pengolah yang kompleks pada manusia yang mampu
memperoleh, melestarikan,memproses dan mentransmisikan informasi.
Kemampuan Kognitif ini berfokus pada keterampilan berpikir, termasuk
belajar, pemecahan masalah, rasional dan mengingat.
Khadijah, (2016) dalam bukunya menjelaskan kemampuan kognitif
sering kali diartikan sebagai kecerdasan,daya nalar atau berpikir.
Kemampuan kognitif atau intelektual adalah suatu kemampuan berpikir
atau daya untuk menghubungkan suatu peristiwa dengan peristiwa
lainnya serta kemampuan menilai dan mempertimbangkan segala hal
yang diamati disekitar atau lebih simpelnya kemampuan kognitif dapat
diartikan sebagai luas daya nalar,kreatifitas,atau daya cipta,
kemampuan berbahasa serta daya ingat.
2. Kemampuan Atensi
Santrock (2012) mengatakan bahwa atensi merupakan usaha untuk
memfokuskan sumber-sumber daya mental untuk melakukan seleksi
terhadap informasi yang diterima oleh panca indra. Hal tersebut
bertujuan untuk meningkatkan pemrosesan kognitif terhadap berbagai
tugas yang akan dilakukan. Ketika seseorang mengorientasikan
atensinya ke suatu objek atau peristiwa, maka bagian lobus parietalis
yang berfungsi untuk mengatur sensasi tubuh, tulisan, posisi tubuh dan
berfungsi menerjemahkan informasi yang dikirimkan oleh bagian otak
lain akan secara automatic menjadi aktif.
Harefa, (2018) atensi adalah sebuah tindakan yang disadari oleh
manusia dalam mengarahkan dan memilih serta menjaga tingkah
lakunya agar stimulus yang sampai akan berhasil demi mencapai
maksud tertentu atau mendapatkan sebuah makna dari proses memilih
hal yang ingin difokuskan. Atensi juga merupakan kegiatan tambahan
dari serangkaian proses dalam menangkap objek tertentu untuk
disampaikan kepada otak melalui sensasi dan persepsi. Selain itu atensi
juga muncul dengan cara bersamaan dengan seluruh rangkaian
pemikiran yang nampak dan jelas (Collerton, D. ed., 2015).
Hal yang sama jugaa dijelaskan dalam Asrori, (2020) dalam bukunya
yang menjelaskan terdapat area asosiasi atau biasa disebut juga
dengan cerebrum atau otak besar. Area ini terdiri dari beberapa
komponen yaitu lobus parietalis, lobus frontalis, lobus temporalis, dan
lobus occipitalis. Yang mana komponen ini berfungsi sebagai fungsi
kognitif, emosi, dan pencarian makna hidup, artinya pada area asosiasi
inilah tempat kesadaran seseorang diproses saat melihat sesuatu.
3. Kemampuan Memory (Daya Ingat)
Wade & Tavriz, (2007) Daya ingat (Memory) merujuk pada
kemampuan individu memiliki dan mengambil kembali informasi dan
juga struktur yang mendukungnya serta suatu bentuk kompetensi,
selain itu memori juga memungkinkan individu memiliki identitas diri.
Memori atau daya ingat merupakan sesuatu yang sangat penting bagi
manusia karena merupakan kekuatan jiwa manusia untuk menerima,
menyimpan, memproses dan memproduksi pengertian serta hal lain.
Musdalifah (2019) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa memori
manusia dapat diolah secara sadar (conscious processing) dan secara
otomatis, selain itu memory adalah kemampuan mental untuk
menyimpan dan mengingat kembali sensasi, kesan dan ide-ide. Hal
senada juga disampaikan May & Einstein (2013) yang mengatakan
bahwa memori manusia memiliki sistem yang tidak jauh berbeda
dengan komputer yang memproses informasi yang telah dilalui untuk
disimpan kemudian digunakan sesuai perintah.
Bruce (2009) mengakatakan bahwa memori merupakan inti dari
perkembangan kognitif, sebab segala bentuk belajar dari individu
melibatkan memori. Dengan memori individu dapat menyimpan
informasi yang diterima sepanjang waktu. Tanpa memori, individu
mustahil dapat merefleksikan dirinya sendiri, karena pemahaman diri
sangat tergantung pada suatu kesadaran yang berkesinambungan,
yang hanya dapat terlaksana dengan adanya memori.”
Khodijah (2014) menggambarkan Proses memori bekerja (record)
yang meliputi tiga cara, yaitu: recall, recognition, dan rekonstruksi
inferensial. Recall merupakan proses memunculkan record dengan
bantuan cue. Recognition adalah proses record tanpa cue.
Rekonstruksi inferensial digunakan bila cue hanya menyebabkan
kemunculan sebagian record. Cue dalam hal ini dapat diartikan
dengan suatu isyarat pemanggilan atau menimbulkan kembali dalam
ingatan sesuatu yang telah dipelajari.
Gelodstein (2011) menggambarkan proses memori adalah
mengambil, mempertahankan dan menggunakan informasi mengenai
hal-hal tentang rangsangan yang diterima oleh indera setelah hal-hal
tersebut sudah tidak ada atau telah berlalu. Memori tersebut dapat
membuat pengalaman yang berisikan informasi tersebut kembali
muncul sebagai sebuah hal yang dapat dirasakan.
4. Kemampuan Berpikir Kritis
Menurut Desmita (2013) mengatakan bahwa berpikir kritis adalah
kemampuan berpikir secara logis, reflektif, dan produktif yang
diaplikasikan dalam menilai situasi untuk membuat pertimbangan dan
keputusan yang baik. Hal yang serupa dijelaskan Eline.B, (2002) dalam
bukunya yang berjudul Contextual Teaching & Learning menjelaskan
bahwa berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas
dan digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah,
mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan
penelitian ilmiah.
Ennis (dalam Abdullah,2013) mendefinisikan berpikir kritis sebagai
suatu proses berpikir dengan tujuan untuk membuat keputusan-
keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan mengenai apa yang
akan diyakini dan apa yang akan dilakukan, diperlukan informasi yang
reliabel dan pemahaman terhadap topik atau lapangan studi. Selain itu
menurut Ennis seseorang yang berpikir kritis sangat mampu mengambil
keputusan mengenai apa yang akan diyakini dan apa yang akan
dilakukan berdasarkan informasi yang diperoleh dan pemahaman yang
dalam terhadap informasi yang diperoleh.
Kholid, (2018) Berpikir kritis merupakan pemikiran analitis dan
refleksi yang mencakup kegiatan pengujian, mempertanyakan,
mengkorelasikan dan menilai kembali aspek-aspek masalah yang
sedang dihadapi. Pentingnya kemampuan berpikir kritis dalam
memecahkan masalah seperti masalah matematika dapat memperbaiki
kualitas berpikir dan menjadikan pemikir lebih memahami konten yang
sudah dipelajari. Tidak hanya itu, cara berpikir seseorang akan lebih
sistematis, lebih paham dan mampu membuat beragam solusi untuk
menyelesaikan suatu masalah.
Menurut De Porter, (2001) berpikir kritis adalah berlatih atau
memasukkan penilaian atau evaluasi yang cermat, seperti menilai
kelayakan suatu gagasan yang dapat diterima atau tidak dapat diterima
berdasarkan analisis dan pengalaman yang telah dilalui. Lebih lanjut,
Johnson, E (2007) mengatakan bahwa berpikir kritis adalah sebuah
proses terorganisasi yang memungkinkan seseorang untuk
mengevaluasi sebuah bukti, asumsi, logika, dan bahasa yang
mendasari pernyataan orang lain.
Dari beberapa definisi diatas dapat dipahami bahwa kemampuan
berpikir kritis adalah suatu proses yang dilakukan seseorang dengan
terampil dan aktif secara terorganisasi untuk mengevaluasi hal-hal yang
ada disekitarnya melalui pengalaman yang telah dilalui dan mampu
mendalami masalah tersebut dengan logis serta mampu membuat
beragam solusi untuk menyelesaikan suatu masalah.
5. Kemampuan Pemecahan Masalah
Sumarmo (2000) Kemampuan Pemecahan Masalah merupakan
suatu proses untuk mengatasi kesulitan yang ditemui guna mencapai
suatu tujuan yang diinginkan. Dalam deret aritmetika ini kemampuan
pemecahan masalah sangat digunakan dalam menyelesaikannya.
National Council of Teacher Mathematics (200) juga menjelaskan
bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah salah satu tujuan
utama dari pembelajaran matematika.
Rahman,dkk (2003) menuturkan bahwa kemampuan pemecahan
masalah merupakan karakteristik matematika dan media untuk
mengembangkan pengetahuan matematis seseorang, lebih lanjut
Widjajanti, (2009) juga menjelaskan bahwa kemampuan pemecahan
masalah merupakan sebuah fokus utama dalam mempelajari
matematika baik di segala tingkatan.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
pemecahan masalah dapat dikatakan sebagai salah satu aspek yang
sangat penting yang harus diterapkan dalam mempelajari hal-hal yang
berhubungan dengan matematika, maka dari itu deret aritmetika yang
notabenenya adalah matematika juga menggambarkan kemampuan
pemecahan masalah seseorang.
C. Faktor-Faktor yang mempengaruhi
1. Sensasi
Wade, Tavris, & Garry, (2016) dalam bukunya menjelaskan sensasi
merupakan deteksi energi fisik yang dipancarkan atau direfleksikan objek-
objek fisik oleh organ-organ sensoris sedangkan dalam buku lain
mengemukakan bahwa sensasi merupakan deteksi sebuah stimulus oleh
panca indra misalnya cahaya, tekanan mekanis, atau molekul kimia, maka
alat reseptor atau indra akan mengubah energi tersebut dari stimulus
menjadi impuls listrik yang berjalan sepanjang saraf menuju otak yang
kemudian sistem saraf mengubah pesan-pesan yang diterima otak menjadi
sebuah informasi (Latipah, 2017).
Rakhmat, (2018) juga menyatakan bahwa dalam proses penerimaan
informasi terhadap sesuatu, sensasilah merupakan tahap awal yang dilalui
sebelum informasi dapat dipahami oleh otak dan dipersepsikan. Sensasi
yang dirasakan oleh seseorang didapatkan dari proses penginderaan
dengan situasi lingkungan atau respon spontan yang tidak memerlukan
penguraian verbal, simbolis, atau bahkan konseptual. Hal yang sama juga
disampaikan Sears, (2019) yang menyebutkan sensasi merupakan suatu
hal mengenai kesan yang dialami masing-masing individu terhadap hal
yang ia rasakan oleh alat indra.
Sarwono, (2018) juga menjelaskan bahwa sensasi adalah suatu bentuk
stimulus yang diterima tubuh oleh saraf yang terhubung dari otak ke
seluruh organ tubuh. Sensasi yang diterima oleh perantara indra, lalu
diolah melalui saraf. sensasi tersebut diterima melalui panca indra, seperti
penciuman, peraba, pengecap, pendengaran dan penglihatan. Setelah
merasakan sesuatu sebagai bentuk sensasi kemudian akan diterima oleh
tubuh dalam bentuk stimulus yang kemudian akan menjadi persepsi dalam
penangkapannya, sensasi yang diterima tubuh juga dapat berupa bentuk,
tekstur dan rasa.
Rakhmat, (2012) menyampaikan hal serupa terkait dengan sensasi
dalam bukunya menjelaskan bahwa sensasi dan proses sensasi, dimana
Panca indra menerima informasi melalui lingkungan sekitar, melalui alat
indra kita dapat lebih memahami kualitas dari suatu stimulan berdasarkan
fisiknya dan melalui alat indra manusia dapat menerima ilmu pengetahuan
serta kemampuan.
2. Peresepsi
Wade, Tavris, & Garry, (2014) dalam bukunya menjelaskan bahwa
persepsi adalah proses yang diatur oleh otak untuk menginterpretasikan
informasi yang diterima organ sensoris atau hal yang dirasakan oleh
sensasi, jadi dalam penerimaan informasi persepsi adalah hal akhir yang
akan terjadi setelah sensasi yang dirasakan indra reseptor terjadi. Terdapat
banyak kemampuan persepsi dasar yang bersifat bawaan atau diperoleh
pada sejak seseorang dilahirkan seperti prinsip gestalt mengenai figur dan
latar belakang yang mendeskripsikan strategi visual yang digunakan oleh
otak untuk mempersepsikan bentuk (Goldstein, 2014).
Dalam buku lain Goldstein & Brockmole, (2017) menjelaskan bahwa
persepsi adalah sebuah proses penangkapan hal-hal dilingkungan oleh
indra stimuli seperti stimuli melihat pohon, burung, bau di udara dan
berakhir dengan respon perilaku atau atensi untuk memahami, mengenali
dan mengambil tindakan dari hal yang dirasakan tersebut. Sebagai contoh
seseorang baru melihat sebuah pohon langka,kemudian memahami pohon
itu seperti apa, mengenali pohon dan melakukan tindakan setelahnya
seperti memegang pohon untuk menambah persepsi baru atau melihat
akarnya dan sebagainya.
Baihaqi, (2016) menjelaskan terkait dengan persepsi dimana persepsi
adalah proses yang akan terjadi setelah sensasi selain itu, persepsi juga
merupakan suatu aktivitas dalam mencari dan menemukan serta
membahasakan terkait dengan stimulus yang dirasakan oleh indra. Dalam
proses terjadinya persepsi tentu akan melibatkan informasi dan
pengalaman yang telah dilewati dan tersimpan didalam memori. Seseorang
akan bisa mengingat atau mengenali sesuatu yang ada disekitarnya
dikarenakan adanya persepsi yang membantu respon seseorang dalam
menjelaskan dunianya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya persepsi dibagi
menjadi dua, yaitu faktor personal dan faktor situasional. Faktor fungsional
yang menjelaskan bagaimana fungsi dari sensasi yang diterima menjadi
sebuah persepsi atau makna, sedangkan faktor situasional didasarkan
pada kondisi apa dan bagaimana sensasi menjadi persepsi. Selain dari dua
hal tersebut terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi persepsi, yaitu
perhatian atau atensi yang diberikan terhadap sensasi yang kita
rasa,konsep fungsional dan konsep struktural terhadap suatu objek
tertentu (Faizah, 2012).
Dari penjelasan definisi diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa
persepsi merupakan sebuah proses yang terjadi setelah seseorang melalui
proses sensasi dari alat indra yang kemudian dikirim melalui implus saraf
untuk dintepretasikan sebagai sebuah makna atau arti,secara sederhana
persepsi merupakan sebuah alat penerjemah dari hasil sensasi yang
dirasakan oleh alat indra manusia.
3. Minat Belajar
Minat belajar terdiri dari dua kata yakni minat dan belajar, dua kata ini
beda arti, untuk itu penulis akan mendefinisikan satu persatu. Menurut Gie
(2004) minat mempunyai peranan dalam “Melahirkan perhatian yang serta
merta, memudahkan terciptanya pemusatan perhatian, dan mencegah
gangguan perhatian dari luar”. Lebih lanjut Hilfard dalam Slameto (2010)
menyatakan bahwa: Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan ini termasuk
belajar yang diminati siswa akan diperhatikan terus menerus yang disertai
rasa senang.
Slameto dalam Asmani (2009) mengatakan bahwa minat adalah rasa
lebih suka dan ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas tertentu, tanpa
ada yang menyuruh. Demikian di dalam jiwa seseorang yang
memperhatikan sesuatu ia mulai dengan menaruh minat terhadap hal itu.
Minat juga erat hubungannya dengan kepribadian seseorang dalam ketiga
fungsi jiwa: kognisi, emosi dan konasi terdapat dalam minat kadang minat
itu timbul dengan sendirinya, dan kadang-kadang perlu diusahakan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa minat
adalah kecenderungan jiwa terhadap suatu yang terdiri dari perasaan
senang, memperhatikan, kesungguhan, adanya motif dan tujuan dalam
mencapai suatu tujuan. Sehingga dalam mempelajari deret aritmetika perlu
menggunakan minat untuk menggerakan jiwa dalam mempelajari
matematika lebih dalam.
4. Memory (Daya Ingat)
Wade, (2008) Daya ingat (Memory) merujuk pada kemampuan individu
memiliki dan mengambil kembali informasi dan juga struktur yang
mendukungnya serta suatu bentuk kompetensi, selain itu memori juga
memungkinkan individu memiliki identitas diri. Memori atau daya ingat
merupakan sesuatu yang sangat penting bagi manusia karena merupakan
kekuatan jiwa manusia untuk menerima, menyimpan, memproses dan
memproduksi pengertian serta hal lain. Musdalifah (2019) dalam
penelitiannya menjelaskan bahwa memori manusia dapat diolah secara
sadar (conscious processing) dan secara otomatis, selain itu memory
adalah kemampuan mental untuk menyimpan dan mengingat kembali
sensasi, kesan dan ide-ide. Hal senada juga disampaikan May & Einstein
(2013) yang mengatakan bahwa memori manusia memiliki sistem yang
tidak jauh berbeda dengan komputer yang memproses informasi yang telah
dilalui untuk disimpan kemudian digunakan sesuai perintah.
Bruce (2009) mengakatakan bahwa “Model pembelajaran memorization
(memori model) didefinisikan sebagai pola atau desain pembelajaran yang
menggunakan memori untuk meningkatkan pemahaman dengan strategi
membangun hubungan objek-objek yang dipelajari serta hubungan
konseptualnya. Jadi memori merupakan inti dari perkembangan kognitif,
sebab segala bentuk belajar dari individu melibatkan memori. Dengan
memori individu dapat menyimpan informasi yang diterima sepanjang
waktu. Tanpa memori, individu mustahil dapat merefleksikan dirinya
sendiri, karena pemahaman diri sangat tergantung pada suatu kesadaran
yang berkesinambungan, yang hanya dapat terlaksana dengan adanya
memori.”
Khodijah (2014) menggambarkan Proses memunculkan kembali
memori (record) yang tersimpan dalam memori permanen meliputi tiga
cara, yaitu: recall, recognition, dan rekonstruksi inferensial. Recall
merupakan proses memunculkan record dengan bantuan cue. Recognition
adalah proses record tanpa cue. Rekonstruksi inferensial digunakan bila
cue hanya menyebabkan kemunculan sebagian record. Cue dalam hal ini
dapat diartikan dengan suatu isyarat pemanggilan atau menimbulkan
kembali dalam ingatan sesuatu yang telah dipelajari.
Gelodstein (2011) menggambarkan proses memori adalah mengambil,
mempertahankan dan menggunakan informasi mengenai hal-hal tentang
rangsangan yang diterima oleh indera setelah hal-hal tersebut sudah tidak
ada atau telah berlalu. Memori tersebut dapat membuat kita seolah-olah
berada di situasi tertentu dan menghidupkannya kembali. Selain itu,
memori membantu kita dalam mengingat kembali informasi-informasi
penting di masa lalu, seperti pembelajaran atau keterampilan yang pernah
dipelajari.
5. Kemampuan Pemecahan Masalah
Sumarmo (2000) Kemampuan Pemecahan Masalah merupakan suatu
proses untuk mengatasi kesulitan yang ditemui guna mencapai suatu
tujuan yang diinginkan. Dalam deret aritmetika ini kemampuan pemecahan
masalah sangat digunakan dalam menyelesaikannya. National Council of
Teacher Mathematics (2000) juga menjelaskan bahwa kemampuan
pemecahan masalah adalah salah satu tujuan utama dari pembelajaran
matematika.
Rahman,dkk (2003) menuturkan bahwa kemampuan pemecahan
masalah merupakan karakteristik matematika dan media untuk
mengembangkan pengetahuan matematis seseorang, lebih lanjut
Widjajanti, (2009) juga menjelaskan bahwa kemampuan pemecahan
masalah merupakan sebuah fokus utama dalam mempelajari matematika
baik di segala tingkatan.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
pemecahan masalah dapat dikatakan sebagai salah satu aspek yang
sangat penting yang harus diterapkan dalam mempelajari hal-hal yang
berhubungan dengan matematika, maka dari itu deret aritmetika yang
notabenenya adalah matematika juga menggambarkan kemampuan
pemecahan masalah seseorang.
D. Dampak
1. Prestasi Belajar
Taofik, (2021) Prestasi belajar merupakan sebuah kemampuan
seseorang untuk memperlihatkan perubahan-perubahan dalam suatu
bidang pengetahuan atau sebuah pengalaman, nilai dan sikap. Keberhasilan
prestasi belajar dapat dilihat dari tingkat pemahaman dan penguasaan
materi serta peningkatan potensi selama belajar. Prestasi belajar dapat
dicapai oleh seseorang setelah melakukan kegiatan belajar dalam kurun
waktu tertentu. Secara sederhana prestasi belajar merupakan hasil dari
proses belajar yang diulang dan dicapai oleh seseorang setelah belajar
dalam kurun waktu tertentu.
Wasty Soemanto, (2003) menjelaskan bahwa prestasi belajar penting
untuk diketahui seseorang karena dengan mengetahui hasil-hasil yang
sudah dicapai maka siswa akan lebih berusaha meningkatkan kemampuan
belajarnya. Dengan demikian peningkatan prestasi belajar dapat lebih
optimal untuk mempelajari hal-hal baru karena seseorang merasa telah
termotivasi atas prestasi belajar yang telah diperoleh sebelumnya.
2. Kemampuan Bernalar
Baroody & Niskayuna, (1993) Kemampuan bernalar merupakan alat yang
sangat penting untuk memahami matematika dan juga kehidupan sehari-
hari. Sehingga dapat diartikan kemampuan bernalar adalah kemampuan
yang diperoleh dari mempelajari matematika dan akan membantu seseorang
dalam memahami konsep yang benar dalam mempelajari matematika dan
untuk mencetuskan suatu ide.
Ariani, dkk (2019) menjelaskan emampuan bernalar adalah kemampuan
menarik simpulan, menemukan kebenaran, dan berpikir logis. Tujuan
dari kemampuan bernalar adalah melakukan kegiatan berpikir yang tidak
sesat. Dalam kegiatan menyimak kritis, siswa harus memiliki jalan
pemikiran yang logis, masuk akal, dan tidak sesat melalui kemampuan
bernalar yang baik agar kegiatan menyimak kritis dapat dilakukan
dengan baik
Berdasarkan pendapat diatas tentu dalam menguasi deret aritmetika
dapat meningkatkan kemampuan bernalar seseorang hal ini dikarenakan
bernalar merupakan sebuah kegiatan untuk berpikir secara kritis terkait
dengan hal yang dilihat. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Amah, dkk (2019) yang menjelaskan menyelesaikan dan menemukan
pola dari suatu masalah matematika dapat meningkatkan kemampuan
bernalar seseorang.
3. Kemampuan Berhitung
Kuraesin,(2013) menjelaskan bahwa kemampuan berhitung merupakan
keteramilan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Berhitung adalah
ilmu pasti yang tidak bisa diterka atau ditebak, selain itu berhitung
merupakan salah satu ilmu yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-
hari. Sehingga seseorang dengan kemampuan berhitung tinggi dapat
terbantu dalam menyelesaikan masalah sehari-hari.
Sujiono, dkk (2005) Kemampuan dasar berhitung mampu meningkatkan
kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah serta kemampuan
untuk memperkirakan, mengetahui serta membedakan konsep ruang.
Apabila seseorang telah mempelajari sejak dini terkait dengan kemampuan
berhitung, kemampuan ini akan merangsang seseorang untuk memahami
fenomena-fenomena dan kemampuan ini juga secara bertahap akan terus
berkembang sejalan dengan bertambahnya usia seseorang.
4. Kecerdasan Matematis
Zulkarnain dan Soraya, (2018) menjelaskan bahwa kemampuan
memahami memiliki pada tingkat tertentu, salah satunya adalah kemampuan
dalam menghafal yang baik terhadap materi yang diterimanya. Kemampuan
memahami dalam pemecahan masalah, dan mengkomunikasikan atau
gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan medi lain. Lebih
lanjut Annissawati,(2014) untuk mengoptimalkan pembelajaran matematika
diperlukan suatu perubahan secara terus menerus, sehingga mendorong
peningkatan motivasi dan minat belajar siswa sehingga dapat meingkatkan
pemahaman siswa terhadap matematika
Amir, (2014) Kemampuan memahami penting karena hal ini tidak akan
membuat siswa membaca berbagai sumber bacaan berkali-kali apabila
apabila siswa tidak memahami isi yang terkandung dalam teks bacaan
tersebut. Artinya jika seseorang memiliki kemampuan pemahaman yang
baik seseorang tidak perlu melakukan pengulangan terhadap suatu materi
atau konsep berkali-kali sehingga konsep tersebut dapat dihafal.
5. Motivasi Belajar
Kompri, (2016) menjelaskan bahwa motivasi belajar adalah sebuah
kondisi yang muncul dalam diri seseorang dikarenakan stimulasi dalam diri
seseorang disebabkan karena interaksi antara kejadian kejadian yang
diamati oleh seseorang sehingga mendorong mengaktifkan perilaku belajar
menjadi suatu tindakan nyata. Motivasi belajar juga merupakan sebuah
proses pembangkitan gerakan dalam diri untuk melakukan atau berbuat
sesuatu guna mencapai suatu tujuan belajar lebih.
Muhammad, (2016) Motivasi belajar adalah perubahan tenaga di dalam
diri seseorang yang ditandai dengan dorongan yang berasal dari individual
itu sendiri untuk mencapai tujuan tertentu. Dorongan dan reaksi-reaksi
usaha ini disebabkan karena adanya kebutuhan untuk berprestasi dalam
hidup. Hal tersebut menjadikan individu memiliki usaha lebih untuk mengejar
sesuatu yang telah dilalui, memiliki keinginan dan dorongan untuk mencapai
hasil belajar yang lebih tinggi lagi.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dampak dari
mempelajari matematika dalam hal ini deret aritmetika atau deret angka akan
membantu membentuk motivasi belajar seseorang untuk mempelajari
matematika lebih dalam lagi melalui pencapaian hasil belajar sehingga
munculnya motivasi belajar matematika lebih dalam untuk mencapai hasil
yang lebih tinggi lagi dikemudian hari.
Daftar Pustaka

Abdullah. 2013. “Berpikir Kritis Matematik”. Jurnal matematika dan pendidikan


matematika. Vol. 02 (01).
Amah, D. M. A., & Jamiah, Y. KEMAMPUAN PENALARAN ADAPTIF DITINJAU
DARI GAYA BELAJAR DALAM MATERI BARISAN DAN DERET
ARITMETIKA. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran
Khatulistiwa, 8(9).
Amir, A. (2014). Kemampuan penalaran dan komunikasi dalam pembelajaran
matematika. LOGARITMA: Jurnal Ilmu-ilmu Kependidikan dan
Sains, 2(1), 27-42.
Annissawati. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Think Pair Share Terhadap
Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Jurnal Pendidikan
Matematika, 2(1).
Ariani, F., Dawud, D., & Basuki, I. A. (2019). Korelasi Kemampuan Bernalar
dengan Kemampuan Menyimak Kritis Debat pada Siswa Kelas
X. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan,
4(2), 230-234.
Asmani, Jamal, M. 2009. Jurus-jurus Belajar Efektif Untuk SMP dan SMA.
Yogyakarta: DIVA Press
Asrori, A. (2020). Psikologi Pendidikan Pendekatan Multidisipliner.
Azwar, S. (2016). Konstruksi tes kemampuan kognitif. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
B. Johnson, Eline (2007). Contextual Teaching & Learning.Bandung:MLC.
Baroody, A. J., & Niskayuna, R. T. C. (1993). Problem solving, reasoning,
and communicating, K-8.Helping Children Think Mathematically
Bruce Joyce, Marsha Weil & Emily Calhoun. (2009). Models of Teaching,
(Penterjemah: Ateila, Mirza & Fawaid Achmad). Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Collerton, D. (Ed.). (2015). The neuroscience of visual hallucinations. John Wiley
& Sons.
Darouich, A., Khoukhi, F., & Douzi, K. (2017). Modelization of cognition, activity
and motivation as indi-cators for Interactive Learning
Environment. Advances in Science, Technology and
Engineering Systems Journal, 2(3), 520-531.
Deporter, Bobbi dan Mike Hernacki. 2001. Quantum Learning. Bandung: Kalfa.
Desmita. (2013). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Kosdakarya.
Ennis, R. H (1996). Critical Thinking. USA: Prentice Hall, Inc.
Gie, The Liang. 2004. Cara Belajar Yang Baik Bagi Mahasiswa. Yogyakarta: Gajah
Mada Pers.
Goldstein, E. B. (2011). Cognitive psychology (3rd ed.). Belmont, CA: Wadsworth.
Goldstein, E. B., & Brockmole, J. R. (2017). Sensation and perception
(ed.). Boston Cengage learning.
Handayani, T., Hartatiana, H., & Muslimahayati, M. (2020). Analisis Kesalahan
Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Materi Barisan Dan
Deret Aritmatika. PHI: Jurnal Pendidikan Matematika, 4(2), 160-
168.
Harefa, D. (2018). Efektifitas Metode Fisika Gasing Terhadap Hasil Belajar Fisika
Ditinjau Dari Atensi Siswa (Eksperimen pada siswa kelas VII SMP
Gita Kirtti 2 Jakarta). Faktor: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 5(1), 35-
48.
idjajanti, D. B. (2009). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Mahasiswa Calon Guru Matematika: Apa dan Bagaimana
Mengembangkannya P-25. JurnalPendidikan Matematika, 3(2),
402–413
Istiqomah, I. (2020). Modul pembelajaran SMA matematika umum kelas XI:
barisan dan deret.
Khadijah, K. (2016). Pengembangan kognitif anak usia dini
Khadijah, K. (2016). Pengembangan kognitif anak usia dini.
Kholid, I. (2018). Analisis kemampuan berpikir kritis dalam pemecahan masalah
Matematika: Studi Multi Kasus pada Siswa Kelas V Madrasah
Ibtidaiyah Miftahul Ulum Batu dan Madrasah Ibtidaiyah Wahid
Hasyim 03 Malang (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim).
Kompri. (2016). Motivasi Pembelajaran Perspektif Guru dan Siswa. Bandung: PT
Rosda Karya.
Kuraesin, Iis. (2013). Usia Pra Sekolah Melalui Kartu Angka di
Taman Kanak-Kanak TK Ketilang Sukahurip Kecamatan
Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis.Universitas Terbuka. Tasikmalaya.
Latipah, Eva. Psikologi Dasar Bagi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2017
May, C. P., dan Einstein, G. O. 2013, Memory: A Five-Unit Lesson Plan for
HighSchool Psychology Teachers, The Teachers of Psychology in
SecondarySchools (TOPSS) of the American Psychological
Association
Muhammad, M. (2017). Pengaruh motivasi dalam pembelajaran. Lantanida
Journal, 4(2), 87-97.
National Council of Teacher of Mathematics. (2000). Principles and Standards
for School Mathematics. School Science and Mathematics(Vol.
47). https://doi.org/10.1111/j.1949-8594.2001.tb17957.x
Rakhmat, Jalaludin. (2015). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya Offset.
Rakhmat, Jalaludin. 2012. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya
Santrock, J. W. (2012). Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga.
Slameto. 2010. Belajar & Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT
Rineka Cipta
Soemanto, Wasty. 2003. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta
Soenarjo, R. J. (2008). Matematika 5. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Sujiono, Y. N. dkk. 2005 Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Sumarmo, U. (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan
Kemmapuan Pemecahan Masalah pada Guru dan Siswa
Sekolah Menengah Atas di Kodya Bandung. Laporan Penelitian
UPI Bandung. Tidak Diterbitkan
Sumarmo,U. (2000). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika untuk
Meningkatkan kemampuan Intelektual Tingkat Tinggi Siswa
Sekolah Dasar. Laporan Penelitian UPI. Tidak Diterbitkan.
TAOFIK, M. (2021). PENGARUH KEMAMPUAN ABSTRAK DAN KEMAMPUAN
NUMERIK TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA
KELAS XI IPA SMA SEKABUPATEN BOGOR. SCIENCE: Jurnal
Inovasi Pendidikan Matematika dan IPA, 1(1), 61-67.
Wade, C dan Tavris, C. 2007.Psikologi Edisi Kesembilan Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Wade, Carole., Tavris Carol., & Garry, Maryanne. 2016. Psikologi Edisi Kesebelas
Jild 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Widjajanti, D. B. (2009, December). Kemampuan pemecahan masalah matematis
mahasiswa calon guru matematika: apa dan bagaimana
mengembangkannya. In Seminar Nasional FMIPA UNY (Vol. 5).
Widjajanti, D. B. (2009, December). Kemampuan pemecahan masalah matematis
mahasiswa calon guru matematika: apa dan bagaimana
mengembangkannya. In Seminar Nasional FMIPA UNY (Vol. 5).

Anda mungkin juga menyukai