Anda di halaman 1dari 5

Tugas Agama dan Psikoterapi

Dosen Pengampu :

Sitti Syawaliah G.S.Psi., M.Psi., Psikolog.

DISUSUN OLEH :

A.Nur Adnandya Isnan Nugraha SAM.T

4519091081

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS BOSOWA

2022
Keterkaitan Psikologi Agama dan Psikoterapi

Saleh, A. A (2018) dalam bukunya menjelaskan bahwa psikologi berasal dari kata dalam bahasa
Yunani yakni psychology yang merupakan gabungan dari kata psyche dan logos. Psyche berarti jiwa
dan logos berarti ilmu. Olehnya itu, secara harfiah dapat dipahami bahwa psikologi adalah ilmu jiwa.
Kata logos juga sering dimaknai sebagai nalar dan logika. Kata logos ini menjadi pengetahuan merata
dan dapat dipahami lebih sederhana. Kata psyche lah yang menjadi diskusi menarik bagi sarjana
Psikologi. Istilah psyche atau jiwa masih sulit didefinisikan karena jiwa itu merupakan objek yang
bersifat abstrak, sulit dilihat wujudnya, meskipun tidak dapat disangkal keberadaannya. Psyche sering
kali diistilahkan dengan kata psikis.

Dalam kamus oxford misalnya, kita dapat melihat bahwa istilah psychemempunyai banyak arti
dalam bahasa Inggris yakni soul, mind, dan spirit. Dalam bahasa Indonesia ketiga kata bahasa Inggris
itu dapat dicakup dalam satu kata yakni “jiwa”. Di Indonesia, psikologi cenderung diartikan sebagai
ilmu jiwa. Dalam bahasa lain juga ditemukan arti yang sama misal bahasa Arab ilmun-nafsi, bahasa
Belanda zielkunde, dan bahasa Jerman seelenkunde, yang kesemuanya itu memiliki arti sama yakni
ilmu jiwa. (Dictionary, O. E. 1989)

Karena sifatnya yang abstrak itu, maka kita tidak mengetahui jiwa secara wajar, melainkan kita hanya
dapat mengenal gejalanya saja. Jiwa tidak dapat dilihat oleh alat indera kita. Manusia dapat mengetahui
jiwa seseorang hanya dengan tingkah lakunya. Jadi tingkah laku inilah dapat diketahui jiwa seseorang.
Tingkah laku ini merupakan kenyataan jiwa yang dapat kita hayati dari luar. Gejala jiwa tersebut bisa
berupa mengamati, menanggapi, mengingat, memikir dan sebagainya

Selama perkembangan psikologi didunia mulai pecah dengan beberapa cabang ilmu psikologi itu
sendiri, seperti psikologi agama, psikologi industri, psikologi klinis dan sebagainya. Psikologi agama
sendiri dipandang sebagai salah satu cabang ilmu psikologi yang terbilang baru dalam pecahan disiplin
ilmu ini. Di Indonesia sendiri psikologi agama baru diterima dan dikembangkan oleh Dr.Zakiah Darajat.
Psikologi agama sendiri memiliki pendekatan untuk menggambarkan indicator keperilakuan seseorang
melalui perspektif agama. Tentu hal ini sangat abstrak dan seseorang pasti akan menanyakan apa
hubungan agama dengan psikologi ?.

Sebenarnya hubungan psikologi agama memiliki keterkaitan yang erat dengan psikoterapi yang
biasanya dilakukan dalam dunia psikologi. Hubungan agama dan terapi ini memiliki sejarah Panjang.
Meskipun demikian, Vande Kemp (1966) berpendapat bahwa setidaknya satu set praktisi Kesehatan
mental, psikolog yang berpendidikann konvensional mungkin tidak menyadari bahwa psikologi dan
agama memiliki sejarah yang cukup tumpeng tindih serta divergensi atau terpecah.

Rakhmat, J. (2013) dalam bukunya menilai bahwa ada banyak hubungan historis antara konseling
dan agama. Pertama, agama seperti terapi yang dapat membantu seseorang membantu individu dalam
mengubah, mengembangkan dan memberikan jontribusi yang positif kepada masyarakat. Kedua, terkait
dengan ini adalah gagasan bahwa agama seperti terapi dapat membantuindividu untuk beroperasi pada
tingkat yang lebih tinggi lagi dengan memberikan kerangka hidup. Ketiga, agama seperti halnya terapi
yang membantu perkembangan rasa diri dan kedewasaan individu.

Akhirnya agama seperti halnya terapi yang dapat meningkatkan atau menghambat potensi individu.
Berkaitan dengan agama, pendekatan deskriptif lebih berempati dan focus kedalam. Lantas jika kita
mengetahui hal tersebut sebenarnya apa yang disebut psikoterapi itu ? Berdasarkan pengertian
psikoterapi tentu kita akan memperoleh makna bahwa psikoterapi merupakan sebuah prrises merawat,
mengobati, menyembuhkan. Namun ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi yang pertama bahwa
psikoterapi berbeda dengan konseling, bila ditinjau dari segi tujuannya. Tujuan konseling biasanya
hanya terbatas dengan pelibatan diri. Hasil yang dicapai dari konseling ialah pengembalian fungsi dari
seseorang sesuai dengan peranannya dalam lingkungan.

Adapun tujuan dari psikoterapi lebih besar dibandingkan konseling biasa, Psikoterapi memiliki
tujuan yang lebih besar karena tidak menghasilkan struktur kepribadian mendasar di masa sekarang,,
tetapi juga untuk masa depan. Jadi, psikoterapi memiliki 3 tujuan sekaligus, yaitu terapi penyesuaian
diri dan remediasi. Namun sebenarnya psikoterapi dan bimbingan konseling merupakan metode
intervensi. Perbedaan ilain antara psikoterapi dan konseling adala segi tingkat permasalahan dari pasien
dan alasan penerapannya. Perbedaan lain antara psikologi dan konseling ialah sama-sama merupakan
metode intervensi. Perbedaan lain antar apsikoterapi dan konseling juga terdapat dari segi tingkat
permasalahan dari pasien dan alasan penerapannya.

Meskipun psikoterapi berbeda dari konseling dan konseling sangat berhubungan dengan psikologi,
kita perlu menilai bahwa psikoterapi juga merupakan bagian dari psikologi dan psikoterapi sangat
berkaitan dengan psikologi agama yang notabenenya mebahas tentang agama dan perilaku
keberagamaan. Menurut berbagai riset, depresi dan kecemasan disebabkan oleh keyakinan yang bersifat
irasional, atau disebut juga distorsi kognitif. Di dalam psikoterapi, khususnya Cognitive Behavior
Therapy (CBT), terapis membantu klien untuk mengubah keyakinan irasional menjadi rasional melalui
restrukturisasi kognitif (Rosenberg & Kosslyn, 2011). Bukti menunjukkan, teknik CBT efektif ketika
dipadukan dengan nilai-nilai spiritual yang berasal dari kitab suci sesuai dengan agama yang dianut
oleh klien (Garzon, 2005).

Keterkaitan antara psikologi agama dan psikoterapi dikarenakan Pada prakteknya, hampir seluruh
manusia memiliki hubungan dengan sesuatu yang berada di luar batas atau Dzat yang lebih tinggi dari
manusia itu sendiri. Hal inilah yang dikenal sebagai self-transcendence yang erat kaitannya dengan
spiritualitas dan dapat ditemukan di dalam agama (Kim, Hayward, & Kang, 2013). Dengan bersandar
pada kekuatan yang lebih tinggi, dapat menjadikan manusia merasa lebih berdaya untuk menyelesaikan
permasalahan yang tengah dihadapi. Apalagi Indonesia sendiri yang notabenenya merupakan atau
dikenal dengan budaya timur dengan nilai-nilai spiritual-religius hal ini dapat membantu klien
mengatasi permasalahan psikologis yang dialami. Pendekatan psikoterapi dengan psikologi agama tidak
hanya membahas tentang masalah kehodupan dunia tetapi klien juga diarahkan untuk membahas
spiritual individu. Dengan begitu proses pemulihan akan berjalan lebih cepat.

Integrasi antara psikoterapi dengan pemahaman agama tentunya akan sangat membantu manusia
untuk mengatasi depresi ataupun kecemasan. Ketika menghadapi masalah, manusia cenderung merasa
putus asa dan hilang ketertarikan untuk menjalani hidup sebagaimana manusia pada umumnya. Saat
berada dalam kondisi seperti itu, psikoterapi hadir guna membantu mengelola pikiran-pikiran negatif
yang muncul dan menghadirkan alternatif pemikiran baru yang lebih positif dari yang sudah ada.
Dengan agama, manusia menjadi tersentuh unsur spiritualnya dan membantu ia menerima diri serta
menumbuhkan harapan yang berasal dari kekuatan yang lebih tinggi dari kapabilitas manusia.
Daftar Pustaka

Saleh, A. A. (2018). Pengantar Psikologi.

Dictionary, O. E. (1989). Oxford english dictionary. Simpson, Ja & Weiner, Esc, 3.

Rakhmat, J. (2013). Psikologi agama: sebuah pengantar. Mizan Pustaka.

Garzon, F. L. (2005). Interventions that apply scripture in psychotherapy. Journal of


Psychology, 33(2), 113–121. https://doi.org/10.1177/009164710503300204.

Haque, A., Khan, F., Keshavarzi, H., & Rothman, A. E. (2016). Integrating Islamic Traditions
in Modern Psychology: Research Trends in Last Ten Years. Journal of Muslim Mental
Health, 10(1), 1556–4908. https://doi.org/10.3998/jmmh.10381607.0010.107.

Kim, S. S., Hayward, R. D., & Kang, Y. (2013). Psychological, physical, social, and spiritual
well-being similarities between Korean older adults and family caregivers. Geriatric
Nursing, 34(1), 35–40. https://doi.org/10.1016/j.gerinurse.2012.07.010.

Anda mungkin juga menyukai