Anda di halaman 1dari 4

TERTUSUK BESIH BRONJONG

Ketika pulang sekolah, kami ada beberapa teman berjalan kaki, melintasi jalan raya, di bawah
panas mentari yang begitu menyengat. Di dalam perjalanan kami di temani dengan tawa riya.

Ada seorang sahabat yang berkata,” sebentar kita mandi di bawah jembatan kali Topo ka, dari
belakang, ada yang menambahkan,” iyo betul kemarin kita main jadi jadian, pokonya rame
sekali. Saat itu kami masih SD kelas dua, yang ada di pemikiran hanyalah main dan main. Dalam
benak ku terlintas? ah ah ah ah, ini pasti seruh,kalau pergi mandi.

“Selamat siang, sapaan ku, tetapi tak ada yang membalas. Aku melempar pakian noken ke dalam
kamar dan menuju dapur, di atas meja ada tempat nasi dan loyang sayur.

Dengan cekatan aku mengambil piring dan menimba makanan. Dengan cepat aku menghabiskan
makananku, di dalam piring.

Lantai rumah ku berbunyi, tuk-tuk, maklum rumah ku ini memang panggun. Mata ku mengawasi
setiap kamar, apa ka ada orang. Kesempatan tak ada orang di rumah, aku berlari pergi
meninggalkan rumah, menuju kali Topo.

Ketika sampai di palang, dekat jalan raya, aku mendengar suara teriakan terdengar men gemah di
bawah jambatan kali Topo.

Di dalam benakku terlintas, ooo ini pasti orang rame ini. Aku memasuki rimbunan pohon pisang
yang sangat banyak dan sampai di bibir kali Topo.

Di bawah jembatan, terdapat bronjong enam meter, yang tiga di dalam air, sedangkan yang tiga
di atas kulit air. Bronjong itu di buat, untuk menahan kuda-kuda jembatan, agar tidak terkena
erosi atau arus air, kali Topo.

Ada batang pohon besi yang menancap di dalam dasar kali itu, bagian ujungnya terlihat di atas
kulit air. Batang pohon itu tidak jauh dari brojong sebelah kanan. Banyak anak-anak yang
bermain sembari melompat dari kayu tersebut.

Aku yang baru saja sampai. Meminta kepada mereka yang bermain kejer kejaran,” kamu, sa lagi
tamba eee. Ooo iyo kalau begitu ko lari, Ip yang jadi, balas seorang sahabat. Aku masih saja
duduk di atas bronjong memperhatikan Ip bagaimana ia mengejar teman-teman lain.
Ip sendiri ia seorang cewek sedangkan yang di kejar para, cowok. Ip ia suka bermain bersama
pria di banding cewek. Mungkin karena cewek itu ia agak tomboi. Ip ia bersusah paya mengejar
para cowok tetapi usahanya nihil.

Aku yang ke asik kan duduk di atas bronjong kaget Ip yang sudah timbul di bawah ku. Aku
meloncat ke dalam air. Cewek itu pun masih terus mengejar ku.

Aku menyelam ke dalam dasar sungai untuk bersembunyi di samping bronjong. Mataku melihat
ke atas, dari dalam air. Ip masih saja, putar-putar di atas ku.

Dengan diam aku merapat di bronjong di bawah dasar sungai dan naik perlahan ke permukaan,
air sembari kedua tanganku memengan kawat yang melilit banyaknya batu, seakan aku tenga
memanjat pagar kawat.

Sampai di deretan bronjong, yang ke dua. Bagian testa sebelah kanan langsung tertusuk besi
bronjong, dengan agak kuat aku mendorong tubuhku lepas dari bronjong tersebut, tetapi sangat
sulit, kedua kalinya aku mencoba, tetapi belum juga lepas.

Nafas ku tinggal tunggu detik, habis. Aku merundukkan kepalaku. Akhirnya lepas dan langsung
timbul di permukaan air. Aku memegan testa ku, apa ka bagian depan sudah sobek atau belum,
ternyata, tusukan itu, tidak terlalu besar.

Aku berpamitan untuk pulang ke rumah. Di dalam perjalanan pulang testa ku mulai
membengkak, ketika sampai di depan rumah, aku melihat adik ibuku yang menegur,”Hei om
kenapa itu, ko punya testa,” sa tadi mandi di kali Topo baru tertusuk besi brojong om, balasku.
Mari om, ko ikut saya ke rumah dulu, nanti sa kasih obat, aku pun mengikutinya.

Dalam perjalan menuju rumah adik ibu ku, aku hanya berfikir ini pastinya obat biasa yang di beli
dari apotik atau di ambil dari puskesmas.

Aku duduk tepat di bawah pohon cemara menunggu adik ibu ku. Aku yang tengah duduk asik
terus memperhatikan pintu keluar rumah. Apa yang adik ibu ku bawa.

Pria itu pun datang duduk, tepat di sebelah ku dan mengeluarkan sebuah dompet, dari dalam
nokennya, di dalam dompet, banyak sekali daun kering.
Adik ibu ku berkata,” daun ini untuk, kasih sembuh, ko punya luka di testa itu. Daun ini dee
punya nama Ude (polkadot). Daun ini yang dulu tetek-nenek moyang dong pake, untuk kasih
sembuh dong punya luka, pana. Aku hanya nurut-nurut saja. Memang cerita dan kepercaan
hanya orang tua yang tau.

Testa ku tertusuk bronjong sekitar empat mili kedalaman-nya. Pria itu mengambil selembar daun
sembari merobek nya agar dapat di masukan di dalam lubang luka bronjong di testa ku.

Rasanya perih, saat di masukan. Bagian ujung Ude itu kentara, pria itu berkata,”ko punya luka,
nanti sembuh dari bawah. Daun Ude akan keluar sendiri. Aku hanya mengangukan kepalaku,
tanda mengiyakan.” Om saya pulang dulu ke rumah,” tapi ingat jangan dulu mandi, nanti
tunggu sampai luka betul-betul kering baru mandi,” ok siap om.

Tidak sampai satu minggu luka di testa ku sudah kering, bahkan Ude itu pun keluar dari lubang
luka dengan sendirinya.

*****

Dari cerita ini, saya ingin mengulas sedikit.

Ketika kita sakit, atau luka pada bagian tubuh, terkadang kita terbiasa dengan meminum obat,
yang terlalu banyak mengandung bahan kimia.

Kita tidak menyadari bahwa kita menpunyai bayak sekali obat tradisional, yang kita bisa peroleh
dari alam, untuk menyembuhkan banyak penyakit, salah satu contoh Ude, dapat menyembuhkan
luka.

Dengan berjalannya waktu, paham-paham religius berkata, apa bila kita menyembuhkan luka
atau sakit menggunakan daun, kayu, sudah menduakan Tuhan.

Daun kayu juga, ciptaan Tuhan, mengapa kita harus takut untuk memakainya. Bahkan obat
sendiri awal mulanya, dari kayu dan daun. Obat sendiri bahan mentah nya di ambil dari alam,
lalu di produksi sehingga menjadi sebuah obat.

Tidak ada salahnya, apa bila daun dan kayu di gunakan untuk media penyembuh asalkan, daun
dan kayu, tidak di gunakan untuk mencelakakan orang lain.

Apa bila ada yang memakai daun dan kayu untuk, berbuat jahat, itu yang salah.

Sumber (Lisan) : Ditome Opm


Oleh : Ditome Opm

Anda mungkin juga menyukai