Anda di halaman 1dari 13

A.

PENGERTIAN DAN JENIS


1. Definisi
a. Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Pencapaian ideal diri atau
cita – cita atau harapan langsung menghasilkan perasaan bahagia. (Budi Ana Keliat,
2009).
b. Harga diri rendah adalah perilaku negatif terhadap diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif, yang dapat diekspresikan secara langsung maupun tak
langsung. (Towsend, M.C. 2011).
c. Gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diri dan
kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung (Schult &
videbeck, 2009).
d. Harga diri rendah adalah perilaku negatif terhadap diri dan kemampuan, yang
diekspresikan secara langsung maupun tak langsung. (Scultz dan Videback, 2009).
e. Harga diri rendah adalah keadaan ketika individu mengalami evaluasi diri negatif
mengenai diri atau kemampuan diri. (Lynda Juall Carpenito-Moyet, 2007)
2. Jenis
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi secara :
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami,
putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu (korban perkosaan,
dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba). Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri
rendah, karena :
a. Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang sembarangan,
pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis, pemasangan kateter,
pemeriksaan perneal).
b. Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/
sakit/ penyakit.
c. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan.

b. Kronik
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/
dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan
menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang
maladaptive. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis atau
pada klien gangguan jiwa. Dalam tinjauan life span history klien, penyebab HDR adalah
kegagalan tumbuh kembang, misalnya sering disalahkan, kurang dihargai, tidak diberi
kesempatan dan tidak diterima dalam kelompok (Yosep, 2007)
Tanda dan Gejalanya :
a. Data subjektif : mengungkapkan ketidakmampuan dan meminta bantuan orang lain dan
mengungkapkan malu dan tidak bisa bila diajak melakukan sesuatu.
b. Data objektif : tampak ketergantungan pada orang lain, tampak sedih dan tidak
melakukan aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan, wajah tampak murung.
B. PENYEBAB/ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Faktor- faktor yang mempengaruhi harga diri rendah meliputi :
a. Faktor predisposisi gangguan citra tubuh
1) Kehilangan atau kerusakan bagian tubuh (anatomi dan fungsi)
2) Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh (akibat pertumbuhan dan
perkembangan atau penyakit)
3) Proses patologik penyakit dan dampaknya terhadap struktur maupun fungsi tubuh
4) Prosedur pengobatan seperti radiasi, kemoterpi, transplantasi
b. Faktor predisposisi gangguan harga diri
1) Penolakan dari orang lain
2) Kurang penghargaan
3) Pola asuh yang salah : terlalu dilarang, terlalu dikontrol, terlalu dituruti, terlalu
dituntut dan tidak konsisten
4) Persaingan antar saudara
5) Kesalahan dan kegagalan yang berulang
6) Tidak mampu mencapai standar yang ditentukan

c. Faktor predisposisi gangguan peran


1) Transisi peran yang sering terjadi pada proses perkembangan, perubahan situasi
dan keadaan sehat sakit
2) Ketegangan peran, ketika individu menghadapi dua harapan yang bertentangan
secara terus menerus yang tidak terpenuhi
3) Keraguan peran, ketika individu kurang pengetahuannya tentang harapan peran
yang spesifik dan bingung tentang tingkah laku peran yang sesuai
4) Peran yang terlalu banyak
d. Faktor predisposisi gangguan identitas diri
1) Ketidak percayaan orang tua pada anak
2) Tekanan dari teman sebaya
3) Perubahan dari struktur sosial
2. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus terjadinya gangguan konsep diri bisa timbul dari sumber internal
maupun eksternal klien, yaitu :
a. Trauma, seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang
mengancam kehidupannya.
b. Ketegangan peran, berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana
individu mengalaminya sebagai frustasi, ada tiga jenis transisi peran :
c. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normative yang berkaitan dengan
pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu
atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai dan tekanan penyesuaian diri.
d. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambahnya atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran atau kematian.
e. Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan
sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh : Kehilangan bagian tubuh. Perubahan
bentuk, ukuran, panampilan, dan fungsi tubuh. Perubahan fisik berhubungan dengan
tumbuh kembang normal. Prosedur medis keperawatan.
C. MANIFESTASI KLINIS
Ada 10 cara individu mengekspresikan secara langsung harga diri rendah (Stuart dan
Sundeen, 2006)
1. Mengejek dan mengkritik diri sendiri
2. Merendahkan atau mengurangi martabat diri sendiri
3. Rasa bersalah atau khawatir
4. Manisfestasi fisik : tekanan darah tinggi, psikosomatik, dan penyalahgunaan zat.
5. Menunda dan ragu dalam mengambil keputusan
6. Gangguan berhubungan, menarik diri dari kehidupan sosial
7. Menarik diri dari realitas
8. Merusak diri
9. Merusak atau melukai orang lain
10. Kebencian dan penolakan terhadap diri sendiri
D. PSIKOPATOLOGI/POHON MASALAH
Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah

Gangguan citra tubuh


E. PENATALAKSANAAN
1. Psikoterapi
Therapy kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain,
penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi
karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan
untuk mengadakan permainan atau latihan bersama. (Maramis,2005,hal.231).
2. Psikofarmaka
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Dosis rendah dengan efektifitas terapi dalam waktu yang cukup singkat
b. Tidak ada efek samping kalaupun ada relative kecil
c. Dapat menghilangkan dalam waktu yang relative singkat, baik untuk gejala positif
maupun gejala negative skizofrenia
d. Lebih cepat memulihkan fungsi kogbiti
e. Tidak menyebabkan kantuk
f. Memperbaiki pola tidur
g. Tidak menyebabkan habituasi, adikasi dan dependensi
h. Tidak menyebabkan lemas otot.
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya diperoleh
dengan resep dokter, dapat dibagi dalan 2 golongan yaitu golongan generasi pertama
(typical) dan golongan kedua (atypical).Obat yang termasuk golongan generasi pertama
misalnya chlorpromazine HCL, Thoridazine HCL, dan Haloperidol. Obat yang termasuk
generasi kedua misalnya : Risperidone, Olozapine, Quentiapine, Glanzapine, Zotatine, dan
aripiprazole.
Menurut hawari (2001), terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini sudah
dikembangkan sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih
manusiawi daripada masa sebelumnya. Terapi yang dimaksudmeliputi :
1) Chlorpromazine ( CPZ ) : 3 x100 mg
a) Indikasi
Untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri terganggu,
berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental : waham, halusinasi, gangguan perasaan
dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan
sehari-hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dam melakukan kegiatan rutin.
b) Cara kerja
Memblokade dopamine pada reseptor pasca sinap di otak khususnya sistem
ekstra piramidal.
c) Kontra indikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran yang disebabkan CNS
Depresi.
d) Efek samping
(1) Sedasi
(2) Gangguan otonomik (hypotensi, antikolinergik / parasimpatik, mulut kering,
kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan
intra okuler meninggi, gangguan irama jantung).
(3) Gangguan ekstra piramidal ( distonia akut, akatshia, sindrom parkinsontremor,
bradikinesia rigiditas ).
(4) Gangguan endokrin ( amenorhoe, ginekomasti ).
(5) Metabolik ( Jaundice )
(6) Hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka pan
2) Halloperidol ( HP ) : 3 x 5 mg
a) Indikasi
Penatalasanaan psikosis kronik dan akut, gejala demensia pada lansia, pengendalian
hiperaktivitas dan masalah perilaku berat pada anak-anak.
b) Cara kerja
Halloperidol merupakan derifat butirofenon yang bekerja sebagai antipsikosis kuat
dan efektif untuk fase mania, penyebab maniak depresif, skizofrenia dan sindrom
paranoid. Di samping itu halloperidol juga mempunyai daya anti emetik yaitu
dengan menghambat sistem dopamine dan hipotalamus. Pada pemberian oral
halloperidol diserap kurang lebih 60–70%, kadar puncak dalam plasma dicapai dalam
waktu 2-6 jam dan menetap 2-4 jam. Halloperidol ditimbun dalam hati dan ekskresi
berlangsung lambat, sebagian besar diekskresikan bersama urine dan sebagian kecil
melalui empedu.
c) Kontra indikasi
Parkinsonisme, depresi endogen tanpa agitasi, penderita yang hipersensitif terhadap
halloperidol, dan keadaan koma.
d) Efek samping
Pemberian dosis tinggi terutama pada usia muda dapat terjadi reaksi ekstapiramidal
seperti hipertonia otot atau gemetar. Kadang-kadang terjadi gangguan percernaan
dan perubahan hematologik ringan, akatsia, dystosia, takikardi, hipertensi, EKG
berubah, hipotensi ortostatik, gangguan fungsi hati, reaksi alergi, pusing,
mengantuk, depresi, oedem, retensio urine, hiperpireksia, gangguan akomodasi.
3) Trihexypenidil ( THP ) : 3 x 2 mg
a) Indikasi
Semua bentuk parkinson (terapi penunjang), gejala ekstra piramidal berkaitan
dengan obat-obatan antipsikotik.
b) Cara kerja
Kerja obat-obat ini ditujukan untuk pemulihan keseimbangan kedua
neurotransmiter mayor secara alamiah yang terdapat di susunan saraf pusat
asetilkolin dan dopamin, ketidakseimbangan defisiensi dopamin dan kelebihan
asetilkolamin dalam korpus striatum. Reseptor asetilkolin disekat pada sinaps untuk
mengurangi efek kolinergik berlebih.
c) Kontra indikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini atau antikolonergik lain, glaukoma, ulkus peptik
stenosis, hipertrofi prostat atau obstruksi leher kandung kemih, anak di bawah 3
tahun, kolitis ulseratif.
d) Efek samping
Pada susunan saraf pusat seperti mengantuk, pusing, penglihatan kabur,
disorientasi, konfusi, hilang memori, kegugupan, delirium, kelemahan, amnesia,
sakit kepala. Pada kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, hipertensi, takikardi,
palpitasi. Pada kulit seperti ruam kulit, urtikaria, dermatitis lain. Pada
gastrointestinal seperti mulut kering, mual, muntah, distres epigastrik, konstipasi,
dilatasi kolon, ileus paralitik, parotitis supuratif. Pada perkemihan seperti retensi
urine, hestitansi urine, disuria, kesulitan mencapai atau mempertahankan ereksi.
Pada psikologis seperti depresi, delusu, halusinasi, dan paranoid.
3. Psikosomatik
a. Therapy Kejang Listrik ( Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara artificial dengan
melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu atau dua temples.
Therapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan denga terapi
neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik. (Maramis, 2005).
b. Keperawatan
Biasanya yang dilakukan yaitu Therapi modalitas/perilaku merupakan rencana
pengobatan untuk skizofrrenia yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan
klien.Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan
kemampuan sosial.Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan praktis dalam
komunikasi interpersonal.Therapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada
rencana dan masalah dalam hubungan kehidupan yang nyata. (Kaplan dan Sadock,1998).
c. Therapy aktivitas kelompok
Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy aktivitas kelompok stimulasi
kognitif/persepsi, theerapy aktivitas kelompok stimulasi sensori, therapi aktivitas
kelompok stimulasi realita dan therapy aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan
Akemat,2005,hal.13). Dari empat jenis therapy aktivitas kelompok diatas yang paling
relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri harga diri rendah adalah
therapyaktivitas kelompok stimulasi persepsi. Therapy aktivitas kelompok (TAK)
stimulasi persepsi adalah therapy yang mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan
terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok, hasil
diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian
masalah.(Keliat dan Akemat,2005).
F. PENGKAJIAN FOKUS
1. Menarik diri
a. Data Obyektif :
 Apatis, ekspresi sedih, efek tumpul.
 Komunikasi kurang atau tidak ada.
 Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
 Berdiam diri dikamar/ tempat terpisah ; klien kurang mobilisasi.
 Menolak berhubungan dengan orang lain.
 Tidak melakukan kegiatan sehari- hari.
b. Data Subyektif
 Klien mengatakan lebih suka sendiri daripada berhubungan dengan orang lain.
2. Harga diri rendah.
a. Data Obyektif :
 Perasaan malu terhadap diri sendiri.
 Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik diri).
 Merendahkan martabat.
 Gangguan hubungan social, menarik diri, lebih suka sendiri.
 Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
 Menciderai diri akibat harga diri rendah serta tatapan yang suram.
b. Data Subyektif
 Klien mengatakan : saya tidak bisa, tidak mampu, bodoh, tidak tahu apa-apa.
 Klien megungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri
3. Gangguan citra tubuh
a. Data Obyektif :
 Menolak melihat, menyentuh bagian tubuh yang berubah.
 Menolak penjelasan perubahan tubuh.
 Persepsi negative terhadap perubahan tubuh.
 Mengungkapkan keputusasaan.
 Mengungkapkan ketakutan.
b. Data Subyektif
 Klien mengatakan malu terhadap dirinya sendiri.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Isolasi sosial : menarik diri
2. Harga diri rendah
3. Gangguan citra tubuh
H. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa 1: Isolasi sosial: menarik diri
Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
Tujuan Khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
dengan cara :
a) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Jujur dan menepati janji
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2) Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan:
a) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
b) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau mau bergaul
c) Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
d) Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
3) Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
Tindakan :
a) Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi
( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain
c) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan orang lain
d) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
e) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
f) Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang
lain
g) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang
lain
h) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain
i) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4) Klien dapat melaksanakan hubungan sosial\
Tindakan:
a) Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b) Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :
 Klien – Perawat
 Klien – Perawat – Perawat lain
 Klien – Perawat – Perawat lain – Klien lain
 Klien – Keluarga atau kelompok masyarakat
c) Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
d) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e) Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
f) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g) Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
5) Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
Tindakan:
a) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan
orang lain
b) Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan
orang lain.
c) Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan
manfaat berhubungan dengan oranglain
6) Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan:
a) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
 Salam, perkenalan diri
 Jelaskan tujuan
 Buat kontrak
 Eksplorasi perasaan klien
b) Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
 Perilaku menarik diri
 Penyebab perilaku menarik diri
 Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
 Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
 Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain.
 Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien
minimal satu kali seminggu
 Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga
2. Diagnosa II : harga diri rendah.
Tujuan umum: Kien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1) Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip komunikasi terapeutik:
a) Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Jujur dan menepati janji
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
b) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
c) Utamakan memberi pujian yang realistik.
3) Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
a) Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
b) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4) Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari.
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.
5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
a) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
b) Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
6) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara mearwat klien dengan
harag diri rendah.
b) Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat.
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.

3. Diagnosa II: Gangguan Citra Tubuh.


Tujuan umum: klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri rendah/klien akan
meningkat harga dirinya.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1) Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan
interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (waktu, tempat
dan topik pembicaraan)
2) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
3) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
4) Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan:
1)Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2)Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi pujian
yang realistis
3)Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

c. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan


Tindakan:
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
d. Klien dapat menetapkan/merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki
Tindakan:
1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan
2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan:
1) Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
2) Beri pujian atas keberhasilan klien
3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
f.Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan:
1)Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
2)Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
3)Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
4)Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

Anda mungkin juga menyukai