Anda di halaman 1dari 6

PROJECT PROPOSAL

PERLUNYA KAPAL LATIH BAGI CALON PELAUT PEMULA

LATAR BELAKANG
Indonesia adalah negara kepulauan di mana 2/3 wilayahnya adalah laut yang menyulam
17.000 lebih pulau besar – kecil menjadi satu kesatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Oleh karena itu Indonesia juga sering disebut sebagai Archipelagic State atau
Maritime Agriculture State, yang dalam bahasa Indonesia sering kita sebut Kepulauan atau
Nusantara. Laut bagi bangsa Indoneisa memiliki arti yang sangat penting. Laut tidak hanya
dimaknai sebagai sebuah kekayaan alam negara yang berupa perairan (air) dengan segenap
isinya. Tetapi laut juga memiliki nilai strategis, filosofis, politis, ekonomi, sosial - budaya serta
pertahanan dan keamanan.
Berdasarkan jejak sejarah, sejak zaman kejayaan Kerjaan Nusantara I – Sriwijaya di
Swarnadwipa (Sumatera) maupun Kerajaan Nusantara II – Majapahit di Jawadwipa (Jawa),
kekuatan maritim Nusantara sudah sangat dikenal. Nusantara adalah kekuatan yang segala –
galanya sehingga mampu mengubah semua arus bergerak darti selatan menuju ke utara. Ya,
kapal – kapalnya, manusianya, amal perbuatannya, cita – cita dan citranya, semua bergerak
dari selatan (Nusantara) menuju utara (Atas Angin). Sebab Nusantara bukan saja hanya
kekuatan darat tetapi juga kerajaan laut terbesar di antara bangsa – bangsa beradab di muka
bumi.
Secara falsafah, Presiden RI Pertama, Ir. Soekarno juga pernah menggelorakan semangat
jiwa bahari bangsanya lewat sebuah tulisan fenomenal:” ...…usahakanlah penyempurnaan
keadaan – keadaan kita ini dengan mempergunakan kesempatan yang diberikan oleh
kemerdekaan. Usahakanlah agar kita kembali menjadi bangsa pelaut kembali, ya bangsa
pelaut dalam arti seluas-luasnya. Bukan sekedar menjadi jongos-jongos di kapal, bukan !
Tetapi bangsa pelaut dalam arti cakrawati samudera. Bangsa pelaut yang mempunyai armada
niaga, bangsa pelaut yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di
laut menandingi irama gelombang laut itu sendiri……”.
Bahkan seorang pencipta lagu anak² pun yang kebetulan seorang ibu, tidak mau kalah.
Beliau membuat sebuah syair penyemangat & penggugah jiwa bahari generasi muda sejak dini
melalui syair lagu "Ramai-Ramai Ke Laut" yang sering juga secara latah kita sebut "Nenek
Moyangku Orang Pelaut ", sesuai kalimat pertama dari syair lagu tersebut. Ibu Sud,demikian
kita menyebut namanya. Beliau menggambarkan semangat jiwa bahari nenek moyang kita
dengan gambaran "......menerjang ombak tiada takut, menempuh badai sudah biasa....", lalu
ditutup dengan ajakan manja tapi menunjukkan sikap gagah - berani dalam gambaran syair
"....pemuda berani, bangkit sekarang. Ke laut kita, beramai - ramai.....!"

When A Boy Goes to the Sea, He Will Be Back as A Real Man


Jika kedua falsafah penyemangat ke laut itu kita cermati, maka keduanya mengandung
makna " mengajak " generasi muda untuk kembali ke laut, artinya mereka, kedua tokoh itu
melihat adanya sebuah "jarak" antara kita generasi muda dengan laut. Baik jarak secara
harafiah (fisik), maupun jarak psikologis. Dalam hal ini kita seharusnya lebih memberikan
perhatian pada jarak "psikologis", jiwa dan semangat serta wawasan kebaharian para generasi
muda.
Lalu apa yang harus kita perbuat? Bung Karno tokoh pendiri bangsa dan Ibu Sud sudah
memulai, kalau bukan kita yang meneruskannya, lalu siapa....?

PENDAHULUAN
Sejak awal tahun 1970-an pemerintah mulai memberikan perhatian terhadap
perkembangan kehidupan masyarakat maritime dan kelautan di negeri. Hal ini selain ditandai
dengan tumbuh suburnya usaha bidang kemaritiman seperti pelayaran niaga, kepelabuhanan,
perikanan (tangkap dan budidaya) hingga pengelolaan dalam kementrian maupun dunia
pendidikan. Meskipun belum terlalu menonjol. Dalam politik hubungan internasional yang
memperjuangkan Indonesia sebagai negara maritime juga dirintis sejak akhir 1970an (1978 –
1988), saat Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, SH menjabat Menteri Luar Negeri RI. Di mana
beliau berhasil memperjuangkan batas wilayah laut RI menjadi 12 mil laut daribatas landas
kontinen pulau terluar.
Dalam dunia pendidikan kepelautan dan kemaritiman, sejak tahun 1970an juga ditandai
dengan bendirinya beberapa lembaga pendidikan. Jika dalam bidang kepelautan &
kepelabuhanan pelayaran niaga umum sebelumnya kita hanya memiliki Akademi Ilmu
Pelayaran (AIP) di Mangga Dua, Jakarta Utara atau Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP – saat
ini) di Kawasan Marunda, Jakut – maka tahun 1970an berdiri P3B Semarang (PIP Semarang –
saat ini) dan P3B Makassar (PIP Makassar – saat) ini. Dimana lembaga pendidikan tersebut
dikelola di bawah naungan dan pengawasan BPSDM Kemenhub RI. Sedangkan di bidang
pelayaran kapal penangkap ikan dan budi daya perikanan kita memiliki AUP (Akademi Usaha
Perikanan) – atau STP (Sekolah Tinggi Perikanan) di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Selain itu
setaraf SLTA (SMK) ada SUPM (Sekolah Usaha Perikanan Menengah) Tegal dan STMPL
(Sekolah Teknik Menegah Perikanan Laut) Mundu, Cirebon. Di mana saat itu lembaga
pendidikan tersebut pengelolaannya di bawah Direktorat Perikananan, Kementan RI. Bahkan
khusus SUPM Tegal hingga akhir 1980an pembinaan maupun pengawasannya serta disubsisi
langsung oleh FAO (Food & Agriculture Organization) – sebuah lembaga PBB yang mengurusi
bidang pangan dan pertanian. Selanjutnya sejak berdiri Kementrian Kelautan dan Perikanan
(tahun 2000), pembinaan dan pengawasannya di bawah BPSDM KKP RI.
Perkembangan dalam dunia pendidikan kelautan dan erikanan kian maju sejak era
pertengahan 1980an. Banyak perguruan tinggi negeri maupun swasta membuka fakultas dan
jurusan yang berbasis pada kemaritiman dan kelautan. Demikian juga pada tataran SLTA / SMK.
When A Boy Goes to the Sea, He Will Be Back as A Real Man
Hampir di berbagai kota besar di pelosok negeri ini berdiri SMK Pelayaran maupun SUPM
negeri maupun swasta. Perkembangan ini semakin menggembirakan sejak era 1990an hingga
sekarang. Supply and Demand, menjadi tolok ukur dan alasan berdirinya lembaga pendidikan
tersebut. Di sisi lain dengan banyaknya lembaga pendidikan, pemerintah merasa terakomadasi
kewajibannya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai amanat UUD 1945 pasal 31 ayat 1 ~
5. Sementara perkembangan itu kian tak terkontrol akibat pemerintah maupun swasta kurang
bijaksana dalam menyikapinya. Karena pemerintah mauun pihak swasta terkait terlena tidak
mengantisapasi sebuah sarana prasarana inti dari proses belajar mmengajar ini.

PERMASALAHAN
Perkembangan dan kemajuan dalam pendidikan kelautan, kemaritiman dan kepelautan
maupun perikanan tangkap yang kurang diimbangi dengan sarana prasarana yang memadai serta
tidak keseimbangan antara supply & demand, menimbulkan suatu permasalahan lain pada SDM
keluaran / lulusannya. Baik dalam bidang kompetensi maupun ketrampilan. Hal ini khususnya
dalam bidang pendidikan kepelautan, baik pelaut pelayaran niaga umum maupun kapal
penangkap ikan (perikanan).
Salah satu permasalahan utamanya ialah : “ Belum Adanya Sarana Kapal Latih Bagi
Para Calon Pelaut Pemula Sebagai Sarana Pembelajaran Praktik Pengenalan, Pembentukan
Mental serta Ketrampilan Yang Sesuai Dengan Standar Kebutuhan Calon Pengguna Jasa
Pelaut Baik Untuk Perusahaan Dalam Maupun Luar Negeri”

PEMBAHASAN
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa salah satu faktor yang menyebabkan
pesatnya perkembangan dan kemajuan lembaga pendidikan kepelautan di negeri ini baik tingkat
SLTA maupun perguruan tinggi adalah adanya Supply & Demand dari pengguna jasa.
Khususnya pihak penyelenggara pendidikan non pemerintah (swasta) seakan berlomba – lomba
cenderung euphoria membangun lembaga pendidikan dan pelatihan kepelautan. Baik pendidikan
formal maupun non formal / Pendidikan Luar Sekolah (PLS) dengan mendirikan Maritime
Training Centre (semacam BLK khusus pelaut). Lengkap dengan Lembaga Sertifikasi (LSP),
baik yang standar IMO maupun non standar IMO (International Maritime Organization).
Akibatnya ada beberapa hal yang lepas dari pengawasan pemerintah sebagai regulator.
Kkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk
kkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk
kkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk
kkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk
Kapal yang dimaksud dalam hal ini ialah sebuah kapal niaga umum ataupun kapal
penangkap ikan yang secara operasional sangat produktif. Dengan demikian kebutuhan biaya
tetap (fixed cost) maupun biaya tidak tetap (variable cost) termasuk biaya operasional kapal
When A Boy Goes to the Sea, He Will Be Back as A Real Man
sudah terpenuhi oleh kegiatan kapal itu sendiri. Sehingga para peserta pelatihan / trainee / cadet
tidak dibebani biaya – biaya kapal. Jika terpaksa mereka harus menanggung biaya, setidaknya
hanya untuk membiayai kebutuhan pemakanan mereka sendiri maupun biaya intrusktur / mentor
yang secara khusus ditugaskan untuk mengatur dan mengawasi proses pembelajaran mereka
selama di atas kapal.

Saat ini beberapa lembaga pendidikan pelatihan negeri seperti STIP Jakarta, Poltekpel
Malahayati Aceh, Poltekpel Barombong dan PIP Makassar memang sudah dilengkapi dengan
kapal latih. Akan tetapi ada sebuah konsep dan prinsip dasar yang kurang tepat. Baik dari
bentuk / jenis kapal latih maupun pola operasional kapal itu sendiri. Saat ini kapal latih tersebut
tipe-nya adalah kapal penumpang yang ruang muat kapal tersebut sepenuhnya dirubah menjadi
ruang akomodasi bagi para peserta training / cadet. Selain itu, kapal tersebut secara murni hanya
dioperasikan sebagai kapal latih di mana beban biaya fixed dan variable cost serta
operasionalnya saja sepenuhnya (saat ini) ditanggung oleh pemerintah. Karena kapal tersebut
sama sekali tidak bias menghidupi dirinya sendiri. Sangat tidak mungkin dan tidak ideal jika
semua beban biaya kapal tersebut dibebankan kepada para peserta latihan. Seberapapun peserta
latihan yang bias ditampung.
Jika merujuk pada jenis kapal latih yang mereka miliki saat ini yang cenderung mirip kapal
penumpang, seharusnya kapal latih mereka ini difungsikan sebagai kapal penyeberangan khusus
angkut penumpang dengan pertimbangan minimal biaya operasional kapal bisa tepenuhi dari
ongkos ankut penumpang dengan maksimal kapasitas penumpang 70 – 75 %. Sisa kapasitas
penumpang 25 – 30 % diperuntukkan untuk keperluan pelatihan bagi para cadet yang diberikan
biaya permakanan dan kebutuhan pelatihan terkait lainnya.

Jenis Kapal, Materi Pelatihan dan Jenis Pelatihan


Kapal Latih (Training Ship) seperti apakah yang ideal, aman, efektif dan efisen bagi para
calon pelaut pemula (Calon Perwira Pelayaran Niaga maupun Kapal Penangkap Ikan dan Rating)
peserta pelatihan ? Hal ini tergantung dengan tujuan dan jenis pelatihanyang akan
dilakukan,antara lain :
1. Pengenalan Dasar Kebaharian & Mental Character Building

Pelatihan tahap ini masih bersifat Joy Sailing – sekedar memperkenalkan dunia bahari
dan seluk – beluk kelautan maupun pelayaran kepada peserta pelatihan. Durasi waktu
maupun rute pelayaranya yang pendek, paling lama sekitar 2 – 3 hari saja.

Pelatihan Layar (sail training) seperti ini sebagaimana sifatnya ialah belajar sambi
bersenang – senang. Para peserta pelatihan diajak mengenal wawasan bahari, kelautan
dan pelayaran tanpa rasa paksaan. Diharapkan mereka akan penasaran dan tertarik
When A Boy Goes to the Sea, He Will Be Back as A Real Man
untuk mengenal, memamahi dan tertarik untuk menekuninya. Jiwa dan semangat
baharinya akan muncul secara alamiah.

Adapun kapal yang cocok dipakai untuk pelatihan seperti ini selayaknya adalah kapal
yang biaya operasional rendah sehingga tidak memberatkan pada para peserta. Sebab
umunya hamper sepenuhnya biaya operasional kapal dan biaya pelatihan dibebankan
kepada para peserta. Jika pun ada susbsidi yang biasanya bersumber dari CSR
perusahaan maupun instansi terkait, sifatnya hanya meringankan saja.

Kapal layar tiang tinggi (tall ship) seperti PINISI yang sudah dimodifikasi sebagai
kapal wisata adalah kapal yang cocok untuk kegiatan ini karena :

a. Biaya operasional rendah, bias memanfaatkan kombinasi tenaga angina dan mesin
b. Daya tamping penumpang bisa 30 – 40 orang peserta
c. Draft kapal rendah sehingga bisa menyinggahi pulau – pulau wisata yang umumnya
berada di perairan dangkal / karang
d. Interaksi para peserta pelatihan dengan para mentor / instruktur dan crew kapal bisa
terlaksana secara alamiah karena ukuran kapal yang tidak terlalu besar.
e. Para peserta yang umumnya pemula merasa tidak digurui karena unsur utama yang
dirasakan adalah joy sailing / wisata bahari. Metodologi pelatihan ini ilmu
pedagogis adalah termasuk metoda : SUGGESTOPHEDIA – di mana para
peserta didik tidbawa dalam suasana nyaman, senang, tidakmerasa terpaksa
sehingga mereka tanpaterasa diajak untuk mempelajari sesuatu pengetahuan
tanpa mereka sadari. Metode ini akan lebih efektif jika para mentor / instrukturnya
juga menguasa teknik mengajar PARTICIPATORY TEACHING –LEARNING
INTERACTION.

Sedangkan para peserta yang umumnya mengikuti pelatihan layar seperti ini adalah:

a. Para siswa SD, SLTA, SLTA dan Pramuka. Bahkan jika memungkinkan dan sarana
prasarananya mendukung, anak – anak TK / PAUD pun biasa dan BISA.
b. Para peserta Diklat Crass Program tentang Kemaritiman dan Kepelautan tingkat
umum, baik untuk calon pelaut kapal pelayaran niaga umum maupun kapal
penangkap ikan.
c. Para Taruna / Taruni SMK Pelayaran & Perikanan maupun Mahasiswa &
Taruna /Taruni Akademi / Fakultas Kemaritiman, Perikanan, Perkapalan &
Kepelaulatan tingkat I sebagai sarana pengenalan
d. Masyarakat umum yang ingin mengenal dan menikmati wisata bahari maupun
petualangan bahari (Marine Sailing Advanture)

Beberapa materi pelatihan layar kategori ini yang bisa diberikan kepada para peserta
antara lain :
When A Boy Goes to the Sea, He Will Be Back as A Real Man
a. Mental & Character Buiding
b. Team Building
c. Pengenalan Wawasan Nusantara, khusunya yang berkaitan dengan kemaritiman
dan kelautan
d. Pengenalan dasar ilmu perkapalan dan pelayaran
e. Petualangan laut seperti:
- Trust Jump / Abandon Ship (sea survival)
- Snorkeling & diving
f. Lingkungan hidup
Salah satu contoh kapal yang pernah melaksanakan kegiatan seperti ini ialah KLM.
(KAL) PHINISI NUSNTARA – kapal pinisi legendaris yang pernah mengarungi
Samudera Pasifik dari Jakarta ke Vancouver, Canada pada tahun 1986. Sejak tahun
1992 ~ 1998 di bawah Yayasan Phinsisi Nusantara dan 1999 ~ 2002 di bawah PT.
Yalacendikia Bhakti Yasbhum (TNI-AL), kapal tersebut diberdayakan sebagai apal
wisata umum sekaligus kapal latih bagi para pelajar, pramuka, karang taruna dan
Taruna/Taruni SMK Pelayaran maupun Akademi Maritim s-Jabotabek.

2. Pengenalan Dasar – Dasar Pelayaran Niaga Umum dan Kapal Penangkap Ikan

3. Praktik Belayar / Proyek Laut (Prala)

PENUTUP

Penyusun,
Team Diklat – Vokasi MKN 4.0
Supervised by
Team Advisor MKN 4.0

When A Boy Goes to the Sea, He Will Be Back as A Real Man

Anda mungkin juga menyukai