NIM : 2210030005
JURUSAN : PASCASARJANA STUDI AGAMA-AGAMA
MATA KULIAH : TEORI-TEORI KEAGAMAAN
Identitas Buku
Judul : SEVEN THORIES OF RELIGION (Tujuh Teori Agama paling
Berpengaruh)
Pengarang : Daniel L. Pals
Geertz melakukan penelitiannya di Jawa dan Bali dengan judul buku penilitiannya.
The Social History of an Indonesian Toıvn (1965) menceritakân kondisi masyarakat tempat
dia melakukan sebagian beşar studinya, yaitu daerah Mojokuto. Bükü ini terutama
membicarakan masalah perubahan-perubahan ekonomi, politik dan kehidupan sosial dalam
masyarakat yang bergerak dari pemerintahan kolonial menuju kemerdekaan.
Misi utama Geertz sebagai antroplog di Pulau Jawa dan Bali adalah etnograffi, yaitu
memberikan desktipsi rinci dan sistematis dari masyarakat Timur ini dan mengungkapkan
bagaimana keragaman aspek-aspek kehidupan masyarakatnya bisa melebur menjadi sebuah
kebudayaan yang utuh. Awalnya Ia berpandangan bahıva suatıı agama akan tergambar oleh
kondisi masyarakat pemeluknya, şebagaimana yang selama ini diyakini oleh penganııt
fungsionalisme, namıın kenyataannya masyarakat pun ikan ditunjukkan oleh agama yang
mereka anut.
Yang perlu perhatikan dari latar belakangnya Geertz adalah dalam bidang
antropologi. adalah kenyataan bahwa dia tidak dididik dalam tradisi Durkheimian Paris atau
Evan Pritchardian Oxford, melainkan di Universitas Harvard, Amerika Ide-idenya tentang
agama dan kebudayaan berkembang di bawah dua pengaruh; tradisi antropologi Amerika
Yang kuat dan independen serta perspektif dia tentang ilmu-ilmu sosial Yang didapatkannya
dari Harvard yang dipengaruhi langsung oleh Talcot Parson.
Geertz juga mengutip Boas, Kroeber dan lowie menekankan bahwa kebudayaan
adalah kunci untuk studi antropologi . mereka berpendapat bahwa dalam studi lapangan yang
akan diselidiki bukan hanya masyarakat semata-mata, yang dianggap oleh ilmuan Eropa
selama ini, tapi lebih dari itu, yaitu kita harus mempelajari suatu sistem yang lebih luas dari
ide, adat-istiadat perilaku, simbol dan institusi-institusi dalam suatu masyarakat. sedangkan
masyarakat itu sendiri hanya satu bagian dari sekian banyak sistem yang ada.
Dia percaya bahwa Pintu gerbang untuk memasuki kehidupan masyarakat lain akan
terbuka lebar apabila struktur-struktur sosial seperti keluarga, pola kekeluargaan dan klan,
atau pun sistem hukum telah diamati dan dipahami. penyelidikan terhadap apa yang ada di
balik ini semua mutlsk dilalakukan, karena kesalingterkaitan ide, motivasi dan aktivitas
secara keseluruhan dalam masyarakat itulah sebenarnya yang disebut kebudayaan.
Apakah yang dimaksud dengan agama sebagai satu sistem kebudayaan? Geertz
menjawab pertanyaan ini dengan satu kalimat panjang dan "padat”. Agama adalah;
1)satu sistem simboı yang bertujuan untuk (2) menciptakan perasaan dan motivasi yang
kuat, mudah menyebar, dan tidak mudah hilang dalam diri seseorang (3) dengan cara
membentuk konsepsi tentang sebuah tatanan umum eksistensi dan (4) melekatkan
konsepsi ini kepada pancaran-pancaran faktual, 5) dan pada akhirnya perasaan dan
motivasi ini akan terlihat sebagai suatu realitas yang unik.
Agama dan sistem simbol
Jika kita ingin melakukan apa yang telah diusahakan oleh para antropolog selama ini,
yaitu menjelaskan kebudayaan orang lain, maka kitak pilihan lain kecuali menggunakan
metode yang dinamakan oleh filsuf Inggris Gilbert Ryle dengan Thick Description. Kita
harus melukiskan tidak saja apa yang secara aktual terjadi, tetapi bagaimana pemahaman
seseorang tentang kejadian tersebut.
Maka dapat dipahami, kata Geertz, bahwa etnografi dan juga antropologi secara umum
selalu melibatkan "lukisan mendalam". Tugasnya bukan hanya sebatas
mendeskripsikan/melukiskan struktur suku-suku primitif atau bagian-bagian ritual atau, yang
lebih khusus lagi, berpuasanva orang muslim di bulan Ramadhan.
Tugas utamanya adalah mencari makna. menemukan apa yang sesungguhnya berada di
balik seluruh kehidupan dan pemikiran ritual, struktur dan kepercayaan mereka. Satu hal
yang perlu digarisbawahi ketika berbicara tentang makna. Kebanyakan kita akan
menganggap hal itu yang bersifat pribadi satu ide yang terdapat dalam diri seseorang. Tapi
bila dipikir lebih dalam lagi akan nampak jelas bahwa ternyata makna juga tidak selalu
demikian. Oleh karena itu, kita dapat menyadari bahwa kebudayaan masyarakat tertentu
saling berbagi konteks makna ini. Atau dengan ungkapan Geertz, "kebudayaan itu secara
sosial terdiri dari struktur truktur rnakna dalam terma-terma berupa sekumpulan tanda Yang
dengannya masyarakat melakukan satu tindakan, mereka dapat hidup di dalamnya atau pun
menerima celaan atas makna tersebut dan kemudian menghilangkannya. Kebudayaan
bukanlah sesuatu Yang fisik, sekalipun memang terdapat hal objektif di dalamnya. Satu
hallagi Yang lebih penting yaitu ketika seorang antropolog melakukan studi terhadap satu
masyarakat di mana pun dan kapan pun, mereka harus mencoba merekonstruksi masyarakat
yang diteliti. kita juga harus ingat bahwa satu kebudayaan bukan hanya sekadar masalah
makna saja, sebagai sesuatu yang murni bermuatan sistem-sistem simbol, seperti layaknya
matematika. Adat-istiadat atau perilaku masyarakat juga harus diamati, sebab kebudayaan
menemukan artikulasinya melalui alur tingkah laku—atau lebih tepatnya—melalui tindakan
sosial.
Hal ini barangkali berarti bahwa pada saat tertentu satu deskripsi seorang antropolog
tentang satu kebudayaan bisa saja tidak konsisten sepenuhnya. Masyarakat kadang kala
berada dalam posisi yang kelihatannya menentang sistem makna yang dianut olah
kebudayaan mereka sendiri, atau lebih tepat lagi, sistem kebudayaan kadangkadang
menyajikan pola-pola yang beraneka-ragam dan penuh konflik dalam rangkaian tindakan
mereka. Hal ini juga berarti bahwa para antropolog hanya dapat berbuat tidak lebih dari
sekadar merekonstruksi apa yang dipikirkan oleh orang Iain dan menuliskan tafsiran terbaik
mereka tentang hal tersebut.
Analisa kebudayaan bagi antropolog interpretatif serta teoritikus yang teliti selalu
merupakan proses perkiraan terhadap makna, memetakan pemikiran dan kemudian
melukiskan kesimpulan penjelasannya. Jika antropologi interpretatif merupakan cara untuk
melihat sistem makna dan nilai yang dipakai masyarakat dalam menjalani kehidupannya,
maka cukup beralasan bila antropologi interpretatif ini ketika menelaah kebudayaan manapun
akan selalu tertarik kepada masalah agama. Geertz sangat yakin ini adalah bukti yang
terdapat dalam studi pertamanya. Bukti tersebut muncul dari lapangan tempat dia melakukan
penelitian, dan tercantum dalam buku The Religion ofJava (1960), sebuah buku etnografi
terbaik dalam tradisi antropologi Amerika. Dalam buku ini, Geertz melihat agama sebagai
fakta kultural sebagaimana adanya dalam kebudayaan Jawa, bukan hanya sekadar ekspresi
kebutuhan sosial atau ekonomis (walupun kedua hal ini juga sering diungkap oleh Geertz).
Beberapa Kritik
1. Menurut Sankman dan para kritikus lainnya, antropologi interpretatif Greetz
yang hanya mencari makna tanpa membentuk teori ilmiah yang akan
menjelaskan temuannya di lapangan, maka hal tersebut bukanlah produk
ilmiah, karena bagaimanapun hukum-hukum teoritis adalah segala sesuatu
yang berkaitan dengan dengan sains. Jadi, penafsiran Geertz terhadap
makna yang tidak melibatkan sains dianggap pembunaan terhadp ilmu
pengetahuan.
2. Geertz tertarik mengamati dan menafsirkan perilaku agama, yang menjadi
kritikan adalah bahwa dia dianggap hanya mementingkan etos tentang
aturan, nilai, kesadaran, estetika, sifat dan emosi. Dan mengenyampingkan
masalah pandangan hidup misalnya islami seperti keyakinan terhadap Allah,
rukun islam, dan doktrin tentang hari akhir. Karena bagaimana mungkin kita
bisa dapat mengetahui suatu perilaku adalah religius tanpa merujuk terhadap
pandangan hidupnya.