Anda di halaman 1dari 9

POSTMODRNISME DAN POSTMODERNITY

Istilah Postmodernisme dan postmodernity yang sangat membingungkan, bahkan


meragukan. Asal usulnya dari wilayah Seni, budaya, sastra,dan filosofi . Dan dari situ merembet
menjadi istilah mode yang dipakai oleh beberapa wakil dari beberapa ilmu. Dan akhirnya istilah
itu oleh filosof  Prancis, Arkady Plotnitsky, dimasukkan ke dalam kawasan filsafat dan sejak itu
diperjualbelikan sebagai sebuah “isme” baru.
Istilah “Postmodernisme” membingungkan karena memberikan kesan bahwa kita
berhadapan dengan sebuah aliran atau paham tertentu, seperti Marxisme, eksistensialisme,
kritisisme, idealisme, dan lain-lain. Padahal para pemakai label itu biasanya tidak berbicara
tentang “postmodernisme”, melainkan tentang “pemikiran pasca-modern”. Misalnya Rorty atau
Derrida, amat beraneka ragam cara pemikirannya. Di Indonesia, sesuai kebiasaan, kita malah
malas mengungkapkan seluruh kata “postmodernisme” dan menggantikannya dengan “posmo”.
Sesuai dengan gaya berfikir mitologis dan parsial dimana yang penting simbolnya saja, bukan
apa yang sebenarnya dimaksud.
Padahal pemikiran “posmo” itu ada banyak dan tidak ada kesatuan paham. Namun benar
juga, ada sesuatu yang mempersatukan pendekatan-pendekatan itu, atau lebih tepatnya ada dalam
filsafat modern salah satu kecenderungan yang muncul dalam bentuk-bentuk berbeda, namun ada
kesamaan wujudnya, dan barangkali itulah kesamaan segala macam gaya berfikir yang
ditemukan unsur “posmo”- nya itu.
Dapat dikatakan bahwa “postmodernisme” lebih merupakan sebuah suasana, sebuah naluri,
sebuah kecenderungan daripada sebuah pemikiran eksplisit. Kecenderungan itu lalu memang
mendapat ekspresi melalui berbagai sarana konseptual yang sangat berbeda satu sama lian.
Adalah jasa istilah “postmodernisme” bahwa dengan demikian kita memperoleh sebuah payung
konseptual untuk melihat kesamaan di antara mereka itu yang umumnya justru mencolok
ketidaksanaannya.
Untuk menghindari kebingungan yang lebih lanjut, maka penulis akan membahas
postmodernisme secara lebih gamblang dalam pembahasan makalah ini. Setidaknya ada tiga
unsur atau elemen yang akan dibahas lebih rinci dalam pembahasan ini. Yang pertama adalah
sejarah perkembangan post-moderent. Yang kedua adalah postmodernisme menuju ke
postmodernity. Serta yang ketiga adalah Postmodernis Epistomologi dan Budaya postmodernity.
I. Pembahasan
A. Sejarah Perkembagan Post-Moderent

Dengan melihat garis besar sejarah kebudayaan Barat, yaitu Zaman Purba (Abad 9 M),
Zaman Pertengahan (500-1500 ),dan Zaman Moderen ( 1500-sekarang ), maka Zaman Post-
moderen belumlah dianggap sebagai Zaman yang berdiri sendiri. Postmoderen pada dasarnya
masih merupakan bagianya integral Zaman moderen. Zaman Purba, yang lebih dikenal dengan
zaman klasik (dari kata Classcius, yang secara Etimologis sesungguhnya berarti besar atau
utama), mulainya dengan lahirnya penulis Ephos Homerus dengan karyanya yang terkenal Illias
dan Odissee, yang dilanjutkan dengan Zaman Plato (429-347 SM ) dan Aristoteles (384-322
SM ), dan berakhirnya dengan jatuhnya kekaesaran Romawi Barat tahun 476. Zaman
pertengahan, sesuai dengan namanya adalah masa 1.000 tahun antra tahun 500 hingga tahun
1500, diakhiri dengan jatuhnya kekaisaran Romawi Timur atau direbutnya Constatinovel oleh
turki tahun 1453. Sekaligus penemuan benua amerika oleh colombus tahun 1492. Zaman
pertengahan didominasi oleh ajaran kristiani, oleh karna itulah, Zaman pertengahan juga disebut
Zaman patristik. Oleh karna itulah, Zaman pertengahan disebut juga dengan zaman renaissence,
atau zaman humanisme, sebagi masa kebangkitan kembali kebudayaan dan manusia lama.
Dalam kesusastraan, dan khususnya tradisi secara abad pertengahan, pengaruh-pengaruh
kebudayaan klasik inilah yang melahirkan aliran klasik. Zaman moderen merupakan Zaman
penemuan dalam berbagai bidang kehidupan yang pada giliranya mengantarkan manusia
kepuncak peradabanya. Zaman moderen ditandai dengan dimanfaatkannya metode eksperimental
dan matematis, sekaligus ditinggalkannya secara depinitif visi aristotelian.
Sejarah  pemikiran dan kebudayaan yang dibangun diatas prinsip-prinsip modernitas
selanjutnya merasuk ke berbagai bidang kehidupan. Seni modern hadir sebagai kekuatan
emansipatoris yang menghantar manusia pada realitas baru. (Awuy, 1995: 41). Sementara itu
dalam dunia ilmu dan kebudayaan, modernitas ditandai dengan berkembangnya teknologi yang
sangat pesat, penemuan teori-teori fisika kontemporer, kejayaan kapitalisme lanjut,
konsumerisme, merebaknya budaya massa, budaya populer, maraknya industri informasi 
televisi, koran, iklan, film, internet  berkembangnya konsep nation-state (negara-bangsa),
demokratisasi dan pluralisme.
Namun dalam penampilannya yang mutakhir tersebut, modernisme mulai menampakkan
jati dirinya yang sesungguhnya: penuh kontradiksi, ideologis dan justru melahirkan berbagai
patologi modernisme. Modernisme inilah yang telah mencapai status hegemonis semenjak
kemenangan Amerika dan para sekutunya dalam Perang Dunia II (Ariel Heryanto, 1994: 80),
yakni modernisme yang tidak lagi kaya watak seperti saat awal kelahirannya, namun
modernisme yang bercorak monoton, positivistik, teknosentris dan rasionalistik; modernisme
yakin secara fanatik pada kemajuan sejarah linear, kebenaran ilmiah yang mutlak, kecanggihan
rekayasa masyarakat yang diidealkan, serta pembakuan secara ketat pengetahuan dan sistem
produksi.
Jejak-jejak pemikiran yang bernaung dibawah payung postmodernisme dalam banyak bidang
kehidupan: seni, sastra, politik, ekonomi, arsitektur, sosiologi, antropologi dan filsafat 
sebenarnya  sudah dapat dilacak jauh ke alur sejarah modernisme sendiri. Lahirnya beragam
bentuk realitas baru: seni bumi, seni video, sastra marjinal, sastra yang terdiam, arsitektur
dekonstruksi, antropologi kesadaran, paradigma Thomas Kuhn dan pemberontakan terhadap
filsafat modern semenjak Nietzsche, Husserl, Heidegger, hingga Mahzab Frankfrut adalah benih-
benih lahirnya pemikiran postmodernisme.

B. Postmodernisme Menuju Ke Postmodernity

Bangkitnya era baru postmodernisme menuju ke postmodernity disegala bidang


kehidupan sejak abad ke-20, yang kemudian juga disusul dengan penemuan teori dan metode
dalam masing bidangnya, jelas bahwa perubahan besar dalam mengubah pola-pola perilaku
manusia, sebagai atau sebagian internal kebudayaan,ilmu-ilmu humaniora,khususnya ilmu sastra,
jelas termasuk kedalam perubahan tersebut. Pada umumnya visi konteporer dalam kaitanya
dengan ilmu sastra disebut postmodernis. Kelahiran postmodernis dan postmodernity
dimaksudkan dapat mengantisipasi berbagai distori sistem semantis diatas sehingga karya seni,
khususnya karya sastra benar-benar berfungsi dalam kehidupan masarakat.

Sebagai cara yang baru,teori postmoderen dan postmodernity dikaitkan dengan teori
sastra yang sudah berkembang selama kurang lebih setengah abad,sejak awal abad ke-20.
Dengan tidak melupakan kekuatan sekaligus hasil-hasil maksimal yang telah tercapai
postmodernis memandang bahwa teori terdahulu ternyata memiliki sejumlah kelemahan dan
dipandang sangat perlu untuk diperbaiki.
Postmodernisme ditandai oleh skeptesisme akan kemampuan akal budi manusia untuk
memehami realitas secara utuh. Postmodernisme memiliki ciri pandang holistik terhadap segala
kemampuan manusia. Gagasan tentang kebenaran menyebar. Postemodernisme percaya bahwa
bagaimanapun, pengetahuan manusia tentang realitas itu terbatas dan tidak pernah sempurna.
Postemodrnisme menawarkan tentang gagasan kritik,sastra, filosopi dan budaya,
postemodrnisme dan postemodrnity tidak lepas dari permasalhan tersebut karna saling berkaitan,
bagi mereka yang sepenuhnya menerima sering memberikan argumentasi yang negatif bahkan
memberikan nama secara mengejek. Postmodernisme minsalnya, dinamai, posmo’ yang
dikonotasikan sebagai orang banci.

Moderen, dari kata modo (latin), berarti baru saja, jelas sangat sulit untuk dikaitkan
dengan zaman moderen yang berlangsung hampir selam 500 tahun. Oleh karena itulah, timbul
pendapat bahwa baik istilah moderen maupun postmoderen diartikan sebagai aktivitas pada saat
suatu kemajuan berhasil untuk dicapai. Postemoderen menuju ke postemodrnity minsalnya,
terkandung dalam setiap aktivitas, dalam hubungan ini aktivitas moderenisme, dimana
didalamnya terkandung suatu pembaruan. Terlepas dari difinisi diatas, modernisme telah
menghasilkan berbagai penemuan yang sangat bermemfaat bagi umat manusia. Modernisme
menuju ke modernity yang telah mengubah pola-pola kehidupan manusia dari sistim
mitos,dogma,dan kebiasaan-kebiasaan lama ke sistim logis,verifikasi,epistemologi dan berbagai
pembuktian lainya,dari tradisi pengetahuan ke ilmu pengetahuan. Dengan singkat, manusia telah
membawa menyelam ke bawah laut, terbang tinggi ke udara, menaklukan puncak-puncak
gunung dan lembah-lembah ngarai. Dengan meminjam dikotomi Marxian,apabila modernisme
telah berhasil untuk menyediakan infra struktur matrial bagi kepentingan umat manusia secara
keseluruhan, maka postmodernisme berusaha untuk mempersiapkan superstruktur ideologinya.
Sesuai dengan kebutuhan masarakat konteporer maka yang perlu dipecahkan adalah masalah-
masalah yang berkaitan dengan saran utama komunikasi itu sendiri, bahasa dengan
manifestasinya yang khas, yaitu wacana. Oleh karna itulah, baik dalam bidang sosial,
politik,arsitektur,dan media masa, maupun dalam bidang seni, khususnya sastra, modelnya
bagaimana dikembangkan oleh Saussure, memperoleh pemahaman yang sangat serius.

Bentuk karya sastra dalam post-moderen dan post-modernity dapat kita lihat dengan
berbagai novel-vonel yang zaman sekaran yang begitu banyaknya sehingga dapat memicu para
pembaca dan para pengarang untuk bersaing, seperti novel DALAM MIHRAB CINTA penulis
HABIBURAHMAN EL SHIRAZY. Novel ini mengisahkan seorang wanita dan bisa dibagakan
dan ia mampu meraih gelar master disebuah institut teknologi,dan dia dipercaya sebagai dosen
pengajar yang baik. Dari karya sastra tersebut memicu kepada post-moderent sehingga dapat
dikatakan perubahan-perubahan zaman post-medernity.

Modernisme dan modernity dalam sastra berkaitan dengan ciri-ciri karya sastra, sebagai
aliran, bukan teori. Sebagai aliran modernisme dan postemodernity, maka karya sastra tumpang
tindih dengan seni lukis dan filsapat. Hubungan dengan gejala pertama terjadi oleh keduanya
dihasilkan melalui sistim informasi dan tujuan estetika yang sama. Perbedaan seni lukis sebagai
kualitas seni ruang sedangkan sastra sebagai seni waktu. Sastrawan dan filsuf pada dasarnya
brbagai objek yang sama, bagaimana masalah-masalah manusia diungkapan, baik secara estetis
maupun logis, sehingga berfungsi unuk meningkatkan kualitas kehidupan itu sendiri.

Salah satu fenomena penting yang menandai lahirnya era postmodern adalah tumbuhnya
budaya massa dan budaya populer. Dalam realitas kebudayaan dimana konsumsi mengalahkan
produksi, nilai-tanda dan nilai-simbol mengalahkan nilai-guna dan nilai-tukar, penampilan
menjadi tujuan, tuntutan mengejar keuntungan adalah satu-satunya pegangan, maka tak pelak,
budaya masa dan budaya populer adalah jawaban bagi masyarakat yang demikian. Sebagai
semangat zaman baru, budaya masa dan budaya populer pun membawakan nilai-nilai baru,
kegairahan baru dan etos kerja baru. Lebih dari era-era sebelumnya, era postmodern adalah
kurun sejarah yang memuja bentuk dan penampakan ketimbang kedalaman, merayakan
kebebasan, permainan dan kenikmatan ketimbang kehusukan, serta mengejar keuntungan
ketimbang kemanfaatan. Tak heran bila dalam masyarakat yang dihidupi budaya masa dan
budaya populer  masyarakat konsumer  tumbuh simbol-simbol dan aktivitas kebudayaan baru.
Televisi, iklan, shopping mall, video game, kartun, komik, pusat kebugaran, kursus kecantikan,
cat rambut, operasi plastik, alis palsu, facial cream, body building, salon mobil sampai senam
seks dan sederet ikon gaya hidup adalah kosakata baru budaya massa dan budaya populer.

Dalam kehidupan sehari-hari ( Condition 1984 ) postmodernity juga menampilkan


gagasan-gagasan baru dalam kaitanya dalam bidang epistemologis, diman dalam epistomologis
telah begeser secara modernity. Didalam masrakat modern semua memberikan prioritas pada
pengembangan infrastruktur pembelajaran,penemuan-penemuan yang baru, alat-alat yang
canggih,pola pikir yang baru,sistem komunikasi, dan sebagainya. Dalam rangka meningkatkan
kualitas dan kuantitas epistemologis ,modernity bahkan mengorbankan kepentiangan budaya .
Dalam era postmodernity, diman kemakmuran dan waktu luang meningkat, maka komponen
yang memegang peranan adalah epistemologi modernisme.

C. Postmodernis epistemologi dan budaya postmodern

Hubungan Postmodernis dengan epistemologi begitu sederhana seperti yang


dibayangkan. Kompleksitas hubungan dengan sendirinya tergantung pada budaya postmoderen
dan semakin kaya pemahaman seseorang pembaca maka epistemologinya makin kaya pula
hubungan-hubungan yang dihasilkan. Menurut ( Riffatere ), seperti disinggung diatas bahwa
karya sastra yang secara metodelogis dibayangkan sebagai sumber teks disebut hyporgram.
Karya ini menujukan bagaiman cara pemahaman kita tentang postmodernis dan postmodernitas
sebagai tampak konsep dari pertimbangan epistemologi tersebut.

Di samping itu post-modernisme dilihat dari sebuah kondisi budaya masrakat moderent.
Ia juga menyiratkan adanya perubahan paradigma yang diperoleh dengan jalan pintas, dari
bentuk lama ke bentuk baru. Istilah ini sekaligus menggambarkan antara masa kini dan masa
silam yang tampil dalam bentuknya yang baru.

Postmodernt idiologi pengetahuan antara timbal balik membentuk dan dibentuk oleh
praktik-praktik budaya postmodern,timbal balik ini sendiri dan karna pandangan ini pengetahuan
postmodernis, terutama setelah mereka diberi fitur postmodernis lainya.

Demikian para pakar menyimpulkan tentang perubahan post-modernt menuju ke post-


modernity yang secara beriringan dengan Zaman perubahan-perubahan yang secara radikal oleh
karena itu dapat dilihat dari daftar tersebut

1. Sebuah manifasi yang berbeda ( dari yang modernitas ) legimitasi dan dialektimasi
pengetahuan, termasuk pengetahuan matematika dan ilmiah, dilihat oleh modernitas
sebagai pradikmatik, khususnya dalam hal pralogy (suatu bentuk legetemasi strategis),
bukan hanya korespondensi kebenaran ( logika atau percobaan ) dan oleh kinerja.
2. Teknologi baru, terutama teknologi digital, dalam bentuk-bentuk baru dari pengolahan
informasi dan komunikasi, khususnya peran televisi dan internet atau ( semua meresap )
media kultur pada umumnya.
3. Globalisasi ( terkait ) dan geopoliticizition politik,ekonomi dan koneksi budaya,dan
distribusi (global) modal.
4. Sebuah rekonstruksi radikal dari budaya dan kehidupan manusia, sebagian dengan
menggeser cetring (moderen) pada waktu untuk penekanan (postemoderen) pada ruang.
5. Sebuah ruang organisasi pada fisik dan budaya postmoderen perkotaan,lingkungan dari
bangunan tunggal ke kota-kota secara keseluruhan.
6. Perkembangan mempercepat praktik-praktik budaya yang diperkirakan dan ditentukan
oleh apa yang sebelumya dianggap sebagai kelompok marjinal, dan accompanying
reconsiderations katagori seperti etnis,jenis klamin, seksual dan sebagianya.
7. Pembongkaran kolonialisme dan, selama postmoderen, bahkan bentuk-bentuk tertentu
dari postkolonialisme, dan eco lebih umum ekonomi, budaya dan politik multi centering
dari geopolitik global baru.
8. Sebuah organisasi radikal lenskap politik eropa dan dampak dari reorganisasi didaerah
yang dijelaskan di atas.
9. Perkembangan di eropa, jepang dan amerika serikat dari masarkat pasca-industri, dimana
ekonomi nasional telah bergeser dari munaficturing untuk basis informasi dan jasa,
disamping munculnya transnasional copra ion dan ekonomi global yang saling
berhubungan..
10. Munculnya bentuk-bentuk baru dari produksi budaya dalam sastra, filem, seni, musik,
tari, arsitektur dan televisi, dikoralatif pembagian politik-ekonomi transformasi dan
dibagian relatif indefenden dari mereka, dan timbul dalam pandangan dari kekuatan lain
operasi dilingkungan postmoderen.

Dari daftar ini menujukan sejumlah perkembangan postmoderen positif atau netral ( jika
netralitas apapun mungkin disini ), dan beberapa harapan baru, seperti untuk keadilan yang lebih
besar, dan bagaimanapun juga memikirkan masalah yang menyertai perkembangan ini,
postmodernity sebagai bentuk baru dari ekspolitasi dan komflik yang timbul dan posting ini
moderent yang geopolitik didunia. Sikap baru dari kunci budaya ini ditentukan oleh secara
timbal balik dan menentukan kondisi-kondisi ini untuk Lyotarde, ketidak percayaan ke arah
budaya unik, meta narasi tersebut telah berusaha untuk menjelaskan didunia melalui teleologois
legimitasi tertentu sejarah atau politik.

Pada titik, proses ini Amerikanisasi menemukan gemanya dalam pemikiran Baudrillard.
Dengan menyebut proses Amerikanisasi sebagai gejala "Impian Amerika", Baudrillard
menyatakan bahwa sebagai penggerak utama budaya massa dan budaya populer, Amerika adalah
impian namun sekaligus mitos. Dengan kekuatan daya tariknya yang luar biasa, Amerika seolah
menjadi kiblat era baru yang disebut sebagai era postmodern, sebagaimana Eropa pernah
menjadi kiblat era modern. Namun dibalik semua itu, papar Baudrillard, Amerika sebenarnya
menyimpan berbagai bibit penyakit yang parah. Amerika adalah wajah sebuah budaya yang
szhizophrenis, tak memiliki otentisitas, dan tak lebih dari kumpulan puing-puing budaya yang
diperoleh dari proses duplikasi dan reproduksi. Budaya masa dan budaya populer yang dangkal,
eklektis, mengedepankan penampakan, miskin makna dan orisinalitas  yang justru berkembang-
biak di Amerika  seolah menegaskan sifat paradoks Amerika.

Penyebaran budaya masa melalui proses Amerikanisasi, dimata Hebdige, kemudian


menjadi proses yang tidak sekedar secara pasif menerima, melainkan aktif mengolah kembali
menjadi konstruksi kebudayaan baru. Namun demikian, Amerikanisasi tetaplah dipandang
sebagai ancaman luruhnya nilai-nilai budaya khas-otentik setiap bangsa, runtuhnya otoritas dan
legitimasi lembaga moral tradisional, serta meningkatnya kenakalan dan kejahatan remaja.

Daftar Pustaka

Baudrillard, Jean. The Mirror Produksi, trans. Mark Poster. New York, 1975.

. Simulasi, Trans. Paul Foss et al. New York, 1983.


Bauman, Zygmunt. Etika postmodern. Oxford, 1993.
Benhabib, Seyla. Menempatkan Diri • Gender, Masyarakat dan Postmodernisme dalam
Contempora7 Etika.. Cambridge, 1992,
Bertens, Hans. Ide dari Postmodern yang: A History. London, 1995.
Douwe Fokkema, eds. Internasional Post-modernisme: Teori dan Lit erary Praktek.
Amsterdam, 1996.
Terbaik, Steven, dan Douglas Kellner. Teori postmodern: Interogasi Kritis. New York, 1991.
Bewes, Timothy. Sinisme dan postmodernitas. London, 1997.
Calinescu, Matei. Lima Wajah Modernitas: Modernisme, Avant-Garde, Decadence, Kitsch,
Postmodernisme. Durham, NC, 1987.

Callinicos, Alex, Melawan Postmodernisme: Sebuah Kritik Marxis. New York, 1989. Connor,
Steven. Postmodern Budaya: Sebuah Pengantar Teori Con tersebutsementara. Oxford, 1989

Anda mungkin juga menyukai