Anda di halaman 1dari 24

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pemasangan Infus


2.1.1 Definisi Pemasangan Infus
Pemasangan infus adalah pemasukan cairan atau obat langsung ke
dalam pembuluh darah vena dalam jumlah yang banyak dan waktu
yang lama dengan menggunakan alat infus set (Poltekes kemenkes
Maluku, 2011). Pemasangan infus adalah suatu tindakan memasukan
cairan elektrolit, obat, atau nutrisi ke dalam pembuluh darah vena
dalam jumlah danwaktu tertentu dengan menggunakan set infus
(Hidayati, et al., 2014).

2.1.2 Tujuan Pemasangan Infus/Terapi Intravena


Memenuhi kebutuhan cairan pada klien yang tidak mampu
mengkonsumsi cairan oral secara adekuat, menambah asupan
elektrolit untuk menjaga keseimbangan elektrolit, menyediakan
glukosa untuk kebutuhan energi dalam proses metabolisme,
memenuhi kebutuhan vitamin larut-air, serta menjadi media untuk
pemberian obat melalui vena(Mubarak, et al., 2015). Selain itu,
sebagai pengobatan, mencukupi kebutuhan tubuh akan cairan dan
elektrolit, memberi zat makanan pada pasien yang tidak dapat atau
tidak boleh makan melalui mulut (Hidayati, et al., 2014).

Pemasangan infus interavena merupakan tindakan yang dilakukan


dengancara memasukan cairan melalui intravena dengan bantuan infus
set, bertujuan memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta serta
sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makanan (Maryunani,
2015).

10
11

2.1.3 Jenis Cairan intravena


2.1.3.1 Larutan nutrien
Larutan ini berisi beberapa jenis karbohidrat dan air seperti
dekstrosa dan glukosa. Larutan nutrient yang digunakan
umumnya adalah 5% dekstrosa dalam air (D,W),
3,3%glukosa dalam 0,3% NaCL, dan 5% glukosa dalam 0,45%
Nacl. Setiap satu liter cairan dekstrosa 5% mengandung 170-
200 kalori, mengandung asam amino (Amigen, Anunasol,
Travamin) atau lemak (Lipomul dan liposin).
2.1.3.2 Larutan elektrolit
Larutan elektrolit meliputi larutan salin, baik isotonic,
hipotonik, maupun hiperonik.jenis larutan elektrolit yang
paling banyak digunakan adalah normal salin (isotonik) yaitu
NaCl 0,9%. Contoh larutan elektrolit lainnya adalah laktat
Ringer (Na⁺, K⁺,Cl⁻, Ca2⁺) dan cairan Bulter (Na⁺, K⁺, Mg2⁺,
Cl⁻, HCO₃⁻).
2.1.3.3 Cairan asam-basa
Jenis cairan yang termasuk cairan asam basa adalah natrium
laktat dan natrium bikarbonat.Laktat merupakan jenis garam
yang dapat mengikuti ion H⁺ dari cairan sehingga
mempengaruhi keasaman lingkungan.
2.1.3.4 Volume ekspander
Jenis larutan ini berfungsi meningkatkan volume pembuluh
darah atau plasma, misalnya pada kasus hemoragi atau luka
bakar berat. Volum ekspander yang umum digunakan antara
lain dekstran, plasma, dan albumin serum. Cara kerjanya
adalah dengan meningkatkan tekanan osmotik
darah.(Mubarak, et al., 2015).

2.1.4 Jenis Kanula


12

Alat infus tidak boleh menyebabkan sumbatan pada vena. Alat infus
harus di ganti setiap 72 jam (3 hari) , tetapi harus di bilas dengan
natrium klorida 0,9% setiap 4-6 jam (Boyd, 2015).

Tabel 2.1Pemilihan kanula


Ukuran Perkiraan kecepatan aliran
warna Penggunaan umum gauge
Kristaloid Plasma Darah

Oranye Digunakan di ruang 14 G 16,2 13,5 10,3


operasi atau unit gawat
darurat untuk transpusi
darah atau cairan
kental secara cepat
Abu- Digunakan diruang 16 G 10,8 9,4 7,1
abu operasi atau unit gawat
darurat untuk transpusi
darah atau caitran
kental secara cepat
Putih Tranfusi darah, infus 17 G 7,5 6,5 4,6
cepat cairan yang
kental dalam volume
besar
Hijau Transfusi darah, nutrisi 18 G 4,8 4,1 2,7
parenteral,
mendapatkan sel stem
cell dan pemisahan
cell, cairan dalam
volume yang besar
Pink Tranfusi darah, cairan 20 G 3,2 2,9 1,9
dalam volume besar
Biru Tranfusi darah, 22 G 1,9 1,7 1,1
sebagian obat dan
cairan
Kuning Obat, infus jangka 24 G 0,8 0,7 0,5
pendek, vena yang
rapuh, anak-anak
ungu Neonates 26 G 0,8 0,7 0,5

2.1.5 Pemberian Cairan intravena


2.1.5.1 Sebelum melakukan pemasangan infus ada hal hal yang perlu
diperhatikan:
a. Ganti lokasi tusukan setiap 48-72 jam dan gunakan set
infus baru.
b. Ganti kasa steril penutup luka setiap 24048 jam dan
evaluasi tanda-tanda infeksi.
13

c. Observasi tanda/reaksi alergi terhadap infus atau


komplikasi lain.
2.1.5.2 Persiapan alat
a. Larutan sesuai kebutuhan atau kolaborasi missal Ringer
laktat (RL); dekstrosa 5%; PZ/NS/nacl 0,9% dan lain-lain.
b. Jarum/pungsi vena yang terdiri dari keteter plastic dan
sylet/madrim missal medicet, surflo, venflon,abocath.
Sesui ukuran.
1) Dewasa = 18, 20, 22
2) Anak = 24, 22
3) Bayi = 24, jarum kupu-kupu/ wings/ jarum bersayap
c. Set infus
1) Dewasa = makrodrip
2) Anak = mikrodrip ( bila perlu dengan alat pengontrol
volume/ volutrol/buret)
d. Alcohol 70%
e. Kapas
f. Povidon –iodin/betadin
g. Kasa steril
h. Tournigued
i. Papan penyangga lengan (bila diperlukan)
j. Spalak bila perlu ( untuk fiksasi pada pasien anak yang
belum kooperatif)
k. Plester / hipafix
l. Perlak dan alas perlak
m. Tiang infus
n. Sarung tangan sekali pakai
o. Bengkok
p. Gunting
q. Baki beralas/ troli/ dressing car
2.1.5.3 Persiapan pasien dan lingkungan
14

a. Beritahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan,


dimaksud , dan tujuan tindakan (informed consent)
b. Atur posisi pasien pada lokasi yang akan di pasang infus
c. Bebaskan daerah yang akan dipasang infus dari pakayan
yang menutupi.
d. Pastikan cahaya terang
2.1.5.4 Prosedur pemasangan infus intravena
a. Cuci tangan dan pasang sarung tangan
b. Buka kemasan set infus.
c. Tempatkan klem tepat 2-4 cm di bawah bilik tetesan,
tutup klem/ off.
d. Tusukan set infus ke dalam kantung cairan.
e. Lepaskan penutup botol cairan ( tanpa menyentuh ujung
tempat pemasukan set infus).
f. Lepaskan penutup ujung insersi selang dengan tidak
menyentuh ujung tersebut, kemudian masukan ujung
selang tersebut ke dalam botol cairan.
g. isi selang infus.
1) Tekan bilik tetesan kemudian lepaskan, biarkan terisi
1/3 sampai dengan ½ bagian penuh.
2) Buka pelindung jarum dan buka klem rol. Alirkan
cairan ke adapter jarum, tampung pada bengkok.
Setelah semua selang terisi, tutup kembali klem.
3) Pastikan bagian dalam selang infus bebas dari udara.
h. identifikasi vena yang dapat di akses untuk pemasangan
infus.
1) Hindari daerah yang menonjol.
2) Pilih vena distal lebih dahulu.
3) Hindari pemasangan di pergelangan utama, daerah
peradangan, di ruang antekubital, ekstremitas yang
sensasinya menurun, dan tangan yang dominan.
15

i. Pasang perlak dibawah lokasi yang akan diinfus.


j. Bila terdapat bulu di tempat insersi, gunting terlebih
dahulu (jangan mencukur bulu karena dapat
menyebabkan mikroabrasi dan menjadi predisposisi
infeksi).
k. Pasang tourniquet 10-12 cm di atas insersi.
l. Dilatasikan vena, dengan cara :
1) Menepuk- nepuk vena dari proksimal ke distal.
2) Mengepal dan membuka tangan.
3) Ketukan ringan di atas vena.
4) Kompres hangat di atas vena.
m. Desinfeksi lokasi insersi dengan betadin, lalu bilas
dengan kapas alcohol 70% sampai bersih dan tunggu
sampai kering.
n. Fiksasi vena dengan ibu jari di atas vena dan renggangkan
kulit berlawanan dengan arah insersi 5-7.5 cm dari distal
ke tempat pungsi vena.
o. Lakukan pungsi vena dengan membentuk sudut 20-30⁰.
Jika darah masuk ke jarum, menandakan jarum telah
masuk vena. Rendahkan jarum sampai hamper
menyentuh kulit. Masukkan lagi ±2-3 cm kemudian tarik
stylet/mandrim sedikit secara perlahan. Lanjutkan
memasukan keteter plastik sampai pangkal keteter.
( untuk jarum bersayap : masukan jarum bersayap ke
dalam vena sampai pangkal insersi).
p. Stabilkan keteter dengan satu tangan, lapas tourniquet,
tekan di atas ujung keteter plastic (untuk mencegah darah
mengali keluar), kemudian tarik dan lepaskan stylet/
jarum mandrim.
q. Hubungkan adapter jarum infus (selang) ke pangkal
keteter plastic.
16

r. Buka klem, atur aliran dengan kecepatan tertentu


(observasi adanya ekstavasasi).
s. Fiksasi keteter IV (sarung tangan dilepas, agar plester
tidak lengket ke sarung tangan).
1) Fiksasi menyilang pada pangkal keteter plastic.
2) Letakan bantalan kasa steril di atas tempat insersi,
fiksasi dengan plester di atasnya.
3) Letakan selang infus pada balutan dengan plester.
Untuk fiksasi jarum bersayap, plester diletakkan pada
sayap.
(untuk fiksasi tergantung kebijakan institusi, ada pula
yang langsung memakai fiksasi infus dalam bentuk
jadi seperti curapot, Veca-C
t. Atur kecepatan aliran sesuai kebutuhan.
u. Tulis tanggal dan waktu pemasangan infus pada plester.
v. Rapikan pasien dan bersihkan alat.
w. Cuci tangan.
2.1.5.5 Evaluasi
Observasi pasien terhadap:
a. jumlah larutan yang benar.
b. Kecepatan aliran.
c. Kecepatan jarum intravena
d. Infiltrasi, fleboitis, dan inflamasi.
2.1.5.6 Dokumentasi
a. Tulis di catatanperawat pada catatan medis pasien tentang:
1) jenis cairan.
2) Tempat insersi
3) Kecepatan aliran
4) Ukuran dan tipe kateter IV.
5) Waktu infu di mulai (tanggal dan jam).
6) Respon pasien setelah pemasangan.(hiryadi dkk.2014)
17

2.1.6 Prosedur Perawatan Infus Intavena


Prosedur perawatan pada daerah kulit tempat pemasangan infus
2.1.6.1 Tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi
a. Indikasi:
1) Pasien yang terpasang infus lebih dari 1x24 jam.
2) IV set harus diganti jika telah terpasang selama 3 x 24
jam
3) IV canula tiap 3 x 24 jam atau jika ada tanda infeksi.
4) Selang IV set TPN harus diganti setelah pemakaian 1
x 24 jam
5) Cairan infus harus diganti jika sudah terpasang 3 x 24
jam
b. Persiapan alat :
1) Kasa steril
2) Sarung tangan steril
3) Gunting plester
4) Plester/ hypavic fallow
5) Lidi kapas
6) Alkohol 70%
7) Iodin povidon solution10 % / sejenis
8) Penunjuk waktu
9) NaCL 0,9%
10) Bengkok 2 buah, satu berisi cairan desinfektan
c. Tindakan
1) Lakukan verifikasi data sebelumnya
2) Cuci tangan
3) Tempatkan alat di dekat pasien dengan benar
4) Berikan salam sebagai pendekatan terapeutik
5) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga /
pasien
18

6) Tanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan


7) Atur posisi pasien ( tempat tusuk infus terlihat jelas )
8) Pakai sarung tangan
9) Basahi plester dengan alcohol dan buka balutan.
10) Bersihkan berkas pleter
11) Bersihkan daerah tusukan dan sekitarnya dengan
NaCl
12) Olesi tempat tusukan dengan Iodin Cair/ salf
13) Tutup dengan kassa steril dengan rapi
14) Pasang plester penutup
15) Atur tetesan infus sesuia program
16) Lakukan evaluasi tindakan
17) Pamitan dengan pasien
18) Bereskan alat-alat
19) Cuci tangan
d. Dokumentasi: catat kegiatan dalam lembar catatan
perawatan.

2.1.7 Komplikasi yang Mungkin Terjadi pada Terapi Infus Intavena


2.2.6.1 Kerusakan/Oklusi Kanula
Hal pertama yang bias kita temukan pada kanula yang
mengalami oklusi adalah kesulitan untuk membilas alat.
Pasien dapat melaporkan adanya nyeri pada lokasi kanula,
yang segera butuh pemasangan ulang kanula. Jika pasien
mendapat cairan IV yang melalui pompa, maka alaram
pompa dapat berbunyi. Jika terapi IV diberikan tampa
pompa dikenal grafity feed dapat dilihat infus berjalan sangat
lambat atau bahkan berhenti pada waktu-waktu tertentu.
2.2.6.2 Nyeri
Lokasi terpasang kanula diinspkesi menggunakan skor VIP
(visual infusion phlebitis).Nyeri pada lokasi kanula juga
19

dapat disebabkan oleh obat, kemungkinan jika obat di


incerkan dengan kadar yang salah. Flebitis juga dapat
menyebabkan nyeri.
2.2.6.3 Flebitis
2.2.6.4 Embolisme
Terdapat tiga jenis embolisme, sebagai berikut.
1) Trombus (gumpalan darah): kondisi ini biasanya diterapi
dengan antikoagulan oral.
2) Udara yang memasuki system kardiovaskuler, yang
merupakan alas an mengapa kita harus mengeluarkan
udara dari set pemberian dan spuit intravena.
3) Mekanis: dapat disebabkan potongan kanula yang rusak,
kaca dari ampul, atau karet dari ampul obat yang masuk
kedalam system.
2.2.6.5 Kesalahan obat
Untuk kesalahn obat yang diberikan melalui infus, kita perlu
menghentikan infus dengan segera dan memberitahu staf
senior, termasuk perawat penangung jawab, tenaga medis,
dan apoteker.
2.2.6.6 Cedera jarum suntik
Cedera jarum suntik paling sering disebabkan oleh upaya
menutup kembali jarum suntik: jangan pernah menutup
kembali jarum suntik.
2.2.6.7 Speed shock/fluid overload/free flow
Speed shock adalah pemberian obat yang terlalu cepatdan
tidak terkontrol,yang gejalanya terjadi akibat kecepatan
pemberian obat dan bukannya karena volume obat atau cairan.
Fluid overload secara harfiah adalah ketika pemberian
sejumlah cairan secara berlebihan pada pasien beresiko
missal pasien gagal ginjal, jantung, pasien lansia dan anak-
20

anak.Free flow terjadi ketika cairan yang diberikan tidak


teratur.
2.2.6.8 Ekstravasasi
Keadaan ini terjadi ketika suatu zat vesicant (pembentuk bula)
merusak jaringan di bawahnya karena kanula keluar dari vena.
2.2.6.9 Infiltrasi
Dulu keadaan ini disebut ‘tissuing’.Infiltrasi terjadi ketika
kanula bergeser dari vena dan zat yang diinfuskan masuk
kedalam jaringan.Lengan dapat mengalami edema (sangat
membengkak).
2.2.6.10 Hematoma
Hematoma disebabkan oleh perdarahan yang tidak terkontrol,
biasanya menimbulkan pembengkakan yang keras, berbeda
warna, dan nyeri di bawah kulit (Boyd, 2015)

2.1.8 Definisi Terapi Cairan


Terapi cairan merupakan pemberian cairan, elektrolit atau obat-obatan
melalui rute pembuluh darah vena.Tujuan terapi cairan untuk
mengganti kehilangan cairan yang hilang sebelumnya, mencukupi
kebutuhan sehari-hari, mengganti kebutuhan cairan yang sedang
berlangsung, dalam hal ini, terapi cairan bertujuan untuk mengatur
keseimbangan air dan elektrolit tubuh, dukungan nutrisi dan akses
intravena.

2.1.9 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengaturan Cairan


Menurut Muryani (2015) kemampuan tubuh untuk mengatur cairan,
elektrolit, dan keseimbangan asam basa dipengaruhi oleh:
2.1.9.1 Usia
21

Kebutuhan cairan dan elektrolit berbeda-beda terkaitusia,


seperti:
a. Bayi memiliki kerentanan mengalami kehilangan volume
cairan karena proporsi permukaan tubuhnya lebih besar
dari pada orang dewasa.
b. Pada lansia, proses penuaan normal bisa di pengaruhi
keseimbangan cairan.
2.1.9.2 Jenis kelamin dan permukaan tubuh
a. Cairan tubuh total dipengaruhi oleh jenis kelamin dan
ukuran tubuh.
b. Wanita mempunyai lebih banyak lemak dan lebih sedikit
cairan daripada laki-laki.
2.1.9.3 Temperatur lingkungan
Orang yang sedang menderita sakit dan mengalami sters
beresiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit bila
berada pada temperatur lingkungan yang tinggi.Kehilangan
cairan melalui berkeringat meningkat pada lingkungan yang
panas.
2.1.9.4 Pola hidup
Diet, olahraga, dan stress dapat mempengaruhi cairan,dan
elektrolit.Stres dapat meningkatkan metabolism seluler, kadar
konsentrasi gula darah, dan kadar katekholamine.
Berolahraga bermanfaat pada keseibangan kalsium dan
mengurangi risiko osteoporosis.

2.1.9.5 Kondisi akut dan penyakit kronik


Luka bakar, pembedahan, demam, gastroenteritis akut, gagal
jantung kongestif, diabetes mellitus mal nutrisi, anoreksia
nervosa, bulimia.
22

2.1.9.6 Pengobatan
a. Diuretic
b. Kortikostroid
c. Nonstroid anti inflamantory drugs (NSID)

Treatment :
1) Kemoterapi
2) Terapi IV dan total parenteral nutrisi (TPN)
3) Ventilasi mekanik

2.2 Konsep Flebitis


2.2.1 Definisi Flebitis
Flebitis (phelebitis) didefinisikan sebagai peradangan akut lapisan
internal vena yang ditandai oleh rasa sakit dan nyeri sepanjang vena,
kemerahan, bengkak dan hangat, serta dapat di rasakan di daerah
sekitar penusukan. Flebitis adalah komplikasi yang sering dikaitkan
dengan terapi IV (Nursalam, 2017).

Menurut Rohani dan Setio (2010) dalam Komaling, et al (2014)


flebitis adalah peradangan pada dinding pembuluh darah
balik/vena.Flebitis dapat timbul secara spontan ataupun merupakan
akibat dari prosedur medis.Flebitis merupakan inflamasi pembuluh
vena yang biasanya terjadi pada tungkai dan cenderung menyebabkan
pembentukan thrombus.Gejalanya berupa rasa nyeri serta
pembengkakan dan kemerahan di sepanjang pembuluh vena yang
kemudian pada perabaan terasa sebagai tali yang keras serta nyeri
tekan (Wiyatamma, Tim, 2010).
2.2.2 Etiologi Flebitis
2.2.2.1 Penyebab flebitis dapat di golongkan kedalam tiga kategori
yaitu secara mekanis, kimiawi, dan bakteri.
23

a. Flebitis yang terjadi secara mekanis (mechanical


phelebitis) terjadi ketika ukuran kanula terlalu besar
sehingga menyebabkan gesekan pada area internal
pembuluh darah yang mengakibatkan radang (Nursalam,
2017). Paling sering terjadi diantara 3 macam flebitis,
biasanya gejala muncul <72 jam setelah jarum terpasang.
b. Semakin rendah atau tinggi pH dari obat atau larutan,
semakin besar resiko radang pembuluh darah (chemical
phelebitis) terjadi.
1) Flebitis secara kimiawi berkaitan dengan pH, dimana
pH Normal adalah 7,35-7,45. Pemakianan obat
bersifat asam atau alkali mempermudah terjadinya
flebitis misalnya antibiotic nilai pH antara 2,5-4,5;
KCL nilai pH antara 4,0- 8,0; primperan, nilai pH
antara 2,5-4,5; Lasix nilai pH antara 8,6-9,6; morfin
nilai pH antara 3,0-6,0.
2) Flebitis kimiawi berkaitan dengan Osmolalitas. NIlai
Osmolalitas normal± 285 mOsm/L, osmolalitas cairan
elektrolit Isotonik Otsu Ns, Otsu RL, ASering; cairan
Hipotonik KA-EN 3B, Otsu D5 ; Cairan Hipertonik
Aminovel-600 Triparen. Osmolalitas cairan yang bisa
diterima oleh vena perifer, max 900mOsm/L
(Mariyunani, 2015).
c. Flebitis yang disebabkan oleh bacterial, penyebabnya
antara lain:
1) Cairan infus terkontamunasi karena:
a) Teknik penusukan obat ke botol
b) Teknik penggantian botol
c) Set infus terlepas dari sambungan
d) Teknik injeksi obat
e) Penggantian infus set
24

2) Tempat penusukan terkontaminasi karena:


a) Teknik penusukan jarum
b) Perawatan tempat penusukan
c) Penggantian jarum
d) Alat tidak steril
e) Tempat tidak bersih

2.2.2.2 Flebitis juga merupakan masalah yang berpotensi terjadi


ketika melakukan prosedur kanulasi vena perifer, dapat di
sebabkan oleh:
a. Infeksi : menyebabkan inflamasi vena.
b. Flebitis mekanik: disebabkan oleh kanula yang
menggesek dan mengiritasi dinding dalam vena (tunika
intima).
c. Flebitis kimiawi : disebabkan oleh obat-obatan yang
diinfuskan, misalnya alkali atau obat-oabt hipertonik
(boyd, 2015).

2.2.3 Faktor Resiko yang Mempengaruhi


2.2.3.1 Faktor yang berkontribusi dalam peningkatan resiko
flebitis. Menurut M.McCaffery dan A. Beebe, 1993 dalam
Nursalam (2017) antara lain:
a. Trauma pada vena selama penusukan.
b. Cairan infus bersifat asam atau alkali atau memiliki
osmolaritas tinggi.
c. Penusukan ke pembuluh darah yang terlalu kecil.
d. Menggunakan jarum yang terlalu besar untuk vena.
e. Jarum infus lama tidak diganti.
f. Jenis bahan (keteter infus) yang digunakan.
g. Riwayat pasien dan kondisi sekarang.
h. Kondisi pembuluh darah.
25

i. Stabilitas kanul.
j. Pengendalian infeksi
2.2.3.2 Faktor risiko flebitis terkait infus perifer yaitu (Dychter et
al., 2012 dalam Rahmadani, 2017):
a. Faktor resiko spesifik
b. Jenis kelamin
c. Kualitas vena perifer yang kurang
d. Usia
e. Penyakit medis yang mendasari (diabetes, kangker,
penyakit infeksius, imunodefisiensi)
f. Status gizi
2.2.3.3 Faktor risiko spesifik kateter
a. Durasi pemasangan kateter
b. Ukuran keteter
c. Jenis kateter yang digunakan
d. Lokasi insersi
2.2.3.4 Faktor risiko lainnya
a. Karakteristik infus
b. Orang yang melakukan pemasangan kateter kurang
berpengalaman
c. Insersi keteter yang dilakukan di ruang emergensi

2.2.4 Penerapan Visual Infusion Phlebitis (VIP) score


Salah satu cara perawat untuk mencegah dan mengatasi flebitis
yaitu dengan medeteksi dan menilai terjadinya flebitis selama
pemasangan infus. Menurut Royal Collage of Nursing (2010)
dalam komari (2017), adapun cara yang dapat digunakan adalah
dengan menerapkan visual infusion phlebitis (VIP) score.
Tabel 2.2 Penilaian Flebitis Berdasarkan Skor VIP
Observasi
IV tampak sehat 0 Tidak ada tanda flebitis
kanula
Terdapat salah satu tanda- 1 Mungkin tanda-tanda Observasi
26

tanda berikut: pertama flebitis kanul


 Sedikit nyeri dekat IV line
 Sedikit kemerahan dekat
IV line
Dua dari tanda tanda berikut 2 Tahap awal flebitis Pindahkan
ialah : kanul
 Nyeri pada IV line
 Kemerahan
 Pembengkakan
Semua tanda-tanda berikut 3 Tahap menengah Pindahkan
jelas flebitis kanul,
 nyeri sepanjang kanul pertimbangk
 kemerahan an perawatan
 pembengkakan infeksi
Semua tanda-tanda berikut 4 Tahap lanjut flebitis Pindahkan
adalah nyata : atau awal kanul,
 nyeri sepanjang kanul tromboflebitis pertimbangk
 kemerahan an perawatan
 pembengkakan infeksi
 vena teraba keras
Semua tanda-tanda berikut 5 Stadium lanjut Memulai
adalah nyata : tromboflebitis perawatan
 nyeri disepanjang kanul infeksi
 kemerahan
 pembengkakan
 vena teraba keras
 pireksia

Semua lokasi kanula harus ditutup dengan balutan transparan


sehingga dapat selalu dilakukan ispeksi tanda-tanda flebitis.Ispeksi
visual disebut VIP dan skor diberikan pada area lokasi.Untuk skor
dua atau lebih, perlu memasang ulang kanula (Boyd, 2015).

Tabel 2.3 Skor Visual Infusion Phlebitis (VIP)


Gejala Tindakan
Sisi intravena (IV) tampak sehat 0 Tidak ada gejalaf lebitis
27

Observasi kanula
Nyeri ringan dekat sisi IV atau 1 Mungkin menunjukkan gejala awal
kemerahan dekat sisi IV flebitis
observasi kanula
Dua dari tanda berikut : 2 Tahap awal flebitis
Nyeri ringan dekat sisi IV atau Ganti posisi kanula
Kemerahan (eritema)
Bengkak
Nyeri disepanjang jalur kanula 3 Tahap menengah flebitis
Eritema dan Ganti posisi kanula
Indurasi Pertimbangkan terapi
Semua dari tanda berikut tampak 4 Tahap lanjut flebitis atau mulai
nyata dan menyebar : terjadi tromboflebitis
Nyeri disepanjang jalur kanula Ganti posisi kanula
Eritema Pertimbangkan terapi
Indurasi
Dinding vena dapat di palpasi
Semua dari tanda berikut nyata 5 Tahap lanjut tromboflebitis
dan menyebar: Mulai lakukan terapi
Nyeri disepanjang jalur kanula Ganti posisi kanula
Eritema
Indurasi
Dinding vena dapat dipalpasi
Pireksia
Sumber: diadobsi dari Skor Andrew Jakson’s VIP

2.2.5 Skala flebitis


Ada beberapa standar yang bisa digunakan untuk mengukur tingkat
keparahan flebitis
2.2.5.1 Skala menurut Intravenous Nurse Society dalam mustofa
(2017) dalam Irawati (2014), keparahan flebitis di
identifikasi sebagai berikut:
a. Skala 0: tidak nyeri, tidak kemerahan, tidak edema,
tidak hangat dan tidak terjadi pembekakan lokal.
b. Skala 1: terasa nyeri, kemerahan, tidak hangat, tidak
terjadi pembengkakan lokal dan mungkin bisa terjadi
edema atau tidak terjadi edema.
c. Skala 2: terasa nyeri, kemerahan, hangat, tidak terjadi
pembengkakan local dan mungkin bisa bisa terjadi
edema atau tidak terjadi edema.
2.2.5.2 Skala Baxter
28

a. Skala 0: tidak ada nyeri, tidak ada eritema, tidak ada


indurasi, tidak ada pembengkakan lokal.
b. Skala 1: nyeri, eritema, tidak ada indurasi, tidak ada
pembengkakan lakal tidak demam.
c. Skala 2: nyeri dengan eritema, tidak ada indurasi tidak
ada pembengkakan lokal.
d. Skala 3: nyeri dengan eritema, demam, indurasi, atau
pembengkakan local lebih dari 3 cm disekitar tempat
penusukan.
e. Skala 4: nyeri, eritema, demam, indurasi atau
pembengkakan lokal lebih dari 3 cm.
f. Skala 5: adanya thrombosis dan ditemukan 4 tanda di
atas, tetapi intravena harus dilepas diganti tempat
penusukan.

2.2.6 Pencegahan flebitis


2.2.6.1 Pencegahan flebitis kimiawi
a. Untuk mengurangi resiko karena ph obat, maka
berikan obat dengan cara intermitten IV drip, dengan
mengencerkan dalam Otsu 100 ml (untuk obat-obat
yang di anjurkan).
b. Untuk mengurangi resiko karena osmolalitas tinggi
dengan penggunaan perifer ialah dengan penggunaan
kemasan ‘Jumbo Solumix’.
2.2.6.2 Pencegahan flebitis Mekanis
a. Pemilihan tempat penusukan jarum: hindari daerah
sendi, vena keras, vena ekstremitas bawah, vena di
bawah area komplikasi, area edema, area terfiksasi.
b. Pemilihan vena : pilih vena besar dan lurus , dari distal
kea rah proxsimal (untuk KA-EN MG 3, ASam Amino
29

dan Aminofluid di mulai dari vena mediana atau vena


cephalica (lengan bawah) .
c. Pemilihan jarum: ukuran 14 G – 18 G untuk resusitasi
dan transfuse, 20 G – 24 G untuk Maintenace / Akses
IV, Bahan Polyurethane.
d. Pelaksanaan fiksasi: baik dan benar (misalnya cara
fiksasi infus) seperti terlihat pada gambar.

2.2.6.3 Pencegahan flebitis Bacterial


a. Pertahankan kebersihan lingkungan dan alat
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
c. Pahami teknik dengan benar / baik
d. Infus set dan jarum diganti tiap < 72 jam
e. Tempat penusukan di desinfeksi (ganti balutan) setiap
hari. Rekomendasi CDC (Center For Disease Control)
dalam pemberian terapi cairan dan mengurangi flebitis:
1) Edukasi dan training kepada perawat.
2) Kebersihan tangan- cuci dengan sabun antiseptic:
teknik cuci tangan yang benar.
3) Pemilihan tipe kateter, tempat insersi dan teknik
yang disesuikan dengan risiko infeksi dan
komplikasi palingrendah.
4) Perhatikan teknik asepsis area insersi, akses system
ke botol infus.
5) Perhatikan lamanya pemakian balutan area insersi.
6) Periksa area insersi.
7) Perhatikan lamanya pemakaian kateter, infus set dan
botol infus : ganti keteter tiap 72 jam, ganti infus set
tiap 72 jam (transfuse atau lipid tiap 24 jam) ganti
cairan infus tiap 24 jam (lipid- 24 jam).
30

8) Cegah kontaminasi botol Infus kondisi botol infus,


teknik penusukan botol, memasukan obat ke botol.
9) Jangan gunakan topical antimicrobial ointment,
keteter jangan kena air.
10) Lepaskan kateter saat pertama ditemukan tanda
flebitis .

2.3 Konsep Teori Surveilans infeksi


Surveilans kesehatan adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus
menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit atau masalah
kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan
penularan penyakit dan masalah kesehatan untuk memperoleh dan
memberikan informasi guna mengarahkan tindakan pengendalian dan
penanggulangan secara efektif dan efisien.Salah satu dari bagian surveilans
kesehatan adalah surveilans infeksi terlait pelayanan kesehatan (Health Care
Asosiated Infection /HAIs) (Kemenkes, 2011).

Apabila ditemukan kasus Infeksi Rumah sakit, maka ada perlu


diperhatikan:Apakah kasus infeksi rumah sakit didapat secara aktif atau pasif,
apakah kasus infeksi rumah sakit didapatkan berdasarkan pasien atau temuan
laboratorium. Tim PPI bertanggung jawab atas pengumpulan data untuk
mengidentifikasi infeksi rumah sakit sesuai dengan kriteria yang ada.
Pelaksanaan pengumpulan data adalah IPCN yang dibantu IPCLN. Metode
yang dipakai dalam surveilans infeksi rumah sakit ini adalah metode target
survielans aktif dengan melakukan kunjungan lapangan (bangsal). Dilakukan
identifikasi keadaan klinik pasien ada tidaknya tanda-tanda infeksi dan factor-
faktor risiko dilakukan pemeriksaan laboratorium sebagai pemeriksaan
penunjang.
31

Penggunaan intravena yang tidak sesuai dengan prosedur yang baik dan benar
menjadi salah satu penyebab komplikasi seperti infeksi lokal atau sistemik
termasuk septik thrombophlebitis, endocarditis, infeksi aliran darah yang
diakibatkan oleh terinfeksinya bagian tubuh tertentu karena keteter yang
terkolonisasi.

Infeksi aliran darah primer timbul tanpa ada organ atau jaringan lain yang
dicurigai sebagai sumber infeksi, dan merupakan salah satu sumber data yang
digunakan untuk pengendalian infeksi nosokomial (IN) di rumah sakit.
Infeksi aliran darah terkaid pemasangan keteter intravena adalah infeksi aliran
darah terkait pemasangan centralcatheter, peripheral catheter, xatheter
haemodialisis, arterial line, peripheral inserted central catheter (PICC),
intraaortic ballon pump dengan konfirmasi laboratorium (Permenkes, 2017).

Infeksi aliran darah perifer (IADP) adalah ditemukannya organisme dari hasil
kultur darah semikuantitatif/ kuantitatif disertai tanda klinis yang jelas serta
tidak ada hubungannya dengan infeksi ditempat lain dan/ atau dokter yang
merawat meyatakan telah terjadi infeksi. IADP berbeda dengan Flebitis
(superficial & Deep Phelibitis). Perbedaan antara IADP dengan Flebitis
adalah:
2.3.1 Flebitis, merupakan tanda-tanda peradangan pada daerah lokal
tusukan infus. Tanda-tanda peradangan tersebut adalah merah,
bengkak, terasa seperti terbakar dan sakit bila ditekan.
2.3.2 IADP adalah keadaan keadaan bakterimia yang diagnosanya
ditegakkan melalui pemeriksaan.
Kejadian flebitis menjadi salah satu indicator mutu pelayanan rumah sakit
dengan standar yang di tetapkan oleh The Nursing of Praktis yaitu sebesar 5%.
32

2.4 Kerangka Teori


Faktor penyebab :
 Trauma pada vena selama penusukan:
 Cairan infus bersifat asam atau alkali atau memiliki Flebitis
osmolaritas tinggi;
 Penusukan ke pembuluh darah yang terlalu kecil;
 Menggunakan jarum yang terlalu besar untuk vena;
 Jarum infus lama tidak diganti;
 Lama pemasangan infus
 Jenis bahan ( keteter infus) yang digunakan; Mechani Chemikal Bacterial
 Riwayat pasien dan kondisi sekarang; kal phelebitis Phlebitis
 Kondisi pembuluh darah; phlebitis
 Stabilitas kanul;
 Pengendalian infeksi

Gambar 2.1 Kerangka Teori

2.5 Kerangka Konsep


Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara
konsep-konsep yang ingin diamati dan diukur melalui penelitian-penelitian
yang dilakukan (Notoatmodjo, 2012).Untuk lebih jelasnya kerangka konsep
penelitian dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini:

Variabel Independen Variabel Dependen

Lama Pemasangan Infus Kejadian Flebitis


menggunakan VIP skor

Gambar 2.2Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

: Diteliti

: Hubungan
33

2.6 Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan awal peneliti mengenai hubungan antar variabel
yang merupakan jawaban penelitiaan tentang kemungkinan hasil penelitian
(Dharma, 2011).Berdasarkan dari kerangka konsep diatas, maka hipotesis
penelitian adalah:
Ha :Ada Hubungan Antara Lama Pemasangan Infus Dengan Kejadian Flebitis
Menggunakan VIP Skor Di Ruang Bedah RSUD. Dr. DorisSylvanus
Palangka RayaTahun 2018.

Anda mungkin juga menyukai