Anda di halaman 1dari 9

Pendidikan Islam Di Indonesia Pada Zaman

Kolonial Jepang
Gustianti (23060210023),Muhammad Habibulloh Ahzami (23060210067)
Program Studi Ilmu Pengetahuan Alam, UIN Salatiga
gustiantikaliputih83972@gmail.com ; bulloh.adaakhlak@gmail.com

ABSTRAK
Pendidikan Islam pada hakikatnya sangat berkaitan erat dengan sejarah keislaman. Dalam artikel
ini membahas tentang Pendidikan Islam di Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang. Adapun
tujuan tulisan ini ingin mendeskripsikan pengaruh pendudukan Jepang terhadap Pendidikan di
Indonesia dalam aspek politik dan pandangan Islam. Pendekatan yang digunakan dalam studi ini
adalah historis, menggunakan analisis deskriptif, dengan kajian pustaka sebagai sumber utama
dalam pembahasan. Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, melakukan beberapa kebijakan
pendidikan seperti penanaman budaya Jepang, reformasi sistem pendidikan, kebijakan pada
kurikulum dan kebijakan pada pendidikan Islam. Sehingga selama menjajah, Jepang telah
melakukan kebijakan bidang pendidikan yang berimplikasi pada berbagai jenis dan jenjang
pendidikan Indonesia.

Kata Kunci: Pendidikan,Keislaman, Indonesia, Pendudukan Jepang

A. Pendahuluan
Pergantian kekuasaan dari pemerintahan kolonial Belanda kepada pemerintahan
pendudukan Jepang turut mempengaruhi wajah pendidikan nusantara. Pemerintahan
Jepang yang menjajah lebih pendek, sekitar 3.5 tahun, meninggalkan jejak pendidikan
yang berbeda dengan pemerintahan kolonial Belanda yang berkuasa di Nusantara sekitar
350 tahun. Jepang yang menduduki Indonesia sejak 8 Maret 1942 hingga Agustus 1945,
banyak menimbulkan reaksi yang bersifat konflik fisik, ekonomi, politik maupun dalam
bidang pendidikan.
Sejak datang pertama kali ke Nusantara, Jepang mendapatkan penyambutan yang
positif dari rakyat Indonesia yang sudah ratusan tahun terkungkung oleh penjajahan
kolonial Belanda. Kedatangan Jepang membawa secercah harapan baru bagi bangsa
Indonesia yang ingin lepas dari penjajahan dan menjadi negara yang merdeka dan
berdaulat. Namun, bagaikan pinang dibelah dua ternyata kebijakan politik pemerintahan
jepang tidak jauh berbeda dengan Belanda. Ekspetasi yang besar rakyat Indonesia untuk
memperoleh kemakmuran hanyalah angan-angan kosong yang tak dipenuhi oleh Jepang
dikemudian hari. Pendudukan Jepang justru menambah kesengsaraan rakyat yang telah
ratusan menderita. Jepang hanya mengeksploitasi kekayaan dan sumber daya rakyat
Indonesia.
Kebijakan politik dan pendidikan Jepang jauh dari tujuan untuk mensejahterakan
rakyat. Dalam makalah ini, penulis hanya membatasi pembahasan kebijakan Jepang dalam
bidang politik-pendidikan. Kebijakan-kebijakan dalam bidang pendidikan, akan dikaji
lebih mendalam dalam artikel ini. Kebijakan politik, sosial dan yang lainnya juga dikupas
sedikit. Untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih komprehensif, kita dapat cari dan
baca dalam literatur yang ada untuk memperkaya pengetahuan kita. Setelah mengkaji
pembahasan ini, diharapkan pemikiran analitis dan kritis dapat kita kembangkan untuk
masa depan bangsa yang lebih baik.
B. Metode

Berdasarkan pada latar belakang tersebut, metode yang di gunakan dalam penelitian
ini adalah metode historis yaitu suatu proses menguji dan menganalisa secara kritis
redaksional buku, refrensi baik dari jurnal atau artikel dan mengaitkan dengan kondisi
pendidikan di Indonesia masa pendudukan Jepang di Indonesia. Penggunaan metode
sejarah dalam penulisan artikel ini dilakukan melalui penggunaan metode sejarah dalam
penulisan artikel ini dilakukan melalui 4 tahap penelitian, yaitu: (1) Heuristik,
menghimpun bahan-bahan atau sumber melalui studi kepustakaan, (2) Kritik sumber,
menyeleksi data-data yang telah terkumpul melalui artikel dan junal, (3) Interpretasi (4)
Historiografi. (Syamsudin, Helius: 2007: 17)

C. Pembahasan

1. Politik Kolonial Jepang Terhadap Lembaga Pendidikan Di Indonesia


Perang dunia II, yang meluas ke wilayah Asia Pasifik, membawa perubahan politik
di Asia Tenggara, Indonesia menjadi target Jepang untuk dikuasai. Serangan pasukan
Jepang di Indonesia dimulai dengan mengusai Tarakan pada 10 Januari 1942, kemudian
meluas ke Minahasa, Balikpapan, dan Ambon (Adams, C. 2007 : 201–207). Selanjutnya
pada bulan Februari 1942 pasukan Jepang menduduki Pontianak, Makassar, Banjarmasin,
dan Palembang, serta Bali. Setalah Palembang Jepang menuju pulau Jawa, serangan
dilakukan ke Banten, Indramayu, Kragan (antara Rembang dan Tuban). Selanjutnya
menyerang pusat kekuasaan Belanda di Batavia (5 Maret 1942), Bandung (8 Maret 1942)
(M.C. Ricklef, 2008 : 422). Pasukan Belanda yang berada di Jawa menyerah tanpa syarat
kepada Panglima Besar Tentara Jepang Imamura di Kalijati (Subang, 8 Maret 1942).
Dengan demikian, Indonesia telah menjadi bagian dari kekuasaan penjajahan Jepang1.
Kedatangan Jepang ke Nusantara disambut dengan terbuka oleh rakyat Indonesia.
Jepang datang ke Indonesia dengan membawa semangat kemerdekaan dan pembebasan
dari pemerintahan kolonial Belanda. Kedatangan Jepang dipermudah oleh kelompok-
kelompok Islam penentang anti-Belanda. Rakyat dikebanyakan daerah di Jawa menyambut
pasukan-pasukan Jepang dengan suka cita dengan mengibarkan bendera Jepang dan
Indonesia. Nampaknya inilah strategi Jepang untuk mendapatkan simpati dari rakyat
Indonesia 2.
Hakko Ichiu, alias "kemakmuran umum di Asia Timur Raya", adalah semboyan
penjajah Jepang yang terus mereka sebarkan sebagai ideologi baru. ideologi ini hanyalah
siasat untuk merebut dukungan rakyat Indonesia. Bahkan Jepang secara terang-terangan
mengakui bahwa mereka sedang melakukan “perang suci” untuk memajukan kepentingan
dan kemenangan negara-negara Asia Timur.

Setelah tahun 1942, Jepang mulai menyusun kebijakan yang akan dilakukan terhadap
rakyat Indonesia. Belajar dari pengalaman di negara nya, keberhasilan mereka menjadi
negara besar adalah dengan melakukan perubahan pendidikan. Kondisi ini menjadi
pertimbangan Jepang untuk dapat menguasai Indonesia dengan sempurna maka harus
membuat kebijakan di bidang pendidikan. Adapun kebijakan politik Jepang dalam bidang
pendidikan diuraikan di bawah ini :

1
Ishak, M. (2013). Sistem Penjajahan Jepang di Indonesia. Jurnal Inovasi, 9(01)
2
Hudaidah, M. Arman Putra Karwana. (2021). Pendidikan Di Indonesia Masa Pendudukan Jepang. Jurnal
Danadyaksa Historica 1 (2)
a. Kebijakan Penanam Budaya Jepang Melalui Pendidikan

Peraturan pendidikan dahulu yang dijalani oleh Jepang ialah berusaha


memasukkan pikiran Jepang terhadap rakyat Indonesia. Pembentukan semacam lembaga
budaya bernama Keimin Bunkha Shidôsho maupun Pusat Kebudayaan, dengan
pekerjaan guna memperkenalkan serta meluaskan kebudayaan Jepang, menggembleng
serta melatih seniman Indonesia. selaku upaya Jepang dalam penyebaran budaya di
Indonesia. Tindakan real adalah dengan metode mewajibkan untuk menyanyikan lagu
Kimigayo yang adalah lagu kebangsaan Jepang serta pengibaran bendera Jepang.
Hal ini dilakukan Jepang pastinya mempunyai sebab yang dapat dibaca,
sesungguhnya tujuan utama Jepang yaitu menjajah sehingga keharusan menyanyikan
lagu kebangsaan Jepang selaku bukti pendudukannya di Indonesia. peraturan lain yaitu
melakukan Seikeirei, suatu cara memberi hormat dengan menundukkan tubuh 90
derajat pada Kaesar Jepang, Tenno Neika yang dipercayai oleh masyarakat Jepang selaku
keturunan Dewa mentari pada setiap awal pengajaran pada semua tingkatan .
Pembudayaan Seikeirei Jepang melalui pendidikan ini jelas bertentangan dengan
budaya bangsa Indonesia yang sebagian besar beragama Islam. akibatnya memperoleh
tentangan dari bermacam golongan Islam. Sayangnya meski telah mendapat penentangan
berbagai golongan di Indonesia Jepang tetap menjalankan peraturan itu . akibatnya
timbul berbagai gerakan melawan peraturan Jepang.
Salah satu sosok pendidikan , Hasyim Asy'ari menentang kebijakan Jepang itu .
alhasil Hasyim Asy'ari mendapat kencaman dari pemerintah Jepang, ia ditahan selama 6
bulan di Jombang, Mojokerto serta Bubutan. Beberapa kiai dan santri memohon
dipenjarakan bersama dengan ustad Haji Hasyim Asy’ari sebagai simbol setia, dan
khidmah pada guru yang sangat mereka hormati3

b. Kebijakan Jepang Pada Sistem Pendidikan di Indonesia


Pendidikan Islam masa kolonial Jepang diawali pada tahun 1942- 1945, karena
tidak hanya Belanda saja yang berusaha menguasai Indonesia. Usai Februari 1942
menyerang Sumatera Selatan, Jepang berikutnya menyerang Jawa lalu alhasil mendorong
Belanda menyerah pada Maret 1942. Mulai masa tersebut Jepang lalu membuat beberapa
kebijakan pada bidang pendidikan yang mempunyai dampak besar terkhusus bagi sistem
pendidikan di masa kemerdekaan. Hal-hal itu sebagai berikut:

a. Ditetapkannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan


mengalihkan Bahasa Belanda
b. Terdapat integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem pendidikan
berdasarkan kelas sosial pada masa kolonial Belanda. 4

Pemerintah Belanda menyelesaikan pembagian sekolah, sedangkan pemerintah


Jepang tidak. Semua warga negara Indonesia, baik yang dari golongan atas (darah biru
misalnya) maupun golongan bawah, diwajibkan memakai seragam sekolah (masyarakat
umum). Mereka memiliki pilihan untuk menghadiri lembaga pendidikan serupa untuk studi
mereka.

3
Hudaidah, M. Arman Putra Karwana. (2021). Pendidikan Di Indonesia Masa Pendudukan Jepang. Jurnal
Danadyaksa Historica 1 (2)
4
Amjad Aiwan, Rehani. Kebijakan Pendidikan Islam Di Nusantara Sebelum Kemerdekaan : Kasus Kebijakan
Politik Kolonial Jepang Terhadap Pendidikan Islam Di Indonesia. Jurnal Pendidikan Dan Konseling Vol.4
No.6. Riau. 2022(12043)
Sistem pendidikan pada masa pendudukan Jepang, dapat dikemukakan sebagai
berikut ini :
1. Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko / Sekolah Rakyat).
Dengan studi selama 6 tahun. Termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang
merupakan konversi nama dari Sekolah dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi di
masa Hindia Belanda.
2. Pendidikan Lanjutan.
Terdapat dua pendidikan lanjut yaitu, Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah
Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah
Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun.
3. Pendidikan Kejuruan.
Terdiri dari sekolah lanjutan bersifat vokasional antara lain di bidang
pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan pertanian.
4. Pendidikan Tinggi.

Sistem pendidikan yang diuraikan di atas merupakan tanda perbaikan bagi


pendidikan Indonesia, khususnya untuk lembaga seperti pesantren dan madrasah yang
terletak di daerah terpencil. Di sisi lain, pemerintah Jepang juga menawarkan pelatihan
calon guru dan kursus sekolah. Tentang lembaga calon tenaga kependidikan tersebut di
atas, yaitu:

1. Sjootoo Sihan Gakkoo ialah Sekolah Guru dengan studi selama 2 tahun.
2. Cutoo Sihan Gakkoo ialah Sekolah Guru Menengah dengan studi selama 4
tahun
3. Kootoo Sihan Gakkoo ialah Sekolah Guru Tinggi dengan studi selama 6 tahun.

c. Kebijakan Pemerintah Jepang tehadap Kurikulum Pendidikan di Indonesia


Selama Jepang berkuasa, ada beberapa kebijakan dalam bidang kurikulum yang
dilakukan oleh Jepang yaitu :

1. Kurikulum Pengajaran Bahasa Indonesia. Jepang melakukan perubahan


kurikum khususnya Bahasa penganta yaitu pembelajaran dilakukan dengan
menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar materimateri dan
kemudian ada kompensasi yaitu bahasa Jepang ditetapkan sebagai pelajaran
dan adat istiadat Jepang yang harus dipelajari.
2. Penghapusan Kurikulum Dualisme Pengajaran. Sistem dualisme yaitu
pengajaran Barat dan pengajaran bumi putra tidak diberlakukan. Hanya ada
satu jenjang sekolah untuk seluruh lapisan masyarakat yaitu Sekolah Rakyat
atau kokumun gakkoo begitu juga Sekolah Desa masih tetap digunakan
namun dengan nama Sekolah Pertama.
3. Jenjang pendidikan bagi pendidik pengajar di masa Jepang berdasarkan
tingkatannya yaitu SD, SMP, dan SMA.
4. Bantuan Dana untuk Pembenahan Kurikulum Pendidikan.
5. Mata pelajaran dalam kurikulum yang dapat diajarkan yaitu mata pelajaran
umum, seperti bahasa Indonesia, matematika, dan geografi. Kemudian pada
tahun 1942 mulai pula diajarkan bahasa Jepang.

d. Kebijakan Pemerintah Jepang tehadap Pendidikan Islam di Indonesia.


Pada awal kekuasaan, Jepang memberikan sikap terbuka dilihat dari beberapa
kebijakan :
1. Pondok pesantren yang besar sebagai institusi pendidikan Islam sering
mendapat kunjungan dan bantuan dari pemerintah Jepang.
2. Sekolah negeri dalam berbagai tingkatannya diberi pelajaran budi pekerti
yang isinya identik dengan ajaran agama.
3. Pemerintah Jepang Memberikan bantuan dana kepada madrasah dan pondok
pesantren
4. Pemerintah Jepang mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam
di Jakarta yang dipimpin oleh KH.Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir dan Bung
Hatta ( Abbass, 2018).
5. Menjadikan kalangan kyai, salahsatunya, KH. Hasyim Asy’ari untuk di
posisikan pada Kantor Urusan Agama. Di antara tugas kantor tersebut ialah
mengadakan pertemuan dan pembinaan guru-guru agama. Dengan alasan
pertemuan serta pembinaan inilah pendidikan Islam—pesantren dan
madrasah—tetap bisa diawasi dan dikontrol.5

Terdapat pula pendidikan madrasah pada masa kolonial Jepang. Madrasah itu ialah
Madrasah Awaliyah. Pengajaran pada Madrasah Awaliyah dilaksanakan pada sore
hari.Madrasah awaliyah sering kali dikunjungi para pemuda baik laki-laki maupun
perempuan. Siswa Madrasah Awaliyah berumur kurang lebih tujuh tahun. Siklus belajar
memerlukan waktu kurang lebih satu setengah jam. Inti dari pengajaran pada Madrasah
awaliyah adalah mencari tahu bagaimana membaca Alquran, cinta, etika, dan percaya diri
sebagai praktik latihan ketat yang diselesaikan di Individuals 'School (SR) pada paruh awal
hari.6
Jepang mengambil tindakan dan menerapkan strategi yang tampaknya memajukan
kepentingan Muslim. Orang Jepang menggunakan teknik tersebut, seperti yang dijelaskan
oleh Zuhairini et al. 36 dan lainnya; pada zaman Belanda, kantor urusan agama dijalankan
oleh orientalis Belanda, sedangkan pada masa penjajahan Jepang, kantor tersebut
diserahkan kepada Islam. Pemerintah Jepang menyediakan dana untuk pondok pondok
pesantren besar, dan ajaran etika dengan konten seperti agama didistribusikan ke sekolah
umum. Sebuah perguruan tinggi Islam bahkan diizinkan didirikan di Jakarta oleh
pemerintah Jepang. Bukan untuk kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia, tetapi sebagai
bagian dari rencana dan teknik Jepang untuk membantu tujuan penjajahan Jepang. 7
Jepang melihat besarnya peran Islam di Indonesia, bahkan peranan ulama sangat
besar pengaruhnya dalam kehidupan masayarakat. Oleh karena itu Jepang mendorong
berdirinya Majelis Syura Muslimin Indonesia (MIAI), melalui organisasi ini para ulama
melakukan pemajuan pendidikan apalagi dibentuknya Syumubu (Jawatan Agama),
sehingga terjadi pembaharuan Islam dan elemen-elemennya termasuk pendidikan Islam
(Azra, 2005: 207-208). Di depan ulama Pejabat Tertinggi Militer Jepang mengatakan akan
melindungi dan menghormati Islam.
Walaupun Jepang berusaha mengambil hati umat Islam dengan memberikan
kebebasan dalam melaksanakan praktik agama dan mengembangkan pendidikan, ulama
tidak semudah itu tunduk kepada pemerintah Jepang apabila hal tersebut bertolak belakang
5
Muhammad Sholeh Hoddin. Dinamika Politik Pendidikan Islam Di Indonesia; Studi Kebijakan Pendidikan
Islam Pada Masa Pra-Kemerdekaan Hingga Reformasi. Jurnal Ilmiah Iqra' Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan IAIN Manado Vol.14 No.1. Manado. 2020(23)
6
Senja Maharante,Hudaidah. DINAMIKA PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG.
Jurnal Pendidikan Sultan Agung Vol. 1 no.2.2021(141)
7
Tasman Hamami.PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH UMUM SEBAGAI KEHARUSAN
SEJARAH.Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No.2,. 2004 (179)
dengan akidah Islam. Misalnya perjuangan K.H. Ahmad Dahlan dan para santri dalam
menentang kebijakan kufur pemerintah Jepang yang memerintahkan setiap orang untuk
menghadap ke Tokyo setiap pukul 07.00 untuk menghormati kaisar Jepang yang mereka
anggap keturunan Dewa Matahari. Akibat sikap tersebut beliau ditangkap dan dipenjarakan
Jepang selama 8 bulan.
Namun setelah pecahnya perang Dunia II dan kedudukan Jepang terancam oleh
Sekutu, keadaan itu berubah secara drastis. Jepang memberlakukan sikap tidak berpihak
kepada semua organisasi Islam di Indonesia, dengan cara membekukan semua organisasi
Islam. Sehingga organisasi Islam yang menyelengarakan pendidikan, mengalami kesulitan
dalam mengembangkan pendidikan Islam, ini berdampak dengan mundurnya kegiatan
pembelajaran di pesantren, madrasah, dan pengajian. Pendidikan Islam pun semakin
menjadi terbengkalai dan terabaikan.
Sebaliknya, pendidikan mendapat banyak penekanan selama periode Hindia Belanda.
Fakta bahwa lebih sedikit sekolah yang dibuka sebagai akibat dari penutupan sekolah-
sekolah yang berbasis di Belanda menjadi buktinya. Jumlah sekolah menurun karena
sekolah dasar berkurang—dari 21.500 menjadi 13.500—sekolah menengah—naik dari 850
menjadi 20, dan hanya ada 4 perguruan tinggi/fakultas. Sehingga derajat intelektualitas
masyarakat menjadi rendah akibat pendidikan bagi masyarakat yang kurang diperhatikan.
Selain itu, meskipun ada upaya untuk mengurangi buta huruf, hal itu masih mempengaruhi
sebagian besar penduduk. Dengan demikian, dapat diklaim bahwa system pendidikan yang
sebelumnya di terapkan oleh jepang kepada Indonesia hanya dalam rangka perang Asia
Timur Raya.8
Akibatnya, pendidikan Islam menjadi terancam, dan penduduk pribumi ditekan
dengan cara menjalankan pendudukan militer untuk membantu perang Asia Timur Raya-
nya. Jepang memberlakukan kerja paksa (ROMUSHA) juga membentuk pertahanan rakyat
semesta, seperti Haiho, Peta dan Keibodan, sehingga perhatian terhadap dunia pendidikan
menjadi menurun. Namun disisi lain berdiri Sekolah Tinggi Islam di Jakarta memberikan
kesempatan yang baik untuk memajukan pendidikan sendiri. Kondisi ini tanpa disadari
Jepang dipergunakan oleh umat Islam untuk memperjuangkan pendidikan ataupun
perlawanan kepada Jepang. Berbeda dengan Madrasah dan pesantren yang berada di
daerah memiliki kesempatan yang baik, karena terbebas dari pengawasan sehingga
pendidikan dapat sedikit berjalan memajukan daerah.

2. Reaksi Umat Islam Terhadap Kebijakan yang Diterapkan Penjajahan Jepang


Kehadiran Jepang menjajah Indonesia sangatlah singkat. Namun, Jepang tetap
memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan pendidikan Islam. Salah satunya
adalah umat Islam lebih leluasa mengembangkan pendidikannya karena peraturan
pemerintah Belanda yang diskriminatif tidak diberlakukan lagi. Di tahun-tahun awal
penjajahannya, Jepang bahkan menampakkan diri seolah- olah membela kepentingan
Islam. Ini merupakan siasat untuk kepentingan Perang Dunia II. Mereka menempuh
kebijakan di antaranya: kebijakan penanam budaya Jepang terhadap pendidikan di
Indonesia seperti menghormati kaisar Jepang; kebijakan Jepang terhadap pendidikan di
Indonesia; kebijakan terhadap kurikulum pendidikan di Indonesia; serta kebijakan
pemerintahan Jepang terhadap pendidikan Islam di Indonesia. Dari kebijakan-kebijakan
tersebut disambut dan mendapatkan respon baik dari masyarakat Islam khususnya para
pemimpin Islam. Pandangan itu terlihat dari berkembangnya pendidikan yang semakin
maju.
8
Amjad Aiwan, Rehani. Kebijakan Pendidikan Islam Di Nusantara Sebelum Kemerdekaan : Kasus Kebijakan
Politik Kolonial Jepang Terhadap Pendidikan Islam Di Indonesia. Jurnal Pendidikan Dan Konseling Vol.4
No.6. Riau. 2022(12044)
Namun Pada 1942, Hasyim Asy’ari beserta para santri melakukan penolakan
terhadap Seikeirei, sebuah penghormatan terhadap Kaisar Hirohito dan ketaatan pada
Dewa Matahari. Meskipun banyak alim ulama yang mengikuti pelatihan ulama yang
ditetapkan oleh Jepang, banyak juga para alim ulama yang tidak menyetujui
kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Jepang karena dinilai menyengsarakan rakyat.
Akhirnya, keadaan rakyat di desa semakin lama menjadi sangat buruk selama masa
pendudukan Jepang. Para ulama dan santrinya siap mengangkat senjata untuk membela
kehormatan umat islam dan bangsa indonesia dari penindasan yang dilakukan oleh
enguasa Fasis Jepang. Masyumi mengkritik keras terhadap pemerintah Fasis Jepang
terkait kebijakan Romusha. banyak yang harus keluar sekolah dikarenakan membantu
pekerjaan orang tua dan karena adanya tekanan romusha dari Jepang.
Perlawanan Teuku Abdul Jalil atas Keinginan Jepang untuk memobilisasi para
ulama di Aceh ditolak oleh para ulama. Beliau menyampaikan bahwasanya Jepang tidak
lebih baik dari pada Belanda. Perangpun takterhindarkan pada Agustus 1942. Jepang
mulanya hendak menangani secara damai, dengan mengutus perwakilannya namun
tidaklah membuahkan hasil, lalu Jepang melancarkan serangan dadakan pada pagi buta
saat penduduk sedang menjalankan ibadah sholat Subuh. Dengan senjata yang ada
penduduk berupaya menahan serangan dan mampu mendorong mundur para prajurit
Jepang. Demikian pula pada serangan kedua, mampu digagalkan oleh rakyat. Namun pada
serangan terakhir (ketiga) Jepang akhirnya mampu membakar masjid sedangkan pemimpin
perlawanan (Teuku Abdul Jalil) mampu melarikan diri dari kepungan prajurit jepang,
walau akhirnya tertembak pada waktu menjalankan salat.9
Di Jawa Barat, perlawanan terjadi pada bulan Februari 1944 di daerah Sukamanah
yang dipimpin oleh K.H. Zainal Mustafa. Perlawanan ini dilakukan karena Jepang sudah
sangat keterlaluan dan membebani rakyat dengan setoran dan kerja paksanya. Di Blitar,
perlawanan terjadi pada tanggal 14 Februari 1945 yang dipimpin oleh Supriyadi. Ia adalah
seorang Komandan Pleton I kompi III dari Batalion II Pasukan Peta di Blitar. Perlawanan
di Blitar merupakan perlawanan terbesar pada masa pendudukan Jepang.
Kemudian respon para pemimpin muslim dan para ulama yang telah digerakkan oleh
Jepang guna membuat organisasi buatan Jepang dengan keinginan mampu menjadi alat
penggapai kepentingannya, ternyata sudah bertolak belakang dengan keinginan Jepang.
Organisasi-organisasi yang dibuat Jepang digunakan oleh umat muslimin untuk
menguatkan kesatuan kaum muslim Indonesia, dalam rangka menyiapkan kemerdekaan
serta meluaskan ajaran agama Islam, yang sekaligus untuk menghapuskan pengaruh Shinto
yang sudah disebarkan Jepang.
Ira M. Lapidus memaparkan, beberapa fungsi administratif dan kemiliteran yang
diserahkan pada umat Islam ikut memperkokoh kekuatan politik dan memperbesar massa
untuk aksi muslim berikutnya. Dalam hal tersebut tiga hal yang bisa disebutkan:
dibentuknya Kantor Urusan Agama Islam (Shumubu), dibentuknya Masyumi dan
pembentukan Hizbullah. Sejak tanggal 1 April 1944, dimulai pembentukan Kantor Urusan
Agama Daerah pada tiap keresidenan. Di bawah kepemimpinan para tokoh seperti Wahid
Hasyim dan Kahar Muzakkir. MIAI selaku organisasi berdaulat yang didukung oleh NU
dan Muhammadiyah, yang pada tanggal 24 Oktober 1943 diberhentikan oleh Jepang.
Pemberhentian ini di dasari atas respon Jepang terhadap kampanye bait al-mal yang
konsisten dan secara gencar dalam mengkoordinir penghimpunan dana, perataan zakat dan
shadaqah oleh pengurus MIAI tanpa megikutsertakan Shumubu (Kantor urusan agama
bentukan Jepang).
Selaku pengganti MIAI, Jepang mendirikan organisasi baru yaitu Masyumi (Majlis
Syuro Muslimin Indonesia) pada 22 November 1943 dan diberi status hukum pada tanggal
9
Alvin Noor Sahab Rizal. Pergerakan Islam Indonesia Masa Jepang (1942-1945). Indo-Islamika, Volume 4,
Nomor 2. Yogyakarta. 2014(182)
1 Desember 1943. Selaku pemimpin organisasi tersebut ialah K.H. Hasyim Asy’ari.
Masyumi semakin kuat ketika tanggal 1 Agustus 1944, pemerintah Jepang memberikan
pengumuman reorganisasi Shumubu yang bermaksud agar semua perkara keagamaan yang
dianggap penting mampu ditata dengan mudah. Dengan begitu, urusan keagamaan di
bawah otoritas elit muslim.
Pada masa Jepang, penghujung tahun 1944, juga didirikan Hizbullah, yaitu semacam
organisasi militer bagi pemuda muslimin Indonesia. K.H. Zainul Arifin diberi amanah
menjadi pemimpin panglima Hizbullah, dengan tugas pokoknya ialah mengorganisir
pelatihan-pelatihan semi meliter. K.H. Zainul Arifin adalah salah satu perwakilan dari
Nahdatul Ulama dalam kepengurusan Masyumi. Di antara pemimpinnya terdapat
Muhammad Roem, Anwar Tjokro Aminoto, Jusuf Wibisono, dan Prawoto Mangkusaswito
yang selanjutnya dikenal menjadi politikus terkemuka. Jadi seluruh masa pemerintahan
Jepang tersebut, ternyata umat muslim mampu memperoleh keuntungan keuntungan
besar.10

Ada beberapa tantangan dan hambatan pendidikan Islam pada saat itu. Penindasan
ajaran agama Islam di sekolah-sekolah oleh kolonialisme berhasil, namun semangat juang
dan perlawanan rakyat Indonesia terus berlanjut. Pertumbuhan bangsa Indonesia antara
lain berhasil membentuk panitia persiapan kemerdekaan sementara. Di bidang pendidikan
dan pengajaran, orang lain bertugas membuat rencana. Panitia berhasil merumuskan tujuan
pendidikan yang penting bagi PAI. Berikut ini adalah bagaimana tujuan pendidikan dibuat:

“Dalam garis-garis adab perikemanusiaan, seperti terkandung dalam segala pengajaran


agama, maka pendidikan dan pengajaran nasional bersendi agama dan kebudayaan
bangsa serta menuju ke arah keselamatan dan kebahagiaan masyarakat"

Menurut gagasan tujuan pendidikan, agama berfungsi sebagai landasan pendidikan


nasional. Terkait dengan ajaran Islam di sekolah-sekolah. Ringkasnya, penciptaan tujuan-
tujuan tersebut merupakan landasan hukum yang sangat penting bagi perkembangan dan
penguatan kedudukan PAI pasca kemerdekaan.11

D. KESIMPULAN

Kebijakan pendidikan pada masa penjajahan Jepang memiliki perbedaan dengan


kebijakan pendidikan yang diterapkan masa kolonial Belanda. Pada era penjajahan
Belanda tidak semua orang bisa sekolah, hanya golongan atas, anak pejabat atau priyai
yang bisa masuk sekolah. Sedangkan rakyat jelata tidak diijinkan sekolah. Karena pada
waktu itu orientasi Belanda menjajah Indonesia untuk menguras sumber daya alam
Indonesia. Berbeda dengan dengan Belanda, era penjajahan Jepang, semua orang bisa
menempuh pendidikan baik anak pejabat ataupun rakyat biasa. Kebijakan pendidikan ini
tentu beralasan. Pada waktu itu Jepang sedang menghadapi peperangan melawan sekutu.
Oleh sebab itu, kebijakan pendidikan yang diterapkan jepang adalah untuk meraup simpati
kepada masyarakat Indonesia agar dapat membantu mereka menghadapi sekutu.
Pengaruh pendudukan Jepang berdampak pada berbagai aspek kehidupan sosial di
Indonesia, tidak terkecuali sistem pendidikan. Jepang menerapkan sejumlah program di
10
Alvin Noor Sahab Rizal. Pergerakan Islam Indonesia Masa Jepang (1942-1945). Indo-Islamika, Vol. 4,
No.2. Yogyakarta. 2014(182)
11
Tasman Hamami.PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH UMUM SEBAGAI KEHARUSAN
SEJARAH.Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No.2,. 2004 (180-181)
bidang pendidikan untuk membantu keberhasilannya dalam perang. Jepang telah
mengambil tindakan dengan mempromosikan filosofi dan semangat Jepang, mereformasi
kurikulum, dan membuat kebijakan tentang pendidikan Islam. Dalam banyak hal,
pendudukan Jepang di Indonesia berdampak negatif terhadap pendidikan, namun ada juga
beberapa kebijakan yang berdampak positif terhadap pendidikan di Indonesia, seperti
penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar, penghapusan dualisme kurikulum,
dan dampak positif pendidikan militer terhadap kehebatan militer pemuda Indonesi.

DAFTAR PUSTAKA

Aiwan A, Rehani. (2022). Kebijakan Pendidikan Islam Di Nusantara Sebelum


Kemerdekaan : Kasus Kebijakan Politik Kolonial Jepang Terhadap Pendidikan Islam Di
Indonesia. Jurnal Pendidikan Dan Konseling Vol.4 No.6. Riau.

Hamami. T. (2004) PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH UMUM


SEBAGAI KEHARUSAN SEJARAH. Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No.2

Hudaidah, M. Arman Putra Karwana. (2021). Pendidikan Di Indonesia Masa


Pendudukan Jepang. Jurnal Danadyaksa Historica 1 (2)

Ishak, M. (2013). Sistem Penjajahan Jepang di Indonesia. Jurnal Inovasi, 9(01)

Maharante.S,Hudaidah. (2021). DINAMIKA PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA


PENDUDUKAN JEPANG. Jurnal Pendidikan Sultan Agung Vol. 1 no.2

Miftahur Rohman. (2018). Kebijakan Pendidikan Islam Masa Penjajahan Jepang.


Jurnal Pendidikan Agama Islam.

Rizal A.N.S. (2014). Pergerakan Islam Indonesia Masa Jepang (1942-1945). Indo-
Islamika, Volume 4, Nomor 2. Yogyakarta.

Sholeh Hoddin M. (2020). Dinamika Politik Pendidikan Islam Di Indonesia; Studi


Kebijakan Pendidikan Islam Pada Masa Pra-Kemerdekaan Hingga Reformasi. Jurnal
Ilmiah Iqra' Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Manado Vol.14 No.1. Manado.

Anda mungkin juga menyukai