Anda di halaman 1dari 2

Kebijakan Jepang dalam bidang pendidikan:

Pendidikan di masa pendudukan Jepang (1942-1945), jauh lebih buruk dari sebelumnya, ketika
Indonesia masih di bawah penjajahan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Ketika Jepang datang,
Jepang menjadikan Indonesia sebagai pangkalan perangnya. Masyarakat harus hidup di bawah
kondisi perang yang diterapkan jepang. Akibatnya, para pengajar harus bekerja untuk Jepang. Anak-
anak bahkan turut dikerahkan membantu memenuhi kebutuhan perang.

Selain itu, sejak pendudukan Jepang, beberapa kebijakan yang sebelumnya berlaku, diubah. Sekolah-
sekolah berbahasa Belanda ditutup. Begitu juga materi pengetahuan soal Belanda dan Eropa. Jepang
juga melarang berdirinya sekolah swasta baru. Sekolah swasta yang sudah terlanjur berdiri harus
mengajukan izin ulang agar bisa tetap beroperasi.

Sekolah swasta yang dulu diasuh oleh badan-badan missie atau zending dibolehkan beroperasi
kembali atas diselenggarakan oleh pemerintah Jepang seperti sekolah negeri. Sekolah swasta baru
yang boleh berdiri hanya sekolah di bawah kendali Jawa Hokokai.

Berikut beberapa kebijakan pendidikan Jepang di Indonesia :

1) Mendirikan sekolah-sekolah seperti SD (6 tahun), SMP (3 tahun) dan SMA (3 tahun)


Sebelum kedatangan Jepang, di Indonesia hanya ada Sekolah Rakyat (SR) dengan masa
pendidikan 3 tahun dan 6 tahun, sekolah swasta pada masa penjajahan Belanda. Sekolah ini diambil
alih oleh Jepang dengan pembagian Sekolah Rakyat selama 6 tahun, Sekolah Rakyat setingkat SMP
selama 3 tahun, dan SLA/SMA selama 3 tahun. Selain itu, terdapat pula:
● Sekolah Pertukangan (Kogyo Gakko)
● Sekolah Teknik Menengah (Kogyo Senmon Gakko)
● Sekolah Guru selama dua tahun (Syoto Sihan Gakko)
● Sekolah Guru selama empat tahun (Guto Sihan Gakko)
● Sekolah Guru selama dua tahun tingkat lanjut (Koto Sihan Gakko).

2) Menghilangkan perbedaan lapisan masyarakat dalam memperoleh pendidikan formal.


Pada masa penjajahan Belanda, yang boleh pendidikan hanya keluarga bangsawan dan orang-
orang Eropa di Indonesia saja. Ketika Jepang menguasai Indonesia, seluruh masyarakat Indonesia
dapat mengenyam pendidikan formal, seperti di negara Jepang.
Penyeragaman pendidikan ini ternyata menguntungkan bagi rakyat Indonesia karena secara
tidak langsung menghapus diskriminasi. Efek dari kebijakan ini berlanjut hingga ke masa
kemerdekaan di mana semua lapisan masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk
mendapat pendidikan.

3) Memperkenalkan kegiatan upacara dan sistem olahraga di sekolah-sekolah.


Upacara ini diadakan setiap pagi dengan mengibarkan bendera Jepang dan penghormatan ke
arah matahari terbit, serta menyanyikan lagu kebangsaan Jepang, yaitu Kimigayo dan menghormati
kepada istana Kaisar Jepang (Tenno Heika) serta mengucapkan sumpah setia kepada cita - cita
Indonesia dalam rangka program Asia Timur Raya . Setelah melaksanakan upacara pagi, diadakan
gerak badan yang disebut dengan taiso, dan lari berbaris yang disebut dengan Jajiasi. Kemudian,
diperkenalkan pula permainan Sumo (adu kekuatan dengan saling mendorong dengan tangan)

5) Mewajibkan siswa hormat kepada guru.


Jepang memberikan ancaman dan hukuman apabila ada siswa yang tidak menghormati
gurunya, seperti menunduk dan memberi salam ketika bertemu dengan guru.

6) Sistem pengajaran dan kurikulum disesuaikan untuk kepentingan perang Jepang.


Jepang menghapus sistem dualisme pada kurikulum pengajaran yakni yang berisikan ajaran-
ajaran barat. Siswa wajib mengikuti latihan dasar kemiliteran dan harus menghafal lagu kebangsaan
Jepang. Jepang menerapkan disiplin militer pada sekolah-sekolah di Indonesia. Murid-murid
diharuskan melakukan kinrohosi (kerja bakti), seperti mengumpulkan bahan-bahan untuk perang,
menanam bahan makanan, membersihkan asrama, dan memperbaiki jalan-jalan. Mata pelajaran yang
diberikan antara lain: pendidikan semangat, bahasa dan adat istiadat Jepang, nyanyian Jepang, dan
pendidikan tentang dasar-dasar pertahanan.

7) Setiap guru wajib menggunakan bahasa Jepang.


Jepang tidak menghapus pelajaran atau tata cara penggunaan Bahasa Indonesia pada
kurikulum dan Bahasa Indonesia hanya digunakan sebagai bahasa pengantar, pengganti bahasa
Belanda. Dan guru-guru juga wajib mengikuti kursus bahasa Jepang.

8) Siswa wajib mempelajari bahasa Jepang baik tertulis maupun lisan.


Jepang mengeluarkan stensilan yang digunakan untuk belajar bahasa Jepang yang disebut
Langkah Pertama dan Langkah Kedua. Selain itu juga diajarkan huruf Jepang. Pada kelas-kelas
rendah diajarkan abjad Katakana, kelas tinggi diajarkan abjad Hiragana, kemudian abjad Kanji.
Jepang memberikan pelajaran budi pekerti yang kebanyakan berisi agama pada sekolah negeri.

9) Jepang membekukan organisasi MIAI yakni organisasi Islam yang berisikan tentang pendidikan.
Akibatnya pendidikan semakin terbengkalai. Jepang merubah sistem kurikulum pendidikan Indonesia
dengan mengurangi penggunaan bahasa dan aksara Arab. Jepang juga ingin menggantikan pelajaran
agama Islam dengan pelajaran agama Shinto.

10) Pemerintahan Jepang memberi izin untuk mendirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang
dipimpin oleh K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakir dan M. Hatta. Jepang memperbolehkan
pembangunan pondok pesantren secara besar-besaran. Bahkan pemerintah Jepang sering mengunjungi
dan memberi bantuan pada pondok-pondok pesantren. Hal ini guna menarik simpati rakyat Indonesia.

Kondisi pendidikan pada masa Jepang di Indonesia terjadi penurunan jumlah sekolah, murid, dan guru
disebabkan pemerintah kolonial sebelumnya tidak mempersiapkan secara khusus guru - guru untuk
mengajar. Padahal minat masyarakat untuk memasukinya justru membludak. Kesulitan lainnya yaitu
buku pelajaran, semua buku pelajaran yang ada ditulis dalam bahasa belanda sementara pemerintah
Jepang melarangnya.

Anda mungkin juga menyukai