Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

MAGANG (PRAKTIK KLINIK DASAR)


TAHUN AKADEMIK 2022-2023

LOW VISION

Disusun Oleh:
Nama : Nanang Bagus Wijaya
NIM : 20076

AKADEMI REFRAKSI OPTISI


GAPOPIN JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa
yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas semua bantuan
yang telah diberikan,baik secara langsung maupun secara tidak langsung selama
penyusunan laporan kasus ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun agar laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Dari awal penulis hingga terwujudnya laporan kasus ini penulis telah memperoleh
bantuan serta dukungan baik moril maupun materil, serta saran dan dorongan dari berbagai
pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang kepada
yang terhormat :
Bapak Ferry Doringin S.fil, M.Hum, Ph.d selaku Direktur Akademi Refraksi Optisi
Gapopin Jakarta, Ibu Nisa Zakiati Umami, A.Md.RO.,S.Ip selaku Dosen Pembimbing
magang, Seluruh Staff Dosen Akaderni Refraksi Optisi Gapopin Jakarta yang sudah
memberikan pendidikan pada penulisan selama masa perkuliahan. Bapak/Ibu
Mitra. Rumah Sakit/Optikal/ Klinik Mata, yang menyediakan tempat untuk praktik. Orang
tercinta yang selalu setia meluangkan waktu dan mendorong penulis untuk menyelesaikan
laporan kasus ini, serta rekan-rekan mahasiswa ARO Gapopin Jakarta khusunya angkatan
28.
Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi
mahasiswa/mahasiswi Akademi Refraksi Optisi Gapopin Jakarta.

Lampung, 26 Oktober 2022

Nanang Bagus Wijaya

ii
DAFTAR ISI
COVER.....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2

BAB II TINJAUAN KASUS


A. Dasar Teori................................................................................................4
1. Pengertian Low Vision....................................................................4
2. Klasifikasi Low Vision....................................................................4
3. Etiologi dan Gejala Klinis................................................................4
4. Penatalaksanaan...............................................................................5
B. Rangkuman Jurnal Low Vision................................................................6

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.............................................................................................14
B. Saran.......................................................................................................14

DAFTAR REFERENSI.......................................................................................16
LAMPIRAN..........................................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Low Vision adalah suatu keadaan mata setelah koreksi optimal dengan kacamata
atau lensa kontak visus mata terbaik kurang dari 6/18 hingga persepsi cahaya atau luas
penglihatannya kurang dari 10 derajat dari titik fiksasi. Kondisi tersebut secara potensial
masih dapat menggunakan penglihatannya untuk merencanakan atau melakukan suatu
pekerjaan dekat (WHO,1992). Seorang penderita Low Vision apabila terlambat ditangani
akan kehilangan penglihatannya, sebaliknya bila segera ditanganisisa penglihatannya
masih bias dipertahankan bahkan seseorang yang berpotensi menjadi tuna netra dapat
menghindari terjadinya kebutaan total. Kutipan atas pendapat Werner dari buku yang
ditulis (Suryani) mengemukakan bahwa Low Vision bukan berarti kehilangan fungsi
penglihatan sama sekali melainkan masih bias menggunakan sisa penglihatannya, tetapi
keadaan ini akan menetap selamanya. Banyak hal yang dapat diupayakan untuk
memaksimalkan fungsi penglihatan yang masih tersisayaitudengan melakukan rehabilitasi
penglihatan sehingga sisa
penglihatannya tetap bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup.
Menurut laporan WHO (2012), 285 juta pendududk dunia mengalami gangguan
penglihatan dimana 39 juta diantaranya mengalami kebutaan dan 246 juta penduduk
mengalami penurunan penglihatan (low vision). Sembilan puluh persen kejadian gangguan
penglihatan terjadi di Negara berkembang. Secara umum, kelainan refraksi yang tidak
dapat dikoreksi (rabun jauh, rabun dekat, dan astigmat) merupakan penyebab utama
gangguan penglihatan, sedangkan katarak merupakan penyebab penyebab utama kebutaan
kebutaan di negara berpendapatan sedang dan rendah.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang hendak disampaikan oleh penulis dalam kaitannya dengan Low
Vision adalah:
1. Pengertian Low vision
2. Klasifikasi Low Vision
3. Etiologi dan Gejala Klinis Low Vision
4. Penatalaksanaan Low Vision

iv
BAB II

TINJAUAN KASUS

A. Dasar Teori

1. Pengertian Low Vision


Dalam mendefinisikan low vision dapat dilihat dari dua pendekatan yaitu
pendekatan klinis dan fungsional. Pendekatan klinis mengartikan low vision atas
dasar tajam penglihatan dan lapang pandang yang dimiliki penyandang low vision.
Sedangkan, pendekatan fungsional mengartikan low vision atas dasar sisa
penglihatan yang masih dapat digunakan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
seperti membaca, menulis, mengenali objek, dan berjalan.

 Definisi Klinis
Low vision adalah bentuk gangguan penglihatan yang dapat membatasi
aktivitas sehari-hari dan tidak bisa diperbaiki dengan kacamata, lensa kontak, obat-
obatan, atau pembedahan (Jennifer Hissett 2008, 1032).
Low vision adalah seseorang yang setelah melalui penanganan yang optimal
(pengobatan, operasi, penggunaan kacamata dan lainnya) memiliki ketajaman
penglihatan antara6/18 sampai dengan 60/60, dan atau memiliki lapang pandang
atau luas penglihatan kurang dari 20 derajat dari titik fiksasi meskipun memiliki
ketajaman penglihatan yang normal (Departemen Sosial Republik Indonesia 2009,
11).
Ketajaman penglihatan 6/18 artinya seseorang dapat melihat suatu objek
dengan baik pada jarak 6 meter, padahalobjek tersebut dapat dilihat oleh orang
normal pada jarak 18 meter. Sedangkan 6/60 artinya seseorang dapat melihat suatu
objek dengan baik pada jarak 6 meter, padahal objek tersebut dapat dilihat oleh
orang normal pada pada jarak 60 meter.
Lapang pandang adalah luas bidang yang dapat dilihat oleh mata dalam kondisi
penglihatan terfokus yang pada suatu titik fiksasi (tidak melirik). Lapang pandang
diukur untuk masing-masing mata secara terpisah atau bergantian.

 Definisi Fungsional

v
Low vision adalah seseorang yang memiliki gangguan atau hambatan fungsi
penglihatan tetapi masih mempunyai sisa penglihatan yang dapat digunakan untuk
melakukan pekerjaan atau aktivitas keseharian, termasuk membaca dan menulis
walaupun harus menggunakan alat atau bantuan khusus. Alat bantu khusus tersebut
di antaranya adalah penggunaan alat bantu optik dan atau non optik. Alat bantu
optik adalah peralatan yang berhubungan dengan lensa misalnya kacamata, kaca
pembesar, teleskop, hand held magnifier, dan alat optik lainnya. Sedangkan alat
bantu non optik misalnya pemakaian buku yang hurufnya dicetak berukuran besar,
buku tulis bergaris tebal, CCTV (alat bantu elektronik berguna untuk memperbesar
huruf dan fokus dapat disesuaikan), papan baca, dan typoskop.

2. Klasifikasi Low Vision


Menurut pendekatan klinis, secara garis besar low vision dapat diklasifikasikan
ke dalam dua kelompok yaitu.
a) Low vision ringan, seseorang memiliki tajam penglihatan 6/18 sampai
dengan 6/48.
b) Low vision berat, seseorang memiliki tajam penglihatan 6/48 sampai dengan
6/60.
Menurut pendekatan fungsional, secara garis besar low vision dapat
diklasifikasikan ke dalam dua kelompok:
a) Low vision ringan, yaitu seseorang yang sisa penglihatannya masih dapat
digunakan untuk keperluan membaca dan menulis,walaupun harus
menggunakan alat atau bantuan khusus.

b) Low vision berat, yaitu seseorang yang sisa penglihatannya tidak dapat
digunakan untuk keperluan membaca dan menulis tetapi dapat digunakan
untuk keperluan lainnya seperti kegiatan mobilitas, mengenali objek, dan
aktivitas keseharian lainnya (Departemen Sosial Republik Indonesia 2009,
13).

3. Etiologi dan Gejala Klinis Low Vision


Low vision secara umum adalah karena kelainan media optik, kelainan
penglihatan sentral dan kelainan retina perifer atau kombinasi ketiganya. Low
vision yang disebabkan oleh kelainan kongenital berdasarkan insiden yang sering
vi
adalah katarak kongenital, toksoplasmosis dan glaukoma kongenital. Kekeruhan
media refraksi akan menganggu penglihatan secara keseluruhan sehingga
menyebabkan penglihatan kabur dan glare yang signifikan.
Low vision anak secara umum adalah gangguan penglihatan jauh, tetapi bisa
menulis dan membaca dalam jarak dekat dengan huruf berukuran besar,
memicingkan mata atau mengerutkan dahi ketika melihat dibawah cahaya yang
terang, terlihat tidak menatap lurus ke depan ketika memandang sesuatu dan
kondisi mata tampak lain, misalnya terlihat berkabut atau berwarna putih pada
bagian luar. Selain itu juga mengeluh lebih jelas melihat sesuatu pada siang hari
dibandingkan malam hari. Dan pada anak bisa juga ditemukan gejala mendorong
bola mata dengan jari atau buku jari untuk melihat sesuatu (reflek okulo-digital),
dan sering mengeluh pusing atau mual begitu selesai mengerjakan sesuatu dari
jarak dekat. Low vision pada anak juga didapatkan adanya riwayat operasi mata
sebelumnya dan memakai kacamata yang sangat tebal, tetapi penglihatan tetap
tidak dapat melihat dengan jelas.

4. Penatalaksanaan Low Vision


Low vision tidak sama dengan pemeriksaan mata normal. Pada pemeriksaan
low vision, perlu ditentukan jenis dan kualitas penurunan visus yang mempengaruhi
pasien dan bagaimana mereka beradaptasi dengan penurunan visus tersebut. Hal ini
dapat tergambar dari keluhan utama pasien, riwayat sosial, riwayat pekerjaan dan
riwayat kesehatan mata. Pemeriksaan pada low vision dilakukan secara hati-hati (tidak
terburu-buru) dan sangat teliti, bisa mencapai 2-3 kali lebih lama dari pemeriksaan
mata secara teratur dan bersifat multidisiplin ilmu terutama pada anak-anak
Pemeriksaan awal pasien low vision pada anak dapat mencakup penilaian
fungsi mata seperti visual acuity measurement (pemeriksaan visus jarak jauh dan
pemeriksaan visus jarak dekat), pemeriksaan lapang pandang, penglihatan warna, dan
sensitivitas kontras.1,4,19,20 Pemeriksaan refraksi merupakan langkah awal dalam
menentukan ukuran visus yang bertujuan untuk menentukan jumlah atau besarnya low
vision dan mengumpulkan informasi penting untuk mengambil keputusan serta dapat
menetapkan pembuatan resep kaca mata. Setiap mata diperiksa secara terpisah. Jarak
melakukan koreksi yang paling baik untuk pasien low vision adalah pada jarak 1
meter.

vii
Pemeriksaan refraksi yang dilakukan adalah pemeriksaan refraksi subjektif dan
objektif. Pertama dilakukan pemeriksaan visus jarak jauh dengan menggunakan
Snellen chart pada jarak 20 kaki (6m) untuk membandingkan ukuran yang dilihat
pasien dengan standar yang dilihat oleh mata normal pada jarak yang sama. Ketajaman
penglihatan pada Snellen chart mempunyai range dari 20/200 – 20/400 (6/60 - 6/120), di
bawah level ini dilakukan hitungan jari, kemudian gerakan tangan dan persepsi cahaya.
Snellen chart yang digunakan pada jarak 20 kaki merupakan kurang relevan
secara klinis untuk pasien low vision. Untuk mengatasi permasalahan ini paling
banyak digunakan adalah the lighthouse visual acuity test (modifikasi ETDRS chart)
dengan menggunakan notasi dan tingkat kesulitan yang sama untuk setiap barisnya,
spasi antar baris dan antar garis yang proporsional, dan ukuran optotipe yang secara
geometrik meningkat dari baris ke baris dengan jarak 4 meter, 2 meter atau 1 meter
yang dapat dimaju mundur sesuai jarak yang digunakan.

(Snellen Chart)

Setelah dilakukan pemeriksaan visus jarah jauh, kemudian dilanjutkan dengan


pemeriksaan retinoskopi untuk mendapatkan hasil refraksi objektif untuk resep
kacamata yang dibutuhkan. Berdasarkan hasil visus jauh dan target penglihatan jauh
pada anak usia sekolah dasar pada umumnya adalah 20/50. Sehingga dengan
pembesaran yang dibutuhkan untuk melihat jauh bisa di dapatkan (contohnya visus
jauh 20/400, target visus anak usia sekolah 20/50, maka pembesaran yang dibutuhkan
adalah 400/50 = 8x pembesaran). Kemudian dilakukan percobaan alat bantu jauh
teleskop dimulai dengan pembesaran 4 kali, ternyata dengan teleskop ini target visus
sudah tercapai 20/50. Sehingga kita cukup memberikan low vision aids pada pasien ini
dengan teleskop pembesaran 4 kali.

viii
Pada pasien low vision untuk penilaian penglihatan jauh tidak hanya
berdasarkan pengukuran visus saja, tetapi harus diperhatikan juga posisi pasien saat
melihat, khususnya pada pasien-pasien dengan skotoma (contohnya dua pasien dengan
visus yang sama, bisa didapatkan penilaian fungsional mata yang berbeda). Pada
pasien dengan skotoma dibutuhkan teknik melihat eksentrik. Pasien biasanya berusaha
mencari titik (spot) terbaik bagi pasien untuk dapat melihat lebih jelas. Selain posisi,
hal lain yang dapat mempengaruhi penglihatan adalah kontras. Sensitifitas kontras
yang buruk mengharuskan pemeriksa lebih memperhatikan pencahayaan, mengontrol
rasa silau dan memperhatikan kontras dari material penilaian visus. Kadangkala hal ini
lebih penting daripada pemberian pembesaran. Saat pemeriksaan pasien low vision
dibantu dengan alat pembesaran dan lampu halogen agar hasil pemeriksaan lebih
optimal.
Pemeriksaan visus jarak dekat (kemampuan membaca) penting pada pasien low
vision, karena setiap pasien mempunyai jarak baca yang berbeda. Penglihatan dekat
diukur atau ditentukan oleh huruf paling kecil yang dapat dibaca dengan menggunakan
kartu Lea Numbers. Kartu Lea Numbers memiliki bacaan dengan ukuran-ukuran huruf
yang geometrik, tunggal, bertingkat dan memiliki pencatatan ukuran simbol serta
perhitungannya. Huruf-huruf tunggal berfungsi untuk menentukan ketajaman dekat,
sedangkan teks bertingkat untuk menentukan kemampuan membaca dengan bantuan
alat optik tertentu.

(Lea Number)

Untuk pemeriksaan tajam penglihatan jarak dekat dapat digunakan satuan M


unit pada jarak baca biasa (40 cm) dan bila perlu penderita dapat mendekatkan jarak
baca sesuai dengan kemampuan pasien. Jarak baca diukur mengunakan penggaris dari

ix
chart ke puncak kornea pasien (dalam satuan meter). Kemudian visus pasien akan
didapatkan dengan mengkonversikan ke Snellen chart berdasarkan ukuran huruf yang
terbaca (M unit). Contohnya, membaca huruf pada baris 2M pada jarak 40cm akan
menghasilkan visus 0.4m/2M, atau 0.4/2, yang dapat dikonversikan ke Snellen chart
yaitu 0.4/2 = 20/x (x=100), oleh karena itu visus Snellen nya adalah 20/100.
Dan pembesaran (magnifier) yang dibutuhkan pada pasien low vision dapat
ditentukan dari rumus M= r. F, dimana M adalah pembesaran (M unit yang didapat
disesuaikan dengan target M unit berdasarkan usia, misalnya pasien dapat membaca
pada baris 2M unit dengan target 8M unit (20/400), maka M unit yang didapat adalah
8M/2M = 4M, r adalah jarak dalam meter dan F adalah power atau dioptri yang
digunakan.
Selain pemeriksaan visus jauh dan dekat, sebaiknya melakukan pemeriksaan
lapang pandang, kontras sensitivitas dan kelainan warna agar membantu kita dalam
memilih kebutuhan alat low vision aids yang tepat pada pasien terutama pada dewasa.
Pada anak-anak umumnya sulit dilakukan karena kurang kooperatif.
Pemeriksaan lapang pandang terdapat berbagai macam metode, dari yang
sederhana (konfrontasi) hingga kompleks (perimetri). Pemilihan metode pemeriksaan
lapangan pandang dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Pada anak lebih sering
dilakukan pemeriksaan konfrontasi 1,10,16,18
Tes sensitivitas kontras merupakan pemeriksaan kemampuan sistem visual
untuk menilai perbedaan luminasi antara objek dengan sekitarnya (kuantitas kecerahan
dari suatu objek). Penyakit retina, nervus optikus dan kekeruhan media refraksi dapat
mengganggu kemampuan ini. Sensitivitas kontras dapat dinilai baik secara monokular
dan binokular dengan Vistech Contrast Sensitivity Vision Test, yang digunakan pada
jarak 10 kaki atau dimodifikasi menjadi jarak 3 kaki.1,2,10,16
Pemeriksaan sensitivitas kontras dapat membantu dalam penatalaksanaan pasien low
vision, sebagai berikut:
a. Kebutuhan untuk pembesaran (magnification need), pasien dengan sensitivitas
kontras yang buruk biasanya membutuhkan pembesaran yang lebih besar
dibandingkan pasien lain dengan visus yang sama.
b. Kemampuan untuk menggunakan alat bantu optik, pasien dengan sensitivitas
kontras yang buruk membutuhkan peningkatan kontras untuk pasien agar
mampu membaca dengan menggunakan pembesaran. Pasien ini mungkin
membutuhkan Closed Circuit Television (CCTV), yang dapat meningkatkan

x
kontras dan dapat memperluas lapangan pandang sehingga mereka bisa melihat
1 atau 2 huruf secara bersamaan.
c. Pencahayaan (lighting), pasien dengan sensitivitas kontras yang buruk sering
membutuhkan pencahayaan yang lebih untuk pekerjaan tertentu.
d. Mata dominan, dengan memeriksa kontras secara monokular dan binokular,
dapat menentukan apakah pasien dapat melihat lebih baik atau lebih buruk
dengan menggunakan alat bantu optik binokular atau monokular.
Alat dan cara pemeriksaan sensitivias kontras adalah menggunakan grafik Pelli
Robson terdiri dari garis horizontal huruf kapital dengan kontras huruf yang menurun
dengan setiap baris. Pemeriksaan pada pasien ini didapatkan sensitivitas kontras OD
log 0,75, OS log 0,75 dan ODS log 1,35. Disimpulkan terdapat penurunan sensitivitas
kontras pada pasien ini, karena log sensitivitas kontras tidak mencapai log 1,80
Tes Buta Warna (color vision) dengan berkurangnya kemampuan penglihatan
warna berguna untuk menilai low vision dan penting ditanyakan saat anamnesa.
Pemeriksaan ini dapat dengan cepat menentukan dan mendeteksi kehilangan warna
merah-hijau dan kuning-biru. Penglihatan warna yang buruk dapat mempergaruhi
kegiatan dalam belajar yang berkaitan dengan identifikasi warna.1,14,24 Dengan
Ishihara colour plates merupakan jenis yang paling banyak digunakan untuk menilai
penglihatan warna.
Dalam semua pemeriksaan low vision pada anak, gunakan bahasa yang
sederhana, catat kemampuan penglihatan anak, catat waktu yang digunakan, kondisi
anak, jika tidak merespon dengan tahapan pemeriksaan yang kita berikan secara umum,
maka hentikan dan ganti dengan berbagai pendekatan. Jika anak tertarik pada satu jenis
mainan maka penilaian, gunakan alat itu dan catat aktivitas-aktivitas yang dilakukan
anak. Jika anak tidak dimengerti apa yang kita perintahkan, maka berikan contoh
selama kita melakukan penilaian. Kita harus menjaga keakraban selama melakukan
pemeriksaan dan penilaian.

B. Rangkuman Jurnal Low Vision


Jurnal 1
Judul : GAMBARAN LOW VISION PADA ANAK DI PUSAT MATA
NASIONAL RUMAH SAKITMATA CICENDO BANDUNG
Hasil : Gambaran Low Vision pada anak berdasarkan usia 0-17 tahun didapatkan
hasil yang lebih mendominasi yaitu dari usia 7-13 tahun sebanyak 48 anak

xi
(41,0%). Gambaran Low Vision pada anak berdasarkan jenis kelamin
perempuan lebih mendominasi sebanyak 64 anak (54,7%). Gambaran Low
Vision pada anak berdasarkan kelainan organik sebanyak 81 anak (69,2%)
mengalami kelainan organik.
Jurnal 2
Judul : MANAJEMEN LOW VISION PADA ANAK USIA SEKOLAH
Hasil : Low vision pada pasien anak disebabkan oleh adanya kelainan katarak
kongenital, walaupun aktivitas sehari-hari tidak terganggu, kecuali
aktivitas yang bersifat fungsional seperti membaca yang mengganggu
pasien saat belajar di sekolah maupun di rumah.
Pemeriksaan pasien low vision pada anak sangat tergantung pada
penyebab low vision dan disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan
(pemeriksaan ketajaman penglihatan, lapang pandang, sensitivitas
kontras, dan penglihatan warna). Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan
konfrontasi, tes buta warna dengan Ishihara dan Pelli-Robson
sensitivitas kontras.
Pemilihan low vision aids pada anak tergantung apa yang dibutuhkan
pasien dan alat low vision aids yang tersedia agar mencapai hasil
penatalaksanaan yang maksimal. Pada pasien ini kita pilih Dome
magnifikasi untuk membaca dan teleskop untuk penglihatan jauh sesuai
dengan anak dalam usia sekolah.
Jurnal 3
Judul : PENINGKATAN PENGLIHATAN JARAK DEKAT PADA
PENDERITA“ LOW VISION” DI RS MATA NASIONAL CICENDO
2010–2011
Hasil : Ketajaman visual dapat diperbaiki setelah dilakukan pemberian
perangkat korektif untuk penglihatan jarak dekat dengan ukuran 1–10
M. Peningkatan penglihatan jarak dekat terbaik adalah pada kelompok
low vision yang termasuk kategori “gangguan penglihatan berat.
Jurnal 4
Judul : KARAKTERISTIK PASIEN PENDERITA LOW VISION PADA
ANAK DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS HASANUDDIN TAHUN
2015-2019

xii
Hasil : Kelompok usia terbanyak yang menderita low vision adalahkelompok
usia 1 bulan-2 tahun. Jenis kelamin laki-laki lebih banyak menderita
low vision daripada perempuan. Kebanyakan pasien hanya mempunyai
low vision. Penyebab low vision terbanyak merupakan kelainan lensa.
Pekerjaan orang tua yang terbanyak pada penelitian ini adalah pegawai.
Jenis pendidikan anak yang terbanyak pada penelitian ini adalah belum
bersekolah. Penyebab yang paling banyak menggunakan alat bantu
kacamata adalah kelainan lensa sedangkan penyebab yang paling
banyak tidak menggunakan alat bantu adalah kelainan kortikal.
Kelompok usia 0-30 hari dan kelompok usia 1 bulan – 2 tahun tidak
menggunakan alat bantu. Sedangkan kelompok usia yang paling banyak
menggunakan kacamata adalah 6-12 tahun.

xiii
DAFTAR REFERENSI

Enoch Muhammadnur Rachim, dkk. (2014). Peningkatan Penglihatan Jarak Dekat Pada
Penderita“ Low Vision” di RS Mata Nasional Cicendo 2010–2011 . Althea Medical
Journal. Faculty of Medicine Department of Ophthalmology, Faculty of Medicine,
Universitas Padjadjaran / National Eye Center Cicendo Hospital Bandung.
Limowa Yulia. (2020). Karakteristik Pasien Penderita Low Vision Pada Anak Di Rumah
Sakit Universitas Hasanuddin Tahun 2015-2019. Skripsi. Universitas Hasanuddin
Makassar.
Oktaviana Dinara. (2019). Penanganan Anak Dengan Low Vision Dalam Perspektif Generalist
Intervention Model Pada Layanan Low Vision Center Yayasan Pelayanan Anak Dan
Keluarga (Layak) Jakarta Selatan. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Nuraisah, Intan Megarianti. (2019). Gambaran Low Vision Pada Anak Di Pusat Mata
Nasional Rumah Sakitmata Cicendo Bandung: Jurnal Sehat Masada.
Syari Yati Zulhijah, dkk. (2021). Manajemen Low Vision Pada Anak Usia Sekolah.
Jurnal Human Care. Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran,
Universitas Andalas.

xiv

Anda mungkin juga menyukai