Anda di halaman 1dari 6

TUGAS RESUME

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DAN AKUNTANSI LINGKUNGAN

Disusun oleh: Kelompok 9

MEILANI DWI SUKMA - 216602083

ARI PRATAMA - 216602090

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI ENAM-ENAM

KENDARI

2023
Pemerintah Indonesia telah menyadari pentingnya tanggung jawab sosial dan lingkungan
bagi suatu perusahaan yang terbukti dengan telah dikeluarkannya Undang-Undang (UU)
Perseroan Terbatas No 40 Tahun 2007, khususnya pada pasal 74 yang menyatakan bahwa
perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber
daya alam wajib untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingk ungan. Hal ini semakin
diperkuat dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2012 tentang
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas pada pasal 6 dinyatakan bahwa
pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan dimuat dalam laporan tahunan Perseroan
dan dipertanggungjawabkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Setelah UU Nomor 40 Tahun 2007 mewajibkan perusahaan perseroan yang menjalankan


kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam untuk
melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, PP Nomor 47 Tahun 2012 telah
mewajibkan perusahaan tersebut untuk melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial dan
lingkungan dalam laporan tahunan. PP Nomor 47 Tahun 2012 ini tidak menghalangi
perseroan lainnya berperan serta melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Walaupun klausul mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan telah dimuat dalam UU
tersebut, namun luas pengungkapan mengenai CSR sendiri belum diatur dan hanya beberapa
perusahaan saja yang wajib mengungkapkan pelaksanaannya.

1. Tanggung-jawab Sosial Perusahaan / CSR


CSR secara global mulai digunakan pada tahun 1970 dan kemudian menjadi sebuah
isu setelah diterbitkannya buku berjudul “Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line
in 21st Century Business” oleh John Elkington pada tahun 1998. Elkington
mengembangkan tiga hal penting yaitu economic growth, environmental protection, dan
society equity yang kemudian berkembang menjadi profit, people, dan planet (3P).
Konsep Triple Bottom Line menurut Mulyadi dan Anwar (2012) menjelaskan mengenai
perusahaan yang menginginkan keberlangsungan usaha yang berkelanjutan haruslah
memperhatikan 3 komponen berikut:
1) Profit
Profit merupakan unsur terpenting dan tujuan utama dari setiap kegiatan usaha. Profit
dapat ditingkatkan dengan meningkatkan manajemen 15 perusahaan melalui
pengurangan aktivitas yang tidak efisien, menghemat waktu, dan juga penggunaan
bahan baku se-efisien mungkin.

2) People
Dukungan dari masyarakat dalam lingkungan bisnis diperlukan untuk
keberlangsungan hidup perusahaan. Sebagai suatu kesatuan integral dengan
masyarakat, perusahaan perlu memiliki komitmen dalam memberikan manfaat
optimal kepada masyarakat. Hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan
masyarakat dan nama baik dalam masyarakat akan membuat perusahaan menjaga
eksistensinya dalam lingkungan tersebut.

3) Planet
Terdapat hubungan kausal antara perusahaan dengan lingkungan. Jika perusahaan
merawat lingkungan mereka, maka alam akan memberikan timbal balik bagi
perusahaan. Manfaat yang didapat tersebut antara lain kesehatan, kenyamanan, dan
juga ketersediaan bahan baku alami.

Rouf (2011) mengungkapkan bahwa akuntansi sosial adalah modifikasi dan aplikasi
oleh akuntan untuk keahlian atau skils, teknik dan disiplin konvensional akuntansi
untuk analisis dan pemecahan masalah yang bersifat sosial. Estes (1976)
mengungkapkan bahwa kinerja sosial suatu perusahaan terbagi atas:
1) Keterlibatan masyarakat yang berorientasi pada kegiatan sosial yang cenderung
menguntungkan masyarakat umum, termasuk untuk pendidikan, kesehatan,
perumahan dan sejenisnya.
2) Kegiatan internal sumber daya manusia ditujukan pada kesejahteraan karyawan
termasuk remunerasi, pelatihan, keamanan dan kesehatan kondisi kerja.
3) Sumber daya fisik dan kontribusi lingkungan, misalnya bertanggung jawab pada
kebijakan perlindungan lingkungan hidup.
4) Produk atau jasa kontribusi, misalnya bertanggung jawab pada kualitas produk.
2. Akuntansi lingkungan
Sangatlah sulit melewati suatu hari tanpa pemberitaan masalah lingkungan. Isu
lingkungan telah menjadi perbincangan masyarakat pada berbagai lapisan,
mempengaruhi masyarakat pada tingkatan lokal, nasional, maupun global. Sepertinya
setiap orang fasih berbicara dan berdiskusi masalah lingkungan. Tidak ketinggalan, isu
ini telah menjadi perhatian para ahli pada berbagai disiplin. Tentu saja disiplin akuntansi
tidak mau ketinggalan. Pertanyaannya adalah “Dapatkah akuntan mengambil peranan
dalam isu- isu yang terkait dengan lingkungan?” Jika ya, peran apakah itu?
Lingkungan dan isu- isu yang terkait telah banyak didiskusikan dan diperdebatkan
sehingga akuntan dapat memainkan peran dalam isu- isu tentang lingkungan.
Bangkitnya kepentingan dalam tanggung jawab sosial perusahaan terjadi di akhir
1980-an dan 1990-an yang sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya minat atas
masalah lingkungan. Pembahasan awal atas pelaporan sosial meliputi faktor
lingkungan sebagai bagian dari pelaporan sosial.
Penelitian sampai sekarang belum memberikan jawaban kepada mereka yang
berpendapat bahwa keterlibatan akuntan dan akuntansi dalam isu-isu lingkungan dan
sosial secara filosofis dan moral yang tidak pantas. Sebagai contoh, apa nilai harus
ditempatkan pada lingkungan tertentu, budaya dan warisan- item harus pohon di
taman-taman dan kebun masyarakat dihargai? Manusia di belahan bumi barat
sekarang hidup dalam zaman konsumerismekapitalisme akhir, karena kadang-kadang
disebut segala sesuatu tampaknya akan diukur dalam hal ekonomi. Akal sehat
menunjukkan bahwa ini adalah tidak pantas, dan ada bukti yang menunjukkan
bahwa ini begitu- misalnya, degradasi massal pada lingkungan hidup, pemanasan
global, kemiskinan yang meluas, gangguan sosial, terorisme. Adalah penting untuk
mengatasi masalah ini dan lainnya untuk menjamin kelangsungan hidup dunia.
Jadi dapat disimpulkan bahwa organisasi yang paling dipentingkan dalam bidang
ekonomi adalah masyarakat yang kontemporer. Perkembangan ekonomi dan
komersial telah memiliki kekuasaan yang lebih besar dari pada pemerintah. Prediksi
Berle dan Means telah membuktikan bahwa perusahaan sekarang memegang
kekuasaan politik besar yang berasal dari kekuatan ekonomi mereka. Perusahaan
kemudian harus mengasumsikan beberapa peran yang sebelumnya dikuasai oleh
pemerintah yang dirancang untuk kemajuan dan perlindungan masyarakat.

3. Laporan CSR / Sustainability Reporting


Keterlibatan akuntan di bidang aktivitas sosial dapat dirunut ke akhir tahun 1960-an
sampai awal tahun 1970-an. Akuntan-akuntan yang tertarik pada masalah-masalah sosial,
pada saat itu berharap kemampuan yang dimilikinya dalam membuat laporan keuangan
bisa dipergunakan untuk melaporkan aktivitas sosial korporasi. Siedler and Siedler
(1975) mengajukan definisi berikut:

“……social accounting is the modification and application, by accountants, of the skills,


techniques, and discipline of conventional (managerial and financial) accounting, to the
analysis and solution of problems of a social nature.”

Karena terminologi social accounting dapat saja membawa makna yang rancu, karena
telah lebih dahulu dipakai sebagai nama untuk national income accounting, Linowes
menyarankan digunakannya istilah socioeconomic accounting. Estes (1976)
mengungkapkan bahwa kinerja sosial suatu perusahaan terbagi atas :
1) Keterlibatan masyarakat yang berorientasi pada kegiatan sosial yang cenderung
menguntungkan masyarakat umum, termasuk untuk pendidikan, kesehatan,
perumahan dan sejenisnya.
2) Kegiatan internal sumber daya manusia ditujukan pada kesejahteraan karyawan
termasuk remunerasi, pelatihan, keamanan dan kesehatan kondisi kerja.
3) Sumber daya fisik dan kontribusi lingkungan, misalnya bertanggung jawab pada
kebijakan perlindungan lingkungan hidup.
4) Produk atau jasa kontribusi, misalnya bertanggung jawab pada kualitas produk.

Setelah cukup lama tenggelam, sebagai akibat dari krisis ekonomi, perhatian terhadap
CSR reporting kembali menguat pada tahun 1990-an. Berbagai riset dilakukan untuk
mencari jawaban mengapa korporasi harus memikul tanggung jawab sosial dan harus
membuat laporan pertanggungjawaban sosial. Dua teori utama yang umumnya dipakai
sebagai acuan adalah legitimacy theory dan stakeholder theory.
Menurut Anggraini (2006) Pertanggungjawaban sosial perusahaan diungkapkan di
dalam laporan yang disebut Sustainability Reporting. Sustainability Reporting adalah
pelaporan mengenai kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja
organisasi dan produknya di dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable
development). Sustainability Reporting meliputi pelaporan mengenai ekonomi,
lingkungan dan pengaruh sosial terhadap kinerja organisasi (ACCA, 2004 dalam
Anggraini, 2006). Sustainability report harus menjadi dokumen strategik yang berlevel
tinggi yang menempatkan isu, tantangan dan peluang Sustainability Development yang
membawanya menuju kepada core business dan sektor industrinya.

Laporan pembangunan yang berkelanjutan didefinisikan sebagai pembangunan


yang memenuhi kebutuhan dunia saat ini tanpa mengkompromikan kemampuan
generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Ada empat pendapat
yang menyatakan tentang hal tersebut:

1) orang-orang yang berpendapat bahwa akuntansi harus mengarahkan baik dari


isu-isu involing ekologi dan kelestarian alam karena hanya dapat
menyebabkan merusak kepercayaan dalam kemanusiaan.
2) orang-orang yang mengurangi alam, ekologi dan keberlanjutan untuk
kewajiban kontinjensi dan penurunan nilai aset-yaitu melakukan apa yang
pendapat pertama katakan.
3) mereka yang menawarkan solusi analitis non- manajerial yang berorientasi
profesional yang cenderung agak basi.

Anda mungkin juga menyukai