Anda di halaman 1dari 8

HUBUNGAN DOSIS RESPONS

Ditunjukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Praktikum Farmakologi Dasar

Disusun Oleh :

Kelas : FA 4

Grup Kelompok : G8/K6

Aldo T. Pohan 221FF03155

Annisa Wulan Sari 221FF03161

Elvira Najwa Z. N. 221FF03174

Salma Dewi Aprilianti 221FF03163

Shyfa Amelia N. P. 221FF03170

LABORATORIUM FARMAKOLOGI

PROGRAM STUDI FARMASI (S1)

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG

2022-2023
I. Tujuan
Kompetensi yang Dicapai :
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang hubungan dosis-respons.

Tujuan Praktikum :
Setelah praktikum, mahasiswa diharapkan mampu:
Mengetahui dan menjelaskan tentang hubungan dosis-respons.

II. Prinsip
Obat-obat analgetik (baik non-narkotik dan narkotik) bekerja dengan cara
menghilangkan sensasi nyeri. Pada praktikum ini hewan yang diberikan obat
analgetik idealnya tidak akan merasa nyeri setelah pemberian induksi.

III. DASAR TEORI


Nyeri merupakan perasaan sensoris dan emosional, tidak nyaman, tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan. Pada kondisi ini, penggunaan analgetik
berfungsi dalam menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Analgesik
dikelompokkan menjadi 2 yaitu, analgetik narkotik dan analgetik non-narkotik.
Analgetik narkotik dan non-narkotik memiliki perbedaan dalam struktur kimianya.
Analgetik narkotik memiliki fungsi dalam menghilangkan nyeri dari derajat sedang
sampai hebat (berat). Contoh analgetika narkotik, yaitu morfin. Sedangkan, analgetik
non-narkotik dapat digunakan untuk nyeri ringan sampai sedang. Contoh analgetika
non-narkotika yaitu golongan anti- inflamasi non steroid (AINS) yang menghilangkan
rasa nyeri ringan sampai sedang.
Prinsip yang menghubungkan dosis dengan efek/respons toksik dikenal sebagai
hubungan dosis-efek atau hubungan dosis-respons. Terdapat dua jenis hubungan
dosis-respons, yakni (1) respons individu atau “graded” dan (2) respons kuantal.
Dalam respons individu, perubahan sistem tubuh yang kontinu (mulai dari gangguan
fisiologis hingga gangguan kesehatan) diamati sejalan dengan kenaikan dosis
toksikan yang diberikan. Semakin tinggi respons yang diberikan, akan semakin parah
Dalam respons kuantal, distribusi akan respons individu dalam suatu populasi
sebagai akibat pajanan suatu toksikan diamati. Berbeda dengan dosis-respons
individu, dalam respons kuantal yang diamati adalah apakah individu merespons
atau tidak (all or none respons). Persentase individu (hewan coba) yang memberi
respons perubahan sistem biologis akibat pajanan toksikan akan dihitung, kemudian
digunakan dalam penentuan tingkat atau klasifikasi bahaya terhadap toksikan yang
diuji. Hubungan dosis-respons merupakan konsep penting dalam toksikologi dan
menjadi dasar pengukuran bahaya dari suatu toksikan. Hubungan dosis-respons
merujuk pada persentase populasi pekerja (atau hewan coba) yang memberi respons
perubahan sistem biologis yang terdeteksi. Nilai ini kemudian digunakan dalam
penentuan tingkat atau klasifikasi bahaya terhadap toksikan yang diuji.
Secara umum, prinsip yang berlaku dalam hubungan dosis-respons adalah sebagai
berikut:
a. Respons disebabkan oleh toksikan yang diuji.
b. Tingkat respons berbanding lurus dengan konsentrasi toksikan.
c. Terdapat metode untuk menghitung dan menyajikan toksisitas.
Selain beberapa parameter keamanan dan bahaya di atas, dikenal beberapa
terminologi lain yang berkaitan dengan tingkat pengaruh toksisitas suatu toksikan,
yaitu:
• No Observable Effect Level (NOEL), yaitu dosis yang terlihat tanpa efek;
• No Observable Adverse Effect Level (NOAEL), yaitu nilai yang pada dosis tersebut
tidak ditemukan efek buruk
• Lowest Observable Adverse Effect Level (LOAEL), yaitu dosis terendah yang
memperlihatkan efek buruk
• Virtually Safe Dose (VSD), yaitu dosis yang secara praktis aman dan
• Generally Recognized as Save (GRAS), yaitu dosis yang secara umum dianggap
aman.
Sifat spesifik dan efek suatu paparan secara bersama-sama akan membentuk
suatu hubungan yang lazim disebut sebagai hubungan dosis-respon. Hubungan
dosis-respon tersebut merupakan konsep dasar dari toksikologi untuk mempelajari
bahan toksik.
Penggunaan hubungan dosis-respon dalam toksikologi harus memperhatikan
beberapa asumsi dasar. Asumsi dasar tersebut adalah:
 Respon bergantung pada cara masuk bahan dan respon berhubungan dengan
dosis.
 Adanya molekul atau reseptor pada tempat bersama bahan kimia
berinteraksi dan menghasilkan suatu respon
 Respon yang dihasilkan dan tingkat respon berhubungan dengan kadar agen
pada daerah yang reaktif
 Kadar pada tempat tersebut berhubungan dengan dosis yang masuk
Dari asumsi tersebut dapat digambarkan suatu grafik atau kurva hubungan
dosis-respon yang memberikan asumsi
 respon merupakan fungsi kadar pada tempat tersebut
 kadar pada tempat tersebut merupakan fungsi dari dosis
 dosis dan respon merupakan hubungan kausal
Penyelidikan hubungan antara dosis atau konsentrasi dan kerja suatu bahan
kimia dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menguji frekuensi efek yang timbul
pada satu kelompok objek percobaan dengan mengubah-ubah dosis (hubungan
dosis-reaksi=dosis-respon relationship) atau (mengubah- ubah dosis, kemudian
mengukur intensitas kerja pada satu Objek percobaan hubungan dosis-kerja
dosis=e'fek relationship). Pada cara yang pertama, jumlah Objek percobaan yang
menunjukkan efek tertentu akan bertambah sampai maksimum, sedangkan pada cara
yang kedua, intensitas efek yang bertambah.Perilaku efek suatu bahan kimia
digambarkan sebagai peningkatan dosis akan meningkatkan efek sampai efek
maksimal tercapai.
Hubungan dosis-respon biasanya berciri kuantitatif dan hal tersebut yang
membedakan dengan paparan di alam dimana kita hanya mendapatkan
kemungkinan perkiraan dosis. Suatu respon dari adanya paparan dapat berupa
respon respon yang mematikan (lethal response) dan respon yang tidak mematikan
(non lethal response). Bahan kimia dengan tingkat toksisitas rendah memerluikan
dosis besar untuk menghasilkan efek keracunan dan bahan kimia yang sangat toksik
biasanya memerlukan dosis kecil untuk menghasilkan efek keracunan.
Bahan kimia dengan tingkat toksisitas rendah memerlukan dosis besar untuk
menghasilkan efek keracuan dan bahan kimia sangat toksik biasanya memerlukan
dosis kecil untuk menghasilan efek keracunan. Pengujian bahan kimia dengan tolak
ukur kematian, realtif lebih mudah untuk ditangani. Tolak ukur kematian tersebut
merupakkan pengukuran kasar karena tidak mengandung informasi mengenai
sesuatu yang mendasarti toksisitas.
Bentuk dasar hubungan dosis-respon dapat ditunjukkan dalam suatu grafik.

Pada kurva dosis-respon nampak informasi beberapa hubungan antara jumlah


zat kimia sebagai dosis, organisme yang mendapat perlakuan dan setiap efek yang
disebabkan oleh dosis tersebut. Toksikometrik merupakan istilah teknis untuk studi
dosis-respon, yang dimaksudkan untuk mengkuantifikasi dosis-respon sebagai
dasar ilmu toksikologi. Hasil akhir yang dihasilkan dari jenis studi ini adalah nilai
Lethal Dose50 (LD50) untuk zat kimia.

IV. ALAT DAN BAHAN


Dalam praktikum ini hal-hal yang perlu dipersiapkan, antara lain:
1. Hewan percobaan (mencit);
2. Jas laboratorium, masker, dan sarung tangan;
3. Timbangan hewan, alat suntik, kapas, stopwatch, hotplate, gelas kimia,
thermometer;
4. Tramadol, alkohol.

V. PROSEDUR KERJA
Metode Pelat Panas (Hot-Plate)
Stimulator nyeri yang digunakan yaitu pelat panas (temperatur 55o-56o C). Sensasi
nyeri pada kaki mencit menyebabkan adanya respon mengangkat kaki depan dan
dijilat. Kisaran waktu hewan mencit akan memberikan respon dengan dalam metode
ini, yaitu dalam waktu 1-6 detik.

1. Timbang masing-masing mencit, beri nomor dan catat.

2. Sebelum pemberian obat catat dengan menggunakan stopwatch waktu yang


diperlukan mencit untuk mengangkat dan menjilat kaki depannya sebagai waktu
respon, catat sebagai respon normal atau respon sebelum perlakuan.

3. Suntikkan secara intra peritonial kepada masing-masing mencit obat dengan dosis
yang telah di konversikan ke dosis mencit.

4. Pengamatan dilakukan pada menit ke 5, 15, 30 dan 45 setelah pemberian obat.

5. Buatlah tabel hasil pengamatan dengan lengkap.

Metode Jentik Ekor (Tail Flick)


Stimulator nyeri yang digunakan dalam metode ini, yaitu berupa air panas dengan
temperatur
50oC. Ekor mencit dimasukkan ke dalam air panas, pada tahap selanjutnya mencit
akan
merasakan nyeri karena panas yang ditandai dengan mencit menjentikkan
(mengangkat) ekor
keluar dari air panas tersebut.
1. Timbang masing-masing mencit, beri nomor dan catat.

2. Sebelum mencit diberi obat, catat dengan menggunakan stopwatch waktu yang
diperlukan mencit untuk menjentikkan ekornya ke luar dari air panas. Tiap rangkaian
pengamatan dilakukan tiga kali selang 1 menit. Pengamatan pertama diabaikan, hasil
pengamatan terakhir dimasukkan dan dicatat sebagai respon normal masing-masing
mencit.

3. Suntikan secara intra peritonial kepada masing-masing mencit obat dengan dosis
yang telah di konversikan ke dosis mencit.

4. Pengamatan dilakukan pada menit ke 5, 15, 30 dan 45 setelah pemberian obat. Jika
mencit tidak menjentikkan ekornya ke luar dari air panas dalam waktu 10 detik maka
dapat dianggap bahwa ia tidak menyadari stimulasi nyeri tersebut.

5. Buatlah tabel hasil pengamatan dengan lengkap.

6. Gambarkan suatu kurva hubungan antara dosis yang diberikan terhadap respon
mencit untuk stimulasi nyeri,

Metode Siegmund (Metode Geliat/Writhing Method)

1. Bahan :
• Asam asetat 0,7% v/v (zat penginduksi rasa nyeri)
• Obat analgesik standar (asam asetil salisilat/aspirin)
• Obat analgesik yang di uji (asam mefenamat, parasetamol, ekstrak).
• Larutan NaCl fisiologis atau larutan suspensi gom arab 1-2%
2. Hewan : Mencit putih jantan dengan berat badan antara 20-25 gram

3. Alat :
• Alat suntik 1 ml dan sonde oral
• Stopwatch
• Timbangan mencit
• Wadah penyimpanan mencit

4. Prosedur
Pengujian ini dilakukan dengan prosedur sebagai berikut
1. Mencit dengan berat badan 20-25 gram dibagi atas tiga kelompok, yaitu
a. Kelompok kontrol
b. Kelompok obat standar
c. Kelompok obat uji (dua atau tiga dosis)
Setiap kelompok terdiri atas 4-5 ekor mencit
2. Semua hewan dari setiap kelompok diberi perlakuan sesuai dengan kelompoknya
yaitu
a. Kelompok kontrol diberi larutan NaCl fis. Atau larutan susp. Gom arab 1-2%
b. Kelompok obat standar diberi asam asetil salisilat (aspirin)
c. Kelompok obat uji diberi asam mefenamat/parasetamol/ekstrak tanaman.
Pemberian zat/obat dilakukan secara oral
3. Setelah 30 menit, hewan diberi asam asetat 0,7% secara i.p
4. Segera setelah pemberian as. Asetat , gerakan geliat hewan diamati dan jumlah
geliat
dicatat setiap 5 menit selama 60 menit.

5. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik berdasarkan analisis variansi


6. Daya proteksi obat uji terhadap rasa nyeri dan efektivitas analgetiknya dihitung
dengan
rumus berikut :

% proteksi = 100 – ( Jumlah geliat kel.uji ) x 100%

Jumlah geliat kel.kontrol

% efektifitas analgesik = % proteksi zat uji x 100%

% proteksi as.asetil salisilat

7. Data disajikan dalam bentuk tabel atau grafik.

Keterangan Pembagian Tugas :

1. Aldo Togar Pohan ( Prosedur )


2. Shyfa Amelia N. P. ( Dasar Teori )
3. Elvira Najwa Z. N. ( Cover, Tujuan )
4. Annisa Wulan Sari ( Prinsip )
5. Salma Dewi Aprilianti ( Alat, Bahan )

Anda mungkin juga menyukai