Anda di halaman 1dari 5

Eceng gondok

Eceng gondok[1] (Eichhornia crassipes) adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Selain


dikenal dengan nama eceng gondok, di beberapa daerah di Indonesia, eceng gondok mempunyai
nama lain seperti di daerah Palembang dikenal dengan nama Kelipuk, di Lampung dikenal
dengan nama Ringgak, di Dayak dikenal dengan nama Ilung-ilung, di Manado dikenal dengan
nama Tumpe.[2] Eceng gondok pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ilmuwan
bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani berkebangsaan Jerman pada
tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di Sungai Amazon Brasil.[3] Eceng gondok
memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang
dapat merusak lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air
ke badan air lainnya.

Deskripsi

Eceng gondok hidup mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah. Tingginya
sekitar 0,4 - 0,8 meter. Tidak mempunyai batang. Daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung
dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin
dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk
tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna
hijau. Akarnya merupakan akar serabut.

Habitat
Eceng gondok tumbuh di kolam-kolam dangkal, tanah basah dan rawa, aliran air yang lambat,
danau, tempat penampungan air dan sungai. Tumbuhan ini dapat beradaptasi dengan perubahan
yang ekstrem dari ketinggian air, arus air, dan perubahan ketersediaan nutrien, pH, temperatur
dan racun-racun dalam air.[4] Pertumbuhan eceng gondok yang cepat terutama disebabkan oleh air
yang mengandung nutrien yang tinggi, terutama yang kaya
akan nitrogen, fosfat dan potasium (Laporan FAO). Kandungan garam dapat menghambat
pertumbuhan eceng gondok seperti yang terjadi pada danau-danau di daerah pantai Afrika Barat,
di mana eceng gondok akan bertambah sepanjang musim hujan dan berkurang saat kandungan
garam naik pada musim kemarau.[4]

Ixora
Ixora adalah genus tumbuhan berbunga di famili Rubiaceae. Ini adalah satu-satunya
genus di tribus Ixoreae. Genus ini terdiri dari pohon dan semak tropis evergreen dan
memiliki sekitar 562 spesies.[1] Meskipun asli dari daerah tropis dan subtropis di seluruh
dunia, pusat keragamannya ada di Asia Tropis. Ixora juga tumbuh secara umum di iklim
subtropis di Amerika Serikat, seperti Florida di mana Ixora umumnya dikenal
sebagai West Indian Jasmine. Nama umum lainnya
termasuk viruchi, rangan, kheme, ponna, chann tanea, techi, pan, siantan, jarum-
jarum/jejarum, jungle flame, jungle geranium, cruz de Malta dan lain-lain. Tanaman
memiliki daun kasar, mulai dari 3 sampai 6 inci panjangnya, dan menghasilkan
sekumpulan besar bunga-bunga kecil di musim panas. Ixora lebih menyukai tanah
asam, dan merupakan pilihan yang cocok untuk bonsai. Tumbuhan ini juga merupakan
pilihan populer untuk pagar di beberapa bagian Asia Tenggara. Dalam iklim
tropis Ixora berbunga sepanjang tahun dan umumnya digunakan dalam
pemujaan Hindu, serta dalam ayurveda dan pengobatan tradisional India.
Kangkung
Kangkung (Ipomoea aquatica) adalah tumbuhan yang termasuk jenis sayur-
sayuran dan ditanam sebagai makanan. Kangkung banyak dijual di pasar-pasar.
Kangkung banyak terdapat di kawasan Asia, tempat asalnya tidak diketahui. dan
merupakan tumbuhan yang dapat dijumpai hampir di mana-mana terutama di kawasan
berair.
Masakan kangkung yang populer adalah ca kangkung bumbu tauco atau terasi, juga di
wewarungan terdapat pelecing kangkung lombok

Pemerian
Ada dua bentuk kangkung yang dijual di pasaran. Yang pertama adalah kangkung
berdaun licin dan berbentuk mata panah, sepanjang 10–15 cm. Tumbuhan ini memiliki
batang berongga yang menjalar dengan daun berselang dan batang yang menegak
pada pangkal daun. Tumbuhan ini bewarna hijau pucat dan
menghasilkan bunga bewarna putih, yang menghasilkan kantung yang mengandung
empat biji benih. Jenis kedua adalah dengan daun sempit memanjang, biasanya
tersusun menyirip tiga.

Budidaya
Kelompok kultivar
Kangkung budidaya terbagi ke dalam empat kelompok kultivar.[1] Kangkung sawah
(Kelompok Lowland) adalah kelompok yang paling dikenal, tumbuh meliar di rawa-rawa
dangkal dan persawahan yang terbengkalai. Ini yang secara tradisional dimakan orang.
Kelompok berikutnya adalah kangkung darat atau Kelompok Alba, pernah dikenal
sebagai Ipomoea reptans Poir. tetapi nama ini sekarang dianggap tidak valid. Kangkung
darat berdaun lebih sempit dan lebih adaptif pada lahan kering, sehingga dapat ditanam
di tegalan atau bahkan kebun. Kelompok berikutnya adalah kangkung berdaun
keunguan atau Kelompok Rubra. Kelompok ini daun dan bunganya memiliki semu
warna merah atau ungu, berdaun agak lebar tetapi juga adaptif pada lahan kering.
Kelompok terakhir adalah kangkung kering atau Kelompok Upland, dikenal
dalam bahasa Kanton sebagai hon ngung choi.
Produksi
Ada dua jenis penanaman diusahakan: kering dan basah. Dalam keduanya, sejumlah
besar bahan organik (kompos) dan air diperlukan agar tanaman ini dapat tumbuh
dengan subur. Dalam penanaman kering, kangkung ditanam pada jarak 5 inci pada
batas dan ditunjang dengan kayu sangga. Kangkung dapat ditanam dari biji benih atau
keratan akar. Ia sering ditanam pada semaian sebelum dipindahkan di kebun. Daun
kangkung dapat dipanen setelah 6 minggu ia ditanam.
Jika penanaman basah digunakan, potongan sepanjang 12-inci ditanam
dalam lumpur dan dibiarkan basah. Semasa kangkung tumbuh, kawasan basah
ditenggelami pada tahap 6 inci dan aliran air perlahan digunakan. Aliran air ini
kemudian dihentikan apabila tanah harus digemburkan. Panen dapat dilakukan 30 hari
setelah penanaman. Apabila pucuk tanaman dipetik, cabang dari tepi daun akan
tumbuh lagi dan dapat dipanen setiap 7-10 hari.
Semasa berbunga, pucuk kangkung tumbuh dengan lambat, tetapi pembajakan tanah
dan panen cenderung menggalakkan lebih banyak daun yang dihasilkan
Pegagan
Pegagan (bahasa Latin: Centella Asiatica) merupakan tanaman liar yang banyak tumbuh
di perkebunan, ladang, tepi jalan, serta pematang sawah. Tanaman ini berasal dari daerah Asia
tropik, tersebar di Asia Tenggara termasuk Indonesia, India, Republik Rakyat
Tiongkok, Jepang dan Australia kemudian menyebar ke berbagai negara-negara lain. Nama yang
biasa dikenal untuk tanaman ini selain pegagan adalah daun kaki kuda dan antanan. Sering
digunakan sebagai penutup tanah, adakalanya dimakan sebagai sayuran. Berkhasiat sebagai obat
tradisional untuk berbagai penyakit.[1]
Sejak zaman dahulu, pegagan telah digunakan untuk obat kulit (misalnya keloid),
gangguan saraf dan memperbaiki peredaran darah. Masyarakat Jawa Barat mengenal tanaman ini
sebagai salah satu tanaman untuk lalapan.

Nama Lokal
Peugaga (Aceh), jalukap (Banjar), Kajalukap (dayak), daun kaki kuda (Melayu), ampagaga
(Batak), antanan, dulang sontak(Sunda), gagan-gagan, rendeng, cowek-cowekan, pane gowang
(Jawa), piduh (Bali), bebele (Lombok), sandanan (Irian) broken copper coin, semanggen
(Indramayu,Cirebon), pagaga (Makassar), daun tungke (Bugis), Pigago (Minang), daun tapak
kudo (solok), jelukap/jalukap (Kutai/Borneo)

Jenis Pegagan
Pegagan merupakan tanaman herba tahunan yang tumbuh menjalar dan berbunga sepanjang
tahun. Tanaman akan tumbuh subur bila tanah dan lingkungannya sesuai hingga dijadikan
penutup tanah. Jenis pegagan yang banyak dijumpai adalah pegagan merah dan pegagan hijau.
Pegagan merah dikenal juga dengan antanan kebun atau antanan batu karena banyak ditemukan
di daerah bebatuan, kering dan terbuka. Pegagan merah tumbuh merambat
dengan stolon (geragih) dan tidak mempunyai batang, tetapi mempunyai rhizoma (rimpang
pendek). Sedangkan pegagan hijau sering banyak dijumpau di daerah pesawahan dan disela-sela
rumput. Tempat yang disukai oleh pegagan hijau yaitu tempat agak lembap dan terbuka atau
agak ternaungi. Selain itu, tanaman yang mirip pegagan atau antanan ada empat jenis
yaitu pegagan kembang, antanan beurit, antanan gunung dan antanan air.

Bunga kertas
Bunga kertas atau bugenvil (pengucapan bahasa Inggris: [ˌbuːɡɨnˈvɪliə][1] cf. bougainville;
nama ilmiah: Bougainvillea, terutama B. glabra) adalah tanaman hias populer.
Bentuknya berupa pohon kecil yang sukar tumbuh tegak. Keindahannya berasal
dari seludang bunganya yang berwarna cerah dan menarik perhatian karena tumbuh
dengan rimbunnya. Seludang bunga ini kerap dianggap sebagai bagian bunga,
walaupun bunganya yang benar adalah bunga kecil yang terlindung oleh seludang.
Seludang ini mengandung zat yang baik untuk kesehatan. Adib Nurdiyanto, warga
Bojonegoro mengolah seludang bunga Bougenville ini menjadi minuman herbal.
Bunga kertas mempunyai bagian tanaman yang berwarna-warni. Oleh karena itu,
bunga kertas menjadi tanaman hias yang sangat populer karena kecantikkan warnanya
dan cara merawatnya yang mudah.

Asal-usul
Berasal dari Amerika Selatan, tanaman ini sering ditanam di taman dan kawasan
perumahan. Pada waktu tanaman ini berbunga, tanaman ini mempunyai kebiasaan
merontokkan beberapa daunnya. Bentuknya adalah pohon kecil yang sukar tumbuh
tegak yang memiliki seludang bunga. Tanaman ini disebut bunga kertas karena bentuk
seludang bunganya yang tipis dan mempunyai ciri – ciri seperti kertas. Nama Inggris
bunga ini adalah bougainvillea yang diambil dari nama Sir Louis Antoine de
Bougainville, seorang prajurit angkatan laut Prancis. Antara jenis bunga kertas tersohor
antara lain Bougainvillea ‘Elizabeth Angus’, Bougainvillea ‘Red’, Bougainvillea Pultonii,
Bougainvillea ‘Easter Parade’, dan Bougainvillea ‘Lady Mary Baring’.
Perawatannya pun mudah, tidak memerlukan waktu yang lama karena spesies
tumbuhan ini sangat sesuai ditanam di kawasan beriklim tropis dan khatulistiwa seperti
negara kita dan bisa tumbuh hingga 10 meter tingginya. Batang tanaman bunga ini
agak keras, mempunyai duri yang tajam dan bercabang-cabang. Perkembang
biakannya pula hanya memerlukan keratan batang yang disemai di dalam bungkus
plastik ataupun pot dengan cara mudah. Selain itu, tanaman ini juga mempunyai sulur
yang rapat, daun yang lebar dan berbentuk bujur tirus yang mampu membentuk
rimbunan pokok di kawasan halaman rumah atau juga sebagai tumbuhan pagar di
kawasan yang menarik.

Manfaat
Walaupun tanaman ini berukuran kecil dan berbentuk corong, tetapi memiliki banyak
manfaat. Contohnya saja untuk hiasan rambut, campuran bunga untuk upacara
siraman, dan sebagai kegunaan di upacara pemakaman bagi
bangsa Tiongkok dan India.
Tarikan mempesona bunga ini menjadi perbincangan penduduk di negara kita karena
terkesan dengan bentuknya dan warnanya yang menarik hati. Warna bunga ini terdiri
dari berbagai macam warna, seperti jingga, merah menyala, merah jambu, merah
pucat, kuning, ungu, putih, dan berbagai campuran warna.
Sedikit perawatan ringkas, penyiraman air dan pemupukan sempurna mampu
mengembalikan kesegaran tanaman bunga kertas ini dalam jangka waktu kurang
dua minggu. Dan jika ingin tanaman bunga kertas ini berbunga seterusnya, kita
hanya perlu mengurangi pemberian air dan pupuk lantas meletakkan pot tanaman
di tempat yang terkena sinar matahari.

Keladi
Keladi merupakan sekelompok tumbuhan dari genus Caladium (suku talas-
talasan, Araceae). Dalam bahasa sehari-hari keladi kerap juga dipakai untuk menyebut
beberapa tumbuhan lain yang masih sekerabat namun tidak termasuk Caladium,
seperti talas (Colocasia). Keladi sejati jarang membentuk umbi yang membesar. Asal
tumbuhan ini dari hutan Brazil namun sekarang tersebar ke berbagai penjuru dunia.
Penciri yang paling khas dari keladi adalah bentuk daunnya yang seperti simbol
hati/jantung. Daunnya biasanya licin dan mengandung lapisan lilin. Ukuran keladi tidak
pernah lebih daripada 1m. Beberapa jenis dan hibridanya dipakai sebagai tanaman
hias pekarangan.

Jenis[sunting | sunting sumber]
Terdapat tujuh jenis Caladium, semuanya dari hutan Brazil hingga Amerika Tengah.
Pada musim kering biasanya dorman (kehilangan daun) dan tumbuh kembali bila
ketersediaan air mencukupi.

 Caladium bicolor
 Caladium humboldtii
 Caladium lindenii
 Caladium paradoxum
 Caladium schomburgkii
 Caladium ternatum

Kegunaan dan bahaya[sunting | sunting sumber]


Semua bagian keladi beracun dan tidak boleh dikonsumsi.
Walaupun demikian, penggunaannya sebagai tanaman hias cukup luas. Tumbuhan ini
sudah ditangkarkan dan dimuliakan sejak akhir abad ke-18 di Eropa. Terutama C.
bicolor telah mengalami banyak perubahan sifat menjadi berdaun warna-warni.
Terdapat pula kultivar yang katai. Paling tidak terdapat 120 kultivar C. bicolor. Terdapat
pula persilangan antarspesies dengan C. burgkii untuk mendapatkan helai daun yang
bergelombang.
Keladi dapat memunculkan anakan dan dari sini dapat dikembangkan tumbuhan baru.
Ia juga dapat tumbuh dari kormus yang terdapat di tanah.

Anda mungkin juga menyukai