Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH TEORI BELAJAR KONEKSIONISME EDWARD

LEE THORNDIKE
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Belajar
Dosen Pengampu: Rafika Nur Kusumawati, S. Psi., M. Si.

DISUSUN OLEH

Nuruttaqi Kafabihi S. G0119091


Ravi Ashgar Munazam G0119097
Sherly Rachma A. G0119106
Suci Vaida H. B. G0119110
Sylfani Dinar Q. A. G0119113
Tarissa A. Yuris G0119114
Tufaila Hafsha A. G0119118

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET 
2020
A. BIOGRAFI EDWARD L. THORNDIKE

Edward Lee Thorndike lahir pada tanggal 31


Agustus 1874 di Williamsburg, Massachusetts. Ia
adalah putra kedua Roberts Edward Thorndike dan
Abbie Ladd Thorndike. Ia adalah seorang anak yang
metodis menteri di Lowell, Massachusetts. Pada
tanggal 29 Agustus 1900 dia menikah dengan
Elizabeth Moulton dan mempunyai lima orang anak. Ia
meninggal dunia pada usia 74 tahun tepatnya pada
tanggal 7 Agustus 1949. 

Thorndike dikenal sebagai bapak psikologi


pendidikan modern karena menjadi pelopor dalam
dunia psikologi pendidikan. Dia menjadi seorang psikolog Amerika serikat yang
menghabiskan hampir seluruh karirnya di his Guru College, Columbia University. Dia
terkenal sebagai pendidik dan ilmuwan Amerika Serikat pada akhir abad 19. Di dalam
praktek-praktek pendidikan maupun proses pembelajaran, Thorndike mendasarkan pada hasil
investigasi atau penelitian yang sudah dilakukannya. Thorndike menulis banyak buku tentang
berbagai tahapan psikologi dan pendidikan. Yang paling berpengaruh adalah karyanya
tentang Psikologi Pendidikan (1903) yang diperbanyak pada tahun 1913-1914, karya itulah
yang menjadi standar dan acuannya dalam bekerja selama bertahun-tahun.
Thorndike dibesarkan dalam usia ketika psikologi ilmiah telah berkembang di lembaga
tempat ia sekolah, dan dia berhasil lulus dari sekolah itu. Ia menjadi tertarik pada bidang
psikologi setelah membaca buku “Prinsip Psikologi” karya William James, dan setelah dia
lulus S1 dari Universitas Weslyan dia mendaftar di Harvard untuk belajar di bawah James.
 Thorndike lulus dari The Roxbury latin Sekolah di West Roxbury pada tahun 1891
kemudian melanjutkan S1-nya di Wesleyan University pada tahun 1895, setelah itu
melanjutkan S2-nya di Harvard University pada tahun 1897, dan melanjutkan gelar doktornya
(Ph.D) di Columbia University pada tahun 1898. Kemudian setelah itu ia menjadi pengajar di
Columbia University dan tinggal di sana sampai ia pensiun pada tahun 1940. 
Pada tahun 1925 Thorndike pernah menerima Butler Gold Medali di Columbia
University. Oleh karena itu, ia dikenal sebagai bapak psikologi modern pendidikan pada masa
itu. Disertasi doktornya yang ia lakukan pada hewan intelijen di bawah bimbingan James
McKeen Cattell, salah satu dari ahli psikometri, telah dianggap oleh banyak psikolog sebagai
tanda awal kajian ilmiah dari perilaku binatang. Dia juga menjadi peserta didik pertama yang
mengkaji kajian ilmiah dalam proses pembelajaran yang digunakan oleh orang dewasa pada
tahun 1928. Karya ini sekaligus membuktikan bahwa kemampuan orang dewasa untuk
belajar sangat sedikit ditolak karena usia pada waktu itu.
Sejak saat itu ia menjadi sorotan para ilmuwan di bidang sosial dalam proses belajar
bagi orang dewasa, dan sebagai akibat dari hal itu, maka mulai berkembanglah metode baru
untuk mengajar orang dewasa, seperti diskusi kelompok, penggunaan gambar bergerak,
media audio-visual, demonstrasi, lapangan, dan studi kasus. Peserta didik dewasa juga mulai
berperan aktif dalam proses pembelajaran. 
Thorndike juga mempelajari "Adult Learning", dan percaya bahwa kemampuan untuk
belajar tidak menurun sampai usia 35 tahun, tetapi hanya menurun 1 persen tiap tahunnya.
Dia juga menjadi salah satu pelopor pertama dari belajar "aktif", sebuah teori yang
menyebutkan bahwa anak-anak belajar sendiri, daripada menerima instruksi dari guru.
Metode ceramah dan demonstrasi yang dilakukan guru merupakan pendekatan yang sangat
membatasi guru yang memungkinkan siswa tidak bisa bekerja sendiri atau menemukan
sendiri, mereka hanya ditunjukkan tanpa mereka harus bekerja sendiri. 
Thorndike adalah salah satu orang yang pertama kali mengembangkan standar intelijen,
pencapaian, dan tes bakat. Dia membantu merancang ujian yang digunakan selama Perang
Dunia I untuk klasifikasi personel tentara. Pada perang dunia I Thorndike menerapkan
keahliannya untuk bekerja di US Army. Dia menciptakan alfa dan beta tes yang dikenal
dengan (ASVAB) Armed Services Vocational Aptitude Battery yaitu ujian pilihan ganda,
proses administratif yang dilakukan oleh Militer Amerika Serikat yang digunakan untuk
menentukan kualifikasi pendaftaran masuk angkatan bersenjata Amerika Serikat. Hal itu
dilakukan Untuk keperluan klasifikasi prajurit, dengan realisasi bahwa beberapa prajurit tidak
cukup hanya bisa membaca dengan baik saja (tes alfa) tetapi juga harus lulus tes beta yang
berisi gambar dan diagram, dan setelah itu mulai berkembanglah pendidikan psikologi. 
Untuk itu, Edward Lee Throndike juga ahli dibidang penyelidikan sumber daya
manusia dan pembelajaran hewan. Dia termasuk orang-orang yang paling berpengaruh dalam
sejarah Psikologi. Pada tahun 1912, dia dipilih menjadi presiden American Psychological
Association. Kemudian dipilih oleh American Psychological Association untuk kemajuan
Ilmu Pengetahuan pada tahun 1934 sebagai satu-satunya ilmuwan sosial yang menjadi
kepala/ketua di organisasi tersebut. Thorndike berhenti atau pensiun dari jabatan tersebut
pada tahun 1939, tetapi ia masih aktif bekerja sampai kematiannya sepuluh tahun kemudian.

a. PENDIDIKAN YANG DITEMPUH


• Tahun 1892-1895 - AB, Wesleyan University, Middletown, CT. 
• Tahun 1896 - A.B., Harvard University, Cambridge, MA. 
• Tahun 1897 - A.M., Harvard University, Cambridge, MA. 
• Tahun 1898 - Ph.D., Columbia University, New York, NY. 
• Tahun 1919 - Hon. Sc.D., Wesleyan University, Middletown, CT. 
• Tahun 1923 - Hon. L.L.D., Universitas Iowa, Iowa City, IA. 
• Tahun 1929 - Hon. Sc.D., Columbia University, New York, NY. 
• Tahun 1932 - Hon. Sc.D., Universitas Chicago, Chicago, IL. 
• Tahun 1934 - Hon. L.L.D., Harvard University, Cambridge, MA. 
• Tahun 1936 - Hon. LLD, Edinburgh University, Edinburgh, Skotlandia. 
• Tahun 1937 - Hon. L.L.D., Universitas Athena, Athena, Yunani.

b. SEKILAS TEORI DAN KARYA-KARYA EDWARD LEE THORNDIKE


 Teori koneksionisme adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edward
Lee Thorndike berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an. Eksperimen
Thorndike ini menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena
belajar. Thorndike juga pernah menerbitkan suatu buku yang berjudul Animal
Intelligence: An Experimental Study of Association Process in Animal. Buku ini
merupakan hasil penelitian Thorndike terhadap tingkah laku beberapa jenis hewan seperti
kucing, anjing, dan burung.yang mencerminkan prinsip dasar dari proses belajar yang
dianut oleh Thorndike yaitu bahwa dasar dari belajar (learning) tidak lain sebenarnya
adalah asosiasi, suatu stimulus akan menimbulkan suatu respon tertentu.
Dalam melakukan eksperimennya, pilihan pertama Thorndike pada awalnya adalah
mengadakan penyelidikan terhadap anak-anak (human learning) tetapi kemudian
lingkungannya membuat ia mulai mempelajari binatang (animal learning) sebagai
penggantinya. Percobaan pada binatang digunakan untuk membuktikan teorinya.
Berdasarkan eksperimen yang dilakukan, Thorndike berkesimpulan bahwa belajar
adalah hubungan antara stimulus dan respons. Itulah sebabnya teori koneksionisme juga
disebut “S-R Bond Theory” dan “S-R Psychology of Learning”. Dalam teori S-R tersebut
di katakan bahwa dalam proses belajar, pertama kali organisme (hewan, orang) belajar
dengan cara coba salah (trial and error), oleh karena itu teori ini juga dikenal dengan
sebutan “trial and error learning”. Kalau organisme berada dalam suatu situasi yang
mengandung masalah, maka organisme itu akan mengeluarkan serangkaian tingkah laku
dari kumpulan tingkah laku yang ada padanya untuk memecahkan masalah itu. 
Berdasarkan pengalaman itulah , maka pada saat menghadapi masalah yang serupa,
organisme sudah tahu tingkah laku mana yang harus dikeluarkannya untuk memecahkan
masalah. Ia mengasosiasikan suatu masalah tertentu dengan suatu tingkah laku tertentu.

Karya-karya yang telah dihasilkan oleh Thorndike: 

• Psikologi Pendidikan atau Educational Psychology (1903).


• Pendahuluan dengan Teori Mental Sosial dan Pengukuran (1904).
• The Elements of Psychology (1905). 
• Animal Intelligence (1911). 
• Edward L. Thorndike (1999). Psikologi pendidikan. New York:
Routledge.ISBN 0415210119. 
• Atacher’s Word Book (1921). 
• "The Psikologi dari Arithmetic" (1922). 
• Pengukuran yang Intelijen (1927). 
• J’Guru's Word Book of the Twenty Thousand Words Ditemukan Paling
Sering dan secara luas di Lain-lain Membaca untuk Anak-anak dan Pemuda (1932). 
• The Fundamentals of Learning (1932). 
• Yang akan di Psikologi, Minat dan Sikap (1935). 
• Your City (1939). 
• Human Nature and The Social Order (1940). 
• The Guru's Word Buku sebanyak 30.000 kata (1944). 
Kontribusi utama yang berhasil ia lakukan: 

• Selama 55 tahun karirnya, ia menerbitkan sekitar 500 buku dan artikel yang
beragam seperti: pembelajaran, metode analisis statistik dan elemen estetika kualitas
hidup di perkotaan. 
• Studi hewan intelijen (yang paling dikenal adalah “kucing dalam kotak
puzzle” percobaan pada Trial dan Error). 
• Setelah berhasil dalam penelitiannya ia menerapkannya pada manusia. 
• Thorndike berhasil menciptakan sebuah skala untuk mengukur tangan anak-
anak (1910) dan sebuah tabel frekuensi-kata dalam bahasa Inggris (1944).

B. LATAR BELAKANG TEORI BELAJAR THORNDIKE

Karya Thorndike di bidang Psikologi Perbandingan dan proses pembelajaran


membuahkan teori koneksionisme dan membantu meletakkan dasar ilmiah untuk psikologi
pendidikan modern. Teori koneksionisme yang diuji menggunakan hewan-hewan terutama
kucing ini bertujuan untuk mengetahui fenomena belajar. Thorndike menyusun eksperimen
klasik di mana ia menggunakan “puzzle box” untuk menguji secara empiris hukum
pembelajaran.
Adapun dari hasil percobaan Thorndike terhadap kucing dan puzzle box, ia
mendapatkan teori yang dapat digunakan sebagai acuan untuk melihat tingkah laku individu
dalam belajar.

C. TEORI BELAJAR THORNDIKE

A. Teori Connectionism

Teori belajar connectionism adalah teori yang dikembangkan oleh Edward Lee
Thorndike pada tahun 1890an melalui eksperimen menggunakan hewan-hewan terutama
kucing untuk mengetahui fenomena belajar. Mengapa bisa disebut connectionism (pertautan,
pertalian)? Karena Thorndike berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses stamping in
(diingat),  forming, hubungan antara stimulus dan respon. Belajar merupakan peristiwa
terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan
respons. Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda
unutk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat, sedangkan respons dari adalah
sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang.
Eksperimen Thorndike mengenai teorinya menggunakan hewan-hewan terutama kucing
untuk mengetahui fenomena belajar. Percobaan Thorndike yang terkenal dengan binatang
coba kucing yang telah dilaparkan dan diletakkan di dalam sangkar yang tertutup dan
pintunya dapat dibuka secara otomatis apabila kenop yang terletak di dalam sangkar tersebut
tersentuh. Dalam percobaan tersebut apabila di luar sangkar diletakkan makanan, maka
kucing berusaha untuk mencapainya dengan cara meloncat-loncat kian kemari. Dengan tidak
tersengaja kucing telah menyentuh kenop, maka terbukalah pintu sangkar tersebut, dan
kucing segera lari ke tempat makan. Percobaan ini diulangi untuk beberapa kali, dan setelah
kurang lebih 10 sampai dengan 12 kali, kucing baru dapat dengan sengaja menyentuh kenop
tersebut apabila di luar diletakkan makanan. 

Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui
bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan
untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan
(trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar
adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung
menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh
Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi. 

Percobaan tersebut menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and conecting”,
yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah. Dalam
melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-
perbuatan yang tidak mempunyai hasil. Respons menimbulkan stimulus yang baru,
selanjutnya stimulus baru ini akan menimbulkan respons lagi, demikian selanjutnya, sehingga
dapat digambarkan sebagai berikut:
S        R S1                 R1 dst.

Dalam eksperimen ini, diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan
respons, perlu adanya kemampuan dalam memilih respons yang tepat serta melalui usaha-
usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu.
Bentuk paling dasar dari belajar adalah trial and error learning atau selecting and
connecting learning dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu.

A. B. Evolusi Teori Belajar Thorndike

Evolusi teori belajar Thorndike dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yakni teori
belajar sebelum tahun 1930 dan sesudah tahun 1930. Sebelum membicarakan perbedaan
pendapat dalam dua kurun waktu, prinsip-prinsip teori belajar Thorndike dapat dijelaskan
terlebih dahulu.
Thorndike mengemukakan dua kelompok hukum tentang proses belajar, yaitu hukum
primer dan hukum subsider.

1. Tiga Macam Hukum Primer 


a. Law of Readiness
 o Masalah pertama, hukum law of readiness adalah jika ada kecenderungan
bertindak dan orang melakukannya, maka ia akan merasa puas akibatnya ia tak akan
melakukan tindakan lain.
 o Masalah kedua, jika ada kecenderungan bertindak tetapi ia tidak
melakukannya, maka timbullah rasa ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan
tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya. 
 o Masalah ketiganya adalah bila tidak ada kecenderungan bertindak padahal ia
melakukannya, maka timbullah ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan
tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.

Singkatnya, kesiapan untuk bertindak akan timbul, karena penyesuaian diri dengan
alam sekitarnya, yang akan memberi kepuasan. Apabila tidak memenuhi kesiapan
bertindak, maka tidak akan memberi kepuasan.

b. Law of Exercise 

Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan


perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan
melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip ini
menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering
diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai. Intinya adalah adanya korelasi antara
penguasaan sesuatu terhadap pengaruh-pengaruh latihan.
c. Law Of Effect 

Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil
perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat yang menyenangkan, cenderung akan
dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti
akibat yang tidak menyenangkan, cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.

2. Lima Macam Hukum Subsider 


a. Hukum Multi Respons Atau Variasi Reaksi 

Seseorang dibiarkan membuat reaksi atau respon dan memilih yang paling baik
dan mempunyai nilai intrinsik atau hadiah sosial. Artinya, bermacam-macam usaha
coba-coba dalam menghadapi situasi yang kompleks (problematis), maka salah satu
dari percobaan itu akan berhasil juga. Maka, hukum ini disebut pula “trial and
error”.

b. Hukum Sikap, Disposisi, Prapenyesuaian Diri Atau Set 

Orang yang belajar (learner) mendapatkan fakta secara pribadi dari hasil respons,
sikap atau set yang tidak hanya dipikirkan atau dikerjakannya, tetapi juga yang
dienggani, tidak disukai atau ditolak.

c. Hukum Aktivitas Parsial Suatu Situasi 

Untuk menentukan respons variasinya terhadap situasi eksternal, pelajar


mengharapkan adanya efek. Usaha tersebut mendapatkan respons dari keseluruhan
situasi yang membantu proses berpikir analisis. Singkatnya, seorang dapat bereaksi
secara selektif terhadap kemungkinan yang ada dalam situasi tertentu.

d. Hukum Asimilasi Atau Respons Terhadap Analogi 

Seseorang mengadakan respons terhadap suatu situasi baru dengan analogi yang
sungguh-sungguh diilustrasikan situasi tersebut. Artinya, orang dapat menyesuaikan
diri pada situasi baru, asal situasi tersebut ada unsur-unsur yang sama

e. Hukum Perubahan Situasi 

Menurut Sahakian (Dalam Mulyati:2005), fakta sama, yang merupakan respons hasil
perlawanan suatu insting atau kebiasaan, menghitung asimilasi maupun asosiasi yang
berubah.
Faktor lain yang mempermudah usaha belajar adalah rasa masuk menjadi bagian suatu
kelompok (belongingness). Artinya, item yang berlangsung bersamaan secara alami akan
lebih mudah dipelajari daripada item yang hanya berdiri berjajar tanpa ada arti atau relasi satu
dengan lainnya. Hal ini telah menjurus kepada psikologi Gestalt, sebagaimana disampaikan 
Bower dan Hilgard (Dalam Mulyati:2005).
Teori belajar sesudah tahun 1930 mengalami perkembangan. Pendapat Thorndike
direvisi karena ada perkembangan teori teori lain sehingga muncul kritik terhadap teori
koneksionisme. Berdasarkan eksperimennya, Thorndike mengadakan perubahan-perubahan
atas teorinya. Perubahan-perubahan itu dituangkannya ke dalam kedua karyanya, yaitu:

• The Fundamentals of Learning (1935) 


• The Psychology of Wants, Interest, and Attitude (1935) 

Revisi pendapat atau teori Thorndike pada hakikatnya merupakan revisi tentang hukum
primer, yakni:

1. Law of Readiness, dapat dikatakan tidak ada perubahan 


2. Law of Exercise, praktis diubah 

Perubahan tersebut adalah ulangan yang berlangsung dalam keadaan saat law of effect 
tidak bekerja. Sebenarnya, ulangan tidak mengakibatkan sesuatu pun tanpa faktor lain yang
membuat ulangan tersebut efektif.

Dari hukum-hukum di atas dapat disimpulkan bahwa teori connectionism adalah belajar
merupakan suatu kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara reseptor (panca indera)
stimulus dengan suatu tindakan. Pada dasarnya prinsip proses belajar pada binatang dan
manusia sama, namun hubungan antara situasi dan perbuatan pada binatang tanpa
diperantarai pengertian. Binatang melakukan respons-respons langsung dari apa yang diamati
dan terjadi secara mekanis.
Sebuah konsep lain juga lahir dari teori connectionism yang disebut transfer of training
dimana disebutkan bahwa keterampilan yang telah diperoleh dalam belajar dapat digunakan
untuk memecahkan masalah yang lain. Konsep ini lahir berdasarkan percobaan yang
dilakukan kepada kucing dengan “problem-box” nya.

D. APLIKASI TEORI BELAJAR THORNDIKE

Thorndike berpendapat bahwa cara mengajar yang baik bukanlah mengharapkan murid
tahu apa yang telah diajarkan, tetapi guru harus tahu apa yang hendak diajarkan. Contohnya
mengajarkan anak SD untuk mengukur berat dan panjang melalui aktivitas yang melibatkan
hal tersebut, misalnya memasak. Dengan ini guru harus mengerti materi apa yang hendak
diajarkan, respon apa yang diharapkan dan kapan harus memberi hadiah atau membetulkan
respons yang salah. Maka tujuan pendidikan harus dirumuskan dengan jelas.
Tujuan pendidikan harus masih dalam batas kemampuan belajar peserta didikan dan
harus terbagi dalam unit-unit sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan menurut
bermacam-macam situasi. Supaya peserta didik dapat mengikuti pelajaran, proses belajar
harus bertahap dari yang sederhana sampai yang kompleks. Contohnya mengajarkan anak
SMP untuk menggambar peta hendaknya dimulai terlebih dahulu dengan mengajarkan
mereka cara mengonversi satuan panjang, misalnya dari mil ke cm.
Dalam belajar, motivasi tidak begitu penting karena perilaku peserta didik terutama
ditentukan oleh external rewards dan bukan oleh intrinsic motivation. Yang lebih penting
dari ini ialah adanya respon yang benar terhadap stimulus. Bila peserta didikan melakukan
respon yang salah, harus segera diperbaiki, sebelum sempat diulang-ulang. Dengan demikian
ulangan yang teratur diperlukan sebagai kontrol bagi guru, untuk mengetahui apakah peserta
didik sudah melakukan respon yang benar atau belum terhadap stimulus yang diberikan oleh
guru.
Situasi belajar harus dibuat menyenangkan dan mirip dengan kehidupan dalam
masyarakat sebanyak mungkin, sehingga dapat terjadi transfer dari kelas ke lingkungan di
luar kelas. Materi pelajaran yang diberikan kepada peserta didik harus ada manfaatnya untuk
kehidupan anak kelak setelah keluar dari sekolah.
DAFTAR PUSTAKA

Aminatus, S. (2009). Implementasi Prinsip Belajar Law of Exercise Perspektif Edward Lee
Thorndike dalam Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa X-11 pada Pembelajaran Al-
Islam di SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo.
Schunk, D. H. (2012). Learning Theories and Education Perspective (Teori-teori
Pembelajaran Perspektif Pendidikan) Edisi Keenam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Syah, M. (2015). Psikologi Belajar (Edisi Revisi). Jakarta: PT Rajawali Pers.
Simbolon, S. S. (2017). Teori Thorndike. Article Online
http://scdc.binus.ac.id/himpgsd/2017/06/teori-thorndike/.
Mulyati. (2005). Psikologi Belajar. Yogyakarta: Andi Offset.
Makki, A. (2019). Mengenal Sosok Thorndike: Aliran Fungsionalisme dalam Teori Belajar.
Jurnal Studi Islam, Vol. 14 No. 1.
Ahmad, M., & Joko, S. (1997). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Pustaka Setia.

Anda mungkin juga menyukai