PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2019
JOHN DEWEY DALAM ALIRAN KONSTRUKTIVISME
John Dewey
Tema utama dari karya John Dewey, keyakinannya yang begitu mendalam
terhadap demokrasi, baik dalam politik, pendidikan/ komunikasi dan jurnalisme.
Seperti yang John Dewey nyatakan pada tahun 1888, ketika masih di Universitas
Michigan, “Demokrasi dan Cita-Cita kemanusianlah yang paling utama dan etis
menurut saya memiliki arti yang sama”. Dikenal dengan pembelaannya terhadap
demokrasi, dalam anggapan Dewey dua elemen yang mendasar disebuah sekolah
dan dikalangan masyarakat sipil yang sebagai topik utama dari yang membutuhkan
perhatian dan rekonstruksi untuk mendorong sebuah kecerdasan terhadap
eksperimental dan pluralitas.
Dewey menegaskan, demokrasi lengkap harus diperoleh tidak hanya untuk
memperluas hak suara tetapi juga untuk memastikan bahwasanya ada sepenuhnya
terbentuk opini, publik, yang dicapai dengan komunuikasi diantara Warga Negara,
Pakar, Politisi, dan terakhir bertanggung jawab atas kebijakan yang telah mereka
adopsi. Dewey merupakan salah satu tokoh utama yang terkait dengan Filsafat
Pragmatisme dan dianggap sebagai salah satu bapak dari Psikologi Fungsional.
Makalanya yaitu Konsep Busur Refleks dalam Psikologi itu sendiri, yang
diterbitkan pada tahun 1896, dan dianggap sebagai karya besar yang pertama
kalinya diskolah Fungsionalis (Chicago).
Sebuah survai terhadap tinjauan psikologi umum, yang telah diterbitkan
pada tahun 2002, menempatkan Dewey sebagai psikolog ke- 93 yang paling banyak
dikutip pada abad ke-20. Dewey juga reformator pendidikan yang utama untuk abad
ke- 20, seorang intelektual publikn yang begitu terkenal, Dewey adalah suara utama
pada pendidikan progtrefis dan liberalism. Saat ia menjadi profesor di Universitas
Chicago, Dewey mendirikan sekolah laboratorium di Universitas Chicago, dan ia
dapat menerapkan, menguji gagasannya dalam progresifnya mengenai metode
pedagosis. Meskipun Dewey yang dikenal terbaik untuk publikasinya terhadap
pendidikan, ia juga menulis tentang banyknya topik lain, termasuk epistemology,
metafisika, seni, logika, terori sosial serta etika.
2. Psikologi Fungsional
Di Universitas Michigan, Dewey menerbitkan dua buku pertamanya,
Psikologi (1887), dan Esai Baru Leibniz mengenai pemahaman manusia (1888),
dari buku tersebut mengungkapkan sebuah komitmen awal Dewey terhadap Neo-
Hegelianisme Inggris. Dalam psikologi, Dewey akan mencoba sintesis antara
idealisme dan sains eksperimental. Sementara profesor masih filsafata di Michigan,
Dewey dan rekan juniornya yaitu James Hayden Tufts dan George Hebert Mead,
serta muridnya James Rowland Angell, semuany sangat berpengaruh terhadap
publikasi terbaru dari William James’ Principles of Psychology (1890), ia mulai
merumuskan kembali tentang psikologi, menekankan lingkungan sosial pada
aktivitas pikiran dan perilaku daripada psikologi terhadap fisikologis Wilhelm
Wundt dan para pengikutnya. Pada tahun 1894, Dewey bergabung dengan Tufts
yang dengannya dia kemudian menulis Etika (1909) di Universitas Chicago yang
baru-baru ini didirikan dan mengundang Mead dan Angell untuk mengikutinya,
kekempat lelaki itu membentuk sebuah dasar dari apa yang disebut terhadap
“kelompok Chicago” dari psikologi. Gaya bru dari psikologi mereka, yang
kemudian dijuluki Psikologi Fungsional yang memiliki penerapan praktis pada
tindakan dan penerapan. Pada artikel Dewey “Konsep Busur Refleks dalam
Psikologi”, yang muncul dalm tinjauan psikologi pada tahun 1896, ia beralasan
menentang pemahaman dari stimulus-respons tradisional dari busur refleks
mendukung akun “melingkar” yang berfungsi sebagai “stimulus” dan apa sebagai
“respons” tergantung bagaimana seseorang mempertimbangkan situasi, dan
membela sifat kesatuan pada sirkuit motor sensorik.
Meskipun dia tidak menyangkal ada rangsangan, sensasi, dan respons, dia
tetap tidak setuju bahwa itu adalah peristiwa yang terpisah dan disandingkan
terhadap apa yang terjadi seperti pada rantai dalam sebuah rantai. Dia tetap
mengembangan gagasan bahwa adanya koordinasi dengan stimulasi yang
diperkaya oleh hasil pengalaman sebelumnya. Responnya dimodulasi oleh hasil
pengalaman Inderawi, dam Dewey terpilih sebagai preseiden American
Psychological Association pada tahun 1899. Pada tahun 1984, American
Psychological mengumumkan bahwa Lilian Moller Gilbreth (1878-1972) yang
telah menjadi psikolog pertama yang diperganti dengan perangko Amerika Serikat.
Namun, psikolog Gary Brucation dan John D. Hogan yang kemudian menyatakan
bahwa perbedaan ini yang sebenarnya dimiliki oleh John Dewey, yang telah
derayakan pada camp Amerika 17 tahun yang sebelumnya, dan sementrara
beberapa sejarawan psikologi menganggap bahwa Dewey lebih sebagai filsuf
daripada psikolog yang bonafide. Penulis yag mencatat bahwa Dewey ialah anggota
pendiri APA, yang menjabat sebagai presiden kedelapan APA pada tahun 1899,
Dewey juga adalah penulis artikel 1896 tentang Busur Refleks yang sekarang
dianggap sebagai dasar psikologi fungsional Amerika.
a. Teori pengetahuan
Fokus sentra dari minat filosofi John Dewey yang sepanjang karirnya ialah
apa yang secara tradisional disebut “epistemologi”, atau “teori pengetahuan”.
Tetapi, ini menunjukkan sikap kritis terhadap Dewey dalam upaya masa lalunya di
bidang ini, bahwa ia secara tegas menolak istilah “epistemologi”, dan lebih memilih
“teori penyelidikan” atau logika “logika eksperimental” sebagai mewakili
pendekatannya sendiri.
Dalam pandangan Dewey, epistemologi tradisional apakah rasionalis atau
empiris telah menarik perbedaan yang menolak antara pemikiran, domain
pengetahuan, dan dunia fakta yang konon yang disebut pemikiran: pikiran diyakini
ada terpisah dari dunia, secara epistemis sebagai objek kesadaran langsung,
ontologis yang sebagai aspek unik dari diri. Komitmen rasionalisme modern,
berasal dari Dercartes, ke doktrin ide bawaan, ide-ide yang terbentuk sejak lahirnya
hakikat pikiran itu sendiri, telah mempengaruhi dikotomi ini, tetapi kuam empiris
modern, dimulai dengan Locke, telah melakukan hal yang sama persis terhadap
komitmen mereka tentang metodologi introspektif dan teori ide-ide
representasional.
Pandangan yang dihasikannya membuat misteri dari relavansi pemikiran
dengan dunia: Jika pemikiran merupakan domain yang berdiri terpisah dari dunia,
bagaimana bisa akuratnya sebagai sebuah bagian dari perhitungan dunia yang
menjadi ada? Bagi John Dewey, sebuah modal baru yang menolak anggapan
tradisional, menginginkan, dan sebuah modal berusaha ia kembangkan dan ia
sempurnakan selama bertahun-tahun dalam penulisan dan refliksi.
Menurut pragmatisme John Dewey, atau yang disebut “instrumentalisme”,
adalah suatu pengetahuan dihasilkan dari ketajaman korelasi antara peristiwa, atau
proses perubahan. Dalam penyelidikan membutuhkan partisipasi aktif dalam proses
tersebut, penyelidik memperkenalkan variasi spesifik yang didalamnya untuk
menentukan perbedaan apa yang terjadi dalam proses terkait dan mengujur
bagaimana suatu peristiwa tertentu berubah dalam kaitannya dalam variasi
peristiwa terkait. Sebagai contoh, penyelidikan eksperimental ini dapat berupaya
untuk mengetahui bagaimana keganasan dalam suatu organisme manusia berubah
dalam kaitannya dengan sebuah variasi dan dalam bentuk-bentuk perlakuan
tertentu, atau bagaimana seorang siswa menjadi pembelajar yang lebih baik ketika
terdampar metode pengajaran tertentu.
Pragmatisma juga merupakan respons terhadap apa yang para filsuf
sebutkan dalam teori kebenaran dan makna: Gagasan bahwa dalam belajar kita
sebagai reseptor pasif dari rangsang sensorik. Pragmatisme, sebaiknya kita peroleh
dalam hidup kita sebagai hasil dari hubungan yang kompleks antara ide yang telah
diterima dan pengalaman yang sekarang. Dalam teori instrumentalisme, pikiran
berfungsi dalam penemuan-penemuan berdasarkan pengalaman yang mengenai
konsekuensi di masa depan.
Menurut Dewey, dapat dipahami denngn sebaik-baiknya dengan penelitian
tiga aspek dari yang mana kita namakan instrumentalisme:
1. Kata Temporalisme, yang berarti ada gerak dan ada kemajuan nyata dalam
waktu.
2. Kata Futurisme, yang berarti kita mendorong untuk melihat hari esok dan tidak
pada
hari kemarin.
3. Kata Milionarime, yang berarti bahwa dunia dapat dibuat lebih baik dengan
tenaga kita, pandagan ini juga dianut oleh William James.
c. Teori Konstruktivisme
Beberapa kalangan menyebutkan bahwa pendiri pada teori konstruktivisme
ialah Jean Piaget. Namun, Dewey yang biasa dikutip sebagai pendiri dari filosofis
terhadap pendekatan teori konstruktivisme, Bruner dan Piaget yang telah dianggap
sebagai ahli dari teori uatama diantara konstruktivis kognitif, sementara Vygotsy
ialah ahli dari teori utama diantaranya konstruktivis sosial.
Dalam konstruktivisme John Dewey menolak akan anggapan bahwa
sekolah harus fokus terhadap pengulangan, hafalan yang menghafal dan
mengusulkan metode yang “hidup terarah”, dan siswa akan terlibat dalam lokakarya
yang praktis didunia nyata dalam halknya mereka akan selalu menunjukkan
pengetahuan yang mereka lalui terhadap kreativitas dan kolaburasi yang dimilikiya.
Siswa harus diberikan kesempatan untuk dapat berfikir dan dari diri mereka sendiri
akan mengartikulasuikan pemikiran mereka. Dewey menyuarakan agar pendidikan
didasarkan pada pengalaman yang nyata, Dewey menulis “jika anda ragu tentang
bagaimana pembelajaran yang terjadi, terlibatlah dalam penyelidikan yang
berkelanjutan, diama belajar, merenungkan, mempetimbangkan kemungkinan yang
alternative dan sampai pada keyakinan yang didasarkan oleh bukti”.
John Dewey menyatakan bahwa belajar tergantung dari pengalaman dan
minat siswa sendiri terhadap topik dalam kurikuklum yang seharusnya harus saling
terintegrasi, tidak saling terpisah atau tidak mempunyai kaitan satu sama lain.
Sugihartono dkk, pada tahun 2007 dalam (Just Weare Noegayya 2012). Dalam
belajar siswa tergantung terhadap pengalaman dan minat seorang siswa maka
suasana dalam pembelaran akan menjadi lebih menyenangkan, dalam hal ini akan
mendorong siswa untuk lebih berfikir proaktif serta mempu mencari pemecahan
masalah, maka dari itu kurikulum yang diajarkan harus saling terintegrasi agar
pembelaran dapat berjalan dengan baik serta memiliki hasil yang maksimal.
Menurut John Dewey, pendidikan merupakan rekonstruksi atau reorganisasi
terhadap pengalaman yang menambah suatu pengalaman, serta menambah sebuah
kemampuan untuk mengarahkan pengalaman selanjutnya. Dimana telah diuraikan
diawal bahwa dalam teori dari konstruktivisme dijelaskan bahwa dalam
permasalahan muncul dibangun dari rekonstruksi yang dilakukan oleh siswa itu
sendiri, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa dalam pendidikan ada keterkaitan
antara siswa dengan pemecahan yang telah dihadapi dan siswa tersebut yang
merekonstruksi lewat pengetahuan yang mereka miliki.
Dapat disimpulkan, dimana pendekatan konstruktivisme mempunyai
beberapa konsep umum, diantaranya:
1. Pelajar yang aktif akan membina pengetahuan yang berasaskan pengalaman
yang sudah ada.
2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar yang seharusnya mampu membina
mereka secara mandiri/ perorangan.
3. Pentingnya dalam membina suatu pengetahuan yang secara aktif oleh pelajar
itu sendiri
melalui proses yang saling berpengaruh, diantaranya pembelajaran terdahulu
dengan pembelajaran yang terbaru.
4. Unsur terpenting dalam teori ini adalah seseorang yang membina pengetahua
dirinya secara aktif serta dengan cara membandingkan informasi yang baru dan
pemehamannya yang sudah ada.
5. Ketidakseimbangan merupakan faktor dari motivasi pembelajaran yang utama.
Dimana faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasannya yang
tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6. Bahan pengajaran yang telah disediakan perlu mempunyai kaitan terhadap
pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar.
b. Konsep
John Dewey, (Dwi Siswoyo dkk, 2011) menjelaskan beberapa konsep yang
telah dikemukakannya, yaitu:
Konsep premoral, ialah tingkah laku seseorang didorong oleh desakan yang
bersifat fisikal atau sosial.
Konsep convention, adalah seseorang yang mulai bisa menerima nilai
dengan sedikit kritis berdasarkan kriteria kelompoknya.
Konsep autonomous, afalah seseorang yang sudah mulai bisa berbuat serta
bertingkah laku sesuai dengan akal pikiran dan pertimbangan dirinya
sendiri, tidak sepenuhnya dapat menerima kriteria kelompoknya.
Teori perkembangan moral terhadap peserta didik sangat berhubungan
dengan teori pembelajaran kognitif. Dimana hal ini dapat dilihat dalam teori
perkembangan moral peserta didik, seseorang yang mengalami beberapa tahap
dalam bertingkah laku di lingkungan sosial atau kelompoknya dan hal ini akan
membawa pengalaman serta memberi pengetahuan pada siswa tersebut.
Teori kognitif yang pada dasarnya membahas faktor faktor kognisi yang
berhubungan dengan jiwa atau kondisi psikologi seseorang. Definisi dari teori
kognisi yaitu suatu proses atau upaya manusia dalam mengenal berbagai macam
stimulus atau informasi yang masuk ke dalam alat inderanya, menyimpan,
menghubung-hubungkan, menganalisis, dan memecahkan suatu permasalahan
berdasarkan stimulus atau informasi tersebut (Sugihartono dkk, 2007). Pengertian
tersebut mengandung arti bahwa gejala dari teori kognisi sering dikaitkan dengan
proses pembelajaran seseorang yang didapat dari pengamatan termasuk
pengalaman serta melalui alat indera hingga pada akhirnya dapat digunakan untuk
memecahkan suatu masalah.
c. Penerapan
John Dewey, 1990 dan Dimyati, 1990 menjelaskan beragam macam
penerapan teorinya diantaranya:
Maladjusment, adalah orang yang dimotovir dalam menghadapi suatu/
sebuah rintangan (menghadapi problem).
Diagnosis, adalah orang yang melokalisir sumber problimnya serta
mempertimbangkan strukturnya. Dalam langkah ini menyangkut
kemampuan analisis untuk mengabstraksi dan membentuk sebuah konsep.
Hipotesis, adalah orang yang membuat satu/ lebih dugaan. Pada langkah ini
menyangkut imajinasi kreatif.
Deduksi, adalah orang yang berusaha menentukan bahwa dugaannya itu
akan benar. Pada langkah ini menyangkut logika serta pengalaman.
Verifikasi, adalah orang yang mengecek langkah keempat dengan fakta
fakta yang ada. Pada langkah ini menyangkut sampling serta eksperimen.
a. Struktur
Pembelajaran berbasis proyek ini menekankan kegiatan pembelajaran yang
bersifat jangka panjang, interdisipliner serta berpusat pada siswa itu sendiri. Tidak
seperti kegiatan kelas tradisional yang hanya dipimpin oleh seorang guru, siswa
seringkali harus mengatur pekerjaan mereka sendiri serta mengatur waktu mereka
sendiri dikelas yang berbasis proyek ini. Instruksi yang berbasis proyek ini berbeda
dari inkuiri tradisional dengan penekanan kolaboratif siswa atau konstruksi artefak
individu untuk mewakili apa yang sedang dipelajari. Pembelajaran berbasis proyek
ini juga memberikan siswa kesempatan untuk mengeksplorasi masalah serta
tantangan yang memiliki aplikasi dunia nyata, meningkatkan kemungkinan retensi
jangka panjang keterampilan dan konsep.
b. Elemen
Gagasan inti dari pembelajaran berbasis proyek ialah bahwa masalah yang
didunia nyata menarik minat siswa serta memicu pemikiran serius ketika siswa
memperoleh dan menerapkan pengetahuan baru dalam konteks pemecahan sebuah
masalah. Guru berperan sebagai fasilitator, bekerja sama dengan siswa untuk
membingkai pertanyaan yang bermanfaat, menyusun tugas yang bermakna, melatih
pengembangan pengetahuan, keterampilan sosial, dan dengan hati-hati menilai apa
yang telah kita pelajari terhadap siswa dari pengalaman tersebut. Dalam proyek
tipikal menghadirkan masalah untuk dipecahkan (Apa cara terbaik untuk
mengurangi polusi di kolam halaman sekolah?) Atau fenomena untuk diselidiki
(Apa yang menyebabkan hujan?). PBL menggantikan model pengajaran tradisional
yang lainnya, seperti ceramah, kegiatan yang didorong dalam buku ajar dan
penyelidikan sebagai metode penyampaian yang disukai untuk topik-topik utama
dalam kurikulum. Dalam hal ini adalah kerangka kerja instruksional yang
memungkinkan guru untuk memfasilitasi serta menilai pemahaman yang lebih
dalam daripada berdiri dan menyampaikan informasi faktual. PBL dengan sengaja
mengembangkan pemecahan masalah dan pembuatan produk kreatifitas seiorang
siswa untuk mengkomunikasikan pemahaman yang lebih dalam mengenai konsep-
konsep kunci serta penguasaan dalam keterampilan belajar penting pada abad ke-
21 seperti berpikir kritis.
Siswa yang menjadi peneliti digital aktif dan penilai pembelajaran mereka
sendiri ketika seorang guru membimbing siswa belajar sehingga siswa belajar dari
proses pembuatan proyek. Dalam konteks ini, PBL adalah unit belajar mandiri dari
siswa yang melakukan atau membuat seluruh unit. PBL bukan hanya "aktivitas"
(proyek) yang macet di akhir pelajaran atau unit, serta pemecahan masalah dalam
pembuatan produk yang sangat kreatif untuk mengkomunikasikan sebuah
pemahaman yang lebih dalam tentang konsep-konsep kunci dan penguasaan
keterampilan belajar penting Abad 21 seperti pemikiran kritis. Siswa yang menjadi
peneliti digital aktif serta penilaian dalam proses pembelajaran mereka sendiri
ketika guru membimbing siswa belajar sehingga siswa belajar dari proses
pembuatan proyek.
Dalam konteks ini, PBL merupakan unit belajar secara mandiri dari seorang
siswa yang melakukan atau membuat seluruh unit. PBL bukan hanya "aktivitas"
(proyek) yang macet di akhir pelajaran atau unit, melainkan pemecahan masalah
dan pembuatan produk yang kreatif untuk mengkomunikasikan pemahaman yang
lebih dalam tentang konsep-konsep kunci serta penguasaan keterampilan belajar
penting Abad 21 seperti pemikiran kritis. Siswa yang menjadi peneliti digital aktif
dan penilai pembelajaran mereka sendiri ketika guru membimbing siswa belajar
sehingga siswa belajar dari proses pembuatan proyek. Dalam konteks ini, PBL ialah
unit belajar mandiri dari siswa yang melakukan atau membuat seluruh unit. PBL
bukan hanya "aktivitas" (proyek) yang macet diakhir pelajaran atau unit. Melainkan
PBL adalah unit belajar mandiri dari siswa yang melakukan atau membuat seluruh
unit. PBL bukan hanya "aktivitas" (proyek) yang macet diakhir pelajaran atau unit.