Anda di halaman 1dari 3

RESENSI FILM: A BEAUTIFUL MIND

Resume Kelas Besar Keperawatan Psikiatri TM 9

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Psikiatri

yang Diampu oleh Dr. dr. Ria Maria Theresa, SpKJ., MH

Disusun Oleh:

Syafinna Rahmadhita (2110711098)

Kelas C

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

TAHUN 2022
Sinopsis Film “A Beautiful Mind”

Film “A Beautiful Mind” menceritakan seorang matematikawan asal Amerika yang


belajar di Universitas Princeton yang berhasil meraih nobel dalam bidang ekonomi. John Nash
adalah seseorang yang berkepribadian sedikit apatis terhadap sekelilingnya. Ia tidak suka
belajar di dalam kelas karena menurutnya kelas akan menumpulkan bakat dan kreatif yang
original dari siswanya. Sebagai gantinya, Nash lebih banyak meluangkan waktu di luar kelas
demi mendapatkan ide miliknya sendiri untuk meraih gelar doktornya dan diterima di pusat
penelitian bergengsi, Wheeler Defense Lab di MIT.

Sewaktu menjadi mahasiswa di Princeton, ia mendapat seorang teman sekamar bernama


Charles Herman yang memiliki keponakan seorang gadis cilik bernama Marcee. Nash yang
sangat terobsesi dengan matematika menulis berbagai rumus di kaca jendela kamar dan
perpustakaan hingga akhirnya ia menemukan konsep baru yang bertentangan dengan teori
Adam Smith, bapak ekonomi modern. Konsep ini dinamakan olehnya teori keseimbangan yang
sekaligus mengantarkannya meraih gelar doktoral. Setelah berhasil menemukan ide untuk gelar
doktornya, Nash mendapat Lab yang diinginkannya dan beberapa kali diundang ke Pentagon
untuk memecahkan kode rahasia.

Hidup Nash mulai berubah saat dirinya diminta Pentagon untuk memecahkan kode rahasia
yang dikirim oleh tentara Sovyet dan mengantarkannya pada seorang agen rahasia, William
Parcher. Dari agen rahasia tersebut, ia diberikan pekerjaan sebagai seorang mata-mata. Namun,
pekerjaan barunya ini membuat Nash terobsesi hingga melupakan waktu dan hidup di dunianya
sendiri.

Suatu hari, Alicia Larde, salah satu mahasiswanya membuatnya sadar bahwa ia
membutuhkan cinta sebagai seorang manusia. Ketika pasangan tersebut menikah, Nash merasa
terus berada dalam ancaman karena pekerjaannya sebagai seorang agen rahasia. Semakin lama,
Nash semakin berkelakuan aneh dan terlihat ketakutan sampai disaat ia sedang membawakan
presentasi mengenai makalahnya di sebuah seminar di Harvard, Dr. Rosen seorang ahli jiwa
menangkap Nash dan membawanya ke rumah sakit jiwa. Dari situlah terungkap bahwa Nash
mengidap paranoid schizophrenia. Kejadian yang telah dialaminya merupakan khayalan
belaka. Tak pernah ada teman sekamar, Herman dan keponakannya yang menggemaskan,
Marcee ataupun Parcher dengan proyek rahasianya.

Beruntung, Nash memiliki istri yang setia. Ia tak pernah lelah memberikan semangat untuk
suaminya. Dengan dorongan semangat serta cinta kasih yang diberikan Alicia, Nash bangkit
melawan penyakitnya. Nash mendapatkan perawatan ECT (Electroshock Therapy) 5 kali
seminggu selama 10 minggu. ECT merupakan terapi yang sering digunakan pada tahun 1940-
1960 sebelum obat antipsikotik dan antidepresan mudah diperoleh. Cara kerja terapi ini yaitu
mengalirkan arus listrik berdaya sangat rendah ke otak yang cukup untuk menghasilkan kejang
yang mirip dengan kejang epileptik. Kejang inilah yang menjadi terapetik bukan arus
listriknya. Sebelum dilakukan ECT pasien disuntikkan insulin sebagai pelemas otot yang akan
mencegah spasme konvulsif otot-otot tubuh dan kemungkinan cedera. Efek samping
penggunaan ECT adalah kelupaan atau gangguan memori. Efek samping ini dapat dihindari
dengan menjaga rendahnya arus listrik yang dialirkan.

Setelah menjalani perawatan di rumah sakit jiwa, John Nash menjalani perawatan di rumah
dengan Obat Psikoterapetik. Obat ini harus terus diminum secara teratur oleh penderita
skizofrenia. Meskipun obat ini tidak dapat menyembuhkan skizofrenia, namun obat obat
antipsikotik akan membantu penderita untuk menghilangkan halusinasi dan konfusi, serta
memulihkan proses berpikir rasional. Cara kerja obat-obat antipsikotik yaitu menghambat
reseptor dopamin dalam otak. Efek dari pemakaian obat tersebut yaitu: Sulit berkonsentrasi,
menghambat proses berpikir, tidak memiliki gairah seksual sehingga ia tidak bisa memuaskan
hasrat istrinya. Selain terapi biologis, John Nash juga mendapat terapi dari isterinya yaitu
berupa dukungan sosial yang diberikan kepadanya, rasa empati, penerimaan, mendorong untuk
mulai berinteraksi sosial (dengan tukang sampah), dan dorongan untuk tidak berputus asa dan
terus berusaha. Terapi Sosial ini sangat membantu penderita skizofrenia dalam menghadapi
peristiwa-peristiwa yang menjadi stressor bagi penderita.

Anda mungkin juga menyukai