Anda di halaman 1dari 30

Psikologi Agama

Makalah Tentang Kesehatan Mental

Dibuat Untuk Melengkapi Tugas UAS Dari Bapak Dosen Pasiska S.Pd,
M.A

DISUSUN

OLEH

Ahmad Padri

Nim : 2216.0006

PROGRAM STUDI BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrahim
Puji syukur kepada Allah SWT. karena berkat rahmat
dan ‘inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan buku
Kesehatan Mental. Shalawat dan salam tetap tercurah
limpahkan kepada Rasul-Nya, Muhammad SAW. pembawa
petunjuk kebenaran bagi umat manusia.
Buku berjudul “Kesehatan Mental” ini berisi tentang
teori, konsep dan ruang lingkup dalam Kesehatan Mental.
Sekaligus kajian Kesehatan Mental yang berkenaan dengan
nilai-nilai profetik dan budaya lokal yang terpaparkan dalam
beberapa bab. Kajian dalam buku ini pada BAB 1 tentang
Sejarah Kesehatan Mental. BAB 2 tentang Konsep Dasar
Kesehatan Mental.
Akhirnya, sebagai sebuah karya, tentu saja buku ini tidak
terlepas dari kelemahan dan kekurangan. Karenanya saran kritik
yang bersifat konstruktif senantiasa diharapkan guna
penyempurnaan pada edisi selanjutnya. Semoga buku ini
bermanfaat bagi para pembaca baik dari segi teoritik maupun
aplikasi di kehidupan sesuai ruang lingkup lingkungan masing-
masing.

Lubuklinggau, 1 J a n u a r i 2024

PENULIS
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................iv

BAB 1
SEJARAH KESEHATAN MENTAL................................6
A. Abad Pra Ilmiah.................................................................6
B. Abad Modern..........................................................................8

BAB 2
KONSEP DASAR KESEHATAN MENTAL..................14
A. Makna Kesehatan Metal...................................................14
B. Kesehatan Mental Berdasarkan
World Health Organization (WHO).....................................15
C. Karakteristik Kesehatan Mental.......................................16
D. Ruang Lingkup Kesehatan Mental...................................20
E. Aturan-Aturan Kesehatan Mental....................................25
F. Tujuan & Manfaat Kesehatan Mental
bagi Kehidupan Individu.................................................27

Kesimpulan.......................................................................... 29
Saran ................................................................................... 29

Daftar Pustaka................................................................................ 30
BAB 1
SEJARAH KESEHATAN MENTAL

Secara Pengertian Kesehatan mental adalah salah satu


kajian dalam ilmu kejiwaan yang sudah dikenal sejak abad-19,
seperti di Jerman tahun 1875 M. Kesehatan mental sebagai
suatu kajian ilmu psiologi meskipun dalam bentuk sederhana.
Pada pertengahan abad ke-20 kajian mengenai kesehatan mental
sudah jauh berkembang dan maju dengan pesat sejalan dengan
kemajuan ilmu dan teknologi modern (Ramayulis 2002). Ia
merupakan suatu ilmu yang praktis dan banyak dipraktikkan
dalam kehidupan manusia sehari-hari, baik dalam bentuk
bimbingan dan konseling yang dilaksanakan di semua aspek
kehidupan individu, misalnya dalam rumah tangga, sekolah-
sekolah, lembaga-lembaga pendidikan dan dalam masyarakat.
Hal ini dapat dilihat misalnya, dengan berkembangnya klinik-
klinik kejiwaan dan munculnya lembaga-lembaga pendidikan
kesehatan mental. Semuanya ini dapat menjadi pertanda bagi
perkembangan dan kemajuan ilmu kesehatan mental (Ramayulis
2002).
Pada awalnya, kesehatan mental hanya terbatas pada
individu yang mempunyai gangguan kejiwaan dan tidak
diperuntukkan bagi setiap individu pada umumnya. Namun,
pandangan tersebut bergeser sehingga kesehatan mental tidak
terbatas pada individu yang memiliki gangguan kejiawaan tetapi
juga diperuntukkan bagi individu yang mentalnya sehat yakni
bagaimana individu tersebut mampu mengeksplor dirinya
sendiri kaitannya dengan bagaimana ia berinteraksi dengan
lingkungan sekitarnya. Berikut akan dipaparkan mengenai
sejarah kesehatan mental yang dibagi atas Masa Pra Ilmiah dan
Masa Modern.

A. Abad Pra Ilmiah


1. Animisme
Gangguan mental sudah muncul sejak zaman dulu. Dalam
konsep primitif, yakni kepercayaan terhadap faham animisme
bahwa dunia selalu diawasi, dikuasai dan dikendalikan oleh
roh-roh atau dewa-dewa. Pada faham animisme ini, orang-
orang percaya bahwa angin yang bertiup, gulungan ombak,
batu yang berguling dan pohon yang bertumbuh karena
adanya pengaruh roh atau dewa yang tinggal pada benda-
benda tersebut.
Kepercayaan orang-orang Yunani kuno mengenai orang
yang mengalami gangguan mental adalah karena dewa marah
kepada orang tersebut dan membawa pergi jiwanya. Di sisi
lain, mereka juga percaya bahwa orang yang mengalami
gangguan mental adalah karena kehendak roh-roh yang
merasuki tubuh mereka dan mengganggu jiwa mereka.
Sehingga mereka membuat sesaji dan mengadakan pesta
dengan mantra dan kurban, sebagai usaha untuk menghindari
kemarahan dewa sekaligus sebagai persembahan untuk roh-
roh yang mereka yakini dengan persembahan tersebut dapat
menyembuhkan gangguan mental.

2. Naturalisme
Keyakinan animisme mengalami perubahan pada zaman
Hipocrates (460-367). Ia beserta para pengikutnya
mengembangkan pendekatan “Naturalisme”, yang meru
pakan pandangan revolusioner dalam pengobatan termasuk
kejiwaan. Naturalisme adalah suatu aliran yang memandang
bahwa gangguan fisik dan mental merupakan akibat dari
alam, dan bukan merupakan pengaruh roh, dewa, setan atau
hantu yang menyebabkan seseorang sakit.
Hipocrates mengatakan bahwa “Jika seseorang
memotong batok kepala, maka akan ditemukan otak yang
basah, dan mencium bau amis. Namun tidakakan melihat roh,
dewa, atau hantu yang melukai badan orang itu”(Yusuf
2011). Selanjutnya, seorang tabib bedah hewan bernama
Galen mengembangkan ide “Naturalistik” tersebut.
Perkembangan selanjutnya, di kalangan kristen tidak
lagi menggunakan pendekatan naturalistik. Philipe Pinel
(1745-1826) yang merupakan seorang dokter Perancis
menggunakan filsafat politik dan sosial yang baru dalam
memecahkan masalah gangguan mental. Ia merupakan kepala
Rumah Sakit Bicetre di Paris, dimana pasien dengan
gangguan mental di RS ini, dirantai selama bertahun-tahun
lamanya bahkan ada yang selama 20 tahun atau lebih. Pasien
dengan gangguan mental dirantai dengan alasan mereka
dianggap berbahaya jika berkeliaran bebas dan bisa melukai
orang lain dan dirinya sendiri. Melalui metode ‘rantai’ itu,
banyak diantara mereka yang berhasil, yaitu mereka tidak
lagi menunjukkan kecenderungan untuk melukai orang lain
atau dirinya sendiri. Diikat dan dirantai merupakan metode
yang populer di tahun tersebut, karena ada beberapa pasien
yang terbukti tidak lagi menyakiti orang lain & dirinya
sendiri setelah mereka dirantai bertahun- tahun. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa metode dirantai efektif untuk
diterapkan pada pasien yang memiliki gangguan mental.

B. Abad Modern
Pada tahun 1783 terjadi perubahan yang luar biasa
dalam sikap dan cara pengobatan terhadap orang yang
memiliki gangguan mental. Perubahan tersebut bergeser dari
faham animisme (irrational) dan tradisional ke arah sikap
dan pengobatan yang ilmiah (rasional). Pengobatan ilmiah
terhadap gangguan mental terjadi saat berkembangnya
psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika.
Pada saat itu, Benyamin Rush (1745-1813) menjadi staf
medis di Rumah Sakit Pensylvania, dengan 24 pasien yang
dianggap “lunatics” yakni orang yang mengalami gangguan
atau orang gila / sakit ingatan. Ia melakukan usaha dalam
memahami orang-orang yang menderita gangguan mental
dengan cara menulis artikel, koran, ceramah dan pertemuan
lainnya yang pembahasannya tentang gangguan mental.
Usaha yang dilakukannya membuahkan hasil, setelah
13 tahun dibangun rumas sakit yakni pada tahun 1796 yang
dikhususkan bagi penderita gangguan mental. Ruangan untuk
pasien gangguan mental dipisah antara pasien laki-laki dan
wanita.
Rush memberikan pengobatan kepada pasien gangguan
mental, secara berkesinambungan dengan cara memberikan
motivasi (dorongan) agar untuk bekerja, rekreasi, mencari
kesenangan, serta melakukan aktifitas-aktifitas lainnya
sehingga pasien memiliki kegiatan aktif dalam
kesehariannya.
Usaha pengobatan terhadap pasien penderita gangguan
mental tersebut merupakan perkembangan dan masa transisi
dari pengobatan yang selama ini kurang manusiawi, seperti
pasien-pasien dikurung dalam ruangan tertutup, pengap
kurang udara karena kurangnya alat pentilasi, dan sesekali
mereka diguyur dengan air.
Pengobatan yang lebih baik yang dilakukan Rush
merupakan bagian dari perkembangan psikologi abnormal
dan psikiatri yang selanjutnya memberikan pengaruh lahirnya
Kesehatan Mental yang berkembang menjadi suatu ilmu
pengetahuan dengan beberapa gerakan-gerakannya yang
terorganisir.
Kesehatan mental, dalam perkembangannya
dipengaruhi oleh gagasan, pemikiran, dan inspirasi dari tokoh
perintisnya yaitu Dorothea Lynde Dix dan Clifford
Whittingham Beers. Kedua tokoh itu lebih menekankan pada
pencegahan gangguan mental dan pertolongan yang
diperuntukkan bagi orang-orang lemah dan miskin.
Lahir pada tahun 1802 dan meninggal pada tahun 17
Juli 1887, Dorothea Lynde Dix merupakan seorang guru
sekolah di Massachusets. Ia menaruh perhatian pada orang-
orang yang mengalami gangguan mental. Sebagai sang
perintis (pioneer), ia memberikan pengobatan terhadap orang
dengan gangguan mental secara lebih manusiawi. Perjuangan
untuk mengobati orang-orang yang memiliki gangguan jiwa,
ia lakukan selama 40 tahun.
Pada awalnya, usaha Dix pertama kali diarahkan bagi
para pasien gangguan mental di rumah sakit, kemudian
berlanjut pada orang-orang yang mengalami gangguan
mental yang dikurung di rumah-rumah penjara. Usaha yang
ia lakukan telah menggugah kesadaran masyarakat untuk
memperhatikan kebutuhan para penderita gangguan mental.
Sehingga pada saat itu didirikan 32 rumah sakit jiwa di
Amerika Serikat, dan Dix sebagai salah satu pendirinya yang
layak mendapat pujian sebagai wanita berjasa besar pada
abad 19 atas usaha-usaha tak kenal lelah yang telah
dilakukannya.
Gerakan-gerakan dalam kesehatan mental secara formal
mulai muncul pada tahun 1909. Dalam dekade 1900-1909
beberapa organisasi berkaitan dengan kesehatan mental yang
telah didirikan, misalnya American Social Hygiene
Association (ASHA), dan American Federation for Sex
Hygiene.
Perkembangan gerakan-gerakan dalam bidang
kesehatan mental, tak terlepas dari jasa Clifford Whittingham
Beers (1876-1943). Pengalamannya yang luas dalam bidang
pencegahan dan pengobatan gangguan mental dengan cara
yang manusiawi sehingga Ia dinobat sebagai “The Founder
of the Mental Hygiene Movement”.
Pengalaman Beers sebagai pasien di beberapa rumah
sakit jiwa yang berbeda, menjadikan ia semakin
mendedikasikan dirinya dalam bidang kesehatan mental.
Selama di rumah sakit, ia mendapatkan pelayanan atau
pengobatan yang kurang manusiawi (keras dan kasar), karena
pada saat itu belum ada perhatian terhadap masalah gangguan
mental serta penanganannya.
Selama 2 tahun mendapatkan perawatan di rumah sakit,
Beers mulai memperbaiki diri dan mulai mengembangkan
gagasannya pada tahun terakhir saat ia menjadi paseien.
Gagasan yang dicetuskannya yaitu mengenai gerakan untuk
melindungi orang-orang yang mengalami gangguan mental
(insane / orang gila). Setelah ia sembuh dari gangguan mental
dan menjalani kehidupan normal, pada tahun 1908 ia
menindaklanjuti gagasannya dan mempublikasikan
autobiografinya dengan judul “Mind That Found It Self”
sebagai orang yang pernah menderita gangguan mental, yang
kemudian buku tersebut mendapat sambutan baik dari
William James, seorang pakar psikologi.
Beers dalam bukunya yang terbit pada tahun 1908,
memberikan tanggapan dan koreksi terhadap program
pelayanan, perlakuan (treathment) yang diberikan kepada
para pasien di rumah sakit-rumah sakit yang dianggap kurang
manusiawi. Ia meyakini bahwa gangguan mental dapat
dicegah dan dapat pula disembuhkan. Sehingga ia
mereformasi lembaga-lembaga yang memberikan perawatan
pada orang- orang yang menderita gangguan mental.
Selanjutnya, Beers merancang suatu program yang
bersifat nasional dengan tujuan sebagai berikut(Yusuf 2011).
Pertama, mereformasi program perawatan dan pengobatan
terhadap orang-orang yang mengidap penyakit jiwa, yakni
yang memiliki gangguan mental. Kedua, melakukan
penyebaran informasi kepada masyarakat agar mereka
memiliki pemahaman dan sikap positif terhadap para pasien
gangguan mental. Ketiga, mendorong dilakukannya
penelitian mengenaikasus-kasus dan pengobatan gangguan
mental.
Keempat, mengembangkan praktik-praktik dalam
pencegahan gangguan mental.
Gagasan Beers dalam programnya tersebut mendapat
respon positif dari para pakar seperti pakar psikologi yakni
William James dan pakar psikiatri yakni Adolf Meyer. Adolf
Meyer menyarankan agar gerakan dari program tersebut
dengan nama “Mental Hygiene”.
Gagasan Beers dalam terbitan bukunya tersebut
memunculkan organisasi pertama yaitu Connecticut Society
for Mental Hygiene. Kemudian pada tanggal 19 Februari
1909 yakni tepat setelah satu tahun organisasi pertama
didirikan, didirikan pula National Committee for Mental
Hygiene, dengan Beers sebagai sekretaris dalam organisasi
tersebut. Organisasi National Committee for Mental Hygiene
bertujuan untuk beberapa hal. Pertama, melindungi
kesehatan mental masyarakat. Kedua, menyusun standar
perawatan bagi orang yang memiliki gangguan mental.
Ketiga, meningkatkan studi tentang gangguan mental dalam
segala bentuknya serta aspek yang berkaitan dengan
gangguan mental. Keempat, memperluas pengetahuan
mengenai kasus-kasus gangguan mental yang dialami oleh
orang yang terganggu mentalnya. Kelima, mengkoordinir
lembaga-lembaga perawatan gangguan mental.
Menurut Deutsch, perkembangan gerakan kesehatan
mental pada pasca-Perang Dunia I memfokuskan bantuan
bagi orang yang mengalami masalah serius “war neurosis”.
Setelah perang dunia berakhir, gerakan “mental hygiene”
semakin berkembang pesat serta lingkup cakupannya
semakin luas dalam berbagai bidang, misalnya kesehatan
masyarakat, pendidikan, industri, pengobatan umum, kerja
sosial, kriminologi, dan bidang-bidang lainnya.
Legalitas hukum gerakan mental hygiene yakni pada tanggal
03 Juli 1946, saat Presiden Amerika Serikat menandatangani
The National Mental Health Act. Naskah tersebut merupakan
blueprint yang komprehensif mengenai program jangka
panjang yang dimaksudkan utnuk meningkatkan
kesejahteraanmasyarakat dengan meningkatkan kualitas
kesehatan mentalya. Tujuan dalam naskah The National
Mental Health Act meliputi beberapa hal. Pertama,
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan
meningkatkan kesehatan mental seluruh warga masyarakat
Amerika Serikat melalui beberapa langkah yang dapat
dilakukan seperti penelitian, investigasi, eksperimen,
pemaparankasus-kasus, diagnosis sampai kepada perawatan
dan pengobatannya. Kedua, membantu lembaga-lembaga
pemerintah dan swasta yang melakukan penelitian tentang
kesehatan mental dalam melakukan kegiatan serta aplikasi
dari hasil penelitian mereka. Ketiga, memberikan pelatihan
kepada para personel tentang kesehatan mental. Keempat,
membantu negara dalam menerapkan dan mengembangkan
berbagai metode pencegahan, diagnosis, perawatan, dan
pengobatan pada pasien yang mengalami gangguan mental.
Program tersebut merupakan aksi yang luar biasa, yang
selanjutnya dihibahkan dana yang cukup besar pada National
Institute of Mental Health yaitu sebesar $7.500.000 untuk
melengkapi fasilitas rumah sakit termasuk gedung dan
perlengkapan laboratorium. National Institute of Mental
Health juga menjadi lembaga Pusat Penelitian Klinis
(Clinical Research Centre) yang berfungsi sebagai pusat
penelitian dan investigasi berkaitan dengan masalah-masalah
mental. Selang tiga tahun semenjak beroperasinya program
tersebut, dihibahkan lagi dana bantuan sebesar $5.5700.000
untuk program pendidikan sarjana dan pascasarjana; serta
$1..377.862 untuk dana penelitian yang berkaitan dengan
kesehatan mental.
Organisasi Mental Hygiene mengalami perkembangan
terus-menerus secara signifikan. Pada tahun 1950 didirikan
National Associatiom for Mental Health yang bekerjasama
dengan organisasi swadaya masyarakat lainnya yakni
National Committee for Mental Hygiene, National Mental
Health Foundation, dan Psychiatric Foundation.
Perkembangan gerakan Mental Hygiene sangat pesat.
Hal tersebut ditunjukkan dengan terdapatnya lebih dari seribu
gerakan-gerakan kesehatan mental di Amerika Serikat pada
tahun 1975. Pada belahan dunia lainnya, kesejahteraan
mental terus digalakkan oleh The World Federation for
Mental Health dan The World Health Organization yang
merupakan gerakan terkait kesehatan mental.
BAB 2
KONSEP DASAR KESEHATAN MENTAL

A. Makna Kesehatan Metal


Di Dalam buku Mental Hygiene, Kesehatan mental
berkaitan dengan beberapa hal. Pertama, bagaimana
seseorang memikirkan, merasakan dan menjalani keseharian
dalam kehidupan; Kedua, bagaimana seseorang memandang
diri sendiri dan orang lain; dan Ketiga, bagaimana seseorang
mengevaluasi berbagai alternatif solusi dan bagaimana
mengambil keputusan terhadap keadaan yang dihadapi(Yusuf
2011).
Kesehatan mental merujuk pada kesehatan seluruh
aspek perkembangan seseorang, baik fisik maupun psikis.
Kesehatan mental juga meliputi upaya-upaya dalam
mengatasi stress, ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri,
bagaimana berhubungan dengan orang lain, serta berkaitan
dengan pengambilan keputusan.
Kesehatan mental tiap individu berbeda dan mengalami
dinamisasi dalam perkembangannya. Karena pada
hakitkatnya manusia dihadapkan pada kondisi dimana ia
harus menyelesaikannya dengan beragam alternatif
pemecahannya. Adakalanya, tidak sedikit orang yang pada
waktu tertentu mengalami masalah-masalah kesehatan mental
dalam kehidupannya.
Menurut Daradjat, kesehatan mental merupakan
keharmonisan dalam kehidupan yang terwujud antara fungsi-
fungsi jiwa, kemampuan menghadapi problematika yang
dihadapi, serta mampu merasakan kebahagiaan dan
kemampuan dirinya secara positif (Daradjat 1988).
Selanjutnya ia menekankan bahwa kesehatan mental adalah
kondisi dimana individu terhindar dari gejala-gejala
gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala penyakit jiwa
(psychose).
Menurut H.C. Witherington, permasalahan kesehatan
mental menyangkut pengetahuan serta prinsip-prinsip yang
terdapat lapangan psikologi, kedokteran, psikiatri, biologi,
sosoilogi, dan agama. Kesehatan mental adalah ilmu yang
meliputi sistem tentang prinsip-prinsip, peraturan-peraturan
serta prosedur-prosedur untuk mempertinggi kesehatan
ruhani. Orang yang sehat mentalnya ialah orang yang dalam
ruhani atau dalam hatinya selalu merasa tenang, aman,
tenteram (Jalaluddin 2015). Pengertian lainnya tentang
kesehatan mental, yakni terwujudnya keserasian yang
sesungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan
terciptanya penyesuain diri antara manusia dengan dirinya
sendiri dan lingkungannya berlandaskan keimanan dan
ketaqwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup yang
bermakna dan bahagia dunia dan akhirat (Hasneli 2014).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kesehatan
mental adalah suatu kondisi seseorang yang memungkinkan
berkembangnya semua aspek perkembangan, baik fisik,
intelektual, dan emosional yang optimal serta selaras dengan
perkembangan orang lain, sehingga selanjutnya mampu
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Gejala jiwa atau
fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan, kemauan, sikap,
persepsi, pandangan dan keyakinan hidup harus saling
berkoordinasi satu sama lain, sehingga muncul keharmonisan
yang terhindar dari segala perasaan ragu, gundah, gelisah dan
konflik batin (pertentangan pada diri individu itu sendiri).

B. Kesehatan Mental Berdasarkan World Health


Organization
(WHO)
Kesehatan merupakan suatu hal yang penting untuk
diperhatikan dan dijaga, baik kesehatan fisik, mental maupun
sosial untuk mencapai kondisi yang harmonis. Menurut
WHO (The World Health Organization), sehat adalah suatu
kondisi yang lengkap secara fisik, metal dan kesejahteraan
sosial, disamping itu tidak ada penyakit atau kelemahan yang
dimiliki(Treaties 1946). Definisi sehat tidak hanya berkaitan
dengan fisik semata, namun juga berkaitan dengan sehat
secara psikis dan mencapai ‘kesejahteraan’ sosial.
Selanjutnya, WHO mendefinisikan tentang kesehatan
mental sebagai kondisi kesejahteraan individu yang
menyadari potensinya sendiri, dapat mengatasi tekanan
kehidupan yang normal, dapat bekerja secara produktif dan
berbuah, dan mampu memberikan kontribusi kepada
komunitasnya (“WHO
| Mental health: a state of well-being” t.t.).
Kesehatan mental merujuk pada bagaimana individu
mampu menyesuaikan diri serta berinteraksi baik dengan
lingkungan sekitarnya, sehingga individu terhindar dari
gangguan mental.
Terdapat beberapa istilah dalam mengungkapkan
kesehatan mental yaitu mental hygiene dan psiko-hygiene.
Kedua perbedaan istilah tersebut, sebenarnya tidak ada
perbedaan yang mendasar. Namun istilah yang sering dipakai
saat ini adalah kesehatan mental atau mental health.

C. Karakteristik Kesehatan Mental


Karakteristik kesehatan mental dapat dilihat dari ciri-
ciri mental yang sehat. Berikut ini merupakan ciri-ciri mental
yang sehat (Yusuf 2011), yakni :
1. Terhindar dari gangguan jiwa.
Terdapat 2 Kondisi kejiwaan yang terganggu yang
berbeda satu sama lain, menurut Darajat(Daradjat 1975) yaitu
gangguan jiwa (neurose) dan penyakit jiwa (psikose). Ada
perbedaandiantara dua istilah tersebut. Pertama, neurose
masih mengetahui dan merasakan kesukarannya, sementara
psikose tidak, individu dengan psikose tidak mengetahui
masalah/kesulitan yang tengah dihadapinya.
Kedua, kepribadian neurose tidak jauh dari realitas dan
masih mampu hidup dalam realitas dan alam nyata pada
umumnya, sedangkan kepribadian psikose terganggu baik
dari segi tanggapan, perasaan/emosi, serta dorongan-
dorongannya, sehingga individu dengan psikose ini tidak
memiliki integritas sedikitpun dan hidup jauh dari alam
nyata.
Mental yang sehat merupakan mental yang terhindar
baik dari gangguan mental, maupun penyakit mental. Dalam
hal ini, individu dengan mental yang sehat, mampu hidup di
alam nyata dan mampu mengatasi masalah yang
dihadapinya.
2. Mampu menyesuaikan diri.
Penyesuain diri (self adjustment) adalah proses dalam
memperoleh/pemenuhan kebutuhan (needs
satisfaction), sehingga individu mampu mengatasi stres,
konflik, frustasi, serta masalah-masalah tertentu melalui
alternatif cara-cara tertentu.
Seseorang dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri
yang baik apabila ia mampu mengatasi kesulitan dan
permasalahan yang dihadapinya, secara wajar, tidak
merugikan diri sendiri dan lingkungannya, dan sesuai dengan
norma sosial dan agama.
3. Mampu memanfaatkan potensi secara maksimal
Selain mampu menghadapi permasalahan yang dihadapi
dengan berbagai alternatif solusi pemecahannya, hal penting
lainnya yang merupakan indikasi sehat secara mental adalah
secara aktif individu mampu memanfaatkan kelebihannya.
Yaitu dengan cara mengeksplor potensi semaksimal
mungkin.
Memanfaatkan potensi secara maksimal dapat
dilakukan dengan keikut sertaan secara aktif oleh individu
dalam berbagai macam kegiatan yang positif serta konstruktif
bagi pengembangan kualitas dirinya. Misalnya dengan
kegiatan belajar (di rumah, sekolah, atau lingkungan
masyarakat), bekerja, berorganisasi, olahraga, pengembangan
hobi serta kegiatan-kegiatan positif lainnya yang mampu
memicu eksplorasi potensi masing-masing individu.
4. Mampu mencapai kebahagiaan pribadi dan orang lain
Poin ini dimaksudkan pada segala aktifitas individu yang
mencerminkan untuk mencapai kebahagiaan bersama.
Individu dengan mental yang sehat menunjukkan perilaku
atau respon terhadap situasi dalam memenuhi kebutuhannya,
dengan perilakuatau respon positif. Respon positif tersebut
berdampak positif pula baik bagi dirinya sendiri maupun
orang lain.
Tidak mengorbankan hak orang lain demi kepentingan diri
sendiri, serta tidak mencari kesempatan / keuntungan diatas
kerugian orang lain, merupakan bagian dari pencapaian
kebahagiaan pribadi dan orang lain. Individu dengan
gambaran diatas selalu berupaya untuk mencapai
kebahagiaan bersama tanpa merugikan diri sendiri dan orang
lain.
Berikut merupakan ciri kejiwaan yang sehat menurut
Sikun (Yusuf 2011), yakni;
1. Memiliki perasaan aman, yang terbebas dari rasa
cemas.
2. Memiliki harga diri yang mantap.
3. Spontanitas dalam kehidupan dengan memiliki
emosi yang hangat & terbuka.
4. Memilikui keinginan-keinginan duniawi yang
wajar sekaligus seimbang, dalam artian mampu
memuaskannya secara positif dan wajar pula.
5. Mampu belajar mengalah dan merendahkan diri
sederajat dengan oran lain.
6. Tahu diri, yakni mampu menilai kekuatan dan
kekurangan dirinya baik dari segi fisik maupun
psikis, secara tepat dan obyektif.
7. Mampu memandang fakta sebagai realitas dengan
memperlakukannya sebagaimana mestinya (tidak
berkhayal).
8. Toleransi terhadap ketegangan atau sres, artinya
tidak panik saat menghadapi masalah sehingga
tetap positif antara fisik, psikis, dan sosial.
9. Memiliki integrasi dan kemantapan dalam
kepribadiannya.
10. Mempunyai tujuan hidup yang adekuat (positif
dan konstruktif).
11. Memiliki kemampuan belajar dari pengalaman.
12. Mampu menyesuaikan diri dalam batas-batas
tertentu sesuai dengan norma-norma kelompok
serta tidak melanggar aturan-aturan yang telah
disepakati bersama atau aturan yang ditentukan
dalam kelompok.
13. Memiliki kemampuan untuk tidak teikat penuh
oleh kelompok. Artinya memiliki pendirian sendiri
sehingga mampu menilai baik-buruk maupun
benar-salah mengenai kelompoknya.
Menurut WHO, menyebutkan bahwa karakteristik
mental yang sehat adalah sebagai berikut.
1. Mampu belajar sesuatu dari pengalaman,
2. Mampu beradaptasi,
3. Lebih senang memberi daripada menerima,
4. Lebih cenderung membantu daripada dibantu,
5. Memiliki rasa kasih sayang,
6. Memperoleh kesenangan dari segala hasil
usahanya,
7. Menerima kekecewaan dengan menjadikan
kegagalan sebagai
pengalaman, serta
8. Selalu berpikir positif (positive thinking).
Secara rinci, Yusuf menyebutkan karakteristik pribadi
yang sehat mentalnya pada tabelberikut ini(Yusuf 2011).
TABEL 3
KARAKTERISTIK PRIBADI YANG SEHAT
MENTAL
Aspek Pribadi Karakteristik
1. Fisik a. Perkembangannya normal
b. Berfungsi untuk melakukan tugas-tugasnya
c. Sehat, tidak sakit-sakitan
2. Psikis a. Respek terhadap diri sendiri dan orang lain
b. Memiliki insight dan rasa humor
c. Memiliki respons emosional yang wajar
d. Mampu berpikir realistik dan objektif
e. Terhindar dari gangguan-
gangguan psikologis
f. Bersifat kreatif dan inovatif
g. Bersifat terbuka dan fleksibel, tidak difensif
h. Memiliki perasaan bebas untuk memilih,
menyatakan pendapat dan bertindak
3. Sosial a. Memiliki perasaan empati dan rasa kasih
sayang (affection) terhadap orang lain, serta
senang untuk memberikan pertolongan
kepada orang-orang yang memerlukan
pertolongan (sikap altruis)
b. Mampu berhubungan dengan orang lain
secara sehat, penuh cinta kasih dan
persahabatan
c. Bersifat toleran dan mau menerima tanpa
memandang kelas sosial, tingkat
pendidikan, politik, agama, suku, ras atau
warnakulit
4. Moral- a. Beriman kepada Allah, dan taat
Religiu mengamalkan ajaran-Nya
s b. Jujur, amanah (bertanggung jawab) dan
ikhlas dalam beramal

Dari beberapa uraian mengenai karakteristik kesehatan


mental tidak hanya mencakup ciri sehatnya aspek fisik,
melainkan juga aspek lainnya yakni psikis, sosial, serta
moral-religius, dimana semua aspek tersebut harus
seimbang satu sama lain serta berjalan harmonis menuju
pada kesejahteraan individu yang bersangkutan.
D. Ruang Lingkup Kesehatan Mental
Kesehatan mental dapat diterapkan di semua unit
kehidupan sosial, misalnya lingkungan keluarga, sekolah,
serta lingkungan sosial pada umumnya. Penerapan serta
pengembangan kesehatan mental di unit-unit sosial
terorganisir ini didasarkan pada prinsip psikologis. Artinya,
perkembangan kesehatan mental individu ditentukan oleh
kualitas kondisi psikologis / iklim lingkungan dimana
individu berada.
1. Kesehatan Mental dalam Keluarga
Penerapan kesehatan mental dalam keluarga sangat
penting untuk tercapainya suasana yang harmonis antar
anggota keluarga. Apabila hubungan interpersonal
keluarga misalnya, antar suami-istri, orangtua-anak, atau
antar saudara kurang harmonis, maka dalam keluarga
tersebut akan tercipta iklim psikologis yang tidak kondusif
dan tidak nyaman. Contohnya, sikap permusuhan, sibling
rivalry yang tidak sehat sehigga meneyebabkan iri hati
(cemburu), terjadinya pertengkaran, tidak memperhatikan
nilai-nilai moral. Suasana yang demikian kemudian dapat
menyebabkan individu dalam keluarga, khususnya anak
mengalami kesulitan atau bahkan kegagalan dalam
perkembangan untu mencapai mental yang sehat.
Sehingga sangatlah penting bagi suami istri dalam
mengelola keluarga untuk menciptakan suasana yang
kondusif dalam keluarga terutama bagi anak. Maka dari itu
konsep keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah
untuk memahami konsep-konsep atau prinsip-prinsip
kesehatan mental, sangat diperlukan karena berfungsi
untuk mengembangkan mental yang sehat serta mencegah
terjadinya mental yang sakit pada anggota keluarga.

2. Kesehatan Mental di Sekolah


Jika kesehatan mental di dalam keluarga dipengaruhi
oleh iklim psikologis dalam keluarga, maka kesehatan
mental di sekolah didasarkan pada asumsi bahwa
“perkembangan kesehatan mental peserta didik
dipengaruhi oleh iklim sosio emosional di sekolah.”
Pengetahuan serta pemahaman pimpinan sekolah,
para guru, terutama guru BK atau konselor tentang
kesehatan mental sangatlah penting. Pimpinan dan para
guru dapat menciptakan iklim kehidupan sekolah, baik
fisik, emosional, sosial, mapun moral spiritual dalam
rangka perkembangan kesehatan mental siswa yang
optimal. Di sisi lain dapat pula memantau gejala gangguan
mental para siswa sejak dini. Dengan pemahaman akan
kesehatan mental siswa, guru dapat memahami masalah
kesehatan mental yang dapat ditangani sendiri serta
masalah yang membutuhkan penanganan khusus yang
dapat dirujuk kepada para ahli yang lebih profesional.
Para guru di SLTP dan SLTA penting dalam
memahami kesehatan mental siswanya yang berada pada
masa transisi. Tidak sedikit siswa yang mengalami
kesulitan mengembangkan mentalnya karena terhambat
oleh masalah-masalahnya, seperti penyesuaian diri,
konflik dengan orang tua atau teman, masalah pribadi,
masalah akademis , dan masalah lainnya yang dapat
menghambat ekplorasi potensi siswa, bahkan dapat
menyebabkan stres.

3. Kesehatan Mental di Tempat Kerja


Peranan penting lingkungan kerja dalam kehidupan
manusia, juga tidak dapat dipandang sebelah mata.
Lingkungan kerja tidak hanya menjadi tempat mencari
nafkah, ajang persaingan bisnis, dan peningkatan
kesejahteraan hidup, tetapi juga menjadi sumber stres yang
memberikan dampak negatif terhadap kesehatan mental
bagi semua orang yang berinteraksi di tempat tersebut,
misalnya individu yang terkait di dalamnya diantaranya
adalah pejabat, pimpinan, pegawai atau karyawan.
Masalah yang mengakibatkan gangguan mental di
tempat kerja, diantaranya diakibatkan oleh stres. Stres
yang sering muncul di lingkungan kerja, diantaranya
adalah:
a. Kekecewaan atas kurang terjaminnya kesejahteraan,
dalam hal ini, honor atau gaji serta tunjangan yang
diterima tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari
b. Konflik di tempat kerja dengan personil lainnya,
contohnya dengan atasan, kolega atau dengan partner
c. Pekerjaan yang sedang dijalani tidak sesuai
dengan
passion serta kemampuan dirinya
d. Kompetisi atau persaingan yang tidak sehat yang
terjadi antar pimpinan atau karyawan
e. Beban kerja yang terlalu berat, terlebih tidak
sebanding dengan honor yang dibayarkan
f. Lingkungan kerja yang kurang kondusif, misalnya
terlalu bisng, kotor, sumpek, ventilasi udara yang tidak
ideal
g. Waktu istirahat yang kurang
h. Hari libur yang kurang jika dibandingkan dengan
rutinitas bekerja yang terlalu padat
i. Tidak adanya komunikasi terbuka antara pimpinan
dan karyawan
j. Jenjang karir atau kenaikan pangkat/golongan
yang tidak tertata dengan baik
k. Pegawai/karyawan kurang diberikan kesempatan untuk
menunaikan ibadah sesuai keyakinan.
Apabila masalah-masalah tersebut menimpa suatu
lembaga atau perusahaan, maka akan terjadi stagnasi
produktivitas kerjadi di kalangan pimpinan atau karyawan.
Jika hal ini terjadi, maka tinggal menunggu kebangkrutan
lembaga atau perusahaan tersebut.
Sehingga untuk tercapainya keberhasilan,
keuntungan serta produktivitas kerja pawa
karyawan/pegawai, maka pimpinan seyogyanya
memperhatikan kesehetan mental kara bawahannya agar
tercipta kondisi yang kondusif. Maka para pimpinan
lembaga pemerintah/swasta penting dalam
mengembangkan kiat-kiat untuk mencegah terjadinya
masalah mental seperti gangguan emosional dengan
meminimalisir sumber yang dapat menyebabkan stres
berlebih.

4. Kesehatan Mental di Bidang Politik


Di bidang politik, tentu kesehatan mental sangat
diperlukan. Indikasi gangguan mental pada ranah ini
contohnya adalah pemalsuan ijazah, money politic,
KKN, khianat kepada rakyat dan stres yang
menimbulkan perilaku agresif karena gagal menjadi
calon legislatif, dan lain-lain.
Contoh fenomena mengenai gangguan mental
pada bidang politik ini adalah, Presiden Nixon yang
pernah mengalami ketidakstabilan emosi saat
menghadapi
skandal Watergate. sama halnya dengan gangguan
emosi yang dialami oleh Thomas Eagleton. Ia
mengalami depresi akibat gagal dari pencalonannya
sebagai wakil presiden dari partai demokrat di Amerika.
Ia menjalani perawatan melalui electroshock therapy.

5. Kesehatan Mental di Bidang Hukum


Pemahaman mengenai kesehatan mental penting
dimiliki oleh hakim, agar dapat mendeteksi tingkat
kesehatan mental terdakwa atau para saksi saat proses
pengadilan berlangsung, dimana sangat berpengaruh
terhadap pengambilan keputusan hukum. Tidak hanya
hakim, namun segenap individu yang berkecimpung di
bidang hukum ini seyogyanya memiliki mental yang
sehat, sehingga dengan terbentuknya mental yang sehat,
individu lebih mampu bekerja sesuai tupoksinya.

6. Kesehatan Mental Kehidupan Beragama


Berbagai pendekatan dapat digunakan dalam
mengatasi gangguan mental pada individu. Pendekatan
agama merupakan bentuk pendekatan dalam
penyembuhan gangguan psikologis, yang merupakan
bentuk paling lama diterapkan dibandingkan dengan
pendekatan-pendekatan lainnya. Hal tersebut dibuktikan
dengan penyebaran agama yang dilakukan oleh para
nabi melakukan therapeutik dalam menyembuhkan
penyakit rohaniah umat, pada beberapa abad yang lalu
Semakin kompleks kehidupan individu, maka
semakin penting penerapan kesehatan mental yang
bersumber dari agama dalam rangka mengembangkan
kesehatan mental manusia serta mengatasi gangguan
mental yang tengah dihadapinya.
Di era revolusi industri 4.0 ini ada kecenderungan
individu yang mulai memudar terhadap nilai-nilai
agama, sehinggatausiyah, mau’idlah hasanah, dialog
keagamaan dengan para ahli agama sangat diperlukan.
Hal ini berkenaan dengan bagaimana mengembangkan
wawasan keagamaan serta mengatasi permasalahan
kehidupan melalui pendekatan agama, sehingga
terbentuk mental yang sehat.
E. Aturan-aturan Kesehatan Mental
Prinsip-prinsip kesehatan mental merujuk pada hakikat
kesehatan mental serta kriterianya, yaitu kondisi yang dapat
membentuk hubungan antara kesehatan mental, kepribadian
dengan aspek-aspek lainnya yang beragam. Prinsip-prinsip
kesehatan mental menurut Schneiders didasarkan pada
beberapa kategori(Schneiders 1964), yakni pertama, hakikat
manusia sebagai organisme; kedua, hubungan manusia
dengan lingkungannya; ketiga, Hubungan manusia dengan
Tuhan.
1. Prinsip Berdasarkan Hakikat Manusia Sebagai
Organisme
a. Kesehatan mental dan penyesuaian diri bergantung
pada kondisi jasmani yang baik dan integritas
organisme.
b. Untuk memelihara kesehatan mental dan penyesuaian
diri, maka perilaku individu harus sesuai dengan
hakikatnya sebagai manusia yang memiliki moral,
intelektual, agama, emosional, dan sosial.
c. Kesehatan mental dan penyesuaian diri dapat dicapai
melalui integrasi dan kontrol diri, baik dalam cara
berpikir, berimajinasi, memuaskan keinginan,
mengekspresikan perasaan, serta bertingkah laku.
d. Dalam mencapai dan memelihara kesehatan mental
dan penyesuaian diri, diperlukan pengetahuan serta
pemahaman diri yang luas mengenai diri sendiri (self
insight).
e. Kesehatan memerlukan konsep diri (pengetahuan dan
sikap terhadap kondisi fisik dan psikis diri sendiri)
secara sehat yang meliputi penerimaan diri serta
penghargaan terhadap status diri sendiri secara
realistik dan wajar.
f. Untuk mencapai kesehatan mental dan penyesuaian
diri, maka pemamhaman diri (self insight) dan
penerimaan diri (self acceptance), hendaknya disertai
dengan upaya-upaya perbaikan diri (self improvement)
serta perwujudan diri.
g. Kesehatan mental dan penyesuaian diri yang baik
dalam mencapai kestabilan dapat dilakukan dengan
mengembangkan moral yang luhur dari dalam diri
sendiri, misalnya dengan mengembangkan sikap adil,
hati-hati, keteguhan hati, semangat, integritas pribadi,
rendah hati, kejujuran, dan segala bentuk sikap positif
yang dapat dikembangkan berkenaan dengan
pengembangan moral masing-masing individu.
h. Pencapaian dan pemeliharaan kesehatan mental dan
penyesuaian diri bergantung pada penanaman dan
pengembangan kebiasaan yang baik (good habits).
i. Kestabilan mental dan penyesuaian diri menuntut
adanya kemampuan melakukan perubahan sesuai
dengan keadaan (kondisi kingkungan) dan
kepribadian.
j. Kesehatan mental dan penyesuaian diri memerlukan
usaha yang terus menerus untuk mencapai kematangan
berpikir, mengambil keputusan, mengekspresikan
emosi, dan melakukan tindakan.
k. Kesehatan mental dan penyesuaian diri dapat dicapai
dengan belajar mengatasi konflik dan frustasi serta
ketegangan-ketegangan secara efektif.

2. Prinsip Berdasarkan Hubungan Manusia dengan


Lingkungannya
a. Kesehatan mental dan penyesuaian diri bergantung
pada hubungan antar pribadi yang harmonis, terutama
dalam kehidupan keluarga.
b. Penyesuaian diri yang baik serta ketenangan batin
bergantung pada kepuasan dalam bertindak, misalnya
dalam bekerja.
c. Kesehatan mental dan penyesuaian diri dicapai
dengan sikap yang realistik, termasuk penerimaan
terhadap kenyataan secara sehat dan objektif.

3. Prinsip Berdasarkan Hubungan Manusia dengan Tuhan


a. Kestabilan mental tercapai dengan perkembangan
kesadaran terhadap dzat yang lebih luhur daripada
dirinya sendiri tempat ia bergantung, yakni Allah
SWT.
b. Kesehatan mental dan ketenangan batin (equanimity)
dicapai dengan kegiatan yang tetap dan teratur dalam
hubungan manusia dengan Tuhan, misalnya melalui
shalat dan berdo’a
F. Tujuan & Manfaat Kesehatan Mental bagi Kehidupan
Individu Manusia diciptakan dengan fitrahnya, yakni
menginginkan kehidupan yang bahagia, nyaman, sejahtera
dan sesuai keinginannya, baik secara pribadi maupun dalam
kelompoknya. Dalam upaya mencapai keinginan-keinginan
tersebut, kesehatan mental memegang peranan penting dalam
kehidupan individu. Berikut akan dipaparkan mengenai
tujuan dan fungsi kesehatan mental bagi kehidupan individu.
1. Tujuan Kesehatan Mental
Menurut Sudari, tujuan kesehatan mental adalah:
a) Mengusahakan agar manusia memiliki kemampuan
yang sehat
b) Mengusahakan pencegahan terhadap timbulnya
sebab- sebab gangguan metal dan penyakit mental.
c) Mengusahakan pencegahan berkembangnya
bermacam-macam ganguan mental dan penyakit
mental.
d) Mengurangi atau mengadakan penyembuhan
terhadap ganguan dan penyakit mental.(Sundari HS
2005)
Dari uraian tujuan kesehatan mental diatas,
bahwasanya kesehatan mental dapat tercapai apabila
masing-masing individu berkemauan dalam mencegah
timbulnya gangguan jiwa maupun penyakit jiwa.
Agar tercapai tujuan kesehatan mental, maka
diperlukan berbagai upaya yang hendaknya dilakukan oleh
masing-masing individu, diantaranya adalah usaha
preservatif (pemeliharaan); prefentif (pencegahan); suportif
(development / improvement, yakni pengembangan /
peningkatan), dan amelioratif/korektif (perbaikan).
Upaya- upaya tersebut juga merupakan fungsi dari
kesehatan mental yang akan dipaparkan dalam
pembahasan berikutnya.

2. Fungsi Kesehatan Mental


Kesehatan mental berfungsi dalam memelihara dan
mengembangkan kondisi mental individu agar sehat,
serta terhindar dari mental illness (sakit mental). Fungsi-
fungsi kesehatan mental dapat digambarkan melalui main
mappping berikut ini.
Prevention

Mental
Amelioration yang Sehat

Preservation
FUNGSI
KESEHATAN
MENTAL

Pemaparan mengenai fungsi kesehatan mental,


Pertama, prevention (preventif/pencegahan); kedua,
amilioration (amelioratif/kuratif/perbaikan); ketiga,
preservation (preservasi/pengembangan) atau development
(pengembangan) / improvement (meningkatkan).
1) Prevention (preventif/pencegahan)
Kesehatan mental berfungsi untuk mencegah
terjadinya kesulitan atau gangguan mental sehingga
terhindar dari penyakit mental. Fungsi ini menerapkan
prinsip-prinsip yang berupaya agar tercapai mental
yang sehat, misalnya dengan memelihara kesehatan
fisik serta pemenuhan atas kebutuhan psikologis. Cara
yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga
kesehatan fisik (physical health) serta pemenuhan
kebutuhan psikologis, seperti memperoleh kasih
sayang, rasa aman, penghargaan diri, aktualisasi diri
sebagai mana mestinya sehingga individu mampu
memaksimalkan potensi yang dimilikinya.
Penerapan kesehatan mental di semua lingkup
hidupnya (di rumah, sekolah, tempat kerja dan
lingkungan lainnya), sangat menentukan mental yang
sehat serta dapat mencegah dari gangguan mental. Di
lingkungan rumah, sikap dan perlakuan yang hangat
dari orangtua, kasih sayang, penerimaan diri serta
penghargaan oleh orang-orang di sekitar individu,
sangat memungkinkan untuk mengembangkan
hubungan interpersonal yang baik.
Hubungan interpersonal yang baik antar keluarga
dapat menciptakan suasana kondusif yang juga dapat
mendukung perkembangan mental anak yang sehat.
Kesehatan mental anak ditandai dengan kondisi anak
yang bahagia, ceria, serta mampun menyesuaikan diri
di lingkungannya seperti mampu bermain dengan
teman

2) Amelioration (amelioratif/kuratif/korektif/perbaikan)
Fungsi ini merupakan upaya perbaikan diri dalam
meningkatkan kemampuan untuk menyesuaikan diri.
Selanjutnya, perilaku individu dan mekanisme
pertahanan diri dapat terkontrol dengan baik.
Anak-anak yang mengalami kesulitan dalam
perkembangan psikisnya yang tampak melalui
perilakunya, misalnya, tantrum, perilaku ngempol
(mengemut jempol), perilaku agresif dan perilaku
lainnya yang membutuhkan perbaikan, maka perilaku
tersebut penting menggunakan fungsi amelioratif
dalam kesehatan mental.

3) Preservation (preservasi/pengembangan) atau


development (pengembangan) / improvement
(meningkatkan)
Preservatif atau supportif merupakan fungsi
pengembangan yang merupakan upaya dalam
mengembangkan kerpibadian atau mental yang sehat,
agar seseorang mampu meminimalisir kesulitan-
kesulitan dalam perkembangan psikisnya.
Kesehatan mental penting untuk dikembangkan,
namun tidak setiap orang dapat mencapai mental yang
sehat dengan mudah. Ada orang dengan kondisi
mental yang sehat dan perlu pencegahan terhadap
gangguan- gangguan mental, namun beberapa
diantaranya mengalami hambatan dalam
perkembangan mentalnya. Sehingga masing-masing
individu berbeda dalam penerapan fungsi kesehatan
mentalnya, baik preventif, amelioratif, maupun
preservatif.
Kondisi kesehatan mental yang sulit dicapai, akan
berkembang pribadi yang memiliki mental yang sakit
(mental illness), dengan beberapa ciri. Menurut
Thorpe, ciri-ciri orang yang tidak sehat mentalnya
yaitu(Schneiders 1964):
(1) Merasa tidak bahagia dalam kehidupan dan
hubungan sosial
(2) Merasa dalam keadaan tidak aman, diekam dengan
rasa takut dan khawatir yang mendalam Tidak
percaya akan kemampuan diri
(3) Tidak mmeiliki kematangan emosional
(4) Kepribadian yang kurang mantap
(5) Mengalami gangguan dalam sistem syarafnya
(6) Tidak dapat memahami kondisi dirinya
sendiri. Lebih lanjut, mental illness ditandai
dengan:
(1) Anxiety (kecemasan/kegelisahan) dalam kehidupan
individu
(2) Mudah tersinggung/marah
(3) Agresif & destruktif (merusak)
(4) Pemarah yang berlebih
(5) Tidak mampu menghadapi kenyataan secara
realistik
(6) Memiliki gejala psikosomatis (sakit fisik yang
diakibatkan oleh gangguan psikis, misalnya karena
stres)
(7) Tidak beriman pada Allah SWT, Tuhan semesta
alam.
Apabila perilaku-perilaku yang dapat
mengacaukan kesehatan mental, seperti dicontohkan
diatas lebih dominan dalam kehidupan ini bukan tidak
mungkin akan muncul berbagai perilaku menyimpang.
Perilaku menyimpang tersebut misalnya, tawuran antar
geng pelajar, free sex, miras & narkoba yang marak
dikonsumsi, korupsi, prostitusi, human trafficking,
perselingkuhan, perjudian, dan perilaku-perilaku
menyimpang lainnya, dimana perilaku individu
tersebut mengindikasikan adanya masalah dengan
kesehatan mentalnya.
Kesimpulan

kesehatan mental merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan individu
maupun masyarakat. Sejarah kesehatan mental menunjukkan perkembangan signifikan dalam
pendekatan pengobatan dan perhatian terhadap gangguan mental. Prinsip-prinsip kesehatan
mental mencakup hakikat manusia sebagai organisme, hubungan manusia dengan
lingkungannya, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Kesehatan mental melibatkan
berbagai aspek, seperti penyesuaian diri, manajemen stres, agama, nilai-nilai profetik, budaya
lokal, dan konseling. Tujuan utama kesehatan mental adalah mencegah timbulnya gangguan
jiwa dan penyakit jiwa, serta mengurangi atau menyembuhkan gangguan dan penyakit
mental. Oleh karena itu, perhatian terhadap kesehatan mental sangat penting dalam
memastikan kesejahteraan individu dan masyarakat secara keseluruhan.

1. Kesehatan mental ialah kemampuan individu untuk diri sendiri, orang lain, masyarakat,
dan lingkungan. Dalam keharmonisan fungsi mental dan kesanggupan menghadapi
masalah yang bisa terjadi, individu merasa puas dan mampu.
2. Ruang lingkup kesehatan mental:
- Kesehatan mental dalam keluarga
- Kesehatan mental di sekolah
- Kesehatan mental di tempat kerja
- Kesehatan mental dalam kehidupan politik
- Kesehatan mental dibidang hukum
3. Kesehatan mental dalam islam
kesehatan mental terdiri dari dua kata ang dibahaskan dari istilah mental hegiane, yaitu suatu
disiplin ilmu yang membahas kesehatan mental atau kesehatan jiwa,yang dalam bahasa arab di
sebut al sihhab al nafsiyah.
4. Kesehatan mental dalam prefeksi sosial dan psikologi kesehatan dalam perefksi sosial
Semakin meningkatnya pesatnya urbani sasi di kota besar, pembangunan disegala bidang
industriali sasi dan mekanisasi.
5. Kesehatan mental dalam psikologi
Basis psikologi dari apnormalitas mental adalah ketidaksamaan individu menghadapi realita,
yang membuahkan banyak konfliks mental.

SARAN

Setiap satuan pendidikan seharusnya memberdayakan program-program pengembangan


diri, bimbingan konseling, dan sejenisnya sebagai media yang sangat efektif disekolah untuk
pembinaan potensi peserta didik sesuai minat-bakat dan berfungsi efektif bagi pencegahan dini
sekaligus tindakan terhadap penyimpanan, gangguan/ sakit mental yang dialami peserta didik.
Pendidikan budaya dan karakter seharusnya diintegrasikan dalam seluruh proses pembelanjaan
dikelas dan lingkungan sekolah secara konsisten untuk menjamin kesehatan mental siswa.
DAFTAR PUSTAKA

Rasmun,keperawatan kesehatan mental psikiarti terintegrasi dengan keluarga.(jakarta:P.O.


BOX 2661, 2001).

Aqib Zainal,konseling kesehatan mental,(Bandung: CV Yrama Widya,2003).

Daradjat, Zakiah, kesehatan mental,cet. 23 (jakarta:toko gunung agung, 1996).

Horrassowitz, otto, History of Muslim Philoshopy,terj. M. M. Syarif, Para folosof Muslim, cet 1
(Bandung, Mizan, 1985).

Yusuf, Syamsu,Mental dalam kajian psikologi dan agama,(Bandung:Bani Quraisyi,2004).

Kartono,kartini,ygiene Mental,(Bandung:Mandar Maju,2000).

Anda mungkin juga menyukai