Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

AUDIT PARTAI POLITIK

DOSEN PENGAMPU :

Dr. Dien Noviany Rahmatika, S.E, M.M, Ak, C.A

DISUSUN OLEH:

1. Sagita Nur Aeni (4317500020)

2. Reza Maulana Azhar (4317500080)

3. Khofifatul Maghfiroh (4317500186)

AKUNTANSI 7A

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah –
Nya. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tersusunnya makalah ini tidak lepas
dari masukan dan bimbingan dari semua pihak. Atas tersusunnya makalah ini kami ucapkan
terima kasih kepada Ibu Dr. Dien Noviany Rahmatika, S.E, M.M, Ak, C.A selaku dosen
pembimbing mata kuliah Seminar Auditing.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari para pembaca akan kami terima dengan
senang hati, guna penyempurnaan makalah ini.

Tegal, September 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................

A. Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1

B. Rumusan Makalah................................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................

A. Jenis Audit Partai Politik......................................................................... 4

B. Pengguna Audit Partai Politik dan Entitas Laporan Keuangan .............. 5

C. Aturan dalam Audit Partai Politik.......................................................... 6

D. Persiapan Menghadapi Proses ................................................................. 12

E. Pelaksanaan Akuntabilitas Pendanaan Partai Politik .............................. 13

BAB III KESIMPULAN..........................................................................................

A. Kesimpulan ............................................................................................. 19

B. Saran........................................................................................................ 19

DAFTARL PUSTAKA ............................................................................................ 21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Menurut UU Nomor 2 Tahun 2011 Partai Politik adalah organisasi yang


bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara
sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan
membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan Negara, serta
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sifat dasar partai politik adalah perolehan kekuasaan atas nama rakyat yang
dilakukan melalui Pemilu. Bila menang dalam Pemilu, partai politik akan
memegang kekuasaan melalui jalur pengambil keputusan (eksekutif) dan jalur
pembuat kebijakan (legislatif). Setiap keputusan yang dibuat oleh partai politik
melalui kedua jalur tersebut selalu mengatasnamakan rakyat, dan berdampak luas
terhadap kehidupan rakyat. Oleh karena itu partai polifik seharusnya memastikan
bahwa setiap tindakannya dilakukan demi rakyat yang diwakilinya, bebas dari
politik uang dan pengaruh kelompok kepentingan (vested interestgroup).
Proses politik demokratis tidak akan dapat berlangsung tanpa sumber
keuangan. Tanpa dana yang memadai, partai politik tidak akan dapat
mengorganisasi dirinya, para politikus tidak akan dapat berkomunikasi dengan
publik, dan kampanye pemilu tidak akan dapat dilaksanakan. Singkat kata, partai
politik memerlukan dana yang cukup besar untuk dapat melaksanakan fungsinya,
baik sebagai jembatan antara masyarakat dengan negara maupun sebagai peserta
pemilu.
Dalam rangka penguatan akuntabilitas keuangan negara terkait dengan
kegiatan bidang politik, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan
pemeriksaan terhadap pengelolaan keuangan partai politik, yang penerimaannya

berasal dari APBN/APBD. Sementara itu, untuk Pemeriksaan atas Laporan


Keuangan Tahunan yang tidak bersumber dari APBN/APBD, serta atas Laporan
Dana Kampanye dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP).

1
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja jenis audit yang akan dilakukan terhadap laporan


keuangan partai politik?

2. Siapa saja pengguna audit partai politik dan bagaimana entitas


laporan keuangan?

3. Bagaimana aturan dalam audit partai politik?

4. Bagaimana persiapan menghadapi proses audit?

5. Bagaimana pelaksanaan akuntanbilitas pendanaan partai politik?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. JENIS AUDIT PARTAI POLITIK

1. Audit atas Laporan Keuangan Tahunan

Audit atas laporan keuangan tahunan partai politik dilakukan


oleh auditor independen yaitu Kantor Akuntan Publik (KAP). Dalam
hal ini partai politik melakukan seleksi dan penetapan KAP sesuai
dengan prosedur internal Partai.

Dalam menentukan KAP, partai politik harus memperhatikan


validitas KAP mengingat banyak terjadi praktik pemalsuan terhadap
KAP. Karena itu sebelum menunjuk KAP, partai dapat melakukan
konsultasi kepada asosiasi profesi akuntan publik yaitu Institut
Akuntan Publik Indonesia (IAPI) mengenai tata cara dan validitas
KAP.

Dalam setiap audit, KAP harus melakukan audit berdasarkan


standar auditing yang ditetapkan lAPI. Dalam setiap audit KAP
dengan partai politik harus dilengkapi dengan perikatan/kontrak yang
mengatur tentang audit tersebut. KAP akan menyediakan proposal
perikatan sekaligus dapat digunakan sebagai perikatan/kontrak.

Dalam melaksanakan audit KAP akan menjalankan serangkaian


prosedur yang diperlukan seperti melakukan wawancara, inspeksi
dokumen dan catatan, pengujian fisik, dan konfirmasi kepada pihak
ketiga serta surat representasi dari partai politik. Pekerjaan KAP
dituangkan dalam kertas pemeriksaan dimana kertas kerja tersebut
akan disimpan KAP.

3
Produk dari audit oleh KAP adalah laporan auditor independen
yang memuat pendapat auditor atas laporan keuangan yang disajikan
oleh partai politik. Partai politik dapat meminta KAP untuk
melakukan jenis audit lain yang relevan yang diperlukan oleh partai
politik terkait dengan pelaporan keuangan.

2. Audit Atas Laporan Pertanggungjawaban Dana Bantuan


Keuangan Partai Politik Dari Pemerintah

Audit atas laporan pertanggungjawaban bantuan keuangan


pemerintah dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
sehubungan dengan bantuan yang diterima merupakan lingkup
keuangan Negara. Tujuan audit tersebut adalah untuk menilai
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan terkait dengan
bantuan pemerintah dan efektivitas dan operasi penggunaan dana
bantuan.

Audit oleh BPK dilaksanakan berdasarkan Standar Pemeriksaan


Keuangan Negara (SPKN) yaitu suatu standar pemeriksaan yang
diterbitkan oleh BPK yang harus dijalankan dan ditaati oleh setiap
pemeriksa keuangan Negara. Karena itu termasuk audit laporan ini,
BPK harus menjalankan audit berdasarkan SPKN.

Dua hal utama yang selalu menjadi temuan BPK atas audit
laporan pertanggungjawaban dana bantuan partai politik adalah
penggunaan dana bantuan yang tidak sesuai ketentuan dan tidak
adanya bukti-bukti transaksi yang lengkap dan sah.

Beberapa contoh temuan BPK atas penggunaan dana bantuan


partai politik yang tidak sesuai ketentuan adalah sebagai berikut:

4
• Pembayaran honorarium (berdasarkan peraturan terbaru yaitu
Permendagri no. 24 tahun 2009 sudah tidak ada lagi alokasi biaya
untuk honorarium/gaji staf)
• Pebebanan biaya kunjungan musibah anggota partai politik yang
sakit pada biaya perjalanan dinas
• Pembebanan biaya sewa gedung pada biaya pemeliharaan
• Pembebanan biaya sewa hotel dalam rangka musyawarah cabang
luar biasa pada biaya administrasi umum
• Pembebanan biaya angsuran kendaraan bermotor

3. Audit atas Laporan Dana Kampanye

Laporan dana kampanye partai politik pada saat kampanye


pemilu legislative dilakukan audit oleh KAP yang ditunjuk oleh KPU.
Audit oleh KAP terhadap laporan dana kampanye dilakukan dengan
menggunakan metode audit prosedur disepakati (audit upon
procedure/AUP). Dalam hal ini, KAP t idak memberikan suatu opini
atas penyajian laporan dana kampanye, melainkan KAP menjalankan
prosedur yang sudah ditentukan oleh KPU kemudian melaporkan hasil
pelaksanaan prosedur kepada KPU. Kesimpulan dan tindak lanjut
hasil audit ini merupakan wewenang KPU. Prosedur audit didasarkan
kepada Peraturan KPU terkait.

B. PENGGUNA AUDIT PARTAI POLITIK DAN ENTITAS LAPORAN


KEUANGAN
1. PENGGUNA AUDIT PARTAI POLITIK

Pihak-pihak yang berkepentingan atas informasi dalam laporan


keuangan partai politik:

• Pengurus
• Anggota

5
• Pemerintah, Termasuk Mahkamah Agung Dan Lembaga Pengawas
Partai Politik
• Penyumbang
• Kreditur
• Publik Atau Masyarakat Luas, Terutama Konstituen Partai Politik

2. ENTITAS LAPORAN KEUANGAN


Tujuan dari entitas pelaporan keuangan untuk menunjukkan
entitas akuntansi yang menjadi pusat-pusat pertanggungjawaban
keuangan partai politik. Entitas pelaporan keuangan partai politik
terdiri dari:
a) Pengurus Tingkat Pusat
b) Pengurus Daerah Tingkat I
c) Pengurus Daerah Tingkat II
d) Pengurus Tingkat Kecamatan
e) Pengurus Tingkat Desa/Kelurahan.

C. ATURAN DALAM AUDIT PARTAI POLITIK


Peraturan mengenai partai politik telah diatur dengan Undang-Undang
Nomor 2 tahun 2011, sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 2
tahun 2008 tentang Partai Politik. Keuangan partai politik bersumber dari
iuran anggota, sumbangan, maupun bantuan keuangan dari APBN/APBD.
Dalam pasal 34A ayat 1 menyebutkan bahwa partai politik wajib
menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran
yang bersumber dari dana bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara berkala 1 (satu) tahun
sekali untuk diaudit paling lambat 1 (satu) bulan setelah tahun anggaran
berakhir. Tujuan audit oleh BPK tersebut adalah untuk menilai kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan terkait dengan bantuan pemerintah

6
dan efektivitas dan operasi penggunaan dana bantuan pemerintah. Audit
dilaksanakan berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).
Dalam pasal 38 UU No 2 th 2011 dijelaskan bahwa hasil pemeriksaan
laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan partai
politik terbuka untuk diketahui masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa
seharusnya masyarakat dapat mengetahui dan mengakses atas pelaporan
keuangan partai. Namun kenyataannya masih sangat sulit untuk menerapkan
transaparansi atas keuangan partai politik. Pasal 39 dari undang-undang ini
menyatakan bahwa:
1. Pengelolaan keuangan Partai Politik dilakukan secara transparan dan
akuntabel.
2. Pengelolaan keuangan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diaudit oleh akuntan publik setiap 1 (satu) tahun dan diumumkan
secara periodik.
3. Partai Politik wajib membuat laporan keuangan untuk keperluan audit
dana yang meliputi:
• Laporan Realisasi Anggaran Partai Politik
• Laporan Neraca
• Laporan Arus Kas
Dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2002 tentang partai politik,
pasal 9 sebagai dasar hukum penyelenggaraan akuntansi bagi partai politik
yang menjelaskan bahwa:
• Partai politik diwajibkan untuk membuat pembukuan, memelihara daftar
penyumbang dan jumlah sumbangan yang diterima, serta terbuka untuk
diketahui oleh masyarakat dan pemerintah.
• Partai politik diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan dan
laporan dana kampanye pemilihan umum kepada Komisi Pemilihan
Umum.
• Partai politik diwajibkan membuat laporan keuangan secara berkala 1
(satu) tahun sekali dan memiliki rekening khusus dana kampanye
pemilihan umum serta menyerahkan laporan keuangan yang diaudit oleh
7
akuntan publik kepada Komisi pemilihan Umum paling lambat 6 (enam)
bulan setelah hari pemungutan suara.
Keputusan KPU No. 30/2004 Mengatur Audit Keuangan dan Dana
Kampanye Partai dan Calon Presiden-Wapres:
• Calon presiden dan calon wakil presiden bisa ditanya mengenai asal-usul
dana kampanye mereka apabila ditemukan ada penyumbang anonim atau
penyumbang yang tidak masuk daftar penyumbang. presiden dan wakil
presiden bisa ditanya tentang identitas sebenarnya dari penyumbang itu
serta alasan tidak dimasukkannya nama donatur. Hal itu merupakan salah
satu butir dalam Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) No. 30
Tahun 2004 Tentang Panduan Audit Laporan Keuangan Partai Politik dan
Audit Laporan Dana Kampanye Peserta Pemilihan Umum yang diterbitkan
oleh KPU 21 April lalu.
• Secara keseluruhan isi keputusan ini mencakup Juklak untuk audit laporan
dana kampanye Parpol dan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah
(DPD) dan audit laporan dand kampanye pasangan calon presiden dan
wakil presiden. Semua ketentuan mengenai hal-hal ini diatur dalam Pasal
2, 3, dan 4 keputusan ini, yang kemudian dirinci di dalam lampirannya.
Rincian di dalam lampiran itu mencakup 3 pokok bahasan besar, yaitu
penerapan prosedur yang disepakati atas laporan dana kampanye Pemilu;
prosedur pemeriksaan atas dana kampanye calon anggota DPD; penerapan
prosedur yang disepakati atas laporan dana kampanye pasangan calon
presiden dan wakil presiden. Ketiga pokok bahasan itu masing-masing
dirinci dengan jelas dan detail mengenai bagaimana prosedur pemeriksaan
atas saldo awal, sumbangan nonkas dari partai dan para calon, dan
seterusnya. Pendek kata, ketentuan mengenai mekanisme audit di
keputusan ini sudah jelas dan rinci.
• Audit yang dimaksud dalam keputusan KPU ini adalah audit umum untuk
menyatakan pendapat (opini) akuntan atas kewajaran penyajian laporan
keuangan tahunan partai politik. Sedangkan audit atas laporan dana
kampanye peserta Pemilu adalah audit sesuai prosedur yang disepakati
8
(agreed upon procedures). Sedangkan laporan keuangan parpol adalah
laporan yang mencakup periode 1 Januari hingga 31 Desember. Selambat-
lambatnya 3 bulan setelah akhir tahun buku yang bersangkutan, parpol
menyerahkan laporan keuangan tahunan kepada kantor akuntan publik.
Peraturan Komisi Pemilihan Umum no 07 tahun 2010 tentang Pedoman
Audit laporan dana kampanye pasangan calon kepala daerah dan wakil
kepala daerah dalam pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala
daerah:
• Pasal 1 “Pedoman Audit Dana Kampanye Pasangan Calon Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah, selanjutnya disebut Pedoman Audit Laporan Dana
Kampanye, adalah untuk lebih memudahkan kantor akuntan publik dalam
melaksanakan audit laporan dana kampanye pasangan calon serta Tim
Kampanye.”
• Pasal 2 “Audit oleh kantor akuntan publik atas laporan dana kampanye
pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah audit
sesuai prosedur yang disepakati (agreed upon procedures).”
• Pasal 2 “(1) Kantor akuntan publik wajib menyelesaikan audit paling
lambat 15 (lima belas) hari sejak diterimanya laporan dana kampanye dari
KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.” “(2) Dalam melakukan audit
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kantor akuntan publik berpedoman
pada:
• Panduan audit laporan dana kampanye pasangan calon, yang
ditetapkan oleh KPU bekerjasama dengan Institut Akuntan Publik
Indonesia yang merupakan anggota Ikatan Akuntan Indonesia.
• KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dapat menambah prosedur
sepanjang disetujui oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota
dan KAP.
Tidak memadainya laporan keuangan yang dimiliki oleh partai politik
ini disebabkan karena kemampuan pengelolaan keuangan partai yang
rendah. Selain itu, juga disebabkan tidak adanya standar akuntansi keuangan
9
yang layak dan komprehensif untuk partai politik. Standar yang dipakai saat
ini yakni PSAK No. 45 tentang Pelaporan Keuangan untuk Organisasi
Nirlaba:
• PSAK adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan, yang dalam hal ini
adalah PSAK No 45 yaitu tentang Standar Pelaporan Keuangan Organisasi
Nirlaba yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Dalam
audit yang dikordinir oleh IAI untuk dana kampanye dan laporan keuangan
partai politik, PSAK 45 inilah yang dijadikan dasar.
• Mencermati karakteristik partai politik yang berbeda dengan organisasi
nirlaba umumnya, maka penggunaan PSAK 45 ini kurang tepat untuk
digunakan dasar sebagai standar pelaporan keuangan partai politik.
Karakteristik partai politik ini yang pertama, tujuan partai politik adalah
untuk meraih kekuasaan. Sehingga perlu aturan khusus menyangkut
keuangan sebagai bentuk upaya pencegahan praktek korupsi politik
(money politic) dan dominasi kelompok kepentingan. Kedua, adanya
agenda besar lima tahunan yaitu pemilu yang akan menyedot dana yang
besar dengan keterlibatan publik yang besar juga. Ketiga, adanya aturan-
aturan khusus menyangkut partai politik, sehingga berkaitan dengan
keuangan partai politik. Selain itu masih ada beberapa perbedaan antara
partai politik dengan organisasi nirlaba antara lain sumbangan yang
diterima dibatasi jumlahnya, wajib melaporkan daftar nama penyumbang,
hasil kegiatan berupa kekuasaan politik, dan Akuntabilitasnya berupa
bersih dari politik uang, kepatuhan hukum, janji politik kepada konstituen.
• Mengenai perbedaan karakteristik ini tidak bisa dibantah lagi, yang
menjadi persoalan kemudian apakah dengan perbedaan ini diperlukan
sebuah standar khusus untuk partai politik. Mengenai hal ini terdapat tiga
pendapat. Pertama mengatakan PSAK 45 dapat dipakai sebagai standar
akuntansi keuangan partai politik, karena secara umum karakteristik antara
organisasi nirlaba dengan partai politik adalah sama. Pendapat ini juga
menyatakan bahwa yang dibutuhkan hanya sebatas pedoman pembuatan

10
laporan keuangan berdasarkan aturan perundang-undangan yang ada untuk
melengkapi penggunaan PSAK 45 sebagai standar.
Pendapat kedua menyatakan tidak perlu membuat standar akuntansi
keuangan khusus partai politik tetapi yang diperlukan adalah
modifikasi PSAK 45 sehingga memenuhi unsur transparansi dan
akuntabilitas yang disyaratkan oleh undang-undang. Modifikasi ini
tentunya juga harus diikuti dengan pedoman pencatatan dan
pembuatan laporan keuangan. Sedangkan pendapat ketiga menyatakan
perlu dibuat standar akuntansi keuangan khusus partai politik. Seperti
telah dijelaskan, dasar pendapat ketiga ini adalah perbedaan
karakteristik yang sangat spesifik antara organisasi nirlaba pada
umumnya dengan partai politik.
Apa yang dilakukan oleh IAI saat ini adalah menggunakan PSAK 45
sebagai standar akuntansi keuangan partai politik dan menambahkannya
dengan panduan audit partai politik dan dana kampanye. Panduan audit ini
diharapkan mampu menjawab tuntutan masyarakat terhadap transparansi
dan akuntabilitas keuangan partai politik, dimana partai politik adalah
institusi publik yang tentunya harus mempertanggungjawabkan kegiatannya
khususnya menyangkut masalah keuangan kepada publik.
Panduan audit yang dibuat oleh IAI juga merupakan bagian dari
amanah UU No 31 Tahun 2002 tentang partai politik yang mensyaratkan
laporan keuangan partai politik, termasuk dana kampanye harus diaudit oleh
kantor akuntan publik sebelum disampaikan kepada KPU. Panduan ini
diharapkan dapat melengkapi PSAK 45 sebagai sebuah standar pelaporan
keuangan, agar tidak ada interpretasi yang salah atau tidak adanya
interpretasi yang sama antar kantor akuntan publik dalam mengaudit laporan
keuangan partai politik.
Interpretasi yang sama antar kantor akuntan publik ini penting
mengingat PSAK 45 tidak sepenuhnya dapat menjelaskan karakteristik
partai politik sebagai organisasi nirlaba. Dengan Interpretasi yang sama ini

11
diharapkan baik kantor akuntan publik besar maupun kecil dapat melakukan
audit sesuai dengan standar yang berlaku.
Panduan audit laporan keuangan partai politik ini juga dimaksudkan
untuk membantu auditor independen dalam mengaudit laporan keuangan
partai politik, termasuk anggota DPD dan calon pasangan capres.
Pentingnya pedoman ini agar hasil audit nantinya dapat menggambarkan
keadaan yang sebenarnya atau mendekati kebenaran potret keuangan.
Karena bagaimanapun kredibilitas kantor akuntan publik ditentukan oleh
kualitas jasa yang diberikannya. Namun sayangnya pedoman audit yang
dibuat IAI belum mampu untuk menjawab tuntutan masyarakat menyangkut
transparansi dan keuangan partai politik. Kasus penerimaan dana dari
pemerintah oleh partai politik dan pasangan capres/cawapres melalui dana
nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan menjadi buktinya.

D. PERSIAPAN MENGHADAPI PROSES AUDIT POLITIK

Dalam setiap proses audit yang dilaksanakan baik oleh KAP maupun oleh
BPK maka beberapa hal yang perlu disiapkan adalah:

1. Kelengkapan Laporan Keuangan

Laporan keuangan atau laporan lainnya harus sudah tersedia dan


disiapkan sendiri oleh partai politik. KAP tidak bertugas untuk
menyiapkan laporan keuangan atau jenis laporan lainnya, karena
laporan keuangan adalah tanggung jawab partai politik. Tanggung
jawab KAP atau BPK adalah melakukan audit berdasarkan standar
auditnya masing-masing. Kelemahan utama partai politik adalah
laporan keuangan belum siap pada saat diaudit akibat dari
pengendalian internal yang tidak baik.

2. Tersedianya Tenaga Pendamping


Perlu tenaga pendamping bagi audit oleh KAP atau BPK.
Tenaga pendamping tersebut bertugas membantu proses pemeriksaan
dan sebagai jembatan komunikasi antara partai dengan auditor.
12
Tenaga pendamping dapat merupakan personel yang berbeda dari staf
akuntansi.
3. Tersedianya Ruangan/Tempat Bagi Staf Auditor.
Karena auditor memerlukan pemeriksaan dokumen maka
sebaiknya partai menyediakan suatu ruangan khusus bagi auditor
sehingga dokumen tidak dibawa keluar kantor partai.
4. Tersedianya Surat Penugasan dari KAP atau BPK
Dalam setiap penugasan staf auditor harus di lengkapi dengan
surat tugas dari kantor masing-masing KAP atau BPK untuk memasti
kan bahwa personel yang ditugaskan adalah benar. Penugasan
dipimpin oleh partner akuntan publik dari KAP atau pejabat tertentu
dari BPK. Partner akuntan publik dari KAP merupakan personel yang
memegang ijin Akuntan Publik dari Pemerintah.
Memberikan penjelasan/ keterangan yang relevan dalam setiap
pertanyaan yang diajukan auditor.

• Memfasilitasi kebutuhan konfirmasi kepada pihak ketiga sesuai kebutuhan


dari auditor.
• Menyediakan dokumen-dokumen yang relevan dengan partai politik dan
dokumen keuangan seperti catatan akuntansi, bukti transaksi, kontrak-
kontrak, dokumen ketenagakerjaan, rekening Koran, akta pendirian partai
dan pengesahan oleh pemerintah serta dokumen relevan lainnya.
• Memastikan keamanan dan kerahasiaan dokumen pada saat proses audit
yaitu dengan meminta KAP atau BPK menandatangani formulir
kesepakatan kerahasiaan. Meskipun kode etik KAP dan BPK rnengatur
mengenai kerahasiaan namun lebih baik jika partai membuat kesepakatan
ini.

E. PELAKSANAAN AKUNTANBILITAS PENDANAAN PARTAI


POLITIK DALAM PRAKTIK
Secara normatif, definisi Akuntabilitas dan Transaparan dapat kita
temukan di dalam Penjelasan Pasal 14 huruf (h) Undang-Undang Nomor 14
13
Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Bahwa yang dimaksud
dengan "akuntabilitas" adalah kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan
pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif. Sedangkan yang dimaksud dengan "transparansi"
adalah keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan
keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai
perusahaan. Kemudian keterkaitan antara Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2008 dengan Partai Politik adalah bahwa Partai Politik adalah termasuk
badan publik yang ikut diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008.
Definisi Badan Publik menurut undang-undang tersebut adalah
lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan
tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian
atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi
nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. Sehingga
merujuk kepada definisi dalam undang-undang tersebut, baik Parpol yang
tidak mendapatkan kursi di legislatif dan secara otomatis tidak mendapatkan
bantuan keuangan dari APBN/APBD namun mendapatkan sumbangan dari
masyarakat dapat dikatakan sebagai badan publik. Merujuk kepada konsep
teori akuntabilitas dan konsep akuntabilitas secara normatif tersebut diatas,
maka irisan yang didapatkan adalah bahwa akuntabilitas dimaksudkan
sebagai bentuk pertanggung jawaban terhadap segala bentuk pengelolaan
atau manajerial. Sehingga dari konsep akuntabilitas sebagaimana
terbungkus dalam konsep “Hak dan Kewajiban” dapat kita telusuri apa saja
yang menjadi hakhak dan kewajiban-kewajiban terkait dengan keuangan
Parpol, yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011. Segala
hak dan kewajiban terkait dengan Parpol sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentunya dapat dipakai sebagai
ukuran tingkat akuntabilitas keuangan Parpol. Oleh karena itu, secara
14
normatif yang dapat dijadikan untuk mengukur tingkat akuntabilitas
keuangan Parpol adalah sebagaimana tersebut dalam Pasal 13 huruf (j),
Pasal 34 sampai dengan Pasal 40 dan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2011.

CONTOH KASUS
Masalah Akuntabilitas Keuangan Partai Politik yang ditemukan
Sumber : Transparency International Indonesia : 2008

Masalah terbesar dari partai-partai politik di Indonesia pada Pemilu 1999,


terutama partai-partai baru, adalah masalah pembiayaan kegiatan kampanye
Pemilu, termasuk biaya untuk calon anggota legislatif (caleg). Karena kesulitan
ini maka banyak sekali caleg dari berbagai partai politik yang membiayai sendiri
kampanyenya. Selain itu, ada beberapa partai yang mensyaratkan anggotanya
yang ingin menjadi caleg untuk mengumpulkan uang dengan jumlah minimum
agar dimasukkan sebagai caleg. Dana-dana ini tidak dilaporkan kepada bendahara
partai sehingga tidak tercatat dalam catatan penerimaan dana.
Masalah lain yang kami temukan adalah bahwa laporan keuangan yang
dilaporkan kepada KPU tidak cukup terbuka (tidak full disclosure) dan tidak
cukup mewakili kegiatan partai tersebut secara nasional. Yang diaudit oleh
auditor public adalah hanya DPPnya saja, sedangkan cabang dan ranting tidak
diaudit. Padahal ada banyak dana yang beredar di cabang, di ranting ataupun di
caleg yang tidak dikelola oleh bendahara DPP, yang berarti dana-dana tersebut
tidak tercatat sebagai pemasukan oleh DPP, sehingga tidak diaudit dan tidak
dilaporkan ke publik. Lubang ini dipakai oleh partai untuk mengatasi batasan
jumlah dana yang dapat diberikan oleh individu dan perusahaan.
Persoalan lain adalah bahwa ada banyak sumbangan yang diberikan secara
spontan oleh para pendukung partai politik baik dalam bentuk natura ataupun
tunai. Sumbangan ini ada yang diberikan dalam bentuk menyediakan berbagai
fasilitas, dukungan kampanye, atau pengeluaran uang tunai yang dikelola sendiri,
dan sebagainya. Fasilitas yang disediakan misalnya transportasi, untuk
mengangkut masa pada saat rapat akbar atau untuk calon legislatif dan presiden.
15
Laporan sumbangan natura ini dilaporkan dengan sangat tidak memadai bahkan
ada yang tidak melaporkan sama sekali.
Beberapa contoh misalnya soal transportasi calon presiden. Hampir semua
kandidat presiden partai-partai besar melakukan perjalanan kampanyenya dengan
memakai helikopter. Kemudian dalam kendaraan sehari-hari memakai mobil
mewah, yang tiba-tiba saja muncul dan dipakai oleh si kandidat padahal publik
tahu bahwa mobil itu bukanlah kepunyaan sang kandidat. Tetapi dalam laporan
keuangan, publik tidak dapat melihat secara jelas pos pengeluaran untuk
membayar helicopter dan mobil mewah ini, padahal biayanya pasti sangat besar.
Golkar misalnya hanya melaporkan biaya perjalanan kampanye hanya sebesar Rp
461.933.120. Angka ini tentu tidak mewakili perjalanan petinggi-petinggi dan
caleg-caleg serta calon presiden Golkar yang sangat ekstensif pada waktu itu.
Sumbangan natura lain yang tidak muncul di dalam laporan keuangan
adalah biaya-biaya rapat raksasa. Biaya-biaya ini antara lain biaya pengerahan
massa dalam bentuk pengangkutan (bus atau truk), membayar artis (penyanyi,
pelawak, band, dan sebagainya), panggung, dan sebagainya. Selain itu, dana
pembuatan bendera, poster, spanduk, dan iklan, hanya sedikit yang dilaporkan
dalam laporan keuangan. Kalau dilihat dari intensifnya dan ekstensifnya
penyebaran informasi dari partai-partai besar, maka dana tersebut secara logika
awam pasti jauh lebih besar dari yang dilaporkan, tetapi yang muncul dalam
laporan keuangan kampanye jauh lebih sedikit.

Untuk partai yang berkuasa, dalam hal ini Golkar, sangat sulit untuk menemukan
dan membedakan mana biaya yang ditanggung rakyat yang dipakai pejabat
pemerintah untuk kampanye Golkar. Biaya perjalanan presiden, menteri, dan
pejabat di bawahnya walaupun secara teori mereka sudah tidak boleh lagi
berkampanye, namun tetap dapat melakukan pertemuan untuk kepentingan Golkar
dalam perjalanan dinasnya. Selain itu, juga sangat sulit untuk mencegah
dipakainya dana publik untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat karitatif. Kasus
dana JPS yang disalurkan lewat partai politik yang berkuasa pada saat itu, yakni

16
Golkar, jelas-jelas telah melanggar etika dan aturan main kampanye, tetapi sangat
sulit untuk dideteksi.
Banyak penyumbang tidak melaporkan nama dan alamatnya secara jelas.
Bahkan menurut para auditor, banyak sumbangan yang hanya menerakan kata-
kata "Hamba Allah" dalam kolom nama dan alamat penyumbang. Hal ini bisa
dijadikan peluang untuk memberikan sumbangan melewati batas maksimum yang
diizinkan undang-undang dengan memberikan sumbangan lebih dari satu kali
dengan nama “Hamba Allah” tersebut. Tentu petinggi partai tahu siapa yang
memberikan sumbangan ini.
Ada pinjaman dari pribadi yang melebihi batas maksimum sumbangan
individu, namun pinjaman ini tidak dengan akta perjanjian kapan dibayar dan
untuk berapa lama. Dugaan kami ini hanya digunakan sebagai taktik untuk
menghindari batas maksimum sumbangan individu.
Tidak ada partai yang melaporkan dana kampanyenya lebih dari batas
maksimum dana kampanye yang ditetapkan KPU, yaitu sebesar Rp 110 milyar.
Partai-partai kecil pada umumnya hanya melaporkan penggunaan keuangan dari
jumlah dana kampanye yang diterima dari pemerintah yaitu sebesar Rp 150 juta
saja atau yang Rp 1 milyar saja. Mungkin mereka tidak berhasil menggalang dana
dari publik, namun ada juga yang bersikeras menyatakan bahwa kewajiban
mereka membuat audit hanyalah sebatas audit untuk dana yang mereka terima dari
pemerintah saja.
Hampir semua auditor yang mengaudit dana kampanye Pemilu 1999 tidak
dapat mengeluarkan opini mengenai pengelolaan keuangan partai politik peserta
kampanye Pemilu. Hal ini disebabkan karena partai-partai tidak mempunyai
catatan keuangan yang memadai dan memenuhi standar akuntansi yang dipakai
umum, terutama di kantor-kantor cabang dan ranting. Pencatatan yang baik hanya
ada di bendahara DPP. Ini merupakan kelemahan tetapi dapat pula dipakai sebagai
taktik untuk menghindar dari batasan-batasan yang disebutkan di atas.
Partai politik tidak menyampaikan laporan keuangan yang standar,
sebagaimana yang disampaikan ke MA dan KPU, karena:

17
• Didalam UU Partai Politik tidak ada kewajiban partai politik menyampaikan
laporan keuangan (dengan kata lain didalam UU Partai Politik tidak ada
kewajiban partai politik menyampaikan laporan keuangan sesuai standar).
• Standar akuntansi yang ada tidak cukup menjadi pedoman bagi partai politik.

18
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Terdapat tiga jenis audit partai politik, yaitu audit atas laporan
keuangan tahunan, audit Audit Atas Laporan Pertanggungjawaban Dana
Bantuan Keuangan Partai Politik dari Pemerintah, dan Audit atas Dana
Kampanye.

Pengguna Audit Partai Politik yakni Pengurus, Anggota,


Pemerintah, Termasuk Mahkamah Agung Dan Lembaga Pengawas
Partai Politik, Penyumbang, Kreditur, Publik Atau Masyarakat Luas,
Terutama Konstituen Partai Politik.

Tujuan dari entitas pelaporan keuangan untuk menunjukkan entitas


akuntansi yang menjadi pusat-pusat pertanggungjawaban keuangan
partai politik.

Peraturan mengenai partai politik telah diatur dengan Undang-


Undang Nomor 2 tahun 2011, sebagai pengganti dari Undang-Undang
Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik. Keuangan partai politik
bersumber dari iuran anggota, sumbangan, maupun bantuan keuangan
dari APBN/APBD.
Hal-hal yang harus dipersiapan saat menghadapi proses Audit Politik
yaitu kelengkapan laporan keuangan, tersedianya tenaga pendamping,
tersedianya ruangan/staf bagi para auditor, serta terdapat surat penugasan
dari KAP atau BPK.
Akuntabilitas pendanaan Parpol dalam UU No. 2 Tahun 2011 tentang
Partai Politik belum diatur secara jelas. Setidaknya terdapat 3 (tiga)
permasalahan yuridis yang ditemukan. Pertama, Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2011 belum memberikan suatu definisi yang jelas apa yang dimaksud
dengan akuntabilitas.Penyebutan secara tegas istilah akuntabilitas terkait

19
dengan keuangan Parpol hanya dapat ditemukan di dalam Pasal 39 ayat (1),
yakni “Pengelolaan keuangan Partai Politik dilakukan secara transparan dan
akuntabel”. Namun demikian apabila merujuk kepada ketentuan Pasal 1
angka (5) maka didapatkan gambaran awal apa yang dimaksud dengan
keuangan parpol tersebut. Di dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan Keuangan Parpol adalah “semua hak dan kewajiban Partai
Politik yang dapat dinilai dengan uang, berupa uang, atau barang serta
segala bentuk kekayaan yang dimiliki dan menjadi tanggung jawab Partai
Politik”.

20
DAFTAR PUSTAKA

Roseeno. (2014). Penelitian Hukumtentangakuntabilitas Pendanaan Partai


Politik dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011.

http://rifkialparisi22accounting.blogspot.com/2012/10/audit-partai-politik-
parpol.html

https://accounting.binus.ac.id/2017/06/15/rekomendasi-standar-akuntansi-
keuangan-khusus-partai-politik/

21

Anda mungkin juga menyukai