Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PSIKOLOGI KEPEMIMPINAN

Perilaku Kepemimpinan Yang Efektif

Kelompok 3

Cindya Anggraini 1930306011

Fitriyani 1930306015

Inayah Permata 1930306018

Irfan Putra Pratama 1930306019

Dosen Pengampu

Muhammad Antos Riady, S.Psi., M.A

JURUSAN PSIKOLOGI ISLAM A BP’19

FAKULTAS UHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR

2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas rahmat dan karunia Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia
yang dilimpahkan kepada pemateri sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu.

Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Psikologi
Kepemimpinan. Pemateri menyadari bahwa makalah ini dapat diselesaikan berkat dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak. Karena itu pemateri mengucapkan banyak terimakasih
kepada dosen pengampu Mata Kuliah Psikologi Kepemimpinan. Semoga makalah ini bisa
menjadi penambahan pengetahuan bagi para pembaca.

Pemateri mohon maaf dalam penulisan atau pembuatan makalah ini terdapat
kekhilafan dan kekeliruan secara teknisi atau pun isinya. Oleh sebab itu, kritik dan saran dari
pembaca sangat pemateri harapkan. Terakhir pemateri mengucapkan terimakasih.

Batusangkar, 4 April 2022

Pemateri

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................1
C. Tujuan Masalah.........................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN

A. Metode penelitian dalam mempelajari perilaku kepemimpinan.................................................2


B. Taksonomi Perilaku Kepemimpinan..........................................................................................7
C. Kepemimpinan Model tiga dimensi...........................................................................................9
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................................................................16
B. Saran........................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA

ii
A. Latar Belakang BAB I
PENDAHULUAN

Akhir-akhir ini banyak orang membicarakan masalah krisis kepemimpinan.


Banyak orang mengatakan bahwa pada zaman sekarang sangat sulit mencari kader-
kader pemimpin yang efekktif pada berbagai tingkatan. Orang pada zaman sekarang
cenderung mementingkan diri sendiri dan tidak atau kurang peduli pada kepentingan
orang lain dan kepentingan lingkungannya. Krisis kepemimpinan yang efektif ini
disebabkan karena makin langkanya keperdulian pada kepentingan orang banyak, dan
kepentingan lingkungannya. Sekurang-kurangnya terlihat ada tiga masalah mendasar
yang menandai kekurangan ini. Pertama adanya krisis komitmen. Kebanyakan orang
tidak merasa mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk memikirkan dan mencari
pemecahan masalah kemaslahatan Bersama, masalah harmoni dalam kehidupan dan
masalah kemajuan dalam kebersamaan kedua, adanya krisis kredibilitas. Ketiga,
masalah kebangsaan dan kehidupan masyarakat dan bernegara. Saat ini tantangannya
semakin kompleks dan rumit. Kepemimpinan sekarang tidak cukup lagi hanya
mengandalkan pada bakat dan keturunan. Pimpinan zaman sekarang harus belajar,
harus membaca, harus mempunyai pengetahuan mutakhir dan pemahamannya
mengenai berbagai soal yang menyangkut kepentingan orang-orang yang dipimpin.
Juga pemimpin itu harus memiliki kredibilitas dan integritas, dapat bertahan, serta
melanjutkan misi kepemimpinannya. Kalau tidak, pemimpin itu hanya akan menjadi
suatu karikatur yang akan menjadi cermin atau bahan tertawaan dalam kurun sejarah
dikemudian hari.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja metode penelitian dalam mempelajari perilaku kepemimpinan?
2. Apa itu Taksonomi perilaku kepemimpinan?
3. Apa itu model kepemimpinan tiga dimensi?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk menjelaskan metode penelitian dalam mempelajari perilaki kepemimpinan.
2. Untuk menjelaskan ap itu taksonomi perilaku kepemimpinan.
3. Untuk menjelaskan ap aitu model kepemimpinan tigga dimensi
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Metode penelitian dalam mempelajari perilaku kepemimpinan
Metode yang digunakan untuk penelitian ini mencakup kuesioner deskripsi
perilaku, eksperimen laboratorium dan lapangan, serta peristiwa kritis.
1. Penelitian Kepemimpinan di Ohio State University
Kuesioner penelitian tentang kepemimpinan yang efektif dipengaruhi oleh
penelitian awal Ohia State University selama tahun 1950-an. Tugas awal para peneliti
adalah mengidentifikasi kategori perilaku kepemimpinan yang relevan dan
mengembangkan kuesioner untuk mengukur seberapa sering pemimpin menggunakan
perilaku ini. Para peneliti telah menyusun daftar dan sekitar 1.800 contoh perilaku
kepemimpinan, kemudian mengurangi daftar tersebut hingga tinggal 150 perilaku
yang kelihatan bisa menjadi contoh yang baik tentang fungsi kepemimpinan yang
penting Kuesioner awal yang terdiri dari hal ini digunakan dengen sampel personel
militer dan sipil untuk menjelaskan perilaku para penyelia mereka.
Analisis faktor terhadap respons kuesioner menunjukkan bahwa para bawahan
memandang perilaku penyelia mereka terutama menurut dua kategori yang
didefinisikan secara luas yang disebut "perhatian dan "memprakarsai struktur." Dua
jenis perilaku ini tidak terlalu saling tergantung yang berarti bahwa pemimpin
menggunakan salah satu perilaku yang tidak harus sama tingkat penggunaannya
dengan perilaku lainnya.
1) Perhatian. Kategori perilaku ini mencakup perhatian pemimpin kepada orang
lain dan hubungan antarpradi. Pemimpin bertindak dalam cara yang bersahaba
dan mendukung, memperlihatkan perhatian terhadap kebutuhan dan perasaan
bawahan. Contohnya mencakup memberi bantuan kepada bawahan,
meluangkan waktu untuk mendengarkan permasalahan bawahan, mendukung
atau berjuang bagi bawahan tertentu, berkonsultasi dengan bawahan mengenai
hal penting, bet sedia menerima saran dari bawahan, dan memperlakukan
bawahan sebagai rekan.
2) Memprakarsai Struktur. Kategori perilaku ini mencakup perhatian pemimpin
untuk penyelesai an tugas Pemimpin menentukan dan membuat struktur
perannya sendiri dan peran para ba wahan guna mencapai tujuan formal.
Contolnya mencakup memberikan tugas kepada bawal an, mempertahankan
standar kinerja yang pasti, meminta bawahan mengikuti prosedur standar

2
menekankan kegunaan dari memenuhi tenggat walttu, mengecam kerja yang
buruk dan mengoordi nasikan aktivitas bawahan yang berbeda-beda.
Berdasarkan hasil penelitian awal, dua kuesioner yang telah direvisi dan
dipersingkat telah dibuat untuk mengukur perhatian dan memprakarsai struktur.
Kuesioner Deskripsi Perilaku Pemimpin (Lender Behavior Description
Questionnaire/LBDQ), dan Deskripsi Perilaku Penyelia (Super visory Behavior
Description Questionnaire/SSDQ). Walaupun dua kuesioner ini sering diperlakukan
sebagai sama, mereka cukup berbeda menurut kandungan skala perilaku (Schriesheim
& Stogdill, 1975). Kuesioner ketiga, yang disebut sebagai Kuesioner Pendapat
Pemimpin (Leader Opinion Questionnaire/LOQ) telah diperlakukan oleh sejumlah
peneliti sebagai ukuran perilaku, tetapi hal itu dianggap lebih sesuai sebagai ukuran
sikap pemimpin.
Akhirnya, peneliti di Ohio State University mengembangkan kuesioner
keempat, yang disebut sebagai Kuesioner Deskripsi Perilaku Pemimpin (Leader
Behavior Description Questionnaire/LBDQ), Bentuk XII. Dalam LBDQ XII, cakupan
perhatian dan memprakarsai struktur dipersempit, dan 10 skala tambahan
ditambahkan (Stogdill, Goode, & Day, 1962). Beberapa skala yang baru mengukur
aspek perilaku kepemimpinan (misal, perwakilan, integrasi), tetapi yang lain
mengukus ciri atau traits (yaitu, toleransi pada ketidakpastian), atau keterampilan
(yaitu, akurasi prediksi kemampuan meyakinkan orang lain). Menarik untuk dicatat
bahwa, bahkan setelah skala baru ditambahkan, banyak peneliti terus menggunakan
hanya skala perhatian dan memprakarsai struktur.

2. Penelitian Perilaku Tugas dan Perilaku Hubungan dengan Motode


Eksperimen
Cara terbaik untuk menemukan hubungan sebab akibat adalah dengan
melakukan eksperimen vang di situ perilaku pemimpin dimanipulasi oleh peneliti.
Beberapa eksperimen telah dilakukan dalam latar laboratorium terhadap para
mahasiswa universitas (Day, 1971; Day & Hamblin, 1964. Farris & Lim, 1969;
Herold, 1977, Lowin & Craig, 1968; Misumi & Shirakashi, 1966; Sims &
Manz, 1984) Penelitian ini memperlihatkan bahwa hubungan sebab akibat beroperasi
dalam dua arah, dari perilaku ke hasil, dan sebaliknya.
Keterbatasan kebanyakan eksperimen laboratorium mengenai kepemimpinan
adalah bahwa eksperimen itu sangat tidak realistis sehingga sulit menggeneralisasi

3
hasilnya ke para karyawan dalam organisasi sebenarnya. Dalam usaha untuk
menanggulangi keterbatasan tersebut, dua buah studi telah dilakukan terhadap para
mahasiswa yang dipekerjakan untuk bekerja paruh waktu dengan penyelia yang
sebenarnya adalah salah satu peneliti. Perhatian dan memprakai sai struktur
dimanipulasi secara bebas dengan membuat para penyelia memperlihatkan tiap-tiap
perilaku kepemimpinan secara tinggi atau rendah kepada berbagai bawahan. Dalam
studi tertentu (Lowin, Hrapchak & Kavanaugh, 1969), para pemimpin yang perhatian
mempunyai lebih banyak bawaharr yang puas dan produktif, tetapi tidak terdapat efek
yang signifikan dari perilaku pemimpin yang membuat struktur. Pada studi lainnya
(Gilmore, Beehr & Richter, 1979), tidak ada satu pun dari kedua jenis perilaku
kepemimpinan tersebut dengan efek yang konsisten dan signifikan terhadap
produktivitas atau kualitas bawahan, mungkin karena manipulasi dari perilaku
pemimpin tersebut sangat lemah.
Eksperimen lapangan sulit dilakukan pada organisasi yang sebenarnya, dan
hanya sejumlah kecil dari eksperimen itu yang digunakan untuk meneliti efek dari
perilaku kepemimpinan. Dalam eksperimen lapangan ini, perilaku telah dimanipulasi
dengan program pelatihan. Studi dalam pabrik baja mendapati bahwa pelatihan
meningkatkan penggunaan perhatian oleh para manajer dalam grup eksperimen, dan
setelah pelatihan selesai, para manajer ini dinilai lebih efektif daripada para manajer
dalam grup kontrol (Hand & Slocum, 1972). Ha il untuk perilaku yang berorientasi
pada tugas adalah tidak pasti. Pada studi mengenai para penyelia rumah sakit.
pelatihan meningkatkan perilaku perhatian dan menghasilkan kepuasan dan tingkat
kehadiran bawahan yang lebih tinggi, yang diukur dua bulan setelah pelatihan
(Wexley & Nemeroff, 1975). Dalam studi terhadap para penyelia produksi lini
pertama, pelatihan meningkatkan penggunaan Iberapa perilaku yang berorientasi pada
hubungan (misalnya, mendengarkan secara aktif, mem benkan pujian), dan terdapat
peningkatan signifikan peringkat kinerja untuk para penyelia ini, satu talian setelah
pelatihan (Latham & Saari, 1979) Pada studi penyeliz, pelatihan hubungan antar
manusia menghasilkan lebih banyak penggunaan beberapa perilaku yang berorientasi
pada hu bungan (misalnya mendengarkan secara aktif, memberikan pujian,
konsultasi) dan peningkatan se banyak 17 persen produktivitas kerja (produksi per
jam) terjadi pada enam bulan setelah pelatihan diselesaikan (Porras & Anderson,
1981) Akhirnya, pada studi atas para penyelia produksi di pabrik mebel, produktivitas
meningkat (untuk 6 bulan hingga 2 tahun setelah pelatihan) pada tiga dari empat

4
departemen yang di situ

5
para penyelianya dilatih menggunakan lebih banyak pujian kepada para bawahannya
(Wikoff, Anderson & Crowell, 1983).
Sebagai rangkuman, penelitian eksperimen dalam latar laboratorium dan
lapangan menemukan bahwa peningkatan perilaku kepemimpinan yang berorientasi
ke hubungan biasanya menghasilkan kepuasan dan produktivitas para bawahan yang
lebih tinggi. Kepemimpinan yang berorientasi pada tugas jarang dimanipulasi pada
studi eksperimen, dan ketika hal tersebut dimanipulasi, hasilnya bersifat campur aduk
dan tidak konklusif

3. penelitian dengan menggunakan peristiwa kritis


Jenis penelitian lain mengenai perilaku manajerial menggunakan pendekatan
peristiwa kritis (Flanagan, 1951) Metode ini berfungsi sebagai jembatan antara
penelitian deskriptif tentang apa yang dilakukan para manajer dan perelitian tentang
perilaku yang efektif. Metode tersebu didasarkan atas asumsi bahwa para responden
seperti misalnya para bawahan, rekan sejawat, dur para penyelia dapat memberikan
deskripsi mengenai perilaku yang efektif dan tidak efektif untuk jenis manajer tertentu
(misalnya, penyelia produksi, manajer toko eceran, perwira militer). Peristiwa tentang
perilaku tersebut dikumpulkan melalui wawancara atau kuesioner dengan bentuk
jawaban terbuka dari sejumlah sampel responden yang besar. Peristiwa kritis
khususnya berguna pada penelitian yang bersifat eksplorasi yang dirancang untuk
menyelidiki aspek perilaku manajer yang relevan, spesifik, dan situasional.
Dalam kebanyakan studi tentang peristiwa kritis, peristiwa tersebut
dikelompokkan berum atas dasar pengertian perilaku yang sama, er tah oleh para
peneliti atau oleh sekelompok responde Kategori perilaku yang dihasilkan dari satu
studi ini sangat berbeda dengan studi lainnya. Perbedaan tersebut sebagian disebabkan
oleh keragaman pemimpin yang telah dipelajari, yang mencaku misalnya penyedia
produksi , para manajer toko kelontong, serta para manajer departemen pada toko
eceran , dan para penyedia karyawan dalam bisnis kayu Perbedaan kategori perilaku
juga disebabkan oleh sifat proses klasifikasi yang subjektif dan tidak konsisten Meski
demikian, analisis yang mendalam atas hasil studi tersebut memperlihatkan adanya
tingk kesamaan antar studi tersebut. Jenis perilaku pemimpin berikut ini dalam
sebagian besar studi :
a. Merencanakan, mengoordinasi, dan mengorganisasikan aktivitas kinarja)

6
b. Mengawasi bawahan (mengarahkan, memberikan instruksi, memantau kinerja
)
c. Menetapkan dan mempertahankan hubungan baik dengan para bawahan
d. Menetapkan dan mempertahankan hubungan yang baik dengan para bawahan
Menetapkan dan mempertahankan hubungan yang baik dengan para atasan,
rekan sejawat dan pihak luar
e. Menerima tanggung jawab untuk mengawasi kebijakan organisasi,
melaksanakan tugas yang dibutuhkan, dan membuat keputusan yang
diperlukan.

Selanjutnya Keterbatasan Penelitian Peristiwa Kritis. Metode peristiwa kritis


mempunyai sejumlah keterbatasan. Metode ini mengasumsikan bah wa sebagian besar
respondan mengetahui apa perilaku yang penting dan relevan bagi keefektifan
pemimpin. Metode ini mengasumalkan bahwa perilaku itu penting jika sering muncul
pada peristiwa yang dilaporkan olen banyak orang. Namun para responden tersebut
dapat bias persepsi mereka tentang apa yang efektif, dan para responden cenderung
mengingat dan melaporkan peristiwa yang konsisten dengan stereotip mereka atau
dengan teori implisit tentang pemimpin yang efektif. Para peneliti jarang sekali
melakukan tindak lanjut pada studi peristiwa kritis dengan penelitian tambahan untuk
memastikan bahwa perilaku tersebut mampu membedakan antara para pemimpin yang
efektif dan tidak efektif yang dipilih berdasarkan kriteria independen, misalnya
kinerja grup Indekatan tindak lanjut tersebut telah digunakan dengan sukses pada
studi yang dilakukan oleh Latham dan Wesley (1977) atas penyelia dari para pekerja
dalam bisnis kayu.

Banyak kategori perilaku yang ditemukan pada penelitian peristiwa kritis


didefinisikan menurut yang menghubungkan perilaku tersebut dengan prasyarat
khusus atas pekerjaan jenis pemimpin yang diteliti. Pendefinisian kategori perilaku
pada tingkat kekhususan ini memudahkan pencapaian sasaran, seperti pengembangan
instrumen penilaian kinerja atau penentuan kebutuhan akan pelatihan, namun sulit
untuk membandingkan kategori tersebut pada beragam studi dengan pemimpin yang
berbeda. Keterbatasan tersebut dapat ditanggulangi dengan melakukan kodifikasi
peristiwa tersebut ke dalam kategori perilaku yang telah ditentukan lebih dulu yang
dapat digunakan secara luas, seperti yang telah dilakukan dalam penelitian Yukl dan
Van Fleet (1982). Penggunaan kategon perilaku untuk lingkungan khusus dan

7
lingkungan yang lebih umum membuat perelitian peristiwa kritis bisa melayani
beragam tujuan.

B. Taksonomi Perilaku Kepemimpinan

Masalah besar dalam penelitian mengenai isi perilaku kepemimpinan adalah


identifikasi kategori perilaku yang relevan dan bermakna bagi semua pemimpin.
Dalam penelitian tentang aktivitas manajerial dalam bab 2, kita melihat bahwa setiap
studi menghasilkan kumpulan kategori perilaku yang agak berbeda sehingga sulit
untuk membandingkan dan mengintegrasikan hasil lintas studi. Konsekuensinya,
separuh abad terakhir ini telah mengasilkan timbulnya berbagai konsep perilaku yang
membingungkan menyangkut para manajer dan pemimpin (lihat Bass, 1990;
Fleishman et al., 1991). Terkadang, digunakan istilah berbeda untuk menunjuk ke
jenis perilaku yang sama. Pada saat lainnya, istilah yang sama tersebut didefinisikan
secara berbeda oleh berbagai pakar. Apa yang diperlukan sebagai kategori perilaku
yang umum oleh ahli tertentu, dipandang sebagai dua atau tiga kategori berbeda oleh
ahli lainnya. Apa yang dianggap sebagai konsep utama dalam satu taksonomi tidak
ada di taksonomi lainnya. Dengan adanya taksonomi yang sangat beragam, sulit untuk
menerjemahkan dari satu kelompok konsep ke kelompok konsep lainnya.

1. Sumber Keragaman Taksonomi


Terdapat beberapa alasan tentang keragaman taksonomi yang dikembangkan
untuk menjelaskan perilaku kepemimpinan (Flaishman et al., 1991; Yuk, 1989).
Kategori perilaku adalah karakteristik yang bersifat abstrak tentang dunia nyata.
Kategori perilaku diperoleh dari perilaku yang diamati agar dapat mengorganisasikan
persepsi dunia dan membuatnya menjadi bermakna, namun kategori tersebut tidak ada
arti dalam objektif. Tidak terdapat kategori perilaku yang “benar”. Jadi, taksonomi
yang berbeda kegunaannya memiliki konsep yang berbeda pula. Contoh taksonomi
yang di rancang untuk mempermudah penelitian dan teori tentang keefektifan
manajerial yang mempunyai fokus yang agak berbeda dari taksonomi yang dirancang
untuk menjelaskan observasi atas aktivitas manajerial atau taksonomi yang dirancang
untuk membuat daftar tanggung jawab posisi para manajer dan para administrator.
Sumber lain beragamnya jenis taksonomi, bahkan bagi mereka dengan tujuan
yang sama, adalah kemungkinan bahwa teori perilaku dapat diformulasikan pada

8
tingkat abstrak atau generalisasi. Beberapa taksonomi mempunyai sedikit kategori
perilaku yang didefinisikan secara luas, yakni taksonomi yang lain memiliki banyak
kategori perilaku yang difokuskan secara sempit. Misalnya, memprakarsai struktur
seperti yang didefenisikan oleh Flaishman (1953) adalah kategori yang didefenisikan
secara luas, menejelaskan peran pekerjaan adalah kategori “jangkauan menengah” dan
menentukan tujuan yang konkret adalah kategori konkret yang difokuskan secara
sempit. Ketiganya adalah kategori perilaku yang abstrak, tetapi penetapan tujuan
adalah bagian dari menjelaskan, yang merupakan bagian dari memprakarsai struktur
(lihat Tabel 3-2). Tingkat abstraksi optimal bagi kategori perilaku dalam taksonomi
tertentu tergantung pada tujuan taksonomi tersebut. Beberapa taksonomi perilaku
pemimpin atau manajer memuat campuran konstruksi pada berbagai tingkat abstraksi,
sehingga menciptakan kekacauan tambahan. Sumber ketiga dari banyaknya jenis
taksonomi perilaku adalah metode yang digunakan untuk mengembangkannya.
Beberapa taksonomi dikembangkan dengan meneliti pola kovarian diantara butir
perilaku pada kuesioner deskripsi perilaku yang menjelaskan manajer aktual (metode
analisis faktor), beberapa taksonomi dikembangkan dengan menilai contoh perilaku
grup sesuai dengan kesamaan yang dilihat dari arti tentang tujuan (klasifikasi
penilaian), dan beberapa taksonomi dikembangkan melalui deduksi dari teori
(pendekatan teoretis-deduktif). Tiap-tiap metode mempunyai biasnya sendiri, dan
penggunaan berbagai metode menghasilkan taksonomi yang agak berbeda, meskipun
tujuannya sama. Saat kombinasi metode tertentu telah digunakan, satu metode
biasanya lebih penting dari pada metode lainnya untuk memilih kategori perilaku.

Saat taksonomi yang berbeda diperbandingkan, jelas bahwa terdapat


perbedaan cukup besar jumlah perilaku, kisaran perilaku, dan tingkat abstkrasi
konsep perilaku.
9
Beberapa taksonomi berfokus pada beberapa perilaku yang didefenisikan secara luas,
sedangkan taksonomi lainnya memiliki jumlah perilaku kepemimpinan khusus yang
lebih banyak. Beberapa taksonomi dimaksudkan untuk mencakup semua perilaku
pemimpin, sedangkan yang lain hanya memasukkan perilaku yang didefenisikan dalm
teori kepemimpinan (misal, teori kepemimpinan kharismatik atau transformasi).

2. Keterbatasan Taksonomi Berbasis Faktor


Analisis faktor terhadap kuesioner survei telah digunakan untuk
mengembangkan sebagian besar taksonomi perilaku. Ini merupakan perangkat
statistik yang berguna tetapi memiliki beberapa keterbatasan serius yang membantu
menjelaskan kurangnya konsisten bahkan di antara taksonomi-taksonomi yang
dikembangkan dengan metode yang sama untuk tujuan yang sama. Hasilnya
terpengaruh oleh pilihan subjektif di antara beragam faktor prosedur analisis.
Hasilnya juga dipengaruhi oleh isi kumpulan butir-butir kuesioner, jumlah ambiguitas
butir kuesioner perilaku, pilihan format dan respons yang digunakan dalam kuesioner,
ukuran sampel dan identitas responden, pengalaman dan kerumitan kognitif dari
responden, kegunaan dan kerahasiaan data yang dimaksudkan, serta harapan awal dari
para peneliti.

C. Kepemimpinan Model tiga dimensi


Banyak perilaku tertentu diidentifikasi dalam penelitian kepemimpinan
sehingga sulit un tuk mengintegrasikan hasil lintas kajian. Metakategon membuat
penelitian kepemimpinan lebih mudah untuk melihat hutan dari pohon." Perbedaan
antara perilaku berorientasi tugas dan ber orientasi orang yang dibuat selama tahun
1950-an berguna untuk mengorganisasikan jenis ter tentu perilaku kepemimpinan ke
dalam kategori yang lebih luas. Dikotomi dua faktor mencakup ba nyak perilaku
pemimpin yang sesuai untuk memengaruhi individu atau tim. Tetapi, sesuatu yang
penting tetap belum ada. Dua metakategori tidak mencakup perilaku yang langsung
terkait dengan mendorong dan inemfasilitasi perubahan. Pada tahun 1980-an, perilaku
yang berorientasi pada perubahan secara implisit ada dalam sejumlah teori
kepemimpinan kharismatik dan transformasi. Tetapi, hal ini tidak secara eksplisit
diakui sebagai dimensi atau metakategori yang terpisah. Temuan itu dibuat secara
independen pada tahun 1990-an oleh peneliti di Swedia (Ekvall & Arvonen, 1991)
dan Amerika Serikat (Yukl, 1997, 1999).

1
Verifikasinya adalah bahwa perilaku yang berorientasi pada perubahan
merupakan meta kategori yang unik dan bermakna yang memperluas penelitian awal
serta memberi pandangan penting tentang kepemimpinan yang efektif. Masing-
masing dari tiga kategori ini memiliki tujuan utama yang berbeda. Kategori itu semua
juga sesuai untuk kepemimpinan yang efektif (Bab 12). Perilaku yang berorientasi
tujuan terutama peduli dengan pencapaian tugas dengan efisien dan dalam cara yang
dapat diandalkan. Perilaku yang berorientasi pada hubungan terutama peduli dengan
peningkatan rasa saling percaya, kerja sama, kepuasan kerja, dan identifikasi dengan
orga nisasi. Perilaku yang berorientasi pada perubahan terutama peduli dengan
pemahaman akan ling kungan, penemuan cara inovatif untuk beradaptasi dengan hal
itu, serta penerapan perubahan besar ke dalam strategi, produk, atau proses.
Carbar 3-4 memberikan dua cara alternatif untuk menunjukkan secara grafis
bagaimana tiga metakategori itu terkait dengan jenis tertentu perilaku kepemimpinan
Model kategori adalah paling berguna ketika perilaku yang khusus memiliki sasaran
tunggal atau sasaran utama yang jelas. Model ini konsisten dengan taksonomi
hierarkis, yakni setiap perilaku yang spesifik merupakan komponen dari hanya satu
metakategori. Tabel 3-3 memberi daftar perilaku pemimpin spesifik yang
menampilkan tiap-tiap metakategori.
Model multidimensi lebih berguna ketika banyak perilaku pemimpin
memengaruhi dengan kuat lebih dari satu sasaran. Contoh: ketika pemimpin
berkonsultasi dengan anggota tim tentang rencana tindakan untuk proyek tertentu,
hasilnya mungkin komitmen yang lebih besar untuk proyek (hubungan manusia),
penggunaan yang lebih baik untuk sumber daya dan karyawan yang ada (efisiensi
tugas), dan penemuan cara yang lebih inovatif untuk memuaskan klien (adaptasi).
Ketika pemimpin memberi pelatihan untuk karyawar. tertentu, hasilnya bisa
meningkatkan produktivitas (efisiensi tugas), peningkatan keterampilan karyawan
yang relevan untuk peningkatan karier (hubungan manusia), dan penerapan yang lebih
baik program baru yang inovatif (perubahan adaptif). Dalam model dimensi, yang
terlihat di gambar, perilaku khusus apa pun bisa ditempatkan ke dalam ruang tiga
dimensi, untuk menunjukkan seberapa besar perilaku merefleksikan perhatian pade
eden tugas hubungan manusia dan perubahan adaptif. Catat bahwa tidak seperti to
jaringan manajerial (Blake & Moulton, 1982), model ini digunakan untuk
mengklashas perilaku kepemimpinan khusus bukan untuk mengklasifikasikan
manajer ke dalam perta umum mereka pada tugas dan pad hubungan.

1
Yuk Gordon dan Taber (2012) baru-baru ini mengadakan kajian untuk menila:
dukur terhadap taksonomi hierarkis dan model tiga dimensi. Mereka membuat
kuesioner dengan sk untuk perilaku khusus yang telah diidentifikasi dalam penelitian
sebelumnya tentang kepemimpin yang efektif Analisis faktor untuk melakukan
konfirmasi digunakan untuk menentukan apaka tiap-tiap perilaku yang khusus bisa
dipilah ke dalam satu dari tiga metakategori melalui cara yang -konsisten dengan
asumsi tentang sasaran utama perilaku.
1. Perilaku yang Berorientasi Tugas
a. Mengatur aktivitas kerja unuk meningkatkan efisiensi
b. Merencanakan kegiatan jangka pendek
c. Menugaskan bekerjaan ke grup atau perorangan
d. Menjelaskan apa hasil yang diharapkan dari tugas
e. Menetapkan tujuan dan standar yang jelas untuk kinerja tugas tertentu
f. Menjelaskan peraturan, kebijakan, dan standar prosedur operasional
g. Mengarahkan dan mengoordinasikan aktivitas unit
h. Mengawasi kegiatan dan kinerja
i. Menyelesaikan masalah mendesak yang akan mengganggu pekerjaan
2. Parilaku yang Berorientasi Hubungan
a. Memberikan bantuan dan dorongan begi orang dengan tugas yang suliT
b. Memperlihatkan kepercayaan bahwa orang dapat melakukan tugas yang sulit
c. Bersosialisasi dengan orang untuk membangun hubungan
d. Mengakji kontribusi dan ket erhasilan
e. Membenkan latihan dan bantuan ketika diperlukan
f. Berkonsultasi dengan orang atas keputusan yang memengaruhi mereka
g. Membolehkan orang untuk menentukan cara terbaik melakukan tugas tertentu
h. Memberikan informasi kepada orang tentang tindakan yang memengaruhi
mereka
i. Membantu menyelesaikan konflik dalam cara yang positif
j. Menggunakan simbol upacara, ritual dan cerita untuk membangun identitas tim
k. Merekrut anggota baru yang kompeten untuk tim atau organisasi
3. Perilaku yang Berorientasi Perubahan
a. Memantau lingkungan eksternal untuk mendeteksi ancaman dan peluang
b. Menerjemahkan peristiwa untuk menjelaskan kebutuhan mendesak akan
perubahan

1
c. Memielajari pesaing dan orang luar untuk mendapatkan ide perbaikan
d. Memimpikan kemungkinan baru yang menarik bagi organisasi
e. Mendorong orang memandang masalah atau kesempatan dalam cara berbeda
f. Mengembangkan strategi baru yang inovatif dan berhubungan dengan
kompetensi penting.
g. Mendorong dan memfasilitasi inovasi dan kewirausahaan dalam organisasi
h. Mendorong dan menfasilitasi pembelajaran secara bersama dalam tim atau
organisasi Bereksperimen dengan pendekatan baru untuk mencapai sasaran
i. Membuat perubahan simbolis yang konsisten dengan visi atau strategi baru •
Mandorong dan inernfasilitasi usaha untuk menerapkan perubahan utama
j. Mengumumkan dan merayakan kemajuan dalam mer.erapkan perubahan
k. Mempengaruhi orang luar perusahaan untuk mendukung perubahan dan
menegosiaan kesepakatan.

4. Perilaku Tugas yang Spesifik


Bagian inI menjelaskan tiga jenis perilaku spesifik yang berorientasi tugas dan
yang sangat relevan bagi kepemimpinan yang efektif. Perilaku itu meliputi:
1. membuat rencana jangka pendek,
2. Menjelaskan peran dan sasaran, dan
3. Memantau aktivitas dan kinena. Perilaku itu dijelaskan dan penelitiar mengenai
setiap jenis perilaku dipaparkan secara singkat.

5. Rencanakan Aktivitas Kerja


Pembuatan rencant aktivitas kerja jangka pendek berarti memutuskan ai yang
harus di lakukan, bagaimana melakukannya, siapa yang akan melakukannya, dan
kapan aktivitas itu akan dilakukan. Tujuan perencanaan adalah memastikan
pengorganisasian yang efisien pada unit kerja, koordinasi aktivitas, dan
penggunaan sumber daya yang efektif. Pembuatan rencana didefinisikan secara
luas sebagai perilaku yang meliputi pembuatan keputusan tentang sasaran,
prioritas, strategi, organisasi kerja, pemberian tanggung jawab, pembuatan jadwal
aktivitas, dan alokasi sumber daya ke sejumlah aktivitas yang berbeda menurut
kepentingan relatif aktivitas itu. Nama knusus terkadang digunakan untuk
subvariasi perencanaan Sebagai contoh, perencandan prasmin) adalan pembuatan
jadwal pekerjaan rutin dan penentuan pemberian tugas untuk ar atac minggu

1
berikutnya.

1
Perencanaan tindakan adalah pengembangan langkah tindakan dan jadwal riaci
untuk menerapkan kebijakan baru atau menjalankan proyek tertentu (lihat
panduan dalam Tabel 3-5) Perencanaan kontingensi adalah pengembangan
prosedur untuk menghindari atau menghadapi permasalahan atau bencana
potensial. Akhirnya, perencanaan juga termasuk menentukan bagaimana
mengalokasikan waktu ke sejumlah tanggung jawab dan aktivitas yang berbeda
("manajemer. waktu").
Perencanaan sebagian besar merupakan aktivitas kognisi yang melibatkan
pemrosesan in formasi, analisis, dan pembuatan keputusan. Perencanaan jarang
terjadi dalam satu episode perilaku tunggal. Perencanaan justru cenderung
menjadi proses berkepanjangan yang terjad selama periode waktu beberapa
minggu atau bulan. Kita melihat dala.n Bab 2 bahwa sebagian besar perencanaan
melibatkan perumusan agenda informal can implisit, bukannya dokumen dan
kesepakatan tertulis yang formal. Karena perencanaan adalah aktivitas kognisi
yang jarang ter jadi sebagai episode tunggal yang terputus, maka aktivitas ini sulit
diamati (Snyder & Glueck 1980), Meski demikian, terdapat beberapa aspek yang
dapat diamati, seperti menuliskan rencana, menyiapkan anggaran tertulis,
mengembangkan jadwal tertulis, dan bertemu dengan orang lain un. tuk membuat
formulasi sasaran dan strategi. Perencanaan paling dapat saat manajer meng ambil
tindakan untuk menerapkan rencana dengan mengomunikasikannya kepada orang
lain dan membuat pemberian tugas yang spesifik. Pentingnya perencanaan dan
pengorganisasian telah lama diakui dalam literatur mana jemen (Carroll & Gillen,
1987, Drucker, 1974, Fayol, 1949, Quinn, 1980; Urwick, 1952). Bukti hubung an
antara perencanaan dan keefektifan manajerial diberikan oleh beragam jenis studi
yang berbeda (misalnya, Boyatzis, 1982; Carroll & Gillen, 1987; Kim & Yukl,
1995; Kotter, 1982; Morse & Wagner. 1978, Shipper & Wilson, 1992; Yukl et al,
1990).

6. Lakukan Klarifikasi Peran dan Tujuan


Klarifikasi adalah komunikasi rencana, kebijakan, dan harapan peran.
Subkategori utama dari klarifikasi meliputi:
1. penetapan tanggung jawab dan persyaratan jabatan,
2. penetapan tujuan kinerja, dan
3. pemberian tugas khusus. Pedoman bagi setiap jenis klarifikasi diperlihatkan dalam

1
Tabel 3-6.

1
Tujuan perilaku klarifikasi ini adalah memandu dan mengoordinasi aktivitas kerja
dan memastikan agar orang mengetahui apa yang harus dilakukan dan bagaimana
melakukannya. Penting agar setiap bawahan memahami apa kewajiban, fungsi, dan
aktivitas yang dibutuh.can dalam pekerjaan serta hasil seperti apakah yang
diharapkan. Bahkan bawahan yang sangat kompeten dan termotivasi bisa gagal untuk
mencapai tingkat kinerja yang tinggi jika merasa bingung akan tanggung jawab dan
prioritasnya. Kebingungan tersebut mengakibatkan usaha yang salah arah dan
pengabaian tanggung jawab yang penting karena justru melakukan hal lain yang
kurang penting. Kalau pekerjaan semakin rumit dan semakin banyak aspek, semakin
sulit untuk menemukan apa yang harus dilakukan.

7. Awasi Operasi dan Kinerja


Pengawasan (monitoring) melibatkan pengumpulan informasi ten.ang aktivitas
unit organi si manajer tersebut, yang mencakup kemajuan kerja, kinerja bawahan,
kualitas produk atau jasa, dan keberhasilan proyek atau program. Perilaku mengawasi
dapat mengambil banyak bentuk, yang mencakup pengamatan operasi kerja,
membaca laporan tertulis, melihat tampilan data kinerja di layar komputer, memeriksa
kualitas sampel pekerjaan, dan mengadakan pertemuan tinjauan kemajuan dengan
individu atau grup. Jenis pengawasan yang tepat tergantung pada karakter tugas dan
aspek lain situasi. Pedoman untuk mengawasi aktivitas ada dalam Tabel 3-7.
Pengawasan memberi banyak informasi yang dibutuhkan untuk perencanaan dan
pemecahan masalah. Itulah mengapa pengawasan ini begitu penting bagi keefektifan
manajerial (Meredith & Mantel, 1985), Informasi yang dikumpulkan dari pengawasan
itu digunakan untuk mengidentifi kasi masalah dan peluang, serta untuk merumuskan
dan memodifikasi tujuan, strategi, rencana, kebijakan dan prosedur. Pengawasan
memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mengeva luasi kinerja bawahan,
mengakui keberhasilan, mengidentifikasi kekurangan kinerja, menilai ke butuhan
pelatihan, memberikan bantuan, dan mengalokasikan penghargaan seperti kenaikan
gaji atau promosi. Saat pengawasan tidak dilakukan dengan cukup baik, manajer tidak
akan mampu mendeteksi masalah sebelum menjadi masalah serius (permasalahan
seperti penurunan kualitas, produktivitas rendah, kelebihan biaya, proyek yang tidak
sesuai tenggat waktu, ketidakpuasan karyawan, dan konflik antar karyawan).

1
Derajat pengawasan yang tepat akan bergantung pada kompetensi bawahan dan
sifat perkerjaan itu. Pengawasan yang lebih sering lebih disukai saat bawahan tidak
berpengalaman dan merasa tidak aman, saat kesalahan memiliki konsekuensi yang
sangat mengganggu, saar tugas para bawahan sangatlah saling tergantung dan
membutuhkan koordinasi erat, dan saat dimungkinkar adanya gangguan arus kerja
yang disebabkan oleh kerusakan peralatan, kecelakaan, kekurang an bahan
kekurangan karyawan, dan selanjutnya. Pengawasan kinerja sangat sulit saat peker
aan melibatkan tugas unik yang tidak terstruktur yang di situ hasilnya hanya dapat
ditentukan setelah interval waktu yang amat lama. Sebagai contoh, lebih sulit
mengevaluasi kinerja ilmuwan Jenelitian atau manajer sumber daya manusia daripada
kinerja perwakilan penjualan atau manajer produksi. Pemantauan yang terlalu dekat
atau dengan cara yang mengomunikasikan ke tidakpercayaan bisa merendahkan
keyakinan diri dan mengurangi motivasi instrinsik bawahan.

8. Perilaku Hubungan yang Spesifik


Bagian bab ini menjelaskan tiga jenis perilaku yang berorientasi hubungan
spesifik dan yang sangat relevan bagi kepemimpinan efektif. Perilaku itu meliputi:
1. memberikan dukungan.
2. memberikan pengakuan, dan
3. melakukan pengembangan.

Perilaku itu dijelaskan, dan penelitian atas perilaku ditinjau secara singkat.
Perilaku berorientasi hubungan yang lain dijelaskan dalam bab berikutnya, yang
mencakup memberikan konsultasi dan delegasi (Bab 4) dan pembentukan tim (Bab
11).

1
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seorang pemimpin yang efektif harus mempunyai keberanian untuk
mengambil keputusan dan memikul tanggung jawab atas akibat dan resiko yang
timbul sebagai konsekuensi daripada keputusan. Seorang pemimpin harus punya
pengetahuan, keterampilan, informasi yang mendalam dalam proses menyaring suatu
keputusan yang tepat. Disamping itu, seorang pemimpin yang efektif adalah
seseorang yang dapat mempengaruhi dan mengarahkan segala tingkah laku dari
bawahan sedemiian rupa sehingga segala tingkah laku bawahan sesuai dengan
keinginan pimpinan yang bersangkutan. Untuk itu seorang pemimpin setidaknya
harus memiliki kriteria-kriteria tertentu, misalnya kemampuan bisa “ perceptive “ dan
“ objektif. Da;am mengarahkan dan memotivasi bawahan agar melakukan pekerjaan
dengan sesuai, seorang pemimpin bisa memilih suatu gaya kepemimpinan tertentu,
apakah gaya autokratis, gaya partisipatif dan bahkan gaya free rein yang sesuai
dengan situasi dan lingkungan para bawahan. Hanya dengan jalan demikian
pencapaian tujuan dapat terlaksana dengan efesien dan efektif.
B. Saran
Marilah kita menjadi pribadi-pribadi yang perbedaanya adalah kemampuan
untuk mengubah yang biasa, menjadi yang luar biasa. Perhatikanlah, sebuah
organisasi, tidak mungkin bisa bergerak mendekati bentuk kreatifitas apapun, bila
sang pemimpin menjadikan dirinya sendiri sebagai contoh utama dalam penolakan
cara-cara yang lebih baik.

1
DAFTAR PUSTAKA
Yulk, G. (2015). Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta: PT Indeks

Anda mungkin juga menyukai