Anda di halaman 1dari 16

PERSPEKTIF PERILAKU KEPEMIMPINAN

Kelas Kepemimpinan BF

Dosen Pengampu : Agung Nugroho Adi, S.E., M.M.(HRM).,M.M.

Disusun Oleh Kelompok 4 :

Siti Sayuni 205020201111086

Elisabeth Rosmala Marlupi 205020207111062

Irfan Miftahul Firdaus 205020207111085

I Made Dupon Raditya Mahendra 205020201111033

Rizky Mraduna Cibro 185020201111071

PROGRAM STUDI STRATA 1 MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kemampuan serta
kekuatan dalam menyelesaikan makalah Kepemimpinan dengan pokok bahasan “Perspektif
Perilaku Kepemimpinan”. Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada
mata kuliah Kepemimpinan.

Tidak lupa penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Agung Nugroho Adi,
S.E., M.M(HRM)., M.M. selaku dosen pengampu dari mata kuliah Kepemimpinan yang telah
memberikan informasi yang sangat bermanfaat dalam pembelajaran, serta semua rekan kelas yang
senantiasa memberikan motivasi dan semangat untuk dapat menyelesaikan makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, penyusun terbuka untuk menerima kritik dan saran dari para
pembaca agar dapat membangun dan menyempurnakan makalah ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Semoga dengan disusunnya makalah ini dapat
memberikan manfaat khususnya bagi mahasiswa dan para pembaca sebagai referensi pelengkap
dalam pembelajaran.

Malang, 27 September 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

BAB I ......................................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 5
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................. 5
1.3 Tujuan .............................................................................................................................. 5
BAB II........................................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ......................................................................................................................... 6
2.1 Ohio State University ......................................................................................................... 6
2.2 Studi Kepemimpinan Michigan .............................................................................................. 7
2.3 Kepemimpinan Situasional .................................................................................................... 9
2.3.1 Definisi Kepemimpinan Situasional .............................................................................. 9
2.3.2 Situasional Leadership II ............................................................................................. 9
STUDI KASUS ..........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................16

ii
ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kepemimpinan merupakan faktor penting dalam sebuah organisasi. Kepemimpinan adalah


sebuah kegiatan ataupun sebuah seni untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja sama yang
didasarkan kepada kemampuan yang dimiliki oleh orang itu guna membimbing orang lain didalam
usaha mencapai berbagai tujuan yang ingin dicapai oleh kelompok (Tead,2003). Sedangkan
manajemen mengandung arti seni dan ilmu perencanan, pengorganisasian, penyusunan,
pengarahan dan pengawasan daripada sumber daya manusia untuk mencapai tujuan yang sudah
ditetapkan terlebih dahulu (Firmansyah, 2018)

Dalam makalah ini kami membahas dua studi kepemimpinan yaitu studi kepemimpinan
pada Ohio State University dan studi kepemimpinan pada Michigan. Dalam penelitian Ohio
menghasilkan dua kecenderungan perilaku pemimpin yaitu pertimbangan dan struktur inisiasi.
Sedangkan, penelitian dari Universitas Michigan menggunakan dua dimensi kepemimpinan yang
diberi nama orientasi pada bawahan (Employee Orientation) dan orientasi pada produksi
(Production Orientation).

Selain itu, kami juga membahas materi kepemimpinan situasional yang merupakan salah
satu gaya kepemimpinan yang berfokus pada pengikut. Gaya kepemimpinan merupakan norma
perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku
orang lain seperti yang ia lihat (Miftah Thoha, 2009).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana perspektif perilaku kepemimpinan?
2. Apa saja metode studi kepemimpinan?
3. Bagaimana mengevaluasi kepemimpinan yang efektif?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui perspektif perilaku kepemimpinan
2. Untuk mengetahui metode studi kepemimpinan
3. Untuk mengetahui cara mengevaluasi kepemimpinan yang efektif

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ohio State University

Studi yang dilakukan di Ohio State University pada 1950-an mengidentifikasi 1.800 contoh
spesifik perilaku kepemimpinan yang direduksi menjadi 150 item kuesioner tentang fungsi
kepemimpinan. Fungsi ini juga disebut sebagai dimensi perilaku kepemimpinan. Penelitian ini
menjadi dasar untuk sebagian besar penelitian masa depan tentang perilaku, sikap, dan gaya
kepemimpinan. Para peneliti meminta anggota tim untuk menggambarkan supervisor mereka
dengan menanggapi kuesioner. Pemimpin juga diminta untuk menilai diri mereka sendiri pada
dimensi kepemimpinan. Dua dimensi kepemimpinan menyumbang 85 persen dari deskripsi
perilaku kepemimpinan: pertimbangan dan struktur inisiasi.

a. Pertimbangan adalah sejauh mana pemimpin menciptakan lingkungan dukungan


emosional, kehangatan, keramahan, dan kepercayaan. Pemimpin menciptakan lingkungan
ini dengan bersikap ramah dan mudah didekati, memperhatikan kesejahteraan pribadi
kelompok, menjaga kelompok mengikuti perkembangan baru, dan melakukan hal-hal kecil
untuk kelompok.
Pemimpin yang mendapat skor tinggi pada faktor pertimbangan biasanya ramah dan dapat
dipercaya, mendapatkan rasa hormat, dan memiliki hubungan yang hangat dengan anggota
tim. Pemimpin dengan skor rendah pada faktor pertimbangan biasanya otoriter dan
impersonal dalam hubungan mereka dengan anggota kelompok. Tiga item kuesioner yang
mengukur faktor pertimbangan adalah sebagai berikut:
1. Lakukan kebaikan pribadi untuk orang-orang dalam kelompok kerja.
2. Perlakukan semua orang dalam kelompok kerja sama dengan Anda.
3. Lakukan hal-hal kecil untuk membuatnya menyenangkan menjadi anggota staf.
b. Memulai struktur berarti mengatur dan mendefinisikan hubungan dalam kelompok
dengan terlibat dalam aktivitas seperti menetapkan tugas tertentu, menentukan prosedur
yang harus dilakukan, menjadwalkan pekerjaan, dan mengklarifikasi harapan untuk
anggota tim. Seorang pemimpin tim yang membantu anggota kelompok menetapkan tujuan

6
yang realistis akan terlibat dalam memulai struktur. Pemimpin yang mendapat skor tinggi
pada dimensi ini menentukan hubungan antara diri mereka sendiri dan anggota staf mereka,
serta peran yang mereka harapkan untuk diemban oleh setiap anggota staf. Pemimpin
seperti itu juga berusaha untuk membangun saluran komunikasi yang jelas dan cara
menyelesaikan pekerjaan. Tiga item penilaian diri yang mengukur struktur inisiasi adalah
sebagai berikut:
1. Cobalah ide-ide baru Anda sendiri dalam kelompok kerja.
2. Tekankan tenggat waktu pertemuan.
3. Pastikan bahwa orang-orang dalam kelompok kerja bekerja sesuai kapasitas.

2.2 Studi Kepemimpinan Michigan


Pada waktu yang hampir bersamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Universitas Ohio
State, dilakukan pula studi tentang kepemimpinan oleh universitas Michigan. penelitian dari
Universitas Michigan menggunakan dua dimensi kepemimpinan yang diberi nama orientasi pada
bawahan (Employee Orientation) dan orientasi pada produksi (Production Orientation).
Perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada produksi memiliki ciri-ciri yang sama dengan
perilaku pemrakarsa struktur tugas, sedangkan perilaku kepemimpinan yang berorientasi bawahan
memiliki ciri-ciri yang sama dengan perilaku perhatian. Dengan demikian kedua studi perilaku
tersebut menemukan hal sama yakni adanya dua macam perilaku kepemimpinan.
Perwujudan perilaku pimpinan dengan orientasi bawahan antara lain:
a. penekanan pada hubungan kerja antara atasan dengan bawahan
b. perhatian pimpinan pada pemuasan kebutuhan para bawahan
c. menerima perbedaan-perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku yang
terdapat dalam diri para bawahan tersebut.
Perwujudan perilaku pimpinan dengan orientasi produksi antara lain:
a. cenderung menekankan segi-segi teknis dari pekerjaan yang harus dilakukan
bawahan dan kurang pada sisi manusianya
b. pertimbangan utama diletakkan pada terselenggaranya tugas
c. menempatkan pencapaian tujuan dan penyelesaian tugas di atas pertimbangan-
pertimbangan yang menyangkut unsur manusia dalam organisasi.

7
Perbedaan kedua hasil penelitian terletak pada hubungan antara dua macam perilaku yang
berhasil ditemukan. Hubungan perilaku pemrakarsa struktur tugas dan perilaku perhatian pada
penelitian Ohio berdiri bebas tidak saling mempengaruhi, sebaliknya hubungan antara perilaku
berorientasi pada bawahan dan perilaku berorientasi pada produksi pada penelitian Michigan
saling berhubungan sebagai suatu kontinum. Artinya seorang pemimpin yang berperilaku orientasi
pada produksi dengan tingkat derajat tinggi akan berakibat perilakunya pada orientasi pada
bawahan menjadi rendah; demikian pula sebaliknya seorang pemimpin yang berperilaku
berorientasi pada produksi dengan derajat rendah maka akan berakibat perilakunya berorientasi
pada bawahan berderajat tinggi.
Penelitian ini disimpulkan oleh Rensis Likert (1961) mengatakan bahwa untuk menentukan
pemimpin efektif atau tidak efektif, studi ini kemudian mengelompokkan perilaku pemimpin
menjadi dua kelompok yaitu:
(1) Task Oriented behavior.
Para manajer yang efektif melakukan pekerjaan yang berbeda dengan para
bawahannya. Mereka mengkonsentrasikan dirinya pada fungsi tugas seperti
perencanaan, penskedulan pekerjaan, dan mengkoordinasi aktivitas bawahan.
Berikut perilaku pemimpin yang menerapkan task oriented behavior.
a. Kemampuan beradaptasi dengan situasi
b. Pengatur arah dan tujuan
c. Standar kinerja tinggi
d. Berkonsentrasi pada kekuatan anggota kelompok
e. Mengambil resiko dan melaksanakan rencana
f. Memberikan panduan dan umpan balik langsung
g. Mampu mengajukan pertanyaan sulit
h. Pengorganisasian untuk kerja sama
(2) Relationship-oriented Behavior.
Para manajer dengan gaya ini memusatkan perhatiannya pada hubungan
antar manusia. Mereka sopan dan mendukung bawahannya dengan percaya diri
serta berupaya memahami problem yang dihadapi bawahannya. Berikut perilaku
pemimpin yang menerapkan relationship-oriented behavior.
a. Menyelaraskan antar anggota

8
b. Keterbukaan terhadap pendapat
c. Menciptakan inspirasi dan visibilitas
d. Memuaskan kebutuhan menuju ke tingkat yang lebih tinggi
e. Memberikan dukungan dan dorongan emosional
f. Mempromosikan prinsip dan nilai
g. Menjadi pemimpin yang melayani

2.3 Kepemimpinan Situasional

2.3.1 Definisi Kepemimpinan Situasional

Kepemimpinan situasional adalah teori kepemimpinan situasi berfokus kepada


pengikut. Inti dari teori kepemimpinan situational bahwa gaya kepemimpinan seorang
pemimpin berbeda-beda, tergantung dari tingkat kesiapan para pengikutnya.
Pemahaman mendasar dari teori kepemimpinan situasional berasumsi tidak adanya gaya
kepemimpinan yang terbaik. Kepemimpinan yang efektif bergantung pada relevansi
tugas, dan hampir semua pemimpin yang sukses selalu mengadaptasi gaya
kepemimpinan yang tepat. Efektivitas kepemimpinan bukan hanya soal pengaruh
terhadap individu dan kelompok tapi bergantung pula terhadap tugas, pekerjaan atau
fungsi yang dibutuhkan secara menyeluruh. Pendekatan kepemimpinan situasional
fokus pada fenomena kepemimpinan dalam situasi yang unik. Dari cara pandang ini,
agar efektif seorang pemimpin ia harus mampu menyesuaikan gayanya terhadap
tuntutan situasi yang berubah-ubah.

2.3.2 Situasional Leadership II

Kepemimpinan Situasional II (SLII),dikembangkan oleh Kenneth H. Blanchard


dan rekan-rekannya, menjelaskan bagaimana mencocokkan gaya kepemimpinan dengan
kemampuan anggota kelompok pada tugas yang diberikan.15(Model SLII yang
disajikan di sini adalah versi yang lebih baru dari Teori Kepemimpinan Situasional
Hersey–Blanchard yang lebih lama.) Misalnya, Anda mungkin memerlukan lebih
sedikit bimbingan dari penyelia saat Anda ahli dalam suatu tugas daripada saat Anda

9
melakukan tugas baru. Model situasional ini terutama berlaku untuk para pemimpin
garis depan seperti supervisor dan pemimpin tim.

SLII dirancang untuk meningkatkan frekuensi dan kualitas percakapan tentang


kinerja dan pengembangan profesional antara manajer dan anggota kelompok sehingga
kompetensi dikembangkan, komitmen terjadi, dan pergantian di antara pekerja berbakat
berkurang. Pemimpin diajarkan untuk menggunakan gaya kepemimpinan yang sesuai
atau merespon kebutuhan situasi.

Dasar-Dasar SL II

SLII berasal dari model situasional asli. Premis utama SLII adalah bahwa dasar
kepemimpinan yang efektif adalah mengelola hubungan antara pemimpin dan bawahan
pada tugas yang diberikan. Menurut SLII, pemimpin yang efektif menyesuaikan
perilaku mereka dengan tingkat komitmen dan kompetensi bawahan tertentu untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan. Misalnya, anggota tim Tanya mungkin
berkomitmen untuk menyewa beberapa ruang kantor kosong pada akhir tahun dan juga
sangat ahli dalam kegiatan semacam itu. Atau dia mungkin merasa bahwa tugasnya
menjemukan dan tidak memiliki banyak keahlian dalam menjual ruang kantor.
Kombinasi komitmen dan kompetensi bawahan menentukan kemampuannya tingkat
perkembangan,sebagai berikut:

D1— Pemula yang Antusias. Peserta didik memiliki kompetensi rendah tetapi
tinggi komitmen.

D2— Pelajar yang Kecewa. Individu telah memperoleh beberapa kompetensi


tetapi telah kecewa setelah mengalami beberapa kemunduran. Komitmen pada
tahap ini rendah.

D3— Pelaku yang Mampu tapi Berhati-hati. Peserta didik memiliki kompetensi
yang berkembang tensi, namun komitmen adalah variabel.

D4— Pencapaian Mandiri. Peserta didik memiliki kompetensi yang tinggi dan
komitmen.

10
SLII menjelaskan bahwa kepemimpinan yang efektif bergantung pada dua
perilaku independen : mendukung dan mengarahkan. Mendukung mengacu pada
perilaku hubungan seperti pemimpin mendengarkan, memberi pengakuan,
berkomunikasi, dan mendorong. Mengarahkan mengacu pada perilaku yang
berhubungan dengan tugas seperti pemimpin memberi arahan dan pengendalian dengan
hati-hati.

Seperti yang ditunjukkan pada gambar diatas, empat gaya dasar adalah:

S1— Directing. Perilaku direktif tinggi/perilaku mendukung rendah.

S2— Coaching. Perilaku direktif tinggi/perilaku suportif tinggi.

S3— Supporting. Perilaku direktif rendah/perilaku suportif tinggi.

S4—Delegating. Perilaku direktif rendah/perilaku mendukung rendah.

Untuk hasil terbaik pada tugas yang diberikan, pemimpin harus menyesuaikan
gayanya dengan tingkat perkembangan anggota kelompok. Setiap kuadran pada Gambar
menunjukkan kecocokan yang diinginkan antara gaya pemimpin dan tingkat
perkembangan bawahan. Poin kunci dari SLII adalah bahwa tidak ada satu gaya pun
yang terbaik: Seorang pemimpin yang efektif menggunakan keempat gaya tersebut
tergantung pada tingkat perkembangan bawahan pada tugas yang diberikan.

11
Gaya kepemimpinan yang paling tepat antara SI hingga S4 sesuai dengan tingkat
perkembangan bawahan Dl hingga D4, masing-masing: Pemula yang antusias (Dl)
membutuhkan pemimpin yang mengarahkan (SI); peserta didik yang kecewa (D2)
membutuhkan pemimpin pembinaan (S2); pemain yang cakap tetapi berhati-hati (D3)
membutuhkan gaya pemimpin yang mendukung (S3); dan orang yang mandiri (D4)
membutuhkan gaya pemimpin yang mendelegasikan (S4).

Evaluasi SL II

Kepemimpinan situasional mewakili konsensus pemikiran tentang perilaku


kepemimpinan dalam kaitannya dengan anggota kelompok: Orang yang kompeten
membutuhkan arahan yang kurang spesifik daripada orang yang kurang kompeten.
Model ini juga berguna karena dibangun di atas penjelasan lain tentang kepemimpinan
yang menekankan peran perilaku tugas dan hubungan. Hasilnya, terbukti bermanfaat
sebagai dasar pelatihan kepemimpinan. Setidaknya 3 juta manajer telah dilatih dalam
kepemimpinan situasional, yang mencakup berbagai tahapan model, sehingga kita dapat
mengasumsikan bahwa kepemimpinan situasional masuk akal bagi para manajer dan
perusahaan. Model situasional juga menguatkan akal sehat dan karena itu menarik
secara intuitif.

Tantangan dalam menerapkan SLII adalah pemimpin harus tetap mengikuti tugas
yang dilakukan anggota kelompok pada waktu tertentu dan kemudian menerapkan gaya
yang benar. Karena tugas dapat berubah dengan cepat dan berkelompok anggota sering
mengerjakan lebih dari satu tugas dalam sehari, pemimpin mungkin harus terus berganti
gaya.

SLII menyajikan kategori-kategori dan pedoman-pedoman dengan sangat tepat


sehingga memberikan kesan infalibilitas. Pada kenyataannya, situasi kepemimpinan
kurang jelas daripada yang disarankan empat kuadran. Juga, resep untuk kepemimpinan
hanya akan berhasil untuk beberapa waktu. Misalnya, banyak pengawas menggunakan
gaya pembinaan (S2) dengan peserta didik yang kecewa (D2) dan masih mencapai hasil
yang buruk. Perhatian utama adalah bahwa ada beberapa situasi kepemimpinan di mana
tugas tinggi, orientasi hubungan tinggi tidak menghasilkan hasil terbaik.

12
A. Teori Kontingensi (Contingency Theory)

Dikembangkan oleh. Fiedler, model kontingensi dari efektifitas kepemimpinan memiliki


dalil bahwa prestasi kelompok tergantung pada interaksi antara gaya kepemimpinan clan situasi
yang mendukung. Kepemimpinan dilihat sebagai suatu hubungan yang didasari oleh kekuatan dan
pengaruh.

Fiedler memberikan perhatian mengenai pengukuran orientasi kepemimpinan dari seorang


individu. Ia mengembangkan LeastPrefemd Co-Worker (LPC) Scale untuk mengukur dua gaya
kepemimpinan:

1. Gaya berorientasi tugas, yang mementingkan tugas atau otoritatif


2. Gaya berorientasi hubungan, yang mementingkan hubungan kemanusiaan.
Sedangkan kondisi situasi terdiri dari tiga faktor utama, yaitu:
1. Hubungan pemimpin-anggota, yaitu derajat baik/buruknya
hubungan antara pemimpin clan bawahan.
2. Struktur tugas, yaitu derajat tinggi/ rendahnya strukturisasi,
standarisasi clan rincian tugas peketjaan.
3. Kekuasaan posisi, yaitu derajat kuat/lemahnya kewenangan clan
pengaruh pemimpin atas variable-variabel · kekuasaan, seperti
memberikan penghargaan clan mengenakan sanksi.

Teori Jalur Tujuan (Path Goal Theory)

Teori jalur-tujuan efektivitas kepemimpinan, seperti yang dikembangkan oleh Robert


House, menentukan apa yang harus dilakukan seorang pemimpin untuk mencapai
produktivitas dan moral yang tinggi dalam situasi tertentu. Secara umum, seorang
pemimpin berusaha untuk memperjelas jalan menuju tujuan bagi anggota kelompok
sehingga anggota kelompok menerima hasil pribadi. Pada saat yang sama, kepuasan
kerja dan kinerja anggota kelompok ini meningkat. Mirip dengan teori motivasi harapan
yang menjadi dasarnya, teori jalur-tujuan memiliki banyak segi dan memiliki beberapa
versi. Fitur utamanya dirangkum dalam Gambar 5-3. Teorinya sangat kompleks

13
sehingga sangat membantu untuk mempertimbangkan tinjauan umum sebelum
mempelajari lebih detail. Proposisi utama dari teori jalur-tujuan adalah bahwa manajer
harus memilih gaya kepemimpinan yang memperhitungkan karakteristik anggota
kelompok dan tuntutan tugas. Selanjutnya, struktur inisiasi akan efektif dalam situasi
dengan struktur tugas bawahan tingkat rendah tetapi tidak efektif dalam situasi tugas
yang sangat terstruktur. Alasannya adalah bahwa dalam situasi pertama, bawahan
menyambut baik struktur inisiasi karena membantu memberikan struktur pada tugas
mereka yang agak ambigu. Alih-alih hanya membolak-balik, pemimpin memberikan
bimbingan. Dalam situasi tugas yang sangat terstruktur, lebih banyak struktur dipandang
tidak perlu dan terkait dengan pengawasan yang terlalu ketat.

STUDI KASUS

Upaya Eksekutif Daur Ulang Logam Untuk Menyelamatkan Martha Stewart Living

Selama beberapa tahun, Martha Stewart Living Omniamedia Inc (MSLO) telah kehilangan uang
sebagai perusahaan media meskipun terkenal sebagai pendiri perusahaan Martha Stewart.
Akibatnya, manajemen perusahaan memutuskan untuk menyusun kembali dirinya sebagai
perusahaan merchandising, terutama karena kesuksesan sebelumnya dalam ritel dekorasi rumah.
Perusahaan juga telah terlibat dalam gugatan berkepanjangan antara rantai ritel Macy's dan J.C.
Penny Co. Macy's mengajukan gugatan karena berpendapat bahwa mereka memiliki hak eksklusif
untuk menjual barang dagangan bermerek Martha Stewart dalam kategori tertentu, termasuk
tempat tidur dan peralatan masak. Namun, Martha Stewart Living juga menandatangani perjanjian
dengan pesaing Macy's J.C. Penney. Sebagai bagian dari penyelesaian, Martha Stewart Living
mempersingkat kontraknya dengan JC Penney selama 4 tahun. Selain itu, JC Penney setuju untuk
tidak menjual produk Martha Stewart tertentu, seperti produk tempat tidur dan kamar mandi, tetapi
akan menjual yang lain termasuk penerangan dan permadani. Selama masa-masa sulit ini, MSLO
memutuskan untuk menunjuk anggota dewan Daniel Dienst sebagai Chief Executive Officer
(CEO) perusahaan. Dienst adalah seorang veteran industri logam yang baru-baru ini menjadi
CEDO dari Sims Metal Management, pendaur ulang logam terbesar di Amerika Utara. Dienst
memiliki pengalaman turnaround di industri logam, ditambah pengalaman keuangan perusahaan

14
dari posisi yang dipegangnya di Wall Street. Setelah bergabung dengan MSLO, Dienst berkata,
"Saya telah lama menjadi penggemar Martha Stewart, orang dan mereknya, dan percaya ada
peluang besar yang belum dimanfaatkan untuk organisasi ini dan basis orang-orang berbakat yang
hebat untuk membantu kami mewujudkan peluang itu." Ia juga menyebutkan bahwa perusahaan
sudah memulai rencana turnaround yang diharapkan dapat membuahkan hasil yang baik dengan
cepat. Dienst juga berkata, "Saya berharap dapat menyingsingkan lengan baju saya, mulai bekerja,
dan membantu menulis beberapa bab berikutnya dari kisah Perusahaan yang luar biasa ini."
Selama sepuluh tahun sebelumnya di Dienst, enam orang berbeda menjabat sebagai CEO MSLO.
Eksekutif senior lainnya juga telah pergi, seringkali karena mereka bentrok dengan Martha
Stewart, pendiri perusahaan dan ketua yang tidak aktif.

15
DAFTAR PUSTAKA

Dubrin, A. J., Leadership: Research Findings, Practices and Skills, Eight Edition, Boston:
Cengage Learning, 2016

16

Anda mungkin juga menyukai