DosenPengampu: Dr.Subiyantoro M. Ag
DisusunOleh:
Sherly Indriani
Nim (12210321897)
Zulfa Ainy
Nim ( 12210321878 )
Zia Syakila
Nim ( 12210321604 )
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................................1
C. Tujuan.................................................................................................................................................2
BAB II.........................................................................................................................................................3
BAB III.......................................................................................................................................................9
A. Kesimpulan.........................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................................10
BAB I PENDAHULUAN
Inti dari permasalahan penelitian ini adalah bagaimana supervisi akademik Pengawas
Madrasah Tsanawiyah di Kabupaten Jepara ?. Pertanyaan pokok tersebut dapat dijabarkan lebih
terperinci dalam bentuk rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan supervisi akademik Pengawas Madrasah Tsanawiyah di Kabupaten
Jepara ?
2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat supervisi akademik Pengawas Madrasah
C.TUJUAN Penelitian
Kabupaten Jepara
. 2.Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dan penghambat supervisi akademik Pengawas
2. Komunikasi yang lebih baik dan Koordinasi – review Sering dan interaksi antara atasan
dan bawahan membantu untuk mempertahankan hubungan yang harmonis dalam
perusahaan dan juga memecahkan berbagai masalah yang dihadapi selama periode
berjalan.
Kejelasan tujuan
Bawahan memiliki komitmen lebih tinggi untuk tujuan bahwa mereka mengatur diri mereka
sendiri daripada yang dikenakan pada mereka oleh manajer mereka. Manajer dapat
memastikan bahwa tujuan dari bawahannya terkait dengan tujuan organisasi.
MBO mempunyai proses yang dibedakan menjadi tiga jenis yaitu :
1. identifikasi tujuan, tangung jawab, dan tugas tugas
2. pengembangan standar prestasi (performance)
3. pengukuran dan penilaian prestasi
MBO ( Manajemen by Objectivitas) Menurut Reddin (1971) sistem ini dapat
efektif jika mengandung berbagai unsur sebagai berikut:
Komitmen Pada program, maksudnya keterlibatan setiap tingkat manajer sangat dibutuhkan
karena management by objectivitas membutuhkan banyak waktu dan tenaga.
Penentuan sasaran pada tingkat puncak, artinya manajer puncak menetapkan terlebih dahulu
tujuan pendahuluan setelah berkonsultasi dengan anggota organisasi.
Sasaran individu maksudnya penentuan tujuan setiap tingkat untuk membantu para karyawan
apa yang diharapkan dari mereka.
Peran serta aktif semua tingkatan manajer sangat menentukan tercapai tidaknya sasaran.
Semakin besar peran serta manajer dalam menentukan sasaran semakin besar pula
kemungkinan mencapainya.
Otonomi dalam pelaksanaan rencana, artinya setiap individu mempunyai keleluasaan
memilih sarana untuk mencapai sasaran.
Penilaian prestasi, artinya harus ada evaluasi yang dilakukan secara terprogram untuk menilai
kemajuan menuju sasaran.
Keunggulan Managemen by objectivita:
a) Pengelolaan dan fungsi struktur organisasi harus jelas
b) Peranan dan fungsi struktur organisasi harus jelas.
c) Pengawasan lebih efektif berkembang.
Kelemahan Management by objectivitas:
a) Tidak mudah menanamkan pemahaman tentang konsep-konsep dan pemberian motivasi
kepada bawahan untuk mempelajari penggunaan tekhnik MBO secara tepat.
b) Tidak mudah menentukan tujuan dengan memberikan kesempatan kepada para anggota
untuk berpartisipasi
c) Tidak mudah menilai prestasi kerja, Karena tidak setiap prestasi dapat diukur secara
kuantifikasikan.
d) Perubahan yang diinginkan MBO dalam perilaku manager kemungkinan akan
menimbulkan masalah dalam proses MBO titik berat akan bergeser dari menilai menjadi
membantu bawahan.
Proses
Istilah managemen by objectivitas pertama kali dipakai oleh Peter Drucker pada tahun 1954
dalam bukunya The Principle Of Management. Sebagai pendekatan manajemen, MBO
dikembangkan lebih lanjut oleh para ahli teori manajemen, di antaranya Douglas
McGregor, George Odiorner, dan John Humble.
Sistem managemen by objectivitas tujuh langkah, yaitu:
1. Tentukan hasil-hasil akhir
2. Tentukan apakah dia bertautan dengan tujuan organisasi
3. Atasan bersama-sama dengan bawahan berunding dalam menentukan sasaran-sasaran.
4. Menyusun kegiatan untuk mencapai sasaran-sasaran
5. Susunlah tugas-tugas
6. Tentukan batas-batas pekerjaan dan jenis pengarahan yang akan dipergunakan oleh atasan
7. Monitor dan laporan.
Produktivitas yang tinggi akan muncul keterlibatan pribadi/ personel dalam menentukan
sasaran-sasaran pekerjaan dan bagaimana sasaran-sasaran tersebut bertautan dengan
sasaran-sasaran organisasi. Keikutsertaan tersebut akan mempengaruhi:
a. Komitmen
b. Disiplin dan moril (semangat juang)
c. Keterpaduan
d. Produktivitas
e. Penampilan
Dengan MBO ini hal- hal yang harus dilakukan oleh seorang manajer adalah :
1. Bersama sama menentukan sasaran sasaran yang jelas.
2. Tentukan peranan dan tanggung jawab yang jelas.
3. Susunlah anggaran belanja, jadwal yang akurat.
4. Bersiap memberikan tanggapan yang flexible terhadap masalah-masalah.
1. Hakekat Perubahan
Perubahan adalah suatu proses yang menjadikan sesuatu berbeda dengan yang sudah ada.
perubahan bisa terjadi pada struktur, orang dan teknologi. Perubahan mempunyai
tujuan yang sifatnya penyesuaian diri dengan lingkungan agar tujuan organisasi sesuai
dengan kebutuhan atau tuntutan masyarakat. Pada umumnya perubahan suatu
komponen akan mengakibatkan atau mengharuskan perubahan komponen lainnya.
Sehingga agar efektif maka diperlukan perencaan yang baik.
2. Proses Perubahan
Dalam kenyataan, banyak hambatan dalam melakukan perubahan. Menurut Kurt
1.Hierarki Sasaran (MBO)Lewin(James F Stoner, 1985) bahwa individu mengalami dua
hambatan utama untuk melakukan perubahan, yaitu tidak bersedia mengubah perilaku
yang sudah mapan dan perubahan hanya dalam waktu singkat (kembali ke pola perilaku
lama).Untuk mengatasi hambatan tersebut Lewin mengembangkan sebuah
model proses perubahan yang terdiri dari tiga langkah, yaitu :
Tahap pencairan yaitu mencakup upaya membuat kebutuhan akan perubahan
secara gamblang sehingga individu, kelompok atau organisasi dapat dengan mudah
memahami dan menerima perubahan. Dalam tahap ini diharapkan setiap anggota
menyadari perlunya perubahan.
Tahap pengubahan yaitu tindakan pemodifikasian organisasi yang membutuhkan
agen perubahan yang terlatih untuk membantu perkembangan nilai, sikap dan perilaku
baru selama proses mengidentifikasi nilai dan internalisasi.
Tahap pembekuan yaitu mengukuhkan pola perilaku baru (refreezing) melalui
mekanismependukung atau penguat, sehingga menjadi norma baru. Pada tahap ini, data
dan informasi umpan balik merupakan aspek penting untuk mengevaluasi dan lebih
menyempurnakan
3.Tindakan perubahan.
Menurut Paul R. Lawrence (dalam JF. Stone, 1986) ada tiga sumber penolakan
perubahanYaitu ketidakpastian mengenai sebab dan akibat perubahan, ketidakmauan
untuk mengorbankan manfaat sekarang dan kesadaran akan kelemahan dalam perubahan
yang diusulkan. Kotter danSchlesinger (dalam Adam Ibrahim, 1983) memberikan
cara untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu : pendidikam dan komunikasi, peran
serta dan keterlibatan, kemudahan dan dukungan, perundingan Persetujuan, manipulasi
dan paksaan. Salah satu cara untuk melakukan perubahan perilaku ini adalah melalui
pengembangan organisasi (Organizationdevelopment OD).
4.Teknik Perubahan
Salah satu teknik perubahan yang sering digunakan dalam OD adalah SensitivityTraining
atau latihan kepekaan. Latihan kepekaan adalah suatu interaksi dalam kelompok kecil
yang terjadi alam suasana yang tertekan sehingga, menuntut setiap orang untuk peka
terhadap perasaan orang lain sebagai usaha untuk menciptakan kegiatan kelompok yang
memadai. Dalam suasana demikian mereka didorong untuk melakukan penilaian
mengenai konsepsi diri sendiri (selfconcept) dan usaha untuk mau mendengar pendapat
dan merasakan perasaan orang lain.Campbel dan Dunette mengemukakan enam butir
hasil yang diharapkan dari latihan kepekaan,
Yaitu :
1. Meningkatkan pengertian, pemahaman dan kepekaan terhadap perilaku sendiri.
2. Meningkatkan pengertian dan kepekaan terhadap perilaku orang lain.
3. Lebih mengerti dan memahami proses yang terjadi dalam antar kelompok.
4. Meningkatkan keterampilan dalam mengadakan diagnosis situasi yang terdapat
dalam kelompok.
5. Meningkatkan kemampuan untuk menerjemahkan apa yang dipelajari kedalam bentuk
tindakan nyata.
6. Meningkatkan kemampuan mengadakan hubungan anatar manusia, sehingga dapat
berinteraksi lebih menyenangkan dan memuaskan.
Teknik lain selain latihan kepekaan adalah teknik umpan balik survei, yaitu teknik menilai
sikap, mengidentifikasi perbedaan dan menyelesaikan perbedaan dengan memanfaatkan
informasi survei dalam kelompok.ada juga teknik pengubahan perilaku bawahan atau
angota organisasi yaitu sesuai teori siklus hidup kepemimpinan oleh Paul Harsey dan
Keneth H. Blanchard yang berpendapat bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif
bervariasi menurut kematangan bawahan. Kematangan diartikan bukan menurut usia
atau stabilitas emosi, tetapi menurut keinginan akan pencapaian tujuan, kesediaan
untuk menerima tanggung jawab dan kemampuan yang berhubungan denganTugas.
Menurut teori ini hubungan antara manajer dengan bawahan berjalan melalui empat tahap
menurut perkembangan dan kematangan bawahan.
1. Pada tahap pertama, ketika bawahan pertama kali memasuki organisasi orientasi tugas
tinggi. Pada tahap ini bawahan harus diperintah dan diperkenalkan dengan
aturan dan prosedur organisasi. Hubungan rendah – tugas tinggi.
2. Pada tahap kedua, bawahan mulai mempelajari tugas, manajer masih berorientasi kepada
tugas karena bawahan belum bersedia untuk menerima tanggung jawab secara
penuh. Tetapi kepercayaan dan dukungan manajer kepada bawahan meningkat karena
manajer menjadi kenal bawahan dan mau mendorong lebih lanjut. Manajer mulai
menggunakan perilaku yang berorientasi kepada bawahan. Hubungan tinggi – tugas
tinggi.
3. Pada tahap ketiga, kemampuan dan motivasi prestasi bawahan makin meningkat dan
bawahan secara aktif mulai mencari tanggung jawab yang lebih besar. Manajer
tidak lagi bersikap direktif, tetapi bersikap suportif dan penuh tenggang rasa untuk
memperkuat ketetapan hatiBawahan mencari tanggung jawab yang lebih besar.
Hubungan tinggi – tugas rendah.
4. Pada tahap keempat, ketika bawahan secara berangsurangsur menjadi lebih percaya
diri, manajer mengurangi dukungan dan dorongan. Hubungan rendah – tugas rendah.