Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENGANTAR MANAJEMEN
MOTIVASI DALAM ORGANISASI

MANAJEMEN IB
KELOMPOK 3
OLEH
1. OKTAVIANO JUNAEDI PASETIO [ 2310030059 ]
2. HILLARY STEFANY TALLO [ 2310030060 ]
3. GILBERTUS NORMAN BABONG [ 2310030058 ]
4. ADEODATUS JOSVIC BRILYAN PHYMA [ 2310030099]
5. MARSHANDA IRNEL C. NARA KAHA [ 2310030100 ]
6. NORMALINDA NABUASA [ 2310030134 ]
7. MEGAWATI SUKARNO Y. BAPANG [ 2310030135 ]
8. CHENY SANGGRYLA BABU DAO [ 2310030136 ]

DOSEN PENGAMPU : ANDRIAS U. T. ANABUNI, SE.,MM

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa, kami panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkannya Rahmat kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang Motivasi Dalam Organisasi.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembautan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah
ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Perencanaan Strategis ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Kupang, 14 November 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………………. 4
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………….. 4
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………. 4
BAB II. PEMBAHASAN………………………………………………………………. 5
2.1 Pengertian Motivasi Dalam Organisasi………………………………………………. 5
2.2 Pekembangan Teori dan Pandangan Manajer………………...……………………….5
2.3 Mengkaji Hubungan Motivasi dan Kepemimpinan………………………………….. 8
BAB III. PENUTUPAN………………………………………………………………….16
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kemampuan manajer untuk memotivasi, mempengaruhi, mengarahkan dan
berkomunikasi dengan para bawahannya akan menentukan efektifitas manajer. Makalah
ini berkenaan dengan cara bagaimana manajer dapat memotivasi para bawahannya agar
pelaksanaan kegiat an dan kepuasan kerja mereka meningkat. Bagian Pengarahan dan Pe-
ngembangan organisasi dimulai dengan bab Motivasi, karena para manajer tidak dapat
mengarahkan kecuali bawahan dimotivasi untuk bersedia mengikutinya. Motivasi
merupakan kegiatan yang menimbulkan, menyalurkan, dan memelihara perilaku manusia.
Motivasi ini menjadi pokok bahasan yang penting bagi para manajer, karena menurut
definisinya manajer harus bekerja dengan dan melalui orang lain. Manajer perlu menjaga
orang-orang dengan perilaku tertentu agar dapat mempengaruhi mereka agar bekerja
sesuai dengan apa yang diinginkan organisasi. Motivari juga merupakan pokok bahasan
yang membingungkan, karena motif tidak dapat diamati atau diukur secara langsung,
melainkan harus disimpulkan dari perilaku orang yang muncul.

1.2 Ruang Lingkup Permasalahan


1.2.1. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Motivasi Dalam Organisasi?
2. Bagaimana cara menganalisis konsep kepemimpinan?
3. Apa saja cara mengkaji hubungan motivasi dan kepemimpinan?
4. Bagaimana cara membangun suatu model peningkatan motivasi?

1.2.2. Tujuan Masalah


1. Mampu menjelaskan pengertian atau konsep dari Motivasi dalam organisasi.
2. Mampu menganakisis konsep kepemimpinan.
3. Mampu mengkaji hubungan motivasi dan kepemimpinan.
4. Mampu membangun suatu model peningkatan motivasi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Motivasi Dalam Organisasi.


Motivasi merupakan kegiatan yang menimbulkan, menyalurkan, dan memelihara
perilaku manusia. Motivasi ini menjadi pokok bahasan yang penting bagi para
manajer, karena menurut definisinya manajer harus bekerja dengan dan melalui orang
lain. Manajer perlu menjaga orang-orang dengan perilaku tertentu agar dapat
mempengaruhi mereka agar bekerja sesuai dengan apa yang diinginkan organisasi.
Motivari juga merupakan pokok bahasan yang membingungkan, karena motif tidak
dapat diamati atau diukur secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari perilaku
orang yang muncul. Motivasi bukan hanya satu-satunya faktor yang mempengaruhi
tingkat prestasi seseorang. Dua faktor lainnya yang terlibat adalah mampuan individu
dan pemahaman tentang perilaku yang diper kukan untuk mencapai prestasi yang
tinggi atau disebut persepsi peranan. Motivasi, kemampuan, dan persepsi peranan
adalah saling berhubungan. Jadi, bila salah satu faktor rendah, maka tingkat prestasi
akan rendah, walaupun faktor-faktor lainnya tinggi.
Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut motifavi (mo tivation) atau motif,
antara lain kebutuhan (need), desakan (urge), keinginan (wish), dan dorongan (drive).
Dalam hal ini akan diguna kan istilah motivasi, yang diartikan sebagai keadaan dalam
pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan le giatan-
kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi yang ada pada seseorang
merupakan kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna
mencapai tujuan kepuasan dirinya.

2.2 Perkembangan Teori dan Pandangan Manajer/ Konsep Kepemimpinan


Perkembangan teori manajemen juga mencakup model-model atau teori-teori
motivasi yang berbeda-beda. Berikut ini akan dibahas tiga diantara model-model
motivasi dengan urutan atas dasar kemunculannya, yaitu model tradisional, model
hubungan manusiawi, dan model sumber daya manusia. Pandangan manajer yang
berbeda
tentang masing-masing model adalah penentu penting keberhasilan mereka dalam
mengelola karyawan.
1. Model Tradisional
Model tradisional dari motivasi berhubungan dengan Frederick Taylor dan
aliran manajemen ilmiah. Model ini mengisyaratkan bahwa manajer menentukan
bagaimana pekerjaan-pekerjaan harus dilakukan dan digunakannya sistem
pengupahan insentif untuk memotivasi para pekerja lebih banyak berproduksi,
lebih banyak menerima penghasilan. Pandangan tradisional menganggap bahwa
para pekerja pada dasarnya malas, dan hanya dapat dimotivasi dengan
penghargaan berwujud uang. Dalam banyak situasi pendekatan ini cukup efektif.
Sejalan dengan meningkatnya efisiensi, karyawan yang dibutuhkan untuk tugas
tertentu dapat dikurangi. Lebih lanjut, manajer mengurangi besarnya upah
insentif. Pemutusan hubungan kerja menjadi biasa dan pekerja akan mencari
keamanan/jaminan kerja daripada hanya kenaikan upah kecil dan sementara.
2. Model Hubungan Manusiawi
Banyak praktek manajemen merasakan bahwa pendekatan tradisional tidak
memadai. Elton Mayo dan para peneliti hubungan manusiawi lainnya menemukan
bahwa kontak-kontak sosial karyawan pada pekerjaannya adalah juga penting dan
bahwa kebosanan dan tugas-tugas yang bersifat pengulangan adalah faktor-faktor
pengurang motivasi. Mayo dan lain-lainnya juga percaya bahwa manajer dapat
memotivasi bawahan melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial mereka dan
membuat mereka merasa berguna dan penting.
Sebagai hasilnya, para karyawan diberi berbagai kebebasan untuk membuat
keputusan sendiri dalam pekerjaannya. Perhatian yang lebih besar diarahkan pada
kelompok-kelompok kerja organisasi informal. Lebih banyak informasi
disediakan untuk karyawan tentang perhatian manajer dan operasi organisasi.
3. Model Sumber Daya Manusia
Kemudian para teoritisi seperti McGregor dan Maslow, dan para peneliti
seperti Argyris dan Likert, melontarkan kritik kepada model hubungan manusiawi,
dan mengemukakan pendekatan yang lebih "sophisticated" untuk memanfaatkan
para karyawan. Model ini menyatakan bahwa para karyawan dimotivasi oleh
banyak factor tidak hanya uang atau keinginan untuk mencapai kepuasan, tetapi
juga kebutuhan untuk berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang berarti. Mereka
beralasan bahwa kebanyakan orang telah dimotivasi untuk melakukan pekerjaan
secara baik dan bahwa mereka tidak secara otomatis melihat pekerjaan sebagai
sesuatu yang tidak dapat menyenangkan. Mereka mengemukakan bahwa para
karyawan lebih menyukai pemenuhan kepuasan dari suatu prestasi kerja yang
baik. Jadi, para karyawan dapat diberi tanggung jawab yang lebih besar untuk
pembuatan keputusan-keputusan dan pelaksanaan tugas-tugas.
Para manajer dapat menggunakan model motivasi hubungan manusiawi dan
sumber daya manusia secara bersama. Dengan bawahan-nya, manajer cenderung
menerapkan model hubungan manusiawi: Mereka mencoba untuk mengurangi
penolakan bawahan dengan perbaikan moral dan kepuasan. Bagi dirinya sendiri,
manajer akan lebih menyukai model sumber daya manusia : Mereka merasa
kemampuannya tidak digunakan secara penuh oleh sebab itu mereka mencari
tanggung jawab yang lebih besar dari atasan-atasan mereka.
2.3 Mengkaji Hubungan Motivasi dan Kepemimpinan
Pengkajian Hubungan Motivasi dan kepemimpinan dapat dilihat dari teori-teori
motivasi yang ada. Teori-teori motivasi dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok
petunjuk, isi dan proses.
a. Teori teori petunjuk (prescriptive theories) mengemukakan bagimana
memotivasi para karyawan. Teori-teori ini didasarkan atas pengalaman coba-coba.
b. Teori teori isi (content theories), kadang-kadang disebut teori-teori kebutuhan
(need theories), adalah berkenaan dengan pertanyaan apa penyebab-penyebab
perilaku atau memusatkan pada pertanyaan "apa" dari motivasi. Teori-teori yang
sangat terkenal diantaranya:
1) Hirarki kebutuhan dari psikolog Abraham H. Maslow
Maslow mendasarkan konsep hirarki kebutuhan pada dua prinsip. Pertama,
kebutuhan-kebutuhan manusia dapat disusun dalam suatu hirarki dari
kebutuhan terendah sampai yang tertinggi. Kedua, suatu kebutuhan yang
telah terpuaskan berhenti menjadi motivator utama dari perilaku.
Menurut Maslow, manusia akan didorong untuk memenuhi kebutuhan yang
paling kuat sesuai waktu, keadaan dan pengalaman yang bersangkutan
mengikuti suatu hirarki. Dalam tingkatan ini,kebutuhan pertama yang harus
dipenuhi terlebih dahulu adalah kebutuhan fisiologis, seperti balas jasa,
istirahat dan sebagainya. Setelah kebutuhan pertama dipuaskan, kebutuhan
yang lebih tinggi berikutnya akan menjadi kebutuhan utama, yaitu kebutuhan
akan keamanan dan rasa aman. Kebutuhan ketiga akan muncul setelah
kebutuhan kedua terpuaskan. Proses ini berjalan terus sampai terpenuhinya
kebutuhan aktualisasi diri, dimana manajemen dapat member kan insentif
untuk memotivasi hubungan kerja sama, kewibawaan pribadi serta rasa
tanggung jawab untuk mencapai hasil prestasi yang tinggi dari karyawan.
Proses di atas menunjukkan bahwa kebutuhan-kebutuhan saling
tergantung dan saling menopang. Kebutuhan yang telah terpuaskan akan
berhenti menjadi motivasi utama dari perilaku, digantikan kebutuhan-
kebutuhan selanjutnya yang mendominasi. Tetapi meskipun suatu kebutuhan
telah terpuaskan, kebutuhan itu masih mempengaruhi perilaku dan tidak
hilang, hanya intensitasnya lebih kecil.
Teori Maslow ini harus dipandang sebagai pedoman umum bagi
manajer, karena konsepnya relatif dan bukan merupakan penjelasan mutlak
tentang semua perilaku manusia. Bagaimanapun juga, teori Maslow banyak
berguna bagi manajer dalam usaha memotivasi karyawan paling tidak untuk
dua hal. Pertama, teori ini dapat digunakan untuk memperjelas dan
memperkirakan tidak hanya perilaku individual tetapi juga perilaku
kelompok dengan melihat rata-rata kebutuhan yang menjadi motivasi
mereka. Kedua, teori ini menunjukkan bahwa bila tingkat kebutuhan
terendah relatif terpuaskan, faktor tersebut akan berhenti menjadi motivator
penting dari perilaku tetapi dapat menjadi sangat penting bila mereka
menghadapi situasi khusus, seperti disingkirkan, diancam atau dibuang.
2) Teori Motivasi - Pemeliharaan Dari Herzberg
Pada umumnya, para karyawan baru cenderung memusatkan
perhatiannya pada pemuasan tingkat kebutuhan lebih rendah dalam pekerjaan
pertama mereka, terutama keamanan. Tetapi, setelah hal itu terpuaskan,
mereka akan berusaha untuk memenuhi tingkatan tingkatan kebutuhan yang
lebih tinggi, seperti kebutuhan inisiatif, kreatifitas dan tanggung jawab.
Beberapa percobaan penelitian motivasi telah dilakukan yang memperagakan
pentingnya tingkatan kebutuhan yang lebih tinggi tersebut sebagai motivasi.
Salah satu diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Frederick Herz-
berg dengan kelompok risetnya dari "Psychological Service Pitts- burgh".
Berdasarkan penelitiannya, yang dilakukan dengan wawancara terhadap lebih
dari dua ratus insinyur dan akuntan, Herzberg dan kawan-kawannya telah
menemukan dua kelompok faktor-faktor yang mmpengaruhi kerja seseorang
dalam organisasi. Faktor-faktor penyebab kepuasan kerja (job satisfaction)
mempunyai pengaruh pendorong bagi prestasi dan semangat kerja, dan
faktor-faktor penyebab ketidakpuasan kerja (job dissatisfaction) mempunyai
pengaruh negatif. Jadi, menurut penemuannya para peneliti membedakan
antara yang mereka sebut "motivators" atau "pemuas" (satisfiers) dan faktor-
faktor pemeliharaan" (kadang-kadang disebut "hygienic factors" atau
"dissatisfiers", Motivator mempunyai pengaruh meningkatkan prestasi atau
kepuasan kerja. Faktor-faktor pemeliharaan mencegah merosotnya semangat
kerja atau efisiensi, dan meskipun faktor-faktor ini tidak dapat memotivasi,
tetapi dapat menimbulkan ketidakpuasan kerja atau menurunkan
produktifitas. Perbaikan terhadap faktor-faktor pemeliharaan akan
mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan kerja, tetapi tidak dapat
digunakan sebagai sumber kepuasan kerja. Faktor-faktor ini dapat
diperbandingkan dengan pasta gigi. Penyikatan gigi secara teratur tidak akan
memperbaikinya, tetapi hal itu membantu pencegahan kerusakan lebih lanjut.
Teori motivasi pemeliharaan atau teori motivasi higienis atau teori dua faktor,
sebenarnya paralel dengan teori hirarki kebutuhannya Maslow. Motivator-
motivator berhubungan dengan kebutuhan aktualisasi diri dan penghargaan,
dan faktor- faktor pemeliharaan berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan
lebih rendah, terutama kebutuhan keamanan/rasa aman.

Jadi secara ringkas, penemuan penting dari penelitian Herzberg dan kawan-
kawannya adalah bahwa manajer perlu memahami faktor- faktor apa yang
dapat digunakan untuk memotivasi para karyawan. Faktor-faktor
pemeliharaan sebagai faktor negatif (yang ekstrinsik) dapat mengurangi dan
menghilangkan ketidak puasan kerja dan menghindarkan masalah, tetapi
tidak akan dapat digunakan untuk memotivasi bawahan. Hanya faktor-faktor
positiflah, "motivaton" (yang intrinsik), yang dapat memotivasi para
karyawan untuk melak- sanakan keinginan para manajer.
3) Teori Prestasi dari McClelland
David McClelland dan para peneliti lainnya mengemukakan bahwa ada
korelasi positif antara kebutuhan berprestasi dengan prestasi dan sukses
pelaksanaan. McClelland, melalui riset empirik nya, menemukan bahwa para
usahawan, ilmuwan dan profesional mempunyai tingkat motivasi prestasi di
atas rata-rata. Motivasi seorang pengusaha tidak semata-mata ingin mencapai
keuntungan demi keuntungan itu sendiri, tetapi karena dia mempunyai
keinginan yang kuat untuk berprestasi. Keuntungan (laba) hanyalah suatu
ukuran sederhana yang menunjukkan seberapa baik pekerjaan telah
dilakukan, tetapi tidak sepenting tujuan itu sendiri
McClelland juga menemukan bahwa kebutuhan prestasi tersebut dapat
dikembangkan pada orang dewasa. Orang-orang yang berorientasi prestasi
mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang dapat dikembangkan,
yaitu:
a. Menyukai pengambilan risiko yang layak (moderat) sebagai fungsi
ketrampilan, bukan kesempatan; menyukai suatu tantangan; dan
menginginkan tanggung jawab pribadi bagi hasil hasil yang dicapai.
b. Mempunyai kecenderungan untuk menetapkan tujuan-tujuan prestasi
yang layak dan menghadapi risiko yang sudah diperhitungkan. Salah
satu alasan mengapa banyak perusahaan berpindah ke program
management by objectives (MBO) adalah karena adanya korelasi
positif antara penetapan tujuan dan tingkat prestasi.
c. Mempunyai kebutuhan yang kuat akan umpan balik tentang apa yang
telah dikerjakannya.
d. Mempunyai ketrampilan dalam perencanaan jangka panjang dan
memiliki kemampuan-kemampuan organisasional.

c. Teori-teori proses (process theories) berkenaan dengan bagaimana perilaku


dimulai dan dilaksanakan atau menjelaskan aspek "bagaimana" dari motivasi.
Teori-teori yang termasuk kategori teori-teori proses adalah:
a) Teori Pengharapan
menyatakan bahwa perilaku kerja karyawan dapat dijelaskan dengan
kenyataan: para karyawan menentukan terlebih dahulu apa perilaku mereka
yang dapat dijalankan dan nilai yang diperkirakan sebagai hasil-hasil alternatif
dari perilakunya. Sebagai contoh, bila seseorang karyawan mengharapkan
bahwa menyelesaikan pekerjaan pada waktunya akan memperoleh
penghargaan, maka dia akan dimotivasi untuk memenuhi sasaran tersebut.
Menurut Victor Vroom, dikenal sebagai teori nilai pengharapan Vroom, orang
dimotivasi untuk bekerja bila mereka (1) meng- harapkan usaha-usaha yang
ditingkatkan akan mengarahkan ke balas jasa tertentu, dan (2) menilai balas
jasa sebagai hasil dari usaha-usaha mereka. Jadi, dari sudut pandangan
manajer, menghasilkan rumusan:
Teori ini mengandung berbagai kesulitan dalam penerapannya. Tetapi
penemuan-penemuan sejenis lainnya menunjukkan konsistensi dalam hal
adanya pengaruh hubungan sebab akibat antara pengharapan, prestasi, dan
penghargaan (balas jasa) ekstrensik seperti pengupahan atau kenaikan pangkat.
b) Pembentukan Perilaku
B.F. Skinner mengemukakan pendekatan lain terhadap motivasi yang
mempengaruhi dan merubah perilaku kerja yaitu teori pembentukan perilaku
(operant conditioning), atau sering disebut dengan istilah-istilah lain seperti
behavior modification, positive reinforecement, dan Skinnerian conditioning.
Pendekatan ini didasarkan terutama atas hukum pengaruh (law of effect), yang
menyatakan bahwa perilaku yang diikuti dengan konsekuensi-konsekuensi
pemuasan cenderung diulang, sedangkan perilaku yang diikuti konsekuensi-
konsekuensi hukuman cenderung tidak diulang. Dengan demikian perilaku
individu di waktu mendatang dapat diperkirakan atau dipelajari dari
pengalaman di waktu yang lalu.

Jadi, perilaku (tanggapan) individu terhadap suatu situasi atau kejadian


(stimulus) adalah penyebab konsekuensi tertentu. Bila konsekuensi itu positif,
individu akan memberikan tanggapan sama terhadap situasi yang sama, tetapi
bila konsekuensi tidak menyenangkan individu akan cenderung merubah
perilakunya untuk menghindarkan dari konsekuensi tersebut. Hal ini
memberikan petunjuk bila manajer akan mengubah perilaku bawahan, dia
harus mengubah konsekuensi dari perilaku tersebut. Sebagai contoh, seorang
karyawan yang sering datang terlambat dapat dimotivasi agar datang tepat
pada waktunya (pengubahan perilaku), dengan memberikan penghargaan
untuk kedatangan yang tepat. Keterlambatan juga dapat dihentikan dengan
pernyataan celaan yang keras. Namun penelitian menunjukkan bahwa pada
umum upaya lebih efektif dengan memberikan penghargaan atas perilaku yang
dinginkan dibanding hukuman bagi perilaku yang tidak diinginkan.
Ada empat teknik yang dapat dipergunakan manajer untuk me- ngubah
perilaku bawahan : (1) penguatan positif, bisa penguat primer seperti minuman
atau makanan yang memuaskan kebutuhan-kebutuhan biologis, ataupun
penguat sekunder seperti penghargaan berwujud hadiah, promosi dan uang: (2)
penguatan negatif, dimana individu akan mempelajari perilaku yang
membawa konsekuensi tidak mmyenangkan dan kemudian menghindari
perilaku tersebut di masa mendatang (avoidance learning); (3) pemadaman,
dilakukan dengan peniadaan penguatan; dan (4) hukuman, melalui mana
manajer mencoba untuk mengubah perilaku bawahan yang tidak tepat dengan
pemberian konsekuensi-konsekuensi negatif.
W. Clay Hammer, telah mengidentifikasikan 6 pedoman pengunaan teknik-
teknik pembentukan perilaku, atau disebut teori belajar (learning theory),
yaitu:
1. Jangan memberikan penghargaan yang sama kepada semua orang.
2. Perhatikan bahwa kegagalan untuk memberi tanggapan dapat juga
mengubah perilaku.
3. Beritahu karyawan tentang apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan
penghargaan.
4. Beritahu karyawan tentang apa yang dilakukan secara salah.
5. Jangan memberi hukuman di depan karyawan lain.
6. Bertindaklah adil.
c) Teori Porter-Lawler
Model Porter-Lawler adalah teori pengharapan dari motivasi dengan versi
orientasi masa mendatang, dan juga menekankan antisipasi tanggapan-
tanggapan atau hasil-hasil. Para manajer tergantung terutama pada
pengharapan di masa yang akan datang, dan bukan pengalaman biasa yang
lahi. Atas dasar probabilitas usaha pengharapan yang dirasakan usaha
dijalankan, prestasi dicapai, penghargaan diterima, kepuasan terjadi, dan ini
mengarahkan ke usaha di masa yang akan datang. Secara teoritik, model
pengharapan ini berjalan sebagai berikut , nilai penghargaan yang diharapkan
karyawan dikombinasikan dengan, persepsi orang tersebut tentang usaha yang
mencakup dan probabilitas dari pencapaian penghargaan untuk menyebabkan
atau menimbulkan, suatu tingkat usaha tertentu yang dikombinasikan dengan,
kemampuan, sifat-sifat karyawan, dan persepsinya mengenai kegiatan-
kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai, tingkat prestasi yang diperlukan
atau disyaratkan untuk menerima penghargaan-penghargaan intrinsik yang
melekat pada penyelesaian tugas, dan penghargaan-penghargaan ekstrinsik
dari manajemen bagi pencapaian prestasi yang diinginkan. Persepsi individu
mengenai "keadilan" dari penghargaan-penghargaan ekstrinsik yang diterima,
ditambah perasaan yang dihasilkan dari prestasinya, menghasilkan tingkat
kepuasan yang dialami oleh karyawan. Pengalaman ini kemudian akan
diterapkan pada penilaian individu di masa mendatang terhadap nilai
penghargaan dan oleh karena itu akan mempengaruhi pencapaian tugas dan
kepuasan di waktu yang akan datang. Model pengharapan ini menyajikan
sejumlah implikasi bagi ma- najer tentang bagaimana seharusnya memetivasi
bawahan dan juga implikasi bagi organisasi. Seperti yang diutarakan oleh
Nadler dan Lawler, implikasi-implikasi model tersebut bagi manajer
mencakup:
1. Pemberian penghargaan yang sesuai dengan kebutuhan bawahan.
2. Penentuan prestasi yang diinginkan.
3. Pembuatan tingkat prestasi yang dapat dicapai.
4. Penghubungan penghargaan dengan prestasi.
5. Penganalisaan faktor-faktor apa yang bersifat berlawanan de- ngan
efektifitas penghargaan.
6. Penentuan penghargaan yang mencukupi atau memadai.
Sedangkan implikasi-implikasi bagi organisasi adalah meliputi:
1. Sistem penghargaan organisasi harus dirancang untuk memotivasi perilaku
yang beringinkan.
2. Pekerjaan itu sendiri dapat dibuat sebagai pemberian penghargaan secara
intrinsik.
3. Atasan langsung mempunyai peranan penting dalam proses motivasi.

Teori Keadilan

Teori lain tentang motivasi sebagai hasil dari berbagai peneli tian adalah teori
keadilan dan ketidak-adilan. Teori ini mengemuka kan bahwa orang akan
selalu cenderung membandingkan antara 1) masukan masukan yang mereka
berikan pada pekerjaannya dalam bentuk pendidikan, pengalaman, latihan dan
usaha, dengan 2) hasil hasil (penghargaan-penghargaan) yang mereka terima,
seperti juga mereka membandingkan balas jasa yang diterima karyawan lain
de- ngan yang diterima dirinya untuk pekerjaan yang sama.
Keyakinan, atas dasar pembandingan, tentang adanya ketidak- adilan, dalam
bentuk pembayaran kurang atau lebih, akan mempu nyai pengaruh pada
perilaku dalam pelaksanaan kegiatan. Faktor kunci bagi manajer adalah
mengetahui apakah ketidak adilan dirasa- kan, dan bukan apakah ketidak-
adilan secara nyata ada. Ketidak- adilan ini akan ditanggapi dengan
bermacam-macam perilaku yang berbeda, misal dengan menurunkan prestasi,
mogok, minta berhen ti, dan sebagainya. Bagi manajer, teori keadilan
memberikan impli basi bahwa penghargaan sebagai motivasi kerja harus
diberikan se- suai yang dirasa adil oleh individu-individu yang bersangkutan.
BAB III
PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
. Manajer dapat membeli waktu karyawan; manajer dapat mem- beli kemampuan
phisik karyawan, dan sebagainya; tetapi manajer tidak dapat membeli antusiasme,
inisiatif, kesetiaan, penyerahan hati, jiwa dan akal budinya. Manajer harus memperoleh
hal-hal tersebut. Pernyataan di atas menggambarkan bahwa motivasi adalah lebih
inklusif dari sekedar aplikasi berbagai peralatan atau cara tertentu untuk mendorong
peningkatan keluaran. Motivasi adalah juga filsa- fat, atau pandangan hidup yang
dibentuk berdasar kebutuhan dan ke- inginan karyawan. Jadi, penting diperhatikan oleh
manajer bahwa teori-teori motivasi harus digunakan secara bijaksana. Berbagai teori
tidak memadai atau mencukupi untuk diterapkan secara meluas dan bahkan dapat
menghasilkan konsekuensi-konsekuensi yang negatif. Manajer yang dapat melihat
motivasi sebagai sistem, yang men- cakup sifat-sifat individu, pekerjaan, dan situasi
kerja, dan memahami hubungan antara insentif, motivasi dan produktifitas, mereka akan
mampu memperkirakan perilaku bawahan. Hanya manajer yang me ngetahui hal ini dan
mengetahui bagaimana menerapkannya dapat mengharapkan realisasi peningkatan
produktifitas dari para karya- wan.
DAFTAR PUSTAKA

Handoko, T. Hani. Edisi 2. MANAJEMEN. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai