Kelas: 9C. Absen: 01 Jujur di Sekolah Membawa Berkah
Pada hari Senin, Dina bersama teman-teman se-
SD melaksanakan upacara bendera. Yang bertugas hari itu adalah peserta kelas 5 SD, termasuk Dina yang juga ditugaskan menjadi pengibar bendera.
Beruntung waktu itu kegiatan upacara
dilaksanakan sebentar saja, soalnya Guru selaku pembina upacara hanya menyampaikan sepatah dua patah kata pesan. Pak Guru berpesan agar mereka semua terus berusaha menjadi pribadi yang lebih baik, patuh kepada orang tua dan guru, menjaga kebersihan diri, sekolah, dan lingkungan, serta berperilaku jujur.Sesudah upacara, Dina bersama dua orang temannya pun sempat melipat bendera.
Bersamaan dengan itu, secara tidak sengaja Dina
lihat ada uang Rp50.000 yang jatuh dari saku celana seorang siswa kelas 6. “Eh, Toni. Itu ada uang kakak kelas barusan jatuh. Bagaimana ini?”
“Wah, banyak itu! Bagaimana kalau sepulang
sekolah nanti kita makan-makan di warung baksonya Bu Siti. 50.000 lho, lumayan, kan. Kita bisa dapat porsi komplit.”
Dina pun agak gemetar mendengar percakapan
kedua orang temanku. Sebenarnya sejak awal melihat uang itu aku ingin langsung mengembalikannya kepada Kakak kelas, tapi aku takut. Aku juga tidak kenal.
“Begini saja, teman-teman. Menurutku, lebih baik
kita kembalikan uang ini kepada Kakak kelas dan kalian tolong temani aku.”
“Ya udah deh. Aku setuju. Toh, ini juga bukan uang milik kita, kan. Jelas-jelas tidak akan berkah jika kita membelanjakannya. Selain itu, kita juga harus jujur kepada diri sendiri dan orang lain.”
“Setuju. Oke. Mari kita bergegas menuju kelas 6
sebelum bel berbunyi.”
Teman-temanku memang orang-orang yang baik.
Buktinya, mereka mau mendukung niat yang baik serta membudayakan perilaku jujur. Pada saat itu juga, akhirnya kami langsung pergi ke kelas 6. Dina tidak takut lagi karena sudah didampingi teman-teman baik.
Saat masuk ke kelas 6, Dina pun terlebih dahulu
menyimpan uang Rp50.000 tersebut sembari bertanya kepada seluruh siswa di kelas tersebut.
“Maaf, izin sebentar. Apakah di sini ada Kakak-
kakak yang baru saja kehilangan uang?”
Aduh, aku kaget! Ternyata ada lebih dari 5 orang
siswa yang mengaku kehilangan, padahal kan uangnya Cuma selembar saja.
Dina sontak langsung bertanya kepada kelima
siswa tersebut tentang berapa jumlah uang yang hilang. Ternyata mereka berbohong. Ada yang menjawab Rp5.000, Rp10.000, Rp.20.000, hingga Rp100.000. Ternyata mereka tidak tanggung-tanggung ingin menipuku dan teman-teman.
Meski begitu, tetap saja hanya ada satu orang
yang menjawab Rp50.000, dan aku yakin memang dialah pemilik uang yang asli.
Detik itu pula, Dina pun mengembalikan uang
tersebut. Tanpa banyak berbicara, kami pun langsung masuk ke kelas. Tak lupa, dia sang senior juga mengucapkan terima kasih seraya tersenyum.
“Terima kasih, Dek. Uang ini adalah ongkos Kakak
selama 3 hari.”
Kami pun ikut bahagia melihat Kakak kelas yang
juga bahagia. Sembari berjalan menuju kelas, tiba-tiba Pak Guru yang menjadi pembina upacara tadi memanggilku.
“Nak, ke sini sebentar. Iya, kalian bertiga. Cepat,
ya!”
Entah ada angin apa kok Pak Guru sampai
memanggil kami ke ruang guru. Ketika Dina dan teman-teman tiba di ruang guru, ternyata di sana sudah ada hidangan lontong daging.
“Anak-anak, kalian sungguh hebat. Kalian adalah
panutan siswa yang mengudarakan perilaku kejujuran di sekolah. Sebagai apresiasi, Bapak traktir kalian untuk bersama-sama kita makan lontong.”
Dina dan teman-teman senang bukan kepalang. Aku
jadi teringat kata temanku tadi bahwa kejujuran itu sebenarnya selalu membawa berkah. Yang baik selamanya akan selalu baik.