Anda di halaman 1dari 55

INTERVENSI PELAYANAN SENTRA TERPADU PROF. DR.

SOEHARSO SURAKARTA TERHADAP PENYANDANG DISABILITAS


DAN MASYARAKAT BERKEBUTUHAN KHUSUS DI JAWA TENGAH

Husein Abdullah
2040110123
hahusein143@gmail.com

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN ( KKL )

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM


TAHUN AKADEMIK 2023

HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) mahasiswa IAIN Kudus Fakultas
Dakwah dan Komunikasi Islam Program Studi Bimbingan Konseling Islam (BKI)
Tahun 2023 yang dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 2023 telah memenuhi
persyaratan sebagaimana dijelaskan dalam buku Pedoman Kuliah Kerja Lapangan
Program Studi Bimbingan Komunikasi Islam (BKI) Fakultas Dakwah dan
Komunikasi Islam IAIN Kudus dan diterima serta disahkan.

Mengetahui

Kudus, 30 Mei 2023

Dosen Pembibing Dekan

Heny Kristiana R., M. Pd. I Dr. Siti Malaiha Dewi, M.Si.,


CIQaR
NIP.199102132045042000 NIP.197706262005012005

ii
iii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat
dan Hidayah-Nya sehingga penulis bisa membuat laporan Kuliah Kerja Lapangan
(KKL) Semester Enam Tahun Akademik 2023.

Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini disusun bertujuan sebagai bukti
pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas terlaksananya Kuliah Kerja Lapangan
(KKL) tersebut.

Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan


(KKL) banyak sekali bantuan, baik berupa bimbingan petunjuk, nasihat, bahkan
dorongan moral serta spiritual yang penulis terima. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. H. Abdurrahman Kasdi, Lc., M.Si. Selaku Rektor Institut Agama
Islam Negeri Kudus yang telah menyelenggarakan Kuliah Kerja Lapangan
(KKL)

2. Ibu Dr. Siti Malaiha Dewi, S.Sos.,M.Si..CIQaR. Selaku Dekan Fakultas


Dakwah dan Komunikasi Islam Institut Agama Islam Negeri Kudus.

3. Ibu Dr. Fatma Laili K.N, S.Ag.,MSi. Selaku Kaprodi Bimbingan Konseling
Islam (BKI)

4. Ibu Dosen Heny Kristiana Rahmawati, M. Pd. I selaku Dosen Pembimbing


Lapangan (DPL) yang telah membimbing, mengarahkan serta meluangkan
waktu dalam setiap proses kegiatan.

5. Teman-teman Kuliah Kerja Lapangan (KKL) saya ucapkan terimakasih atas


kerjasamanya dalam kegiatan KKL ini.

6. Semua pihak yang sudah memberikan do’a, dukungan serta semangat demi
terselesaikannya laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL).

iv
Semoga kebaikan Bapak/Ibu serta semua yang membantu dalam penulisan
laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini mendapat balasan yang sesuai dari
Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari bahwa laporan Kuliah Kerja
Lapangan (KKL) ini masih banyak kekurangan, maka penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Semoga laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang kurang mumpuni ini dapat
bermanfaat bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Serta apa yang penulis terima
selama pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) dapat berguna bagi penulis
serta pembaca. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan petunjuk dan
melindungi kita semua. Aamiin.

Kudus, 30 Mei 2023


Penulis

Husein Abdullah

v
ABSTRAK

Difabel adalah istilah untuk orang yang berkebutuhan khusus. Masyarakat sering
memandang rendah terhadap difabel. Sikap negatif masyarakat membawa dampak
kesulitan fisik dan psikologis bagi kaum difabel. Secara psikologis, kaum difabel
harus menanggung beban rasa rendah diri. Secara fisik, mereka menerima
perlakuan yang kurang wajar, misalnya hambatan dalam belajar, penyesuaian
dalam kehidupan mayarakat, mencari pekerjaan, aksesibilitas, dan sebagainya..
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, permasalahan yang akan di teliti
dalam penelitian ini adalah bagaimana intervensi pelayanan Sentra Terpadu Prof.
Dr. Soeharso Surakarta Terhadap Penyandang Disabilitas Dan Masyarakat
Berkebutuhan Khusus Di Jawa Tengah?

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian
ini adalah dengan wawancara, observasi, dan telaah dokumen. Guna menjamin
validitas data, penulis menggunakan cara triangulasi data, sedangkan teknik
analisa datanya menggunakan model analisis interaktif.

Berdasarkan hasil penilitian yang dilakukan, intervensi pelayanan Sentra Terpadu


Prof. Dr. Soeharso Surakarta Terhadap Penyandang Disabilitas Dan Masyarakat
Berkebutuhan Khusus Di Jawa Tengah sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari
indikator penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yang menunjukan ke
arah yang sangat baik.

Kata kunci : Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso Surakarta, Pelayanan,


Penyandang Disabilitas, Berkebutuhan Khusus

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii

KATA PENGANTAR iii

ABSTRAK..............................................................................................................v

DAFTAR ISI..........................................................................................................vi

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 3


D. Sistematika Pembahasan 5

BAB II.....................................................................................................................6

KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN TERDAHULU 6

A. Landasan teori 6

B. Penelitian terdahulu17

C. Landasan Konseptual 20

D. Kerangka Berfikir 21

BAB III..................................................................................................................22

METODE PENELITIAN 22

A. Jenis Penelitian 22

B. Lokasi Penelitian 22

C. Subjek penelitian 22
D. Sumber Data Penelitian 23

vii
E. Teknik Pengumpulan Data 23
F. Pengujian Keabsahan Data 24
G. Teknik Analisis Data 25

BAB IV..................................................................................................................27

HASIL DAN PEMBAHASAN 27

A. Hasil Penelitian 27

B. Pembahasan 30

BAB V 38

PENUTUP 38

A. Kesimpulan 38
B. Saran 39

LAMPIRAN

viii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kuliah Kerja Lapangan (KKL) pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi


Islam Program Studi Bimbingan Konseling Islam (BKI) IAIN KUDUS
merupakan perpaduan berbagai komponen pengajaran yang diaplikasikan
kedalam Kuliah Kerja Lapangan (KKL). Kegiatan ini di kategorikan sebagai
kegiatan praktikum yang dilakukan dilapangan oleh para mahasiswa secara
offline atau dengan cara terjun langsung ke lapangan dan melihat bagaimana
berjalannya dunia kerja. Bentuk kegiatan KKL dapat berupa kerja praktik yang
terangkum dalam seminar, workshop mahasiswa, pengamatan lapangan
mendukung pembelajaran, meningkatkan kompetensi dan profesionalisme
praktik penerapan Prodi khususnya di dunia kerja yang tidak terpisahkan dari
kurikulum Program Studi yang ada di Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam
IAIN KUDUS.

Setiap orang tidak menginginkan dilahirkan dalam keadaan yang


menyandang kelainan atau kecacatan. Orang tua juga tidak ada yang
menginginkan atas kelahiran anak nya dalam kondisi cacat, kelahiran anak
berkebutuhan khusus tidak mengenal asal mulanya dikarenakan orang tua tidak
bisa menolak takdir atas hadirnya anak berkebutuhan khusus (Diningrum,
2016) Faktanya tidak semua individu terlahir dalam kondisi yang sempurna.
Ada beberapa individu karena sebab tertentu mengalami kondisi disabilitas.
Disabilitas merupakan individu dengan kelainan atau keterbatasan fisik,
mental, intelektual maupun sensoriknya dalam jangka panjang untuk
melakukan interaksi dengan lingkungan yang memungkinkan akan
menghadapi rintangan dalam beradaptasi dengan masyarakat salah satu jenis
disabilitas yaitu disabilitas fisik (Widinarsih, 2019).

Berkaitan dengan istilah disability, anak berkebutuhan khusus merupakan


anak yang membutuhkan tindakan khusus atas keterbatasan atau kelainan yang
dialami anak di salah satu fungsi tubuhnya baik yang bersifat fisik seperti

1
tunanetra, tunarungu, tunawicara dan tunadaksa maupun yang berasal dari
psikologis sepereti autisme dan ADHA (Ayuning et al., 2022). Anak
berketubutuhan khusus bukan merupakan anak yang tidak dapat itangani tetapi
yang membutuhkan dukungan yang khusus dikarenakan anak berkebutuhan
khusus ini sering dipandang tidak sempurna dan kurang. pada lingkungan
masyarakat yang membuat anak berkebutuhan khusus dikucilkan
keberadaannya dilingkungan tersebut (Mahmuda., 2021).

Pelayanan publik seharusnya memperhatikan asas-asas keadilan dan non-


diskriminatif, seperti tercantum dalam UU no 25/2009 tentangiPelayanan
Publik. Menurut UU tersebut, pelayanan publik dikatakan baik jika memenuhi
beberapa asas-asas kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak,
keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persamaan
perlakuan / tindak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan
perlakukan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu, serta kecepatan
kemudahan dan keterjangkauan. (Indonesia, UU No 25, 2009).

Dengan demikian, jelas bahwa seharusnya pelayanan publik tetap


memperhatikan keadilan dan ramah terhadap masyarakat berkebutuhan khusus
seperti kaum difabel sebagai salah satu kelompok masyarakat rentan selain
wanita dan anak-anak (Indriyany, 2015).

Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Fisik Prof. Dr.


Soeharso Surakarta (selanjutnya akan disingkat menjadi BBRSPDF)
merupakan salah satu layanan sosial dari pemerintah pusat yang ditujukan
untuk menangani rehabilitasi bagi penyandang disabilitas fisik yang bertempat
di Kota Surakarta. Berdirinya BBRSPDF diawali dengan visi dan misi Prof.
Dr. Soeharso yaitu meningkatkan keberfungsian sosial penyandang disabilitas
fisik di masyarakat dan mengembangkan standardisasi pelayanan rehabilitasi
sosial, serta meningkatkan kapabilitas fisik, psikososial, mental spiritual, dan
penghidupan. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi BBRSPDF Prof. Dr.
Soeharso Surakarta berdasarkan Keputusan Menteri Sosial RI No.
55/HUK/2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja BBRSPDF Prof. Dr.
Soeharso Surakarta adalah memberikan pelayanan rehabilitasi sosial,

2
rehabilitasi keterampilan, resosialisasi, penyaluran dan bimbingan lanjut.
Disamping tugas pokok tersebut, BBRSPDF juga memiliki tugas untuk
melaksanakan pengkajian dan pengembangan standar pelayanan rehabilitasi
sosial. Semua pelayanan rehabilitasi tersebut memiliki satu tujuan yaitu dalam
rangka menyiapkan kemandirian dan kesejahteraan orang-orang dengan
kecacatan fisik.

Melihat permasalahan tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk


mengadakan penelitian tentang “Intervensi Pelayanan Sentra Terpadu Prof.
Dr. Soeharso Surakarta Terhadap Penyandang Disabilitas Dan
Masyarakat Berkebutuhan Khusus Di Jawa Tengah”.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka perumusan masalah yang akan
diangkat oleh peneliti adalah :

“ Bagaimana Intervensi Pelayanan Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso


Surakarta Terhadap Penyandang Disabilitas Dan Masyarakat Berkebutuhan
Khusus Di Jawa Tengah? ”.

C. Tujuan dan Manfaat penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mendidik dan melatih mahasiswa Fakultas


Dakwah dan Komunikasi Islam Program Studi Bimbingan Konseling Islam
(BKI) IAIN Kudus agar mendapatkan pengalaman praktis. Adapun beberapa
tujuan lain dalam KKL seperti

1. Mendapatkan pengalaman kerja yang relevan sekaligus sebagai media


adaptasi pengenalan terhadap lingkungan kerja sebelum terjun kedunia kerja
yang sesungguhnya.

2. Mengenal dan mempelajari tentang permasalahan-permasalahan yang


terjadi di dunia kerja. Dan kemudian berusaha mencari penyelesaiannya
berdasarkan ilmu yang didapat dimeja perkuliahan

3
3. Mempersiapkan dan melatih profesionalisme di bidang Bimbingan
Konseling Islam yang merupakan disiplin ilmu yang menjadi ujung tombak
di dalam pelayanan sosial.

4. Meningkatkan pengetahuan, kemampuan serta ketrampilan, praktis dan


sistematis dalam mempersiapkan calon sarjana Bimbingan Konseling Islam
dalam bersosial.

5. Membina hubungan antara perguruan tinggi dengan berbagai instansi,


lembaga pemerintah dan swasta untuk bersama-sama mengembangkan dan
menerapkan ilmu Bimbingan Konseling Islam.

6. Mendapatkan masukan guna umpan balik dalam usaha penyempurnaan ilmu


yang sesuai dengan tuntutan dunia sosial dalam bermasyarakat.

Hasil dari kegiatan Kuliah Kerja Lapangan ( KKL ) Prodi Bimbingan


Konseling Islam tahun 2023 diharapkan mempunyai kegunaan yang sangat
baik :

a. untuk mahasiswa

1. Memudahkan Mahasiswa dalam mengembangkan keterampilan berpikir


dan memecahkan masalah.

2. Memudahkan mahasiswa dalam penguasaan dan pendalaman serta


pengaplikasian layanan Bimbingan Konseling.

3. Menjadikan Mahasiswa lebih aktif dalam mempelajari pelayanan


Bimbingan Konseling yang dapat dimanfaatkan di lingkungan dan
perkuliahan.

b. untuk dosen

1. Kegiatan KKL merupakan mediasi Dosen untuk menjelaskan kerangka


utuh Bimbingan Konseling.

2. Dosen dapat memberikan suatu bentuk perkuliahan yang representatif


ditempat Obyek yang dijadikan KKL.

4
c. Untuk Perguruan Tinggi

Dari kegiatan Kuliah Kerja Lapangan dapat meningkatkan kerja sama


yang baik antara pihak Perguruan Tinggi dan Instansi yang dijadikan obyek
KKL.

D. Sistematika Pembahasan

Untuk memperoleh pembahasan yang sistematis, maka penulis perlu


menyusun sistematika sedemikian rupa sehingga dapat menunjukan hasil
penelitian yang baik dan mudah dipahami. Maka penulis akan mendiskripsikan
sistematika penulisan sebagai berikut

Bab pertama, merupakan bagian pendahuluan ini di dalamnya berisi latar


belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika
pembahasan.

Bab kedua, Pada bab ini memuat kajian pustaka dan penelitian terdahulu.
Dimana di dalamnya berisi landasan teori, penelitian terdahulu, landasan
konseptual, dan kerangka pemikiran. keberadaan teori baik yang dirujuk dari
pustaka atau hasil penelitian terdahulu yang digunakan sebagai penjelasan dan
berakhir pada konstruksi teori baru yang dikemukan oleh peneliti.

Bab Ketiga, menjelaskan tentang metode penelitian yang dipakai oleh


peneliti. Mulai jenis penelitian, lokasi penelitian subjek penelitian, sumber
data, teknik pengumpulan data, pengujian keabsahan data dan teknik analisis
data.

Bab keempat adalah hasil penelitian yang meliputi pemaparan data,


temuan penelitian, dan pembahasan dalam penelitian.

Bab kelima adalah berisi mengenai adalah kesimpulan dan saran.

5
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN TERDAHULU

A. Landasan Teori

1. Pengertian Difabel

Dalam UU Republik Indonesia No.8 tahun 2016 mengenai penyandang


disabilitas. Penyandang disabilitas merupakan semua orang yang mengalami
keterbatasan fisik, mental, intelektual, serta sensorik dalam jangka lama yang
dalam berinteraksi dengan lingkungan bisa mengalami kendala juga kesulitan
dalam berpartisipasi secara penuh juga efektif dengan negara lainnya
berdasarkan kesamaan hak.

Pada tahun 1990-an, di indinesia terbentuknya kata “difabel” yang


merupakan singkatan dari “differently abled” sebagai counter pada penggunaan
arti penyandang cacat yang di nilai dan sigmatis. Pengertian ini digunakan
sebagai argumen bahwa mpenyandang tidak merupakan arti ketidakmampuan
dari disabilitas (Widinarsih, 2017).

Kelainan pada disabilitas ini yang diamali seseorang karena dari lahir, atau
peristiwa setelah kelahiran, disabilitas ini memiliki macam-macam kelainan
atas penyakit maupun kecelakaan yang menyebabkan akibat pada psikologis
yang beragam pada kondisinya.

Somantri (Ramadhanti, 2018) berpendapat bahwa individu yang


menyandang disabilitas fisik yang baru mengalami kelainan, disebabkan
adanya kecelakaan yang mempengaruhi gangguan emosi yang sering muncul.
Disabilitas fisik dibagi menjadi dua kategori umum diantaranya cerebal palsy
dan tunadaksa. Soemantri menyatakan bahwa cerebral palsy merupakan suatu
susunan dari kerusakan terhadap otak. Cerebral palsy yaitu keadaan yang dapat
mempengaruhi penanganan sistem motorik akibat terjadinya lesi pada otak,
atau penyakit neuromuscular yang terjadi akibat gangguan maupun kerusakan
bagian dari otak yang berkaitan dengan penanganan fungsi motoric
(Kuntoroyakti, 2018).

6
Menurut Badriyani & Riani (Ramadhanti, 2018) seseorang dengan
disabilitas seringkali disamakan dengan orang yang mempunyai keterbatasan,
tidak berdaya, penyakitan, serta dianggap lainnya yang bisa membuat orang
tersebut mendapatkan pemikiran lemah juga perlakuan diskriminasi dari orang
yang normal.

Berdasarkan beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa difabel


ialah setiap inividu memiliki keadaan ketunaan secara fisik sehingga
menganggu kapasitas norma individu dalam bergerakserta melaksanakan
kegiatan sehari-hari. Dimana difabel ini masih mendapatkan tikdakan
diskrimatif oleh masyarakat.

2. Pengertian Berkebutuhan Khusus

Menurut Heward dan Orlansky (Nida et al., 2018) anak berkebutuhan


khusus yaitu anak anak yang mempunyai keunikan fisik maupun kemampuan
belajar yang beda dengan anak normal, baik atas maupun di bawah, yang tidak
selalu menampakan kelainannya baik fisik, mental, maupun emosi, hingga
memerlukan tindakan penanganan secara individual pada pendidikan khusus.
Anak berkebutuhan khusus inin mempunyai delapan kerakteristik diantaranya :
retardisi mental, sulit dalam menerima pelajaran, gangguan emosi, komunikasi
( bahasa juga pengucap), tunarungu (gangguan fisik ataupun kelainan pada
kesehatan lainnya), tunaganda (mempunyai kelainan yang cukup berat).

Menurut WHO ( World Healt Organization) (Diningrum, 2016) ada


beberapa istilah yang digunakan dalam variasi dari kebutuhan khusus,
diantaranya sebagai berikut, Disability adalah kelainan atau gangguan
kemampuan dalam memperlihatkan aktifitas sesuai peraturan yang sudah
ditetapkan yang masih dalam batas normal. Kedua, Impairment, merupakan
hilangnya maupun gangguan pada psikologis nya yang menyebabkan fungsi
organ nya terganggu. Ketiga, Handicap adalah hambatan yang terjadi karena
penghambatan perkembangan peran normal pada individu. Anak berkebutuhan
khusus yaitu anak yang mempunyai keunikan yang berbeda dengan anak pada
umumnya dan masih bisa melakukan kegiatan sebagai anak-anak pada umum

7
nya, yang membutuhkan perlakuan yang baik dan tersusun dalam menangani
anak berkebutuhan khusus sehingga mereka bisa bersosialisasi dan ikut serta
dalam kegiatan di lingkungan sekitarnya (Mahmuda., 2021).

Efendi (Nisa et al., 2018) menyatakan bahwa anak berkebutuhan khusus


adalah suatu kondisi yang membedakan anak-anak pada umumnya yang
memunculka. Perbedaan ini bisa memunculkan kelebihan dan kekurangan pada
anak berkebutuhan khusus, pada perbedaan ini bisa memunculkan dampak
pada penyandang. Suran dan Rizzo (Roihah et al., 2015) anak berkebutuhan
khusus ini mempunyai perbedaan terhadap anak pada umumnya yang terlihat
dari dimensi penting dan fungsi kemanusiaannya. Mereka yang secara fisik,
psikologis, kognitif maupun sosial terlambat dalam perkembangannya untuk
mencapai tujuan dalam memenuhi kebutuhan pada potensi yang dimiliki
secarab maksimal, diantaranya mereka yang tuli, buta, gangguan berbicara,
cacat tubuh, reterdasi mental, ganggua emosional pada anak berasal dari
inteligensi tinggi yang merupakan kategofi anak berkebutuhan khusus
dikarenakan perlunya tindakan dari tenaga profesional terlatih.

Faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus Adapun tiga kategori faktor


yang menjadi penyebab anak berkebutuhan khusus (Diningrum, 2016),
diantaranya sebagai berikut :

a) Pre-Natal

Kelainan pada anak di alami sejak dalam kandungan sebelum di lahirkan.


Hal ini di karenakan faktor internal adanya faktor genetik yang diturunkan
orang tua, juga faktor eksternal karena pendarahan yang berlebihan yang di
alami ibu yang di sebabkan oleh benturan atau jatuh serta memakan
makanan yang bisa menlukai janin karena kurangnya gizi saat hamil.

b) Peri-Natal

Kelainan pada anak terjadi pada saat proses melahirkan dimana susah
mendapatkan pertolongan dikarenakan proses persalinannya sulit, dan
melahirkan dalam kondisi yang prematur.

8
c) Pasca – Natal

Terjadinya kelainan disebabkan setelah melahirkan sampai dengan usia


perkembangan anak (kurang lebih usia 18 tahun). Hal ini disebabkan karena
kecelakaan, sakit, keracunan, kejang-kejang yang dialami sejak bayi.

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa anak


berkebutuhan khusus merupakan individu yang mempeunyai keuinikan yang
berbeda dari anak pada umum nya, yang mempunyai karakteristik yang unik.

3. Pengertian Pelayanan Publik

Dalam suatu lembaga pemerintahan yang berorientasi pada kesejahteraan


rakyat, pelayanan publik merupakan salah satu unsur penting. Pelayanan dapat
diartikan sebagai pemberian (melayani) keperluan perorangan atau masyarakat
yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok
dan tata cara yang ditentukan. Pelayanan Publik menjadi sorotan utama dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pelayanan memiliki tiga makna yaitu perihal atau cara melayani, usaha
melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan atau uang,
kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli barang atau jasa.

Menurut Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2007:4-5) pengertian


pelayanan publik atau pelayanan umum adalah : Pelayanan Publik atau
pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan,
baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya
menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di
daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik
Daerah, dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003, definisi dari
pelayanan umum adalah : Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh
instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik

9
Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa,
baik dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan menurut Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 UU No. 25/2009, yang dimaksud
dengan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/ atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Pelayanan publik merupakan salah satu kebutuhan dalam rangka


pemenuhan pelayanan sesuai peraturan perundang-undangan. Pemenuhan
kebutuhan merupakan hak dasar bagi setiap warga negara dan penduduk untuk
mendapatkan pelayanan atas barang, jasa dan administratif yang disediakan
oleh penyelenggara pelayanan publik dengan maksimal.

Pengertian lain menurut Hardiyansyah (2011:12) pengertian pelayanan


publik adalah : Melayani keperluan orang atau masyarakat atau organisasi yang
memiliki kepentingan pada organisasi, sesuai dengan aturan pokok dan tata
cara yang ditentukan dan ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada
penerima layanan. Dari pengertian pelayanan publik di atas dapat disimpulkan
bahwa pelayanan publik merupakan segala bentuk pelayanan yang diberikan
oleh pemerintah baik yang diselenggarakan oleh lembaga pemerintah itu
sendiri ataupun oleh lembaga non-pemerintah untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat maupun pelaksanaan ketentuan yang telah ditetapkan dengan
segala sarana, dan perlengkapannya melalui prosedur kerja tertentu guna
memberikan jasa pelayanan dalam bentuk barang dan jasa.

Pelayanan publik yang dimaksud dalam penelitian ini termasuk dalam


segala bentuk pelayanan pada masyarakat yang dilakukan oleh balai besar
sentra terpadu prof. Dr. Soeharso Surakarta dalam memenuhi kebutuhan para
penyandang disabilitas dan masyarakat berkebutuhan khusus yang dilakukan
berdasarkan asas, prinsip dan standar pelayanan publik agar mewujudkan
pemerintahan yang demokratis. Munculnya pelayanan umum atau publik
dikarenakan adanya kepentingan, dan kepentingan tersebut bermacam-macam
bentuknya sehingga pelayanan publik yang dilakukan ada beberapa macam.

10
Menurut Hardiyansyah (2011:23) jenis pelayanan umum atau publik yang
diberikan pemerintah terbagi dalam tiga kelompok, yaitu : Pelayanan
Administratif, Pelayanan Barang, dan Pelayanan Jasa. Pendapat lain
dikemukakan menurut Lembaga Administrasi Negara (dalam SANKRI Buku
III 2004 : 185) yaitu :

1. Pelayanan pemerintahan adalah jenis pelayanan masyarakat yang terkait


dengan tugas-tugas umum pemerintahan, seperti pelayanan KTP, SIM, pajak,
perijinan, dan keimigrasian.

2. Pelayanan pembangunan adalah suatu jenis pelayanan masyarakat yang


terkait dengan penyediaan sarana dan prasarana untuk memberikan fasilitasi
kepada masyarakat dalam melakukan aktivitasnya sebagai warga negara.
Pelayanan ini meliputi penyediaan jalan-jalan, jembatan-jembatan,
pelabuhan-pelabuhan, dan lainnya.

3. Pelayanan utilitas adalah jenis pelayanan yang terkait dengan utilitas bagi
masyarakat seperti penyediaan listrik, air, telepon, dan transportasi lokal.

4. Pelayanan sandang, pangan dan papan adalah jenis pelayanan yang


menyediakan bahan kebutuhan pokok masyarakat dan kebutuhan perumahan,
seperti penyediaan beras, gula, minyak, gas, tekstil dan perumahan murah.

5. Pelayanan kemasyarakatan adalah jenis pelayanan yang dilihat dari sifat dan
kepentingannya lebih ditekankan pada kegiatan-kegiatan sosial
kemasyarakatan, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, ketenaga kerjaan,
penjara, rumah yatim piatu, dan lainnya. Dari kedua pendapat tersebut, jenis
pelayanan di Politeknik Pelayaran Surabaya termasuk ke dalam kategori
pelayanan administratif dan pelayanan jasa. Pelayanan publik dapat diartikan
sebagai jasa pelayanan yang mempunyai unsur-unsur didalamnya. Unsur-
unsur proses pelayanan publik diperlukan agar dapat mendukung pelayanan
yang diinginkan.

Atep Adya Bharata (2003:11) mengemukakan pendapatnya terdapat empat


unsur penting dalam proses pelayanan publik, yaitu :

11
1. Penyedia Layanan

2. Penerima Layanan

3. Jenis Layanan

4. Kepuasan Pelanggan.

Selanjutnya, Kasmir (2006:34) mengemukakan ciri-ciri pelayanan publik


yang baik adalah memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

1. Tersedianya karyawan yang baik

2. Tersedianya sarana dan prasarana yang baik

3. Bertanggung jawab kepada setiap nasabah (pelanggan) sejak awal hingga


akhir

4. Mampu melayani secara cepat dan tepat

5. Mampu berkomunikasi

6. Memberikan jaminan kerahasiaan setiap transaksi

7. Memiliki pengetahuan dan kemampuan baik

8. Berusaha memahami kebutuhan nasabah (pelanggan)

9. Mampu memberikan kepercayaan kepada nasabah (pelanggan)

Pelayanan yang baik pada akhirnya akan mampu memberikan kepuasan


kepada masyarakat. Pelayanan yang optimal pada akhirnya juga akan mampu
meningkatkan image organisasi sehingga citra organisasi di mata masyarakat
terus meningkat.

Adanya citra organisasi yang baik, maka segala yang dilakukan oleh
organisasi akan dianggap baik pula. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan
banyak faktor yang mempengaruhi, antara lain sumber daya manusia,
kesadaran, aturan, organisasi, ketrampilan dan kemampuan, sarana pelayanan,
serta pengalaman pelanggan selain itu faktor internal dan eksternal menjadi

12
penting dan berpengaruh dalam mewujudkan pelayanan yang berkualitas bagi
setiap pengguna. Azas-azas pelayanan publik menurut Keputusan Menpan
Nomor 63/2003 adalah : Transparansi, Akuntabilitas, Kondisional,
Partisipatif, Kesamaan Ham, Keseimbangan Hak dan Kewajiban.

Adapun prinsip pelayanan publik menurut MENPAN No.63/ KEP/ M.Pan/


7/ 2003 antara lain adalah : (1) Kesederhanaan; (2) Kejelasan; (3) Kepastian
Waktu; (4) Akurasi; (5) Keamanan; (6) Tanggung Jawab; (7) Kelengkapan
sarana dan prasarana kerja; (8) Kemudahan Akses; (9) Kedisiplinan,
keramahan, dan kesopanan; dan (10) Kenyamanan.

Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar


pelayanan, sebagai jaminan adanya kepastian bagi pemberi didalam
pelaksanaan tugas serta fungsinya dan bagi penerima pelayanan dalam proses
pengajuan permohonannya. Standar pelayanan merupakan ukuran yang di
bakukan dalam penyelenggaran pelayanan publik sebagai pedoman yang
wajib ditaati dan dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan, dan menjadi
pedoman bagi penerima pelayanan dalam proses pengajuan permohonan,
serta sebagai alat control masyarakat dan atau penerima layanan atas kinerja
penyelenggara pelayanan.

4. Pusat Pelayanan Difabel

Pusat Pelayanan Difabel merupakan suatu tempat atau saran bagi para
penyandang cacat untuk bertempat tinggal atau berlatih. Pusat Pelayanan
Difabel biasanya menawarkan beberapa kegiatan yang membangun para
penyandang cacat agar dapat merasakan kehidupan layaknya manusia normal.
Biasanya ada banyak fasilitas juga yang ditawarkan pada tempat Pusat
Pelayanan Difabel ini. Di berbagai tempat di Jawa Tengah belum ditemukan
pelayanan disabilitas yang sangat memadai sepeerti sentra terpadu. Faktor
inilah yang menjadi salah satu penyebab kurang terfasilitasinya para
penyandang cacat di berbagai daerah di Jawa Tengah .

5. Fungsi Pusat Pelayanan Difabel

13
Pusat pelayanan difabel yang merupakan sarana tempat tinggalnya para
penyandang cacat memiliki banyak fungsi. Berikut merupakan fungsi dari
pusat pelayanan ini :

a) Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan ini merupakan kegiatan yang penting bagi kaum difabel, dimana
setiap orang dianjurkan untuk menerima pembelajaran termasuk para kaum
difabel untuk mensejajarkan kedudukan antara kaum difabel dan manusia
normal pada umumnya. Pembelajaran ini dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :

1. Tujuan Pembelajaran Pendidikan.

Mengembangkan bahasa, komunikasi, pengetahuan umum, sikap dan


perilaku.

2. Pembelajaran Pendidikan Ketrampilan.

Mengembangkan bakat dan keahlian kaum difabel guna siap terjun ke


dunia kerja.

3. Pembelajaran Pendidikan Religius.

Mengembangkan pengetahuan tentang cinta kasih hubungan dengan


Tuhan dan hubungan dengan manusia.

b) Kegiatan Pelatihan dan Pemulihan

Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan yang paling penting dan wajib
bagi para kaum difabel. Kegiatan pelatihan dan pemulihan yang dilakukan
pada Pusat Rehabilitasi Difabel ini ada seperti; terapi untuk pengembangan
berjalan, dan lainnya. Sebagai sarana bertempat tinggalnya para penyandang
cacat, sehingga mereka tidak merasakan suatu perbedaan yang sangat
menonjol.

c) Pemeliharaan dan Perawatan

14
Kegiatan ini merupakan kegiatan yang sangat penting bagi kaum difabel ini
dimana kegiatan ini bertujuan untuk menjaga kesehatan badan, merawat
tubuh mereka, memeriksa kesehatan badan mereka dan melakukan latihan
mandiri dalam pemeliharaan dan perawatan. Bagi para kaum difabel diberi
tugas besar yang melipitu berbagai latihan kemandirian selama sepanjang hari
(misalnya: mencuci piring, kerja sama dalam kelompok, kebersihan sendiri)
dan diasuh, dibimbing, didampingi oleh para pelayan di Pusat Rehabilitasi
ini. Kegiatan ini sering disebut Bina Mandiri.

Kesimpulan dari penjelasan fungsi Pusat Rehabilitasi Difabel


diatas, yang dapat ditarik adalah sebagai tempat yang mewadahi kegiatan
pendidikan sekolah, pendidikan keterampilan, religius, rehabilitasi, medis,
bina mandiri, rekreasi dan olahraga.

6. Kegiatan Pada Pusat Pelayanan Difabel

Ada banyak kegiatan – kegiatan yang ditawarkan oleh Pusat Pelayanan


difabel khususnya Pusat Pelayan Difabel yang diperuntukkan bagi kaum
difabel yang mengalami keterbatasan fisik. Pada umumnya kegiatan-kegiatan
yang diberikan bertujuan untuk merelaks-kan para penyandang cacat ini.
Berikut merupakan kegiatan – kegiatan yang terdapat pada Pusat Pelayanan
Difabel khususnya Pusat Pelayan Difabel yang diperuntukkan bagi kaum
difabel yang mengalami keterbatasan fisik :

a) Pembelajaran Kurikulum, Pembelajaran ini diberikan dengan tujuan


agar para penyandang cacat juga mendapatkan ilmu, sehingga mereka
tidak tertinggal oleh kemajuan atau pembelajaran pada masa ini.
Pendidikan yang diterima ini kemudian dilanjutkan ke tahap berikutnya
dimana kaum difabel juga dapat menerima pekerjaan yang selayaknya,
seperti orang normal pada umumnya.

15
b) Pembelajaran Agama, Pembelajaran ini deberikan dengan tujuan agar
para penyandang cacat selalu semangat dalam menjalakan hidupnya dan
agar mendapat bimbingan rohani.

c) Pelatihan Keahlian atau Kesukaan, Pelatihan ini diberikan dengan


tujuan agar para penyandang cacat dapat menjalakan keahlihannya atau
menyalurkan bakatnya sehingga mereka dapat memiliki hasil kreasi-kreasi
yang baik dan dapat ditujukkan kepada masyarakat luas.

d) Rekreasi atau Liburan, Hal ini diberikan dengan tujuan agar para
penyandang cacat ini tidak stress dan dapat merasakan yang pada
umumnya semua orang dapat rasakan.

e) Pelatihan Mental, Pelatihan ini diberikan dengan tujuan agar para


penyandang cacat tidak minder, sehingga mereka dapat bersosial seperti
biasanya.

f) Rekreasi atau Bermain, Hal ini diberikan dengan tujuan untuk sekedar
memeberikan hiburan atau dan agar mereka dapat saling mengenal satu
sama lain.

g) Olahraga Sebagai Sumber Kesehatan, Hal ini diberikan agar kesehatan


mereka juga selalu terpantau dan sekaligus sebagai hiburan contohnya
kegiatan berenang.

h) Pemandirian, Hal ini dilakukan seiring lamanya mereka tinggal ditempat


Pusat Pelayanan ini, biasanya mereka terlebih dahulu dibagikan kelompok
dan menjalankan tugasnya yang berupa penjagaan kebersihan baik
lingkungan Pusat Pelayanan maupun kegiatan didalam gedung seperti
dapur.

i) Hiburan, Kegiatan hiburan ini mencakup banyak kegiatan seperti


kunjungan ke tempat – tempat unit, liburan, sekedar jalan – jalan dan
sebagainya.

16
17
7. Fasilitas Pada Pusat Pelayanan Difabel

Banyak fasilitas yang ditawarkan oleh pusat pelayanan difabel pada


umumnya, khususnya Pusat Pelayanan yang diperuntukkan bagi kaum difabel
yang menderita keterbatasan fisik, sehingga para penyandang cacat yang
memilih untuk tinggal ditempat ini merasa tidak bosan dan dapat merasakan
apa yang pada umumnya orang normal rasakan. Berikut merupakan beberapa
fasilitas yang terdapat Pusat Pelayanan yang diperuntukkan bagi kaum difabel
yang menderita keterbatasan fisik :

a) Klinik Kesehatan, berfungsi untuk mengecek perkembangan para


penyandang cacat yang tinggal di pusat pelayanan difabel ini, sehingga
kesehatan para penyandang cacat ini pun dapat diketahui
perkembangannya.

b) Taman Bermain, taman bermain ini biasanya berupa area terbuka hijau
yang biasanya terdiri dari taman – taman yang dipenuhi oleh kolam, air
mancur dan sebagainya. Hal ini bertujuan sebagai penyegaran dan
memberikan hiburan bagi penyandang cacat sehingga penyandang cacat
tidak merasa bosan.

c) Kamar Tidur, ruang tidur bagi penyandang cacat yang biasanya dibagi
menjadi 2 kamar, kamar pria dan wanita. Pada ruangan ini ada yang
keseluruhannya digabung dalam satu kamar, ada yang dibagi menjadi
kelompok – kelompok.

d) Ruang Belajar, ruangan ini biasanya dibagi menjadi beberapa bagian


sesuai dengan pembelajarannya, pembelajaran kurikulum, rohani, dan
sebagainya dengan tujuan agar merekan dapat melatih konsentrasi mereka
agar lebih baik.

B. Penelitian Terdahulu

18
Berikut merupakan beberapa penelitian terdahulu yang ada dengan
penelitian ini, diantaranya :

1. Jurnal dengan judul “KUALITAS PELAYANAN PUBLIK BAGI KAUM


DIFABEL” 2018, yang disusun oleh Mayarni, Nur Laila Meilani, dan
Zulkarnaini. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Kualitas layanan publik
bagi penyandang disabilitas di Kota Pekanbaru dapat dikatakan belum
terselenggara baik, khususnya pada aspek aksesbilitas, competence, dan
security. Hasil penelitian menunjukkan (a) aspek aksesibilitas masih jauh
api dari panggang. Dalam artian bahwa aksesbilitas, khususnya aksesibilitas
fisik belum pro-difabel. Hal ini jamak ditemukan pada layanan bidang
trasnportasi. Sedangkan aksesibilitas non-fisik berjalan baik dalam layanan
perbankan, tapi layanan umum lainnya masih belum memberikan
kemudahan akses bagi penyandang disabilitas; (b) aspek responsiveness
sudah berjalan baik, hal ini ditunjukkan dengan sikap melayani dari para
petugas layanan publik yang mengakomodir kebutuhan dari penyandang
disabilitas; (c) Courtesy atau sikap santun dan hormat berjalan baik pada
tataran pelayanan publik yang diselenggarakan oleh lembaga formal
(perbankan, rumah sakit, sekolah, instansi pemerintah). Akan tetapi belum
berjalan baik pada level layanan publik yang diselenggarakan oleh lembaga
informal, misalnya sikap acuh tak acuh dan cuek yang ditunjukkan oleh
sopir dan/ atau kondektur angkot dan bus kota; (d) Kompetensi dari
penyelenggara layanan publik masih minim. Keahlian dan kemampuan
untuk memberikan layanna yang pro-difabel sampai sejauh ini diperoleh dan
dipelajari secara autodidak oleh pegawai/staf penyelenggara layanan publik.
Selain itu, komptensi dan kapabilitas untuk menyediakan layanan pro-
difabel yang based on regulation masih belum terlaksana dengan sungguh-
sungguh; dan (e) security atau keamanan layanan publik dirasakan masih
belum mewujudkan rasa aman dan nyaman bagi penyandang disabilitas di
Kota Pekanbaru. Ini terkait dengan belum terwujudnya aksesibilitas fisik
dan non-fisik itu sendiri.

19
2. Jurnal Skripsi “PELAYANAN PUBLIK TERHADAP KAUM DIFABEL di
BIDANG PENDIDIKAN dan KETENAGAKERJAAN di KOTA
YOGYAKARTA” 2016, yang disusun oleh Rendy Oktovianus Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa Berdasarkan hasil penilitian yang
dilakukan, pelayanan publik terhadap difabel di bidang pendidikan dan
tenaga kerja di Yogyakarta sudah baik. Hal ini dapat dilihat dari indikator
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yang sudah menunjukan arah
yang baik. Meskipun ada beberapa hal yang harus di perbaiki seperti di
bidang pendidikan adalah kualitas dan kuantitas guru di sekolah dan di
bidang tenaga kerja adalah fasilitas yang diberikan perusahaan terhadap
karyawan nya.

3. Jurnal dengan judul “Manajemen Pelayanan Publik: Tinjauan tentang


Keadilan Akses Pelayanan Publik Bagi Kaum Difabel” 2019, yang disusun
oleh Jovano Deivid Oleyver Palenewen, hasil penelitiannya bahwa dapat
dikatakan bahwa Pancasila menjamin adanya keadilan bagi setiap warga
negara Indonesia untuk mengakses pelayanan publik dengan baik. Secara
normatif dalam hal ketentuan peraturan perundangundangan telah berupaya
untuk menjamin aksesibilitas kaum difabel terhadap pelayanan publik yang
sejalan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Terutama
adalah sila kedua, di mana difabel juga merupakan individu bagian dari
warga negara Indonesia yang harus diperlakukan sama serta memiliki hak
untuk mengakses pelayanan publik yang sama dengan individu lain. Meski
masih terdapat beberapa kendala dari implementasi menyangkut ketentuan-
ketentuan tentang peraturan tersebut yang belum dijalankan secara optimal,
Akan tetapi hal ini perlu ada komitmen bersama oleh semua pihak, baik
pemerintah swasta dan masyarakat dalam menciptakan satu kondisi
pelayanan publik yang ramah bagi kaum difabel, sehingga nilai keadilan
bagi warga negara Indonesia dapat terealisasi dengan baik.

4. Jurnal yang berjudul “PELAKSANAAN PELAYANAN DAN


PEMENUHAN HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS DALAM
BIDANG PENDIDIKAN PADA SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) DI

20
KOTA SURABAYA” disusun oleh Siti Aisyah ,Teguh Santoso , Zakariya.
Hasil penelitiannya Berdasarkan pada hasil penelitian diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa: (1) Transparan Dalam pelaksanaan pelayanan pada
pendidikan khusus anak berkebutuhan khusus ini sudah mudah diakses dan
terbuka. Hal ini terbukti dengan dukungan pemerintah memberikan
kemudahan akses dan dukungan fasilitas sarana dan prasarana dalam
menunjang pembelajaran untuk anak penyandang disabilitas pada sekolah
luar biasa YPAC Surabaya. (2) Akuntabilitas Dengan adanya pendidikan
khusus disabilitas di YPAC Surabaya ini membantu dalam menangani
permasalahan pemenuhan hak dalam bidang pendidikan. Hal ini
dipertanggungjawabkan dalam undang-undang bahwa setiap warga berhak
mendapatkan pendidikan tidak terkecuali anak penyandang disabilitas. (3)
Kondisional Pelaksanaan Pelayanan pendidikan dan pemenuhan hak anak
disabilitas di sekolah luar biasa YPAC Surabaya sudah efektif. Dengan
menyesuaikan kondisi dan kemampuan anak berkebutuhan khusus pada
tingkat disabilitasnya untuk mendapatkan pelayanan pendidikan yang
bermutu. (4) Partisipatif Partisipatif pemerintah dalam pelaksanaan
pelayanan pendidikan belum efektif. Hal ini ditunjukan dengan aspirasi atau
harapan masyarakat yang belum terwujudnya sekolah luar biasa Negri milik
pemerintah di Kota Surabaya. (5) Kesamaan Hak sekolah luar biasa YPAC
Surabaya menerapkan pelaksanaan pelayanan pendidikan yang tidak
diskriminasi. Dengan menyama ratakan pelayanan dan tidak memandang
sebelah mata jenis disabilitasnya semua diberikan layanan yang merata dan
diberikan hak untuk mengemban pendidikan yang layak dan bermutu. (6)
Keseimbangan Hak dan Kewajiban Sekolah luar biasa di YPAC Surabaya
melakukan pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan untuk anak
berkebutuhan khusus. Dengan memberikan dukungan dan rehabilitasi
semua anak didiknya sehingga dapat membentuk sikap percaya diri dan
mengembangkan bakat untuk masing-masing individu.

C. Landasan Konseptual

21
Berdasarkan pada kajian diatas maka peneliti dapat memberikan landasan
konseptual tentang variabel dalam penelitian tersebut dalam skema sebagai
berikut: Difabel dan berkebutuhan khusus adalah individu yang memiliki
kelainan yang berasal dari bawaan dan non- bawaan. Individu dengan
berkebutuhan khusus ini berbeda dengan individu pada umumnya, dimana
individu berkebutuhan khusus ini masih harus dalam pantauan serta
pendampingan penuh sehingga bisa menerima kondisi fisiknya dan tidak akan
merasa putus asa karena adanya pendampingan tersebut. Oleh karena itu,
difabel tersebut bisa lebih nyaman berada di sekitar masyarakat dan bisa
berfikir positif jika mendapatkan pelayanan atau fasilitas yang sangat
diharapkan oleh individu berkebutuhan khusus. Maka dari itu peneliti ingin
meneliti mutu pelayanan balai besar sentra terpadu Prof. Dr. Soeharso
Surakarta guna mengembangkan hak dan pemenuhan kebutuhan penyandang
disabilitas dan berkebutuhan khusus.

D. Kerangka Pemikiran

Adapun kerangka pemikirannya sebagai berikut

22
Mekanisme Pelayanan yang diberikan sentra terpadu Prof. Dr. Soeharso
dimulai dari aduan masyarakat, LSM, Orsos dan Dinas Sosial setempat, kemudian
dilakukan penjangkauan berupa seleksi dan identifikasi dan melaksanakan tahap
asesmen terhadap masalah dan kebutuhan klien. setelah melakukan tahap asesmen
maka dilakukanlah pertemuan kasus (Case Conference) untuk menentukan apakah
klien memenuhi syarat atau tidak untuk mendapatkan proses pelayanan dalam
panti. Setelah klien dinyatakan diterima maka dilakukan proses penempatan di
wisma yang sudah di tentukan dan mendapatkan proses pelayanan. hingga
akhirnya tahap Terminasi, tahap ini adalah tahap akhir dimana klien sudah
meninggal atau mereka yang sudah tidak mau menerima pelayanan lagi dan akan
kembali ke keluarga.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menitikberatkan pada field research atau penelitian lapangan,


dimana penelitian ini dilakukan dengan cara berhubungan langsung dengan
objek penelitian guna memperoleh keterangan yang empiris sesuai dengan
kenyataan yang ada di balai besar sentra terpadu Prof. Dr. Soeharso Sukararta.
Sedangkan menurut sifatnya penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain (Moleong, 2006).
Alasan mengapa peneliti menggunakan pendekatan kualitatif adalah karena
peneliti ingi mendeskripsikan informasi yang diberikan oleh informan dengan
meemahami satu demi satu dalam untuk menganalisis hasil observasi data yang
diperoleh dari informan. Dengan itu, laporan penelitian akan berisi kumpulan
data untuk memberikan gambaran dalam menyajikan laporan tersebut yang

23
berasal dari edukasi materi, diskusi aktif, wawancara, observasi, dan
dokumentasi (Moleong, 2017).

B. Lokasi Penelitian

Lokasi Dalam penelitian ini yakni di Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso
Surakarta. Alasan peneliti melakukan penelitian di tempat ini berdasarkan
tempat kunjungan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang dilaksanakan oleh
Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam Program Studi Bimbingan Konseling
Islam pada hari Rabu tanggal 17 Mei 2023

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yaitu benda, sumber data atau orang terkait tempat dan
data untuk variabel yang melekat juga yang dipermasalahkan (Harianti, 2021).
Dalam pengumpulan data menggunakan sampel dengan teknik purposive
sampling dimana teknik ini merupakan penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu. Sampel merupakan sebagian dari jumlah serta
karakteristik dari populasi terseut (Sugiyono, 2019). Adapun subjek dalam
penelitian adalah semua stekholder petugas dari sentra terpadu Prof. Dr.
Soeharso Surakarta. Baik petugas asesmen, psikolog, konselor, kepala bidang
keterampilan difabel, sampai terapis di sentra terpadu Prof. Dr. Soeharso
Surakarta.

D. Sumber Data Penelitian

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan


menggunakan data primer dan data sekunder.

1. Pengumpuan data primer dalam penelitian ini adalah melalui wawancara


dengan pihak-pihak yang terkait baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam proses pelayanan publik di sentra terpadu Prof. Dr.
Soeharso Surakarta.

2. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini melalui buku-buku serta


literatur yang berkaitan dengan tema yang dibahas dalam penelitian ini

24
E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yaitu metode yang digunakan untuk


mengumpulkan data yang anak diteliti dengan langkah yang lebih sistematis
agar mendapatkan data yang lebih valid serta apa adanya dengan tujuan dalam
pengumpulan data yaitu untuk mendapatkan data supaya memenuhi standar
penelitian ( Sugiyono, 2019). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah :

1. Observasi

Merupakan pengamatan yang dilakukan peneliti setting alamiah yang


bertujuan untuk menggali atau menelusuri fenomena yang ada dalam
penelitian (Fattah, 2016). Dengan menggunakan metode ini, penulis
menggarapkan bisa mendapatkan data yang dibutuhkan dengan memalui
pengamatan yang disertai catatan pada objek penelitian tersebut yang bisa
digunakan sebagai pendukung untuk keberhasial penelitian ini. Data
observasi yang diamati peneliti terkait pelayanan difabel dan anak
berkebutuhan khusus yang berada di Sentra Terpadu Prof. Dr.Soeharso
Surakarta.

2. wawancara

Merupakan pertemuan dua orang atau lebih untuk bertukar informasi


dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat di konstruksikan makna dalam
suatu topik tertentu. Penelitian menggunakan wawancara tidak terstruktur
dimana pertanyaan yang di berikan peneliti sangat terbuka. Faktor yang
mempengaruhi keberhasilan dalam melakukan wawancara yaitu responden
dan kondisi wawancara. Wawancara yang dilakukan peneliti bertujuan
mengetahui bagaimana pelayanan difabel dan anak berkebutuhan khusus
yang berada di Sentra Terpadu Prof. Dr.Soeharso Surakarta.

3. Dokumentasi

Merupakan bentuk ringkasan kejadian yang sudah dilalui bisa berupa


gambar, ataupun karya monumental dari seseorang dimana dokumentasi ini

25
merupakan pelengkap dari metode observasi juga wawancara sehingga
penelitian dapat dipercaya kebenarannya dalam melakukan penelitian
dikarenakan mendapat dukungan dari dokumentasi (Harianti, 2021). Metode
dokumentasi ini digunakan peneliti yang bertujuan untuk mengumpulkan
bukti selama melaksanakan penelitian yang berupa foto, video atau
dokumen lainnya untuk memperkuat hasil penelitian. Dokumentasi yang
dicari terkait dengan data dokumentasi yang menunjukkan pelayanan
difabel dan anak berkebutuhan khusus yang berada di Sentra Terpadu Prof.
Dr.Soeharso Surakarta.

F. Pengujian Keabsahan Data

Dalam penelitian ini ada banyak cara untuk melakukan keabsahan data,
peneliti melakukan keabsahan data dengan menggunakan teknik triangulasi
yaitu sumber data dan triangulasi teknik. Triangulasi teknik merupakan metode
pengumpulan data yang beragam dalam upaya mendapatkan informasi data
dari sumber yang sama dengan cara membandingkan hasil wawancara,
dokumentasi dan observasi. Sedangkan triangulasi sumber merupakan metode
untuk mengunpulkan data berasal dari sumber yang sama dengan cara
membandingkan data yang lainnya. Pada dasarnya triangulasi merupakan
teknik mengumpulkan data yang bersifat gabungan dari beberapa teknik
pengumpulan data berserta sumber data nya, tujuan triangulasi ini untuk
mencari kebenaran mengenai kejadian yang meningkatkan pada pengetahuan
peneliti pada temuannya (Sugiyono, 2019).

Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa triangulasi merupakan


cara untuk membuktikan data dari informasi yang diperoleh peneliti dari
dengan luas, tidak stabil atau adanya konflik, dengan menggunakan triangulasi
akan memudahkan dalam peningkatan kekuatan data, ketika dibandingkan
dengan pendekatan lainnya (sugiyono, 2018).

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
analisa interaktif ( interactive model of analysis ). Dalam model ini terdapat 3

26
komponen pokok. Menurut Miles dan Huberman dalam H.B. Sutopo (2002:
91-96), ketiga komponen tersebut adalah :

1. Data Reduction ( Reduksi Data )

Merupakan proses seleksi, pemfokusan,penyederhanaan, dan abstraksi data


dari fieldnote. Proses ini berlangsung terus sampai laporan akhir penelitian
selesai disusun.

2. Data Display ( Sajian Data )

Merupakan suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan


kesimpulan. Riset dapat dilakukan dengan melihat suatu penyajian data,
peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan memungkinkan peneliti untuk
berbuat sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan pemahaman
tersebut. Sajian data ini harus mengacu pada rumusan masalah yang telah
dirumuskan sebagai pertayaan penelitian,sehingga narasi yang tersaji
merupakan deskripsi mengenai kondisi yang rinci untuk menceritakan dan
menjawab setiap permasalahan yang ada.

3. Conclusion Drawing ( Penarikan Kesimpulan )

Dalam awal pengumpulan data peneliti sudah harus mulai mengerti apa arti
dari hal-hal yang ia temui dengan melakukan pencatatan peratuan-
peraturan, pola-pola, pernyataan-pernyataan, konfigurasi yang mungkin,
arahan sebab akibat, dan berbagai proposisi sehingga memudahkan dalam
pengambilan kesimpulan.

27
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

1. HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini, penulis akan melakukan pembahasan terkait dengan hasil
penelitian terhadap “Intervensi Pelayanan Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso
Surakarta Terhadap Penyandang Disabilitas Dan Masyarakat Berkebutuhan
Khusus Di Jawa Tengah”. Melalui penelitian yang telah dilakukan maka peneliti
memperoleh data-data dari berbagai pihak terkait, baik berupa hasil wawancara,
observasi, maupun data-data tertulis lainnya. Adapun hasil peneliti an ini adalah
sebagai berikut :

A. Deskripsi Sejarah Sentra Terpadu Prof. Dr. soeharso Surakarta

Sentra terpadu Prof. Dr. Soeharso Surakarta ini berdiri pada tahun
1951 tidak lepas dari situasi perang kemerdekaan untuk mempertahankan
kemerdekaan (1945-1950), banyak para pejuang yang gugur dan menjadi
cacat. Pada tahun 1946 Dr. Soeharso dibantu oleh bapak R. Soeroto Rekso
Pranoto mulai melakukan percobaan dalam pembuatan kaki tiruan yang
disebut dengan prothese.

Pada tahun 1947, mulai debangun asrama untuk menampung para


penyandang cacat dalam mendapatkan pelayanan prothese. Pada tahun
1948 kegiatan tersebut terus berkembang sehingga dibuat bengkel khusus
untuk pembuatan prothese. Pada tahun 1949, mulai ada gagasan untuk
untuk memberikan keterampilan kerja (Vocational Training), bagi para
penyandang cacat sebagai bekal untuk mendapatkan pekerjaan.

Pada tanggal 28 Agustus 1951, berdirilah secara resmi “Balai


Penderita Cacat”atau Rehabilitas Centrum ( RC ) pertama di Indonesia.
Pada tahun 1954, Departemen Sosial RI berdasarkan SK Mensos memberi
nama sebagai Balai Pembangunan Penderita Cacat/ Lembaga Rehabilitas
Penderita Cacat ( LRPC ) dengan tugas dalam menangani pekerjaan di
bidang seleksi sosial dan pengasramaan, pendidikan dan latihan kerja,
serta pelayanan rehabilitas sosial. Berdasarkan Kepres RI No : 022 / TK

29
Tahun 1971, tangga 29 Juni 1971, memberikan penghargaan kepada
almarhum Prof. Dr. Soeharso atas jasanya dalam merintis rehabilitas
sehingga nama RC ( Rehabilitasi Centrum ) menjadi RC ( Rehabilitasi
Centrum ) Prof. Dr. Soeharso Surakarta. Dan pada akhirnya di tahun 2019
berubah nama menjadi Balai Besar Rehabilitas Sosial Penyandang
Disabilitas Fisik ( BBRSPDF ) Prof. Dr. Soeharso Surakarta. Dan terakhir
sekarang tahun 2022 menjadi Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso
Surakarta.

B. Letak Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso Surakarta

Lokasi Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Prof. Dr. Soeharso
Surakarta terletak di Kelurahan Kandang Sapi, Kecamatan Jebres, atau
tepatnya beralamat di Jalan Tentara Pelajar Jebres Surakarta. Adapun
lokasi ini berbatasan dengan:

Sebelah Utara : Sungai PP

Sebelah Selatan : Rumah Sakit DR. Moewardi Surakarta

Sebelah Barat : SMP Muhammadiyah 7 Surakarta

Sebelah Timur : Perumahan Penduduk

Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Prof. Dr. Soeharso Surakarta
ini berdiri diatas tanah seluas 6.655 m2 dengan status milik Negara.

C. Visi dan Misi, Moto, Tugas Pokok, Fungsi, dan Struktur Organisasi
Sentra Terpadu Prof. dr. Soeharso Surakarta.

C.1 Visi : Meningkatkannya Tanggung Jawab Sosial Bagi PPKS di


Masyarakat.

C.2 Misi

1) Meningkatkan Kapasitas Fisik, Psikososial, Mental, Spriritual dan


Penghidupan PPKS.

30
2) Mengembangkan Inovasi, Metode dan Model Rehabilitas Sosial.

3) Mengembangkan Lingkungan Inklusi Bagi PPKS.

C.3 Moto : Melayani Sepenuh Hati

C.4 Tugas Pokok

Salah satu tugas pokok Sentra Terpadu adalah menjalankan


pelayanan dan rehabilitas sosial, resosialisasi, penyaluran kehidupan
masyarakat, rujukan nasional, pengkaji dan penyiapan standar
pelayanan, memberikan informasi serta koordinasi dengan instansi
terkait sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

C.5 Fungsi

1) Pelaksanaan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan


penyusunan laporan.

2) Pelaksanaan registrasi, observasi, identifikasi, penyelenggaraan


asrama dan pemeliharaan serta penetapan diagnosa sosial,
kecacatan, serta perawatan medis.

3) Pelaksanaan bimbingan sosial, mental, keterampilan dan fisik.

4) Pelaksanaan resosialisasi, penyaluran dan bimbingan lanjut.

5) Pemberian informasi dan advokasi.

6) Pengkajian dan pengembangan standar dan rehabilitasi sosial.

C.6 Struktur Organisasi Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso


Surakarta

1) Bagian Tata Usaha, terdiri dari tiga sub bagian

a) Sub Bagian Umum

b) Sub Bagian Kepegawaian

c) Sub Bagian Keuangan

31
2) Bidang Program dan Advokasi Sosial, terdiri dari tiga seksi

a) Seksi Data dan Informasi

b) Seksi Advokasi

c) Seksi Pemantauan dan Evaluasi

3) Bidang Layanan Teknis Rehabilitasi Sosial, terdiri dari tiga seksi

a) Seksi Identifikasi dan Assesmen

b) Seksi Bidang Teknis Kemampuan Sosial

c) Seksi Bidang Teknis Kemampuan Kreafitas

4) Bidang Resosialisasi dan Bimbingan Lanjut, Terdiri dari tiga seksi

a) Seksi Resosialisasi

b) Seksi Kerjasama

c) Seksi Bimbingan Lanjut

2. PEMBAHASAN

Penyelenggaraan pelayanan publik oleh pemerintah dalam hal ini tidak


dapat dilepaskan dari unsur aksesibilitas. Undang-Undang No 4 Tahun 1997
tentang Penyandang Cacat Pasal 1 ayat (4) menyatakan bahwa “Aksesibilitas
adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat guna mewujudkan
kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan’’.
Ketentuan ini diperjelas dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang No 4 Tahun
1997 tentang Penyandang Cacat yang menyatakan bahwa ‘‘Penyediaan
aksesibilitas dimaksudkan untuk menciptakan keadaan lingkungan yang lebih
menunjang penyandang cacat dapat sepenuhnya hidup bermasyarakat’’.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa negara melalui


ketentuan peraturan perundang-undangan berupaya untuk mewujudkan
kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan agar
difabel dapat sepenuhnya hidup bermasyarakat. Tak terkecuali dalam aspek

32
pelayanan pemerintah terhadap kaum difabel, berkebutuhuhan khusus, hingga
orang dalam gangguan jiwa juga membutuhkan peranan pelayanan dari
pemerintah guna mewujudkan kesamaan hak bagi masyakarat berkebutuhan
khusus.

Dalam kehidupan sosial, penyandang disabilitas berhak memperoleh


kesempatan dan peluang yang sama untuk melakukan kegiatan:

a. beribadah sesuai dengan aturan agama yang dianutnya;

b. olahraga, baik untuk prestasi maupun kebugaran/ kesehatan

c. berkesenian yang diekspresikan dalam berbagai karya, bentuk, sifat dan


jenis kesenian

d. kemasyarakatan sesuai dengan budaya dan kebiasaan

e. kegiatan sosial lainnya sesuai dengan bakat, kemampuan dan kehidupan


sosialnya dengan tetap menghormati harkat dan martabat kemanusiaan.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat pada


Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa “Penyandang cacat adalah setiap orang
yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau
merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara
selayaknya.” Kelompok difabel merupakan bagian dari masyarakat yang juga
dilindungi hak-haknya. Indonesia dalam hal ini telah meratifikasi Convention
on The Rights of Persons with Disabilities melalui Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on The Rights of Persons with
Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas).

Ratifikasi tersebut menunjukkan dua hal. Pertama adalah bahwa


perlindungan hak kaum difabel telah menjadi perhatian internasional. Kedua,
pemerintah Indonesia sejalan dengan pemerintah negara lain untuk memberi
perlindungan hak-hak kaum difabel. Ketentuan pejelasan umum dari Undang-
Undang tersebut pada paragraf 1 menyatakan bahwa: “Negara Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

33
Republik Indonesia Tahun 1945 menghormati dan menjunjung tinggi harkat
dan martabat manusia. Hak asasi manusia sebagai hak dasar yang secara
kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, juga
dilindungi, dihormati, dan dipertahankan oleh Negara Republik Indonesia,
sehingga perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia terhadap kelompok
rentan khususnya penyandang disabilitas perlu ditingkatkan.” Uraian tersebut
menunjukkan bahwa dalam hal ini Indonesia secara peraturan perundang-
undangan telah memiliki komitmen untuk memberikan perlindungan pada
kelompok difabel. Perlindungan tersebut diperlukan mengingat kelompok
difabel termasuk dalam kelompok yang rentan. Selain itu, perlindungan
tersebut juga menjadi perwujudan Indonesia sebagai negara yang melindungan
hak-hak asasi manusia.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 4 indikator sebagai berikut :

A. Aksesibilitas (tangibles)

Undang-Undang No 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat Pasal 1 ayat 4


menyatakan Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi
penyandang cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala
aspek kehidupan dan penghidupan’’. Setidaknya terdapat empat azas yang
dapat menjamin kemudahan atau aksesibilitas difabel tersebut yang mutlak
mestinya harus dipenuhi oleh pemerintah yakni :

1) Azas kemudahan

2) Azas kegunaan

3) Azas keselamatan

4) Azas kemandirian

Sementara itu, aksesibiltas yang dijamin dalam PP Nomor 43 Tahun 1998


tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat yaitu
pengaturan aksesibilitas fisik dan non fisik. Aksesibilitas fisik diterapkan
pada sarana dan prasarana umum seperti aksesibilitas pada bangunan umum,

34
jalan umum, pertamanan dan pemakaman umum serta angkutan umum.
Sedangkan aksesibilitas non fisik di terapkan pada pelayanan informasi dan
pelayanan khusus.

B. Responsiveness (Daya Tanggap)

Responsiveness (daya tanggap) merupakan keinginan yang tulus dari


penyedia layanan untuk memberikan layanan yang tanggap dan terdapat
semangat untuk “melayani sepenuh hati” terhadap para penyandang
disabilitas. Oleh karena itu, penekanan pada “willingness” atau keinginan
atau kesukarelaan tersebut menjadi faktor kunci dalam aspek responsiveness
tersebut.

Menurut Tjiptono (2012:175) berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan


penyedia layanan untuk membantu para pelanggan dan merespon
permintaan mereka dengan segera. Sedangkan Parasuranman dkk (dalam
Fitzsimmons dan Fitzsimmons 1994, dan Zeitmal dan Bitner 1996) yang
dikutip dari Fandi Tjiptono (2002:70) mengungkapkan bahwa
responsiveness adalah keinginan para staf untuk membantu para pelanggan
dan memberikan layanan dengan tanggap.

Setiap pegawai dalam memberikan bentuk-bentuk pelayanan,


mengutamakan aspek pelayanan yang sangat mempengaruhi perilaku orang
yang mendapat pelayanan, sehingga diperlukan kemampuan daya tanggap
pegawai untuk melayani masyarakat sesuai dengan tingkat penyerapan,
pengertian, ketidaksesuaian atas berbagai hal untuk pelayanan yang tidak
diketahuinya. Hal ini memerlukan adanya penjelasan yang bijaksana,
mendetail, membina, mengarahkan dan membujuk agar menyikapi segala
bentuk-bentuk prosedur dan mekani sme kerja yang berlaku dalam suatu
organisasi, sehingga bentuk pelayanan mendapat respon positif
(Parasuraman, 2001:52).

Berdasarkan Uraian di atas penulis dapat menjelaskan bahwa dalam suatu


organisasi sangat menyadari pentingnya kualitas layanan daya tanggap atas
pelayanan yang diberikan. Setiap orang yang mendapat pelayanan sangat

35
membutuhkan penjelasan atas pelayanan yang diberikan agar pelayanan
tersebut jelas dimengerti. Untuk mewujudkan dan merealisasikan hal
tersebut, maka kualitas layanan daya tanggap mempunyai peranan penting
atas pemenuhan berbagai penjelasan dalam kegiatan pelayanan kepada
masyarakat. Apabila pelayanan daya tanggap diberikan dengan baik atas
penjelasan yang bijaksana, penjelasan yang mendetail, penjelasan yang
membina, penjelasan yang mengarahkan dan yang bersifat membujuk,
apabila hal tersebut secara jelas dimengerti oleh individu yang mendapat
pelayanan, maka secara langsung pelayanan daya tanggap berhasil, dan ini
menjadi suatu bentuk keberhasilan prestasi kerja.

C. Courtesy

Aspek courtesy (sopan santun dan rasa hormat) menjadi penting untuk
dijadikan mata pisau untuk membedah persoalah kualitas layanna bagi kaum
difabel sebab disabilitas seringkali dianggap sebagai suatu hal yang
menyebabkan seorang individu tersebut merasa terpinggirkan dan menjadi
warga negara non pririotas. Oleh karena itu, semua penyelenggara layanan
publik dituntut untuk menunjukkan penghormatan dalam bentuk gestur dan
sopan santun yang merupakan wujud apresiasi warga negara non disabilitas
terhadap warga negara yang menderita disabilitas.

D. Competence

Dari aspek kompetensi, sampai sejauh ini para personal yang bersinggungan
langsung dengan pelayanan bagi kaum difabel masih minim dengan
pelatihan dan pendidikan yang spesifik kebutuhan disabilitas. Mereka
bekerja dan memberikan pelayanan tulus kepada penyandang disabilitas
lebih dikarenakan faktor kemanusiaan dan keahlian khusus yang mereka
miliki sekarang ini mereka dapatkan melalui proses autodidak. Artinya
bahwa basik pendidikan dan/atau skill khusus ketika mereka direkrut
menjadi pegawai adalah basik pendidikan yang bersifat umum dan tidak
spesifik pada pemenuhan kebutuhan penyandang disabilitas.

36
Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso Sukarta merupakan lembaga
sosial dibawah naungan pemerintah. Artinya Sentra Terpadu Prof. Dr.
Soeharso merupakan dinas sosial dari pemerintah untuk mewujudkan
masyarakat yang berkebutuhan khusus guna mendapatkan perhatian dari
pemerintah selayaknya pada masyarakat umum. Khususnya pada
masyarakat Jawa tengah. Maka dari itu peneliti ingin meneliti seberapa jauh
peran Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso dalam pelayanan kaum disabilitas
dan masyarakat berkebutuhan khusus di wilayah Jawa Tengah.

Menurut data dilapangan yang peneliti dapatkan melalui tanya jawab


terbuka, Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso sudah melayani ribuan
masyarakat yang berkebutuhan khusus. Ada yang datang sendiri ke tempat
Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso Surakarta, ada yang kiriman dari Satpol
PP, ada yang rujukan dari organisasi sosial di beberapa Kota / Kabupaten di
Jawa Tengah. Terakhir, ada yang berasal dari peninjauan di lapangan
langsung oleh dinas sosial Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso. Berdasarkan
uraian diatas menunjukkan pelayanan terbuka Sentra Terpadu Prof. Dr.
Soeharso khususnya di wilayah Jawa Tengah dikatakan sangat baik.

Adapun informasi lengkap terkait Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso


Surakarta bisa di akses melalui internet “ kemensos.go.id Sentra Terpadu
Prof. Dr. Soeharso Surakarta” di dalamnya memuat semuanya tentang
Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso mulai dari bagaimana mekanisme
pelayanan pendaftaran hingga bantuan alat bantu bagi masyarakat yang
berkebutuhan khusus. Tentunya bantuan alat bantu diberikan secara gratis
apabila memenuhi syarat yang telah ditentukan. Berarti Sentra Terpadu
Prof. Dr. Soeharso benar-benar melakukan pelayanan yang sangat baik
terhadap penyandang disabilitas dan masyarakat berkebutuhan khusus.

Berdasarkan data yang peneliti dapatkan melalui melihat langsung di


lapangan yang didampingi petugas Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso,
pertama menuju ruangan kerja yang pekerjanya binaan Sentra Terpadu Prof.
Dr. Soeharso semuanya. Mulai pembuatan kaki palsu, perakitan kursi roda

37
elektrik, pembuatan tas, sampai bengkel motor yang pekerjanya disabilitas
semua.

Kedua menuju ruang administrasi atau tata usaha, disana dijelaskan


detail mulai bagaimana cara mendapatkan informasi terkait Sentra Terpadu
Prof. Dr. Soeharso, cara mendaftar di Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso,
asesmen atau tahap penerimaan sebagai penerima manfaat di Sentra
Terpadu Prof. Dr. Soeharso, sampai fasilitas yang diberikan oleh Sentra
Terpadu Prof. Dr. Soeharso terhadap penerima manfaat.

Ketiga menuju ruangan rehabilitasi, yang didalamnya memuat


tentang Pendidikan atau pengajaran terhadap anak berkebutuhan khusus.
Pada saat itu terdapat anak berkebutuhan khusus cerebral palsy yang
berlatih makan sendiri dan anak anak berkebutuhan khusus intelegency yang
sedang dilatih sensor motoriknya atau sensor halusnya dalam permainan
menyusun balok berdasarkan warna. Pembimbing rehabilitasi Sentra
Terpadu Prof. Dr. Soeharso menjelaskan setiap hari ada penerima manfaat
yang belajar di sini, baik yang binaan Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso
maupun penerima manfaat yang hanya datang ke Sentra Terpadu Prof. Dr.
Soeharso untuk belajar di kelas rehabilitasi.

Terakhir menuju ruangan rehabilitasi khusus saraf. Menurut kepala


bidang rehabilitasi khusus saraf. Banyak yang terbantu atas pelayanan
Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso pada pelayanan rehabilitasi khusus saraf.
Dari pemain sepakbola yang cedera akibat saraf yang bermasalah sampai
masyarakat yang berkebutuhan khusus yang datang dari berbagai kota diluar
Surakarta.

Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa segi aksesibilitas, Sentra


Terpadu Prof. Dr. Soeharso mudah diakses dan sangat terbuka untuk
memberikan pelayanan terhadap penyadang disabilitas dan masyarakat
berkebutuhan khusus. Lalu dalam segi responsive atau daya tanggap
terhadap pelayanan umum bagi penyandang disabilitas dan masyarakat
berkebutuhan khusus di Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso sangat baik. Hal

38
ini dibuktikan apabila calon penerima manfaat memenuhi syarat atau
rujukan dari Lembaga sosial di Kota / Kabupaten akan langsung diproses
melalui asesmen. Bukti lain, dalam peninjauan langsung dilapangan
mengenai masyarakat berkebutuhan langsung yang membutuhkan Sentra
Terpadu Prof. Dr. Soeharso untuk diperhatikan dan dibina di Sentra Terpadu
Prof. Dr. Soeharso petugas akan datang kelapangan untuk melakukan
peninjauan dan asesmen. Dalam aspek sopan santun dan rasa hormat, Sentra
Terpadu Prof. Dr. Soeharso sangat menghargai kaum disabilitas dan
masyarakat berkebutuhan khusus dibuktikan dengan diberikannya fasilitas
mess atau wisma bagi penerima manfaat yang datang dari luar kota
Surakarta. Dan yang tak kalah bagian administrasi sangat santun dalam
melayani calon penerima manfaat dengan diarahkan secara baik dan tidak
dipungut biaya sepeserpun.

Aspek terakhir yaitu segi kompetensi, Sentra Terpadu Prof. Dr.


Soeharso Surakrta berdiri dan beroperasi berdasarkan Undang-Undang
pemerintah. Jadi, tidak diragukan lagi atas kompetensi kepegawaian di
Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso. Mulai dari profesi konselor, psikolog,
terapis, dan tenaga bantu lainnya lengkap ada di Sentra Terpadu Prof. Dr.
Soeharso. Maka kesimpulan atas semua uraian yang dipaparkan diatas
adalah Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso Surakarta sudah berkontribusi
penuh terhadap pelayanan penyandang disabilitas dan masyarakat
berkebutuhan khusus di wilayah Jawa Tengah.

39
40
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyelenggaraan pelayanan publik oleh pemerintah dalam hal ini tidak


dapat dilepaskan dari unsur aksesibilitas. Undang-Undang No 4 Tahun 1997
tentang Penyandang Cacat Pasal 1 ayat (4) menyatakan bahwa “Aksesibilitas
adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat guna mewujudkan
kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan’’.
Ketentuan ini diperjelas dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang No 4 Tahun
1997 tentang Penyandang Cacat yang menyatakan bahwa ‘‘Penyediaan
aksesibilitas dimaksudkan untuk menciptakan keadaan lingkungan yang lebih
menunjang penyandang cacat dapat sepenuhnya hidup bermasyarakat”.

Pusat Pelayanan Difabel merupakan suatu tempat atau saran bagi para
penyandang cacat untuk bertempat tinggal atau berlatih. Di Jawa Tengah
terdapat pelayanan difabel dan berkebutuhan khusus yaitu Sentra Terpadu Prof.
Dr. Soeharso Surakarta. Salah satu tugas pokok Sentra Terpadu adalah
menjalankan pelayanan dan rehabilitas sosial, resosialisasi, penyaluran
kehidupan masyarakat, rujukan nasional, pengkaji dan penyiapan standar
pelayanan, memberikan informasi serta koordinasi dengan instansi terkait
sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso telah berkontribusi terhadap


penyandang disabilitas dan masyarakat berkebutuhan khusus di wilayah Jawa
Tengah. Nyatanya dari zaman penjajahan menolong para korban perang yang
mengalami kecacatan fisik berupa kaki dengan dibuatkan kaki palsu yang
dinamakan protheses sampai sekarang bila di jumlah sudah menampung ribuan
penyandang disabilitas dan masyarakat berkebutuhan khusus. Maka dari itu
Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso Surakarta telah banyak membantu
penyandang disabilitas dan masyarakat berkebutuhan khusus.

41
B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan terhadap analisis


konsep diri difabel anak berkebutuhan khusus di sentra Terpadu Prof. Dr.
Soeharso Surakarta, maka terdapat beberapa saran yang telah peneliti rangkum
sebagi berikut:

1. Untuk peneliti selanjutnya

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini jauh dari kata sempurna, maka
dari itu peneliti selanjutnya diharapkan lebih menguasai teori sehingga
dapat menyempurnakan kekurangan dari penelitian ini.

2. Untuk penerima manfaat

Bagi penerima manfaat di Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso Surakarta,


diharapkan bisa memanfaatkan semaksimal mungkin kesempatan belajar
yang diberikan oleh pihak balai, sehingga bisa mengembangkan
kemampuan pada keterampilan yang dipelajari.

3. Untuk pihak Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso Surakarta

Penulis mengapresiasi atas kontribusi pelayanan yang diberikan kepada


penyandang disabilitas dan masyarakat berkebutuhan khusus di wilayah
Jawa Tengah. Penulis juga berterimakasih terhadap pihak Sentra Terpadu
Prof. Dr. Soeharso Surakarta atas kekukrangan dan kesalahan penulis
selama berkunjung ke Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso Surakarta.

42
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Siti, Teguh Santoso, and Zakariya. 2020. “PELAKSANAAN


PELAYANAN DAN PEMENUHAN HAK-HAK PENYANDANG
DISABILITAS DALAM BIDANG PENDIDIKAN PADA SEKOLAH
LUAR BIASA (SLB) DI KOTA SURABAYA Siti Aisyah 1 ,Teguh Santoso
2 , Zakariya 3.”

Meilani, Nur Laila. 2018. “Kualitas Pelayanan Publik Bagi Kaum Difabel.”
Jurnal Kebijakan Publik(JKP) 9(1): 11–18.

Napitupulu, Raja Henok. 2013. “Tinjauan Difabel Dan Pusat Pelayanan Difabel.”
Pusat Pelayanan Difabel di Yogyakarta: 16–17.
http://e-journal.uajy.ac.id/3398/3/2TA13145.pdf.

Natalie, Helen et al. 2021. “Self-Actualization Therapy Sebagai Upaya Mengatasi


Depresi Untuk Mengurangi Angka Pengangguran Pada Penyandang
Disabilitas Fisik Di BBRSPDF Prof. Dr. Soeharso Surakarta.” Jurnal
LeECOM (Leverage, Engagement, Empowerment of Community) 3(2): 1–8.

Oktovianus, Rendy. 2016. “PELAYANAN PUBLIK TERHADAP KAUM


DIFABEL Di BIDANG PENDIDIKAN Dan KETENAGAKERJAAN Di
KOTA YOGYAKARTA.” Thesis =.
https://etd.umy.ac.id/id/eprint/27260/9/Naskah Publikasi.pdf.

Palenewen, Jovano Deivid Oleyver. 2019. “Manajemen Pelayanan Publik :


Tinjauan Tentang Keadilan Akses Pelayanan Publik Bagi Kaum Difabel.”
Journal of Social Politics and Governance (JSPG) 1(1): 28–38.

R, CHRISTIYA LISA K. 2018. “Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik


Universitas Sebelas Maret Surakarta 2009.” Jurnalkommas.Com: 1–92.
https://www.jurnalkommas.com/docs/Jurnal D1216047.pdf.

Sippn.menpan.go.id. 2023. “Rehabilitasi Dan Perlindungan Sosial Di Sentra


Terpadu Prof Dr Sasaran Pelayanan Meliputi :” (28): 5–7.

Suryantoro, Bambang, and Yan Kusdyana. 2020. “Analisis Kualitas Pelayanan

43
Publik Pada Politeknik Pelayaran Surabaya.” Jurnal Baruna Horizon 3(2):
223–29.

WIDIA VALENTINI. 2022. “ANALISIS KONSEP DIRI DIFABEL ANAK


BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SENTRA TERPADU PROF. DR.
SOEHARSO SURAKARTA.” 33(1): 1–12.

44
LAMPIRAN

Gb. 1 dokumentasi di ruang pertemuan

Gb. 2 Di ruang kerja pembuatan kaki palsu

45
46
Gb. 3 Di ruang belajar bagi anak berkebutuhan khusus

Gb. 4 Di ruang rehabilitai khusus saraf

47

Anda mungkin juga menyukai