BAB SATU
FILOSOFIS SPEKULATIF DAN PROBLEM MORAL
FILSAFAT NATURALISME
Pernyataan “benar” atau “salah” adalah masalah yang tidak asing bagi
manusia di manapun mereka berada, dalam konteks apapun dan kurun
waktu manapun. Tidak ada satu jawapan yang sesuai untuk semua
situasi dan kondisi.
Menurut sejarah, filsafat sekular didirikan diatas dua dasar tafsiran etika
antagonistis, iaitu NATURALISME dan IDEALISME.
Etika spekluatif didasarkan di atas dua konsep tersebut di atas, bahwa secara
natur atau naturalisme membawa kita kepada pengertian metafisik dan
idealisme dalam pengertian epistemology.
1. Naturalisme Elemental
1
natur, yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari tanpa secara terperinci
menghuraikan pandangan hidup dan juga tanpa penafsiran data pengalaman
hidup.
Sebagai contoh, jika seorang pedagang yang pada satu segi mempunyai
prinsip moral bahawa kejujuran harus menjadi sistem bisnes, namun
memaafkan diri untuk sedikit berlaku curang, dengan dalih diplomasi supaya
mendapatkan keuntungan dan menjadi kaya. Hal ini kerana didukung oleh
pahaman bahawa orang boleh berbohong asalkan bohong yang memadai.
Sudah tentu kondisi seperti ini tidak lagi melihat ironinya relasi antara “jujur”
dengan “main akal” atau “bohong kecil”. Dengan demikian benar dan salah
menjadi relative dan tidak jelas.
Dalam naturalisme yang naif ini, tidak dikenal sifat mutlak dalam segala
sesuatu. Nilai-nilai absolut tidak dikenal. Sikap dan tingkah laku tidak
ditentukan oleh sesuatu yang sungguh-sungguh dipikirkan secara nalar.
Yang dikenal adalah fluktuasi dalam hubungannya antara yang “tidak terus
menerus” dengan “keyakinan adanya sanksi” terhadap tingkah laku moral,
kelemahan. Dengan demikian akibatnya adalah mempertahankan nilai-nilai
moral dengan setengah hati. Termasuk dalam kelompok ini adalah filsafat
kuno dengan segala reduksi dan refleksinya masa kini.
Critias, mengatakan bahawa letak jiwa manusia adalah pada darah dan
manusia secara fizik adalah sama seperti Binatang. Dalam pandangan
sofisme ini pada dasarnya segala sesuatu adalah relative. Demikian juga
pengertian “benar” dan “salah” tidak ada “ benar yang mutlak” dan tidak ada
“ salah yang mutlak”. Semua serba relatif. Selama ada perubahan-perubahan,
maka kebenaran juga berubah.
Yang sekarang benar belum tentu benar untuk masa yang akan datang tetap
benar. Demikian juga yang “salah” belum tentu yang sekarang salah, pada
masa yang akan datang tetap akan salah.
2
Yang hidupnya tidak membawa apa-apa justru merupakan hidup yang paling
membahagiakan. Cynisme membawa orang-orang kepada frustasi oleh
kerana tidak mampu memberikan petunjuk jelas untuk apa hidup ini. Hidup ini
tidak bertujuan. Credo hidup Cirene sebenarnya membuat orang sentiasa
menghadapi jalan buntu. Credo itu berbunyi, “eat, drink dan be merry, for
tomorrow we die”.
2. Naturalisme Sistematik
Bentuk perkembangan naturalisme bahawa natur bukan hanya dipandang
sekadar sensasi, melainkan berhubung dengan organisasi, jaringan kerja
konfigurasi. Termasuk kelompok ini antara lain:
3
pandangan Thrasymachus, Niccolo Machiavelli, Thomas Hobbes, Freiderich
Feuerbach, Nietzsche dan Karl Marx.
Thrasymachus menulis buku yang berjudul “ Republik “ ia mengemukakan
bahawa di dunia ini kekuasaan adalah the rule of life oleh kerana itu ia
berbicara tentang keadilan yang harus kuat, kekuasaan harus adil.
Tirani seperti juga Hitler dan yang lainnya berangkat dari political naturalisme.
Machiavelli adalah bapa tujuan menghalalkan cara. Yang nantinya diwarisi
dalam Etika Situasi.
Ucapan Machiavelli yang terkenal yang menjadi acuan banyak orang “ dalam
keadaan yang bagaimana, seorang pangeran/raja masih menjaga imannya?
Ertinya, ialah bahawa iman itu berlaku temporer, situasional, kondisional dan
dalam peristiwa tertentu tidak berlaku. Perlu juga di tanyakan, apakah orang
Kristian ( pelayan Rohani ) mempraktekkan hal serupa?
Karl Marx, Nietzsche dan Ludwig Feuerbach adalah tokoh-tokoh naturalis
yang sangat berpengaruh di dunia moden ini. Bersama Engel, Karl Marx
memformasikan kelompok komunis yang radikal.
Meskipun Marx melihat bahawa masyarakat ekonomis terdiri dari dua kelas,
iaitu mayarakat kapitalis dan proletariat.
Pengaruh Karl Marx sangat luas hampir ada di semua usaha dan Gerakan
politik di seluruh dunia pada zaman ini; baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Yang di kelompokkan dalam naturalisme religious antara lain: Filsafat Stoa,
Spinoza dan Humanisme Stoa.
Filsafat ini mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam zaman para rasul
Perjanjian Baru. Paulus juga mengenali dan mempelajari filsafat Stoa. Dalam
filsafat stoa, demarkasi atau pembatasan antara Pantheisme dan
Naturalisme adalah sangat kecil. Kerana keduanya mempunyai pandangan
yang sama tentang tidak adanya realitas eksistensi transcendental di dalam
system natur.
Perlu di bezakan ilah-ilah dalam agama Stoa atau filsafat Stoa dengan Allah
orang Kristian. Ilah-ilah menurut filsafat Stoa bukanlah bersifat personal
melainkan impersonal. Nasib atau takdir adalah impersonal power. Demikian
4
juga dengan pemeliharaan atau providentia bukan personal. Stoa menyangkal
adanya relasi antara jiwa dan Allah dalam relasi apapun.
Natur adalah sebagai sebab bukan sebagai akibat. Segala tingkah laku
manusia disebabkan oleh alam, kerana itu segala sesuatu harus ditetapkan
oleh alam. Segala sesuatu harus disesuaikan dengan alam (according to
nature ). Ajaran Stoa juga mengajarkan bahawa semua manusia dipanggil
kepada major ethical dan spiritual decision. Keputusan Rohani yang juga
disebutnya sebagai pertobatan.
Peraturan atau hukum bagi ajaran stoa adalah persetujuan dengan tanpa
5
disertai protes terhadap segala hukum alam. Untuk itu ajaran stoa meminta
pertobatan yang serta merta. Suatu perubahan tingkah laku atau sikap secara
total. Perasaan dan emosi hanya akan memberikan penilaian yang salah
terhadap sesuatu. Oleh karena itu sikap dan tingkah laku haruslah sesuai
dengan “a mind of natur” .
Para pemikir moral, baik Yunani maupun romawi sangat banyak yang
dipengaruhi oleh filsafat stoa ini kendatipun moralitas stoa tidak dipopularkan
secara cosmopolitan dan masal.
Elemen-elemen Kristen pada pengajaran gerja yang mual-mula sering kali
dibandingkan atau berinteraksi dengan pandangan stoa. Misalnya di dalam
Kisah Para Rasul 17:28 disebut “puisi-puisi pujangga-pujanggamu” yang
dimaksud adalah punjangga-pujangga stoa yang tentunya tidak asing bagi
orang orang Athena.
Paulus juga menggunakan istilah-istilah yang biasa dipakai oleh filsafat stoa,,
seperti [antarkes antarkes], yang dapat ditemukan di dalam Filipi 4:11, 1
Timotius 6:8, yang diterjemah dengan kata cukup dan kecukupan. Kata
eusubia [eusebia] yang diterjemahkan dengan kesalehan seperti yang kita
temukan di dalam 1Timotius 2:2, 4:7, dan lain-lain.
Pada zaman modern stoicsm ini muncul dengan pengajaran spioza atau
Spinozism [1632-1677]. Ibadah yang merupakan kebutuhan inner natur adalah
sebagai eseni atau hakikat kebajikan, yang akan menghasilkan kemerdekaan
dan secara kompleks dikemukakan oleh spinoza.
Ada interaksi antara Etika Kristen dengan Spinoza, yang dilanjutkan dengan
penggunaan istilah-istilah; Theology, Anthropology, Soteriology. Namun
menurut spinoza Allah bukanlah person etis melainkan total natur. Dalam
karya utama Etika Spinoza nyata-nyata merupakan “natur philosophy” filsafat
6
naturalisme, bahawa manusia harus menghilangkan diri sendiri secara Rohani
ke dalam natur.
Humanisme adalah penekanan empiris yang muncul dalam natur modern dan
dimodifikasi dalam agama Naturalisme. Secara modern pertama-tama tidak
menekankan kekekalan natur sebagai system melainkan sebagai kontrol
masa depan.Pengetahuan berdasarkan science sifatnya adalah sementara.
Terbuka terhadap orang lain, yang notabene adalah sesame manusia dalam
konteks universe brotherhood. Dalam hal ini adanya perbedaan penderitaan
yang harus dikompromikan ini adalah merupakan hasil manusia, bukan
perbedaan antara kebenarn kekal yang telah pasti dengan kesalahan. Moral
yang ideal bersifat tentative [sementara].
Tidak ada peraturan atau hukum yang pasti untuk suatu kehidupan, melainkan
berlaku pada dimensi tempat atau lokasi, waktu, dan zaman.Secara historis
filsafat Humanisme tidak dapat dipisahkan dengan sejarah Protestanisme
dan Renaissance.Ingat bahawa Renaissance pada abad XV yang berasas
pada kebebasan kebudayaan, Kembali kepada filsafat Yunani, sedangkan
Reformasi berasas kebebasan agama.
Karena masih banyak hal yang harus diperhatikan lebih rinci,sejauh mana
hubungan antara Renaissance [abad XV] dengan Reformasi [abad XVI].Karena
kendatipun mereka berjuang untuk bebas dari otoritas namun juga Kembali
kepada otoritas baru .Bahkan Erasmus tokoh humanis itu sangat dibenci oleh
Martin Luther .
7
Pada satu sisi Protestanisme atau Reformasi dan Renaissance disebut kaum
humanis dalam sejarah intelektual .Namun,faktanya seorang humanis,yang
meniadakan persoalan Allah adalah sebagai konsekuensi seorang
naturalis.Jadi humanisme pada dasarnya adalah sikap memberontak
terhadap kekangan-kekangan karena sadar akan dirinya sebagai manusia
yang dapat mengemukakan atau menyatakan pikiran-pikirannya.
3.Naturalisme Relatif
Naturalisme Relatif atau relativistic naturalism, mempunyai pandangan bahwa
semua nilai-nilai pada dasarnya adalah relatif.Segala sesuatu ditentukan pada
relasi dengan waktu, tempat, generasi, dan kebudayaan. Di dalam pandangan
humanisme yang sepintas sudah di bahas di bahagian sebelumnya. Orang
juga disadarkan bahawa pengalaman masa lalu dapat di jadikan ukuran masa
akan datang.
a. Pragmatisme
Natural pragmatis mempunyai tendensi untuk memperhitungkan factor-factor
yang relatif. Salah satu tokoh pragmatis John Dewey ( 1859-1952 )
mempertanyakan relasi antara nilai-nilai dengan ilmu pengetahuan. Apakah
ada relasi yang jelas antara yang kita ketahui secara kognitif dengan
perbuatan kita secara praktis. Bagaimana mengintegrasikan kemampuan
intelektual atau nilai intelektual dengan kemampuan praktis?
Pragmatisme memberikan ukuran pragma ( perbuatan, keaktifan, Tindakan )
untuk mengevaluasi atau mengukur segala sesuatu. Maka suatu perbuatan
haruslah ditentukan oleh “tujuan-tujuan”. Maka cara kerja yang menormalkan
efficiency atau efektivitas sebenarnya dilatar belakangi oleh filsafat
pragmatism.
b. Positivisme Logis
Logical positivisme juga mempunyai pengertian yang dekat dengan
pragmatism. Menurut pandangan positivisme logis, ini, etika hanya bersifat
deskriptif ( menguraikan ) dan bukan bersifat normative. Bersikap deskriptif
hanya untuk sikap-sikap atau felling dan “normative” hanyalah emosi.
8
Menurut Comte, ilmu pengetahuan haruslah bertanggungjawab untuk
menyelidiki dan menjelaskan fakta-fakta dan hubungan yang terdapat antara
fakta-fakta.
Apakah dalam Etika Kristian sama sekali bebas dari “logical positivisme” ini?
Suatu pertanyaan yang serius untuk dijawab. Sebenarnya Etika Kristian tidak
lepas dari filsafat ini. Banyak sikap-sikap yang nampaknya Rohani, namun
justru tidak alkitabiah.
Sebagai contoh berfikir positif untuk segala hal. Sebab berfikir positif untuk
segala hal tidaklah realistis, sebab yang negative pun merupakan fakta yang
nyata yang harus diterima realitasnya. Alkitab pun menyatakan tentang dosa
secara terus terang dan tidak secara positif. Dosa juga harus dihukum dan
upah dosa ialah maut, bukan positif.
Bahwa manusia mempunyai kelebihan dari Binatang yang kompleks dan juga
realistas yang melebihi kurun ruang-waktu. Terhadap naturalis, idealisme
memberikan jawapan melalui “suasana hati dan perasaan” ( mood and felling
), lebih dari huraian eksposisi yang meyakinkan sebagai pilihan.
1. Idealisme Sistematis
Untuk membuat idealisme menjadi pandangan yang lebih bersifat praktis
9
dalam penerapan, maka haruslah diwujudkan penekanan-penekanan yang
bersifat metafisik, sebagai contoh:
a. Idealisme Rasional
Tokoh pemikir kelompok ini adalah Plato, Aristoteles, dan Hegel. Plato
mendirikan sekolah yang diberi nama AKADEMIA.
Nama itu berasal dari nama kuil yang dipersembahkan oleh pahlawan yang
sudah dimitoskan, yang Bernama AKADEMOS. Sekolah ini di rencanakan
untuk menjadi pusat studi penyelidikan ilmiah, meskipun pada waktu
mendirikan sekolah, bukan lagi menjadi sesuatu yang asing. Namun sekolah
AKADEMIA yang didirikan oleh Plato inilah yang memberikan banyak
sumbangsih dalam dunia “ilmiah” hingga zaman moden ini.
Sehingga boleh dikatakan Plato adalah pelopor pendiri Perguruan Tinggi, yang
kemudian hari pada abad pertengahan dan abad moden berdiri university-
university yang di pelopori oleh gereja atau Teologi.
Dalam filsafat Plato ada tendensi yang juga terlihat dalam filsafat Yunani,
yakni mengutamakan rasio sambal menolak mitologi kuno. Namun demikian
menurut Plato, mite tidak bertentangan mutlak dengan rasio.
Kerana ada juga mite yang mempunyai unsur-unsur kebenaran. Kerana itu
dapat digunakan untuk menuraikan huraian filosofis. Acap kali yang terjadi
adalah rasio menemui jalan buntu, kerana menemukan batas wilayah yang
tidak terjangkau rasio. Khususnya mite dipakai untuk mengemukakan dugaan
-dugaan mengenai hal-hal “adikodrati” atau “aduniawi”, dan Nasib jiwa.
Ajaran tentang ide-ide adalah inti pengajaran Plato. Berbeza dengan orang
moden pengertian tentang idea bagi Plato bukannya bersifat subjektif
melainkan objektif mutlak. Idea-idea ada terlepas dari subjek yang berfikir.
Idea-idea tidak diciptakan oleh pikiran kita melainkan pemikiran kita
bergantung kepada idea-idea tersebut. Justru kerana idea-idea itu berdiri
sendiri, pemikiran kita dimungkinkan untuk berfikir tentang idea.
Melainkan ingin menyatakan apa itu keadilan dan kebenaran. Oleh sebab itu
Plato meneruskannya lebih jauh dari usaha Socrates tersebut.
Selain itu idea Plato juga di kenal di dalam ilmu pasti tentang garis, segitiga,
dan bulatan. Semuanya itu merupakan idea-idea yang diwujudkan. “ Yang
bagus” merupakan wujud dari “idea yang bagus”.
10
Bagi Plato dunia ada dua, iaitu “ Dunia indrawi” dan “dunia idea”. Di dalam
dunia idea tersebut sama sekali tidak ada perubahan, baik dalam bentuk
perkembangan maupun keruntuhan.
Kerana “idea” sudah ada “di sana” sebagai bahagian dari kenyataan dasar. Ia
yang terlibat dalam kenyataan tersebut pun yang akan mengandung idea pula.
Jadi dalam pengertian inilah, maka pikiran tersebut di sebut pikiran itu
menalar.
Kaum rasionalis mempunyai prinsip bahawa kerana pikiran dapat memahami
prinsip, maka prinsip itu harus ada. Artinya, prinsip harus benar dan nyata.
Jika prinsip itu “tidak ada”, orang tidak mungkin akan menggambarkannya.
Prinsip itu di anggap apriori bukan pengalaman dan kerana itu tidak
dikembangkan berdasarkan pengalaman.
Kita juga harus ingat doktrin Kristian tidak di dasarkan pada pengalaman.
Bahkan sebaliknya pengalaman hanya dapat dimengerti bila ditinjau dari
prinsip tersebut. Menurut Plato, jika seseorang ingin mempelajari sesuatu,
seseorang harus menemukan kebenaran yang sebelumnya belum diketahui.
11
Plato melihatnya sebagai power “knowledge is power”.
Hegel juga merupakan tokoh idealis dengan rumusan thesis-antithesis-
synthesis. Maka system etika pun sebenarnya baginya adalah dalam garis
tersebut, yang tentunya juga sangat popular dalam konteks dunia moden ini
yang semakin permisif dalam semua aspek.
Yang di maksud dengan proses pengenalan sebagai sintesis unsur apriori dan
posteriori dengan taraf:
- Indera
- akal – verstand
- rasio – Vernunft
menarik kesimpulan dari 4 kategori asas dan 12 kategori bentuk apriori dalam
taraf akal:
Bagi Immanuel Kant, selain rasio murni ada juga rasio praktis. Rasio dapat
menjalankan ilmu pengetahuan. Kalau begitu rasio disebut rasio teoritis atau
rasio murni. Disamping rasio murni ada juga rasio praktis, iaitu rasio yang
mengatakan apa yang harus kita lakukan. Dengan perkataan lain rasio yang
memberi perintah kepada kehendak.” Barang kepunyaan orang lain harus di
kembalikan “.
12
b. Irrational Reaction
Sesudah masa Hegel yang terkenal dengan thesis-synthesis-antithesis reaksi
terhadap idealisme yang mutlak muncul suatu reaksi yang didasarkan spirit
anti intelektual.
Jika dalam era akal yang mutlak dengan pengakuan “without the world, there
is no God” maka dalam irrational reaction muncul dua versi, iaitu:
3. Exsistentialisme Idealism
a. Elemental Idealism
Karakteristik kehidupan kontemporer iaitu problem kemnanusiaan di atas
segala solusi rasional sebagai pelarian individu dari kehidupan yang tanpa
harapan, frustasi, subjektivitas yang kosong tidak ada lagi prinsip-prinsip
untuk memilih.
Hal khusus sebagai akibat Perang Dunia I dan II dan perang-perang local,
regional sebagai kelanjutannya. Sehingga sangat berpengaruh terhadap sikap
mental dan moral manusia.
b. Philosophical Exsistentialism
Pada aliran ada juga sub aliran yang bersifat theistis, seperti Karl Jaspers dan
juga bersifat atheistis seperti Sartre, Heiddeger.
Di dalam hidup kita ini menghadapi berbagai kesulitan. Oleh kerana itu hal-hal
tersebut hanya dapat diselesaikan dengan keputusan-keputusan yang konkrit.
BAB 2
13
SISTEM ANALISA ETIKA
Langkah berikut adalah mengerti system Analisa etis, sebagai latar belakang
pengambilan keputusan etis; termasuk Etika Kristian atau Etika Teologis.
I. Latar Belakang
Apa yang menjadi isu utama dalam persoalan yang sedang menuntut
pengambilan keputusan etis tersebut. Dengan demikian kita tidak
mencampuradukkan permasalahan. Terutama jika ada masalah yang bersifat
spesifik dan harus didekati secara spesifik juga dengan tanpa meninggalkan
prinsip umum.
Istilah yang lain digunakan untuk maksud ini adalah argumentasi teleologis.
Meskipun kedua istilah ini dapat dibezakan dalam hal-hal tertentu. Seseorang
melakukan kebajikan, kerana dengan demikian ia akan menerima pahala.
Pahala menjadi tujuan perbuatan baiknya, atau sebagai akibat atau
konsekuensi, perbuatan baik.
14
argumentasi konsekuensi perbuatan atau Tindakan. Demikian juga dalam
Hendonisme yang menghadirkan rasa sakit dan kesulitan dengan cara
mengizinkan segala cara yang penting membahagiakan atau menyenangkan.
BAB 3
ETIKA TEOLOGIS
Pada dasarnya ada tiga tokoh yang dapat dikatakan mewakili sikap Kristian
terhadap Etika Filosofis dalam sejarah Gereja, iaitu:
1. Agustinus (354-430) yang mengusulkan pengertian revisionism. Bahawa
Etika Kristian bertugas merevisi, mengoreksi, dan membaiki Etika Falsafi.
2. Thomas Aquinas (1225-1275) dengan usulan sintesis yang
menggabungkan Etika Falsafi dengan Etika Kristian sedemikian
15
Kej 2:16,17 kita menemukan bahwa setelah Allah menciptakan manusia dan
menempatkannya di Taman Eden, Allah memberikan “satu perintah” dan “satu
peraturan” iaitu supaya manusia tidak memakan buah pengetahuan yang baik
dan yang jahat. Peraturan tersebut diberikan dalam bentuk immperatif
(perintah). Itu bererti bahawa peraturan tersebut bersifat mutlak dan
normative.
1. Allah
2. Alkitab
3. Tuhan Yesus Kristus
Ketiga sumber Etika Kristian ini merupakan sumber mutlak, dari mana kita
tahu norma-norma etis Teologis, untuk mengambil keputusan etis dalam
kelakuan hidup sehari-hari.
Selain itu adalah pertimbangan-pertimbangan yang perlu di perhatikan dalam
melaksanakan kehidupan etis praktis, iaitu:
a. Sumber dari luar ( kosmis,natur,kultur)
b.Sumber dari dalam (hati Nurani)
1. Allah
Allah mencipta langit dan bumi dengan segala isinya. Alkitab pertama-tama
memperkenalkan Allah dengan Allah sebagai pencipta langit dan bumi dan
semua yang diciptakan oleh Allah sungguh sangat baik. Di dalam Alkitab juga
ditemukan sifat-sifat Allah yang menyatakan diriNya kepada manusia, baik
sifat-sifat yang dapat digapai, difahami oleh manusia mahupun tidak tergapai
oleh manusia.
Tidak ada kejamakan dan tidak ada sifat-sifat yang berlawanan di dalam
diriNya. Keesaan Allah ini menunjukkan kesempurnaanNya. Sedangkan
implikasi etisnya bagi orang percaya adalah tidak mendua hati untuk
menyembah ilah lain, selain Allah atau yang lain yang diperilah. Hal ini sangat
16
tegas dikemukankan di dalam Taurat seperti di dalam Kel 20:3. Di dalam 10
hukum kita juga menemukan akibat penyembahan kepada berhala atau yang
ditujukan kepada ilah-ilah.
Selain itu Allah YHWH adalah Allah pembebas, yang membebaskan umatNya
dari penjajahan dan penindasan. Dengan demikian pengenalan akan Allah
YHWH juga merupakan kemerdekaan yang sejati. Adapun sifat-sifat yang
termuat di dalam keesaanNya adalah:
- Kebebasan Allah: Kebebasan mutlak.
- Allah tidak berubah (kekal): sempurna, tidak mengalami perubahan atau
pertumbuhan.
Hal ini juga menyangkut doa-doa orang percaya. Doa merupakan suatu sikap
dan keputusan etis orang percaya, oleh kerana Allah adalah orientasi iman.
Doa memang bukan usaha untuk mempengaruhi kekekalan Allah supaya
menjadi relative. Kerana Allah yang kekal juga sebagai pencipta waktu maka
Ia juga tidak dipengaruhi oleh waktu, situasi atau kondisi. John Calvin
mengatakan bahawa pada dasarnya doa adalah:
Menyadari bahawa Allah adalah Esa maka orang Kristian haruslah berdoa
hanya kepada Allah Yang Esa. Dengan kata lain, doa haruslah bersifat vertical
bukan horizontal.
Konsekuensi atau implikasi etis terhadap Allah yang Esa itu juga dihubungkan
dengan pengudusan hari Sabat. Beribadat pada hari yang teah Ia khususkan,
bukan kerana tradisi kulturis, namun berdasarkan penetapan dan penyataan
Allah sendiri kepada umatNya. Bagi orang Kristian beribadah kegereja
bukanlah suatu Tindakan etis yang relative, melainkan normative. Tidak ada
alasan apapun bagi seorang Kristian untuk beribadah pada hari minggu.
Bagi orang Israel beribadah di Bait Allah atau sinagoge merupakan aktivitas
umat Allah yang bersifat normative.
Dalam hubungan yang horizontal umat Tuhan haruslah: Menghormati orang
tua, tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berzinah, tidak menjadi saksi dusta
bagi sesame, dan tidak tamak terhadap milik orang lain.
17
b. Allah adalah Suci
Implikasi etis bagi sifat Allah yang kudus ini adalah bahawa bangsa yang
melayani Allah haruslah bangsa yang kudus, sebagaimana kita baca dalam Im
11:44. Di dalam sejarah PL, kita bertemu dengan adanya suatu pergumulan
sepanjang sejarah antara karya YHWH yang menyucikan umatNya dan kuasa-
kuasa yang menentang YHWH dan yang ingin mencemarkan bangsa Israel.
Dengan karya Tuhan Yesus Kristus di dalam PB maka undangan bagi sekalian
bangsa untuk menjadi bangsa yang kudus terbuka lebar-lebar. 1Pet 1:15 juga
ditemukan panggilan untuk menjadi kudus. Kita juga temukan bahawa dalam
konteks PB setelah penggenapan karya penebusan Kristus pengudusan
bersifat objektif dan subjektif. Dikatakan pengudusan bersifat objektif adalah
dalam pengertian soteriologis-Kristologis, ertinya pengudusan yang secara
total merupakan karya Allah.
Allah adalah adil dan benar. Kita dapat mengenal kebenaran (berbuat
sesuaidengan norma) dan adil (memelihara norma) adalah dari Allah sendiri.
Dengan segala karya dan penyataanNya kita mengenal di dalam dan melalui
Alkitab, baik PL mahupun PB.
Kebenaran yang sempurna dituntut oleh Allah terhadap umatNya
sebagaimana ditulis di dalam Mat 5:48 “Hendaklah kamu sempurna, kerana
Bapamu di surga sempurna”.
Maka jika diukur dengan ukuran keadilan dan kebenaran Allah, tepatlah apa
yang dikatakan oleh Paulus di dalam Rm 5:1, yang membuat hati Nurani dan
hidup orang percaya memperoleh damai dengan Allah. Dengan demikian
orang Kristian haruslah hidup adil dan benar, kerana percaya dan menjadi
umat Allah yang adil dan benar.
18
d. Allah Adalah Kasih
Kasih agape adalah sifat Allah dan hakikat Allah. Kerana kasihNyalah maka
keselamatan manusia berdosa dapat terealisasi. Di dalam PB kasih Allah itu
menjadi semakin terang dengan kedatangan dan penggenapan karya Tuhan
Yesus Kristus.
Oleh kerana itu manusia yang mengenal Allah yang mengasihi haruslah
mewujudkan kasih itu di dalam kehidupan sehari-hari.
Pewujudan kasih tersebut diungkapkan dalam dimensi: vertical terhadap Allah,
horizontal terhadap sesama manusia atau dalam hubungan sosial dan
internal dengan diri sendiri.
Ketiga dimensi ini berjalan secara simultan. Dengan kata lain, orang yang
mengasihi Allah pasti dan harus mengasihi sesama dan diri sendiri. Tidak
mungkin ketiganya dipisahkan satu dari yang lain.
Kendatipun Dia Maha Kuasa sehingga Dia dapat dan berhak melakukan
segala sesuatu namun Dia tidak pernah menyangkali DiriNya sendiri. Dia juga
tidak akan berbuat segala sesuatu yang tidak sesuai dengan hakikatNya dan
19
Dia tidak dapat berbohong.
Dia juga tidak dapat berubah. Dengan kata lain sifat-sifat Allah tidak dapat
dibicarakan an sich atau per se melainkan dalam kaitan satu sifat dengan
sifat-sifat yang lain.
Orang Kristian harus melihat bahawa YHWH adalah Maha Kuasa. Oleh kerana
itu harus memperhadapkan segala kekuasaan yang ada, baik yang terlihat
maupun yang tidak terlihat dengan Allah Yang Maha Kuasa.
Tidak dapat dibenarkan jika orang Kristian menyamalan “kuasa gelap”
seimbang dengan “kuasa terang” atau kuasa Allah. Sebab Allah adalah Maha
Kuasa.
Demikian juga pengenalan Allah terhadap segala sesuatau adalah mutlak dan
sempurna, tanpa diinformasikan terlebih dahulu kepadaNya. Sehingga bagi
Allah tidak ada misteri.
Pengenalan Allah akan segala sesuatu yang akan terjadi (dimensi waktu)
tentu berbeza dengan pengertian-pengertian umum seperti yang dikenal oleh
bangsa-bangsa bukan Israel tentang dewa-dewanya.
Allah Yang Maha Tahu adalah sumber etis orang Kristian, maka sebagai orang
Kristian kita harus sentiasa siuman bahawa segala sesuatu yang ada di dalam
hati (motivasi) dan perbuatan (manifestasi) baik yang dilihat oleh orang lain,
mahupun yang tidak terlihat oleh orang lain harus dilakukan dengan
tanggungjawab kepada Allah. Di sinilah sering kali orang beragama
(terutamanya Kristian) diuji kepercayaannya.
20
Dengan tidak “mendikte” Allah untuk “mengingatkan” pengetahuan Allah.
Allah Yang Maha Tahu juga sangat mengetahui dan mengenal siapa manusia
(kita), sehingga hal itu juga memungkinkan kita untuk bersikap bahawa kita
harus semakin terbuka kepada Dia dan tidak menutup diri atau berdiri di
dalam segala kelamahan dan kekurangan kita.
Allah yang mempunyai sifat-sifat serba unggul (supremasi), seperti Esa, Suci,
Adil dan Benar, Kasih, Maha Kuasa, Maha Tahu
2. Alkitab
Alkitab adalah sumber Etika Kristian, sebab Alkitab adalah firman Allah. Kita
mengenal Allah menyatakan yang menyatakan diriNya dan kehendakNya
adalah di dalam dan melalui Alkitab. 2 Tim 3:16 dijelaskan manfaat Alkitab
bagi orang percaya, iaitu:
a. Untuk mengajar (pros didaskalian)
b. Untuk menyatakan kesalahan (pros elegkhon)
Untuk mengubah PL atau Taurat; bahkan satu “yod” pun tidak akan diubahNya,
sebagaimana kita baca dalam Mat 5:17-48. Justru Tuhan Yesus memberikan
tafsiran yang lebih tinggi terhadap Taurat, dibandingkan dengan penilaian
orang Yahudi selama ini.
Orang Kristian yang baik haruslah membaca Alkitab. Menerima Alkitab adalah
Firman Allah merupakan sikap etis yang mendasar bagi orang Kristian.
Sehingga system pengambilan keputusan etis Kristian didasarkan atas norma
-norma alkitabiah dan tidak dipengaruhi oleh situasi dan kondisi konteks.
Memperhatikan 2Tim 3:16 kita dapat melihat bagaimana berdayagunanya
Alkitab.
Kata yang di pakai adalah didaskalian di tulis dalam kasus akusatif singular
yang boleh diterjemahkan sebagai instruksi ( perintah, pelajaran ). Useful for
instruction yang bererti perintah, aturan, dan juga ajaran.
21
Dengan demikian Alkitab mempunyai nilai didaktis namun juga mempunyai
nilai normative, yang bersifat perintah mutlak (hanya untuk dilaksanakan
bukan untuk didiskusikan atau dipertanyakan apalagi diperdebatkan)
Namun bagi orang yang telah mengalami pembaharuan relasi, sebagai orang
Kristian, Alkitab merupakan referensi pengajaran. Bagaimana harus bersikap
dan bertingkahlaku menormakan Alkitab. Pengajaran teologia praktis dan
praktikanya teologi harus bersumber pada pengajaran Alkitab. “Apa kata
Alkitab?” Dengan demikian Alkitab mempunyai otoritas dan orng Kristian
harus mengakui otoritas Alkitab.
Salah satu ciri khas teologi kontemporer adalah tidak menerima otoritas
Alkitab, bahkan melecehkannya. Kerana itu sikap terhadap Alkitab
menentukan sikap etis atau kelakuan sehari-hari.
Dengan demikian ada indikasi bahawa Alkitab tidak menutupi kesalahan atau
dosa seseorang baik yang bersifat peribadi mahupun yang bersifat kolektif.
Semua tokoh yang di dalam Alkitab di yatakan kesalahan, kelemahan, dan
dosanya secara terus terang. Bahkan Raja Daud yang merupakan figure raja
yang dinanti-nantikan oleh bangsa Israel sekalipun, juga tidak ditutupi
kesalahannya terhadap Uria dan juga sekaligus pertobatannya, yang
menghasilkan Mazmur 51.
Salomo sebagai raja yang paling berhikmat pun tidak ditutupi kesalahannya
oleh Alkitab. Demikian juga dengan leluhur Israel, Abraham, Ishak, Yakub
kesalahan mereka tidak ditutupi melainkan dinyatakan. Maka jika manusia
ingin mengenal dirinya, bagaiman yang sebenarnya dapat belajar dari Alkitab.
Alkitab juga menyatakan bahawa semua orang berdosa dan seorangpun tidak
ada yang benar, Rm 3:10,23.
Segala Tindakan yang negative yang tidak berkenan kepada Allah atau yang
tidak sesuai dengan kehendak Allah, dinyatakan di dalam Alkitab. Oleh kerana
itu orang Kristian tetap terpanggil berdasarkan Alkitab, untuk menyatakan
kesalahan orang (dunia) supaya bertobat. Sebab jika tidak bertobat akan
menerima hukuman kekal.
Kata pros ephanorthison juga di tulis dalam kasus akusatif singular yang
diterjemahkan dalam Bahasa inggeris correcting, restoration dengan demikian
22
Alkitab mempunyai manfaat untuk mengoreksi dan memulihkan Kembali
kelakuan yang salah, yang menyeleweng dari kehendak Allah. Sebab
kelakuan manusia seharusnya suci,
Berkenan kepada Allah, penuh kasih, baik kepada diri sendiri mahpun kepada
sesama. Namun, kerana dosa kelakuan manusia menjadi tidak sesuai
dengan yang disebut tadi. Alkitab dapat memperbaiki, merestorasi setelah
mengoreksi kelakuan bengkok. Sebab di dalam Alkitab itulah orang tahu
mana yang bengkok dan mana yang lurus yang sesuai dengan kehendak Allah.
Roh Kudus akan memampukan orang percaya untuk hidup sesuai dengan
kehendak Allah yang telah tersurat dalam Alkitab.
Setelah orang dibenarkan di dalam iman, maka ia harus membaca, belajar dan
mengerti Alkitab, sehingga dapat dituntun dalam kebenaran. Sebagai pendidik,
Alkitab akan menuntun orang percaya untuk hidup benar, sesuai dengan
pembenaran yang telah diterima dari Allah berdasarkan karya penebusan
Tuhan Yesus Kristus. Dengan demikian pengetahuan tentang kebenaran
diperoleh dari Alkitab.
23
telah dinyatakan di dalam Alkitab, pasti mendapat hukuman. Jadi Alkitab
bukan dipergunakan hanya sekadar proforma.
Alkitab mempunyai sifat cukup. Dilihait dari segi Etika Kristian jelas bahawa
Alkitab merupakan system pengambilan keputusan etis yang cukup memadai,
tanpa ditunjang oleh tambahan-tambahan tradisional dan semacamnya.
Reformasi menghasilkan paham “sola scriptura”, hanya Alkitab, maka norma
etis Kristian juga “sola scriptura”. Dengan perkataan lain Alkitab adalah norma
normans, norma segala norma.
24