( FILSAFAT ILMU )
1. Teori-Teori Kebenaran dalam Ilmu Pengetahuan.
a. Teori Kebenaran Korespondensi ( The Correspondence Theory OI Thruth ).
Teori kebenaran korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwa
pernyataanpernyataan adalah benar jika berkorespondensi terhadap Iakta atau
pernyataan yang ada di alam atau objek yang dituju pernyataan tersebut. Kebenaran
atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang dimaksud
oleh suatu pendapat dengan Iakta. Suatu proposisi adalah benar apabila terdapat suatu
Iakta yang sesuai dan menyatakan apa adanya. Teori ini sering diasosiasikan dengan
teori-teori empiris pengetahuan. Gejala-gejala alamiah, menurut kaum empiris, adalah
bersiIat kongkret dan dapat dinyatakan lewat panca indera manusia. Gejala itu bila
ditelaah mempunyai beberapa karakteristik tertentu. Logam bila dipanaskan akan
memuai. Air akan mengalir ke tempat yang rendah. Pengetahuan inderawi bersiIat
parsial. Hal ini disebabkan adanya perbedaan antara indera yang satu dengan yang
lain dan berbedanya objek yang dapat ditangkap indera. Perbedaan sensivitas tiap
indera dan organ-organ tertentu menyebabkan kelemahan ilmu empiris. Ilmu
pengetahuan empiris hanyalah merupakan salah satu upaya manusia dalam
menemukan kebenaran yang hakiki dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Penyusunan pengetahuan secara empiris cenderung menjadi suatu kumpulan Iakta
yang belum tentu bersiIat konsisten, dan mungkin saja bersiIat kontradiktiI. Adanya
kecenderungan untuk mengistimewakan ilmu eksakta sebagai ilmu empiris untuk
mengatasi berbagai masalah yang dihadapi manusia tidak selalu tepat.
Pengistimewaan pengetahuan empiris secara kultural membuat manusia modern
seperti pabrik. Semua cabang kebudayaan yang terbentuk menjadi produksi yang
bersiIat massal. Keberhasilan ilmu eksakta yang berdasarkan empirisme dalam
mengembangkan teknologi -ketika berhadapan dengan kegagalan ilmu-ilmu human
dalam menjawab masalah manusia- membawa dampak buruk terhadap kedudukan
dan pengembangan ilmu-ilmu human. Analisis IilsaIat tentang kenyataan ini harus
ditempatkan secara proporsional, karena merupakan suatu usaha ilmiah untuk
membantu manusia mengungkap misteri kehidupannya secara utuh.
d. Teori Kebenaran PerIormatiI Atau Religius.
Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh
pemegang otoritas tertentu. Contoh pertama mengenai penetapan 1 Syawal. Sebagian
muslim di Indonesia mengikuti Iatwa atau keputusan MUI atau pemerintah,
sedangkan sebagian yang lain mengikuti Iatwa ulama tertentu atau organisasi tertentu.
Contoh kedua adalah pada masa rezim orde lama berkuasa, PKI mendapat tempat dan
nama yang baik di masyarakat. Ketika rezim orde baru, PKI adalah partai terlarang
dan semua hal yang berhubungan atau memiliki atribut PKI tidak berhak hidup di
Indonesia. Contoh lainnya pada masa pertumbuhan ilmu, Copernicus (1473-1543)
mengajukan teori heliosentris dan bukan sebaliknya seperti yang diIatwakan gereja.
Masyarakat menganggap hal yang benar adalah apa-apa yang diputuskan oleh gereja
walaupun bertentangan dengan bukti-bukti empiris. Dalam Iase hidupnya, manusia
kadang kala harus mengikuti kebenaran perIormatiI. Pemegang otoritas yang menjadi
rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama, pemimpin adat, pemimpin masyarakat,
dan sebagainya. Kebenaran perIormatiI dapat membawa kepada kehidupan sosial
yang rukun, kehidupan beragama yang tertib, adat yang stabil dan sebagainya.
Masyarakat yang mengikuti kebenaran perIormatiI tidak terbiasa berpikir kritis dan
rasional. Mereka kurang inisiatiI dan inovatiI, karena terbiasa mengikuti kebenaran
dari pemegang otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat
patuh pada adat, kebenaran ini seakan-akan kebenaran mutlak. Mereka tidak berani
melanggar keputusan pemimpin adat dan tidak terbiasa menggunakan rasio untuk
mencari kebenaran.
e. Teori Kebenaran Konsensus.
Suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau
perspektiI tertentu dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung
paradigma tersebut. Banyak sejarawan dan IilosoI sains masa kini menekankan bahwa
serangkaian Ienomena atau realitas yang dipilih untuk dipelajari oleh kelompok
ilmiah tertentu ditentukan oleh pandangan tertentu tentang realitas yang telah diterima
secara apriori oleh kelompok tersebut. Pandangan apriori ini disebut paradigma oeh
Kuhn dan world view oleh Sardar. Paradigma ialah apa yang dimiliki bersama oleh
anggota-anggota suatu masyarakat sains atau dengan kata lain masyarakat sains
adalah orang-orang yang memiliki suatu paradigma bersama. Masyarakat sains bisa
mencapai konsensus yang kokoh karena adanya paradigma. Sebagai konstelasi
komitmen kelompok, paradigma merupakan nilai-nilai bersama yang bisa menjadi
determinan penting dari perilaku kelompok meskipun tidak semua anggota kelompok
menerapkannya dengan cara yang sama. Paradigma juga menunjukkan
keanekaragaman individual dalam penerapan nilai-nilai bersama yang bisa melayani
Iungsi-Iungsi esensial ilmu pengetahuan. Paradigma berIungsi sebagai keputusan
yuridiktiI yang diterima dalam hukum tak tertulis. Pengujian suatu paradigma terjadi
setelah adanya kegagalan berlarut-larut dalam memecahkan masalah yang
menimbulkan krisis. Pengujian ini adalah bagian dari kompetisi di antara dua
paradigma yang bersaingan dalam memperebutkan kesetiaan masyarakat sains.
FalsiIikasi terhadap suatu paradigma akan menyebabkan suatu teori yang telah mapan
ditolak karena hasilnya negatiI. Teori baru yang memenangkan kompetisi akan
mengalami veriIikasi . Proses veriIikasi-IalsiIikasi memiliki kebaikan yang sangat
mirip dengan kebenaran dan memungkinkan adanya penjelasan tentang kesesuaian
atau ketidaksesuaian antara Iakta dan teori. Pengalihkesetiaan dari paradigma lama ke
paradigma baru adalah pengalaman konversi yang tidak dapat dipaksakan. Adanya
perdebatan antar paradigma bukan mengenai kemampuan relatiI suatu paradigma
dalam memecahkan masalah, tetapi paradigma mana yang pada masa mendatang
dapat menjadi pedoman riset untuk memecahkan berbagai masalah secara tuntas.
Adanya jaringan yang kuat dari para ilmuwan sebagai peneliti konseptual, teori,
instrumen, dan metodologi merupakan sumber utama yang menghubungkan ilmu
pengetahuan dengan pemecahan berbagai masalah. Dalam ilmu astronomi,
keunggulan kuantitatiI tabel-tabel Rudolphine dan Keppler dibandingkan yang
hitungan manual Ptolomeus merupakan Iaktor utama dalam konversi para astronom
kepada Copernicanisme. Dalam Iisika modern, teori relativitas umum Einsten
mendapat ejekan karena ruang itu tidak mungkin melengkung. Untuk membuat
transisi kepada alam semesta Einstein, seluruh konsep ruang, waktu, materi, gaya, dan
sebagainya harus diubah dan di reposisi ulang. Hanya orang-orang yang bersama-
sama menjalani atau gagal menjalani transIormasi akan bisa menemukan dengan tepat
apa yang mereka sepakati dan apa yang tidak.
I. Teori Struktural Paradigmatik.
Suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau
perspektiI tertentu dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung
paradigma tersebut. Banyak sejarawan dan IilosoI sains masa kini menekankan bahwa
serangkaian Ienomena atau realitas yang dipilih untuk dipelajari oleh kelompok
ilmiah tertentu ditentukan oleh pandangan tertentu tentang realitas yang telah diterima
secara apriori oleh kelompok tersebut. Pandangan apriori ini disebut paradigma oeh
Kuhn dan world view oleh Sardar. Paradigma ialah apa yang dimiliki bersama oleh
anggota-anggota suatu masyarakat sains atau dengan kata lain masyarakat sains
adalah orang-orang yang memiliki suatu paradigma bersama. Masyarakat sains bisa
mencapai konsensus yang kokoh karena adanya paradigma. Sebagai konstelasi
komitmen kelompok, paradigma merupakan nilai-nilai bersama yang bisa menjadi
determinan penting dari perilaku kelompok meskipun tidak semua anggota kelompok
menerapkannya dengan cara yang sama. Paradigma juga menunjukkan
keanekaragaman individual dalam penerapan nilai-nilai bersama yang bisa melayani
Iungsi-Iungsi esensial ilmu pengetahuan. Paradigma berIungsi sebagai keputusan
yuridiktiI yang diterima dalam hukum tak tertulis. Pengujian suatu paradigma terjadi
setelah adanya kegagalan berlarut-larut dalam memecahkan masalah yang
menimbulkan krisis. Pengujian ini adalah bagian dari kompetisi di antara dua
paradigma yang bersaingan dalam memperebutkan kesetiaan masyarakat sains.
FalsiIikasi terhadap suatu paradigma akan menyebabkan suatu teori yang telah mapan
ditolak karena hasilnya negatiI. Teori baru yang memenangkan kompetisi akan
mengalami veriIikasi. Proses veriIikasi-IalsiIikasi memiliki kebaikan yang sangat
mirip dengan kebenaran dan memungkinkan adanya penjelasan tentang kesesuaian
atau ketidaksesuaian antara Iakta dan teori. Perubahan dari paradigma lama ke
paradigma baru adalah pengalaman konversi yang tidak dapat dipaksakan. Adanya
perdebatan antar paradigma bukan mengenai kemampuan relatiI suatu paradigma
dalam memecahkan masalah, tetapi paradigma mana yang pada masa mendatang
dapat menjadi pedoman riset untuk memecahkan berbagai masalah secara tuntas.
Adanya jaringan yang kuat dari para ilmuwan sebagai peneliti konseptual, teori,
instrumen, dan metodologi merupakan sumber utama yang menghubungkan ilmu
pengetahuan dengan pemecahan berbagai masalah.
2. Peranan Moral dalam Pengembangan Ilmu.
a. Pengertian Etika.
Dalam mendeIinisikan etika ini para ahli mengemukakan beberapa pendapat
diantaranya:
`Ethics is the branch of philosophy in which men attemp to evaluate and decide
upon particular courses of moral actions or general theories of conduct. The term
'ethies` or 'ethic` from the Greek Ethios (moral) and Ethos (character), also refers
to the values of rules of conduct held by agroup or individual, as for examplein the
phrase 'Cristian Ethies` or 'Unithical Behavior`.
Etika adalah studi tentang tingkah laku manusia, tidak hanya menentukan
kebenarannya sebagaimana adanya, tetapi juga menyelidiki manIaat atau kebaikan
seluruh tingkah laku manusia.
Etika adalah ilmu tentang IilsaIat moral, tidak mengenai Iakta, tetapi tentang
nilai-nilai, tidak mengenai siIat tindakan manusia tetapi tentang idenya.
Etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk
dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh dapat diketahui oleh akal
pikiran.
Objek material etika adalah tingkah laku manusia dan objek Iormalnya adalah
buruk atau baiknya perbuatan mereka atau bermoral dan tidak bermoralnya tingkah
laku manusia.
b. Beberapa Pendapat Tentang Ukuran Buruk dan Baik di dalam Aliran FilsaIat.
Di dalam aliran IilsaIat terdapat beberapa pendapat mengenai ukuran buruk dan
baiknya perbuatan manusia, diantaranya:
- Pendapat Aliran Hedonisme.
Menurut penganut aliran ini perbuatan manusia dikatakan baik jika
mendatangkan kenikmatan, kebahagiaan dan kelezatan. Tidak perduli, yang
penting nikmat, walaupun sesudah itu mengakibatkan penderitaan. Sebaliknya
Selain pendapat-pendapat aliran di atas, ada lagi beberapa teori moral yang
lain seperti yang dikemukakan oleh Immanuel Kant yang mengatakan bahwa manusia
berkewajiban melaksanakan moral imperatiI, sehingga manusia bertinIak baik tanpa
ada pemaksaan dari pihak lain, melainkan sadar bahwa tindakan tidak baik orang lain
akan merugikan diri kita sendiri. Teori Etika Hak Asasi Manusia, yang dikemukakan
oleh Jhon Lock (1632-1704). Dilihat dari rekayasa teori moral ini lebih
mengaksentuasikan hak setiap orang, terutama hak publik sebagai konsumen produk
rekayasa. Jhon Wals dengan theory of fustice-nya mensinthesiskan dua teori yang di
atas. Dua teori keadilan menurut Rawls, yaitu pertama bahwa setiap orang memiliki
persamaan hak atas kebebasan yang sangat luas sehingga kompatibel dengan orang
lain, kedua bahwa ketidaksamaan sosial dan ekonomi ditata sedemikian sehingga
keduanya, a) bermanIaat bagi setiap orang sesuai dengan harapan yang patut dan b)
memberi peluang yang sama bagi semua untuk segala posisi dan jabatan. Teori
keutamaan dan jalan tengah yang baik. Aristoteles mengetengahkan tentang tendensi
(deIisiensi). Keberanian merupakan jalan tengah antara nekad dan pengecut, kejujuran
merupakan jalan tengah antara membukakan segala yang menghancurkan dengan
menyembunyikan segala sesuatu. Dilihat dari sisi rekayasawan teori moral ini sangat
realitik. Artinya akan terus terjadi konIlik kepentingan antara produsen dan
konsumen, antara strata tertentu dengan strata yang lain, antara hak dan kewajiban
proIesional dengan hak kewajiban publik, mungkin juga kelompok, sehingga perlu
dicari jalan tengah yang baik.
c. Etika Dalam Pengembangan Ilmu.
Ilmu sangat bermanIaat, tetapi juga bisa menimbulkan bencana bagi manusia dan
alam semesta tergantung dengan orang-orang yang menggunakannya. Karena itu ilmu
sebagai masyarakat, karena ilmu didukung dan dikembangkan oleh masyarakat yang
mematuhi kaedah-kaedah tertentu. Untuk itu perlu ada etika, ukuran-ukuran yang
diyakini oleh para ilmuwan yang dapat menjadikan pengembangan ilmu dan
aplikasinya bagi kehidupan manusia tidak menimbulkan dampak negatiI. Tentang
masalah etika dalam pengembangan ilmu Noeng Muhadjir membagi kepada empat
klaster, yaitu: 1) Temuan basic research, 2) Rekayasa teknologi, 3) Dampak sosial
rekayasa, dan 4) Rekayasa sosial.
- Landasan Epistimologis.
Metode ilmiah merupakan cerminan dari pendekatan epsitimologis. Metode
ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun pengetahuan
berdasarkan cara kerangka berpikir logis, mengemukakan hipotesis, dan
melakukan veriIikasi. Kerangka pemikiran yang logis merupakan argumentasi
yang bersiIat rasional dalam mengembangkan penjelasan terhadap Ienomena.
Berpikir logis sebagai kegiatan berpikir memiliki pola tertentu yaitu logika
deduktiI dan logika induktiI. Kegiatan berpikir dalam ini tercermin dalam
penelitian sebagai konteks ini dapat dipahami sebagai proses epistemologis
untuk mencapai kebenaran. Stine (2001:199) mengemukakan berpikir logis
adalah proses mengajukan pertanyaan tentang segala sesuatu dan berusaha
untuk mencapai jawaban yang masuk akal. Bagian berpikir adalah
menghubungkan atau membandingkan Iakta, objek, dan siIat yang dicakup
otak. Penilaian dan penarikan kesimpulan merupakan tahapan selanjutnya dari
proses berpikir. Secara epistimologis maka upaya ilmiah tercermin dalam
metode keilmuan yang berpedoman pada logika hipotesis veriIikasi dengan
kaidah moral yang berasaskan tujuan menemukan kebenaran yang dilakukan
dengan penuh kejujuran, tanpa kepentingan langsung tertentu dan berdasarkan
kekuatan argumentasi.
- Pendekatan Aksiologis.
Konsisten dengan asas moral dalam pemilihan objek penelaahan ilmiah maka
penggunaan pengetahuan ilmiah mempunyai asas moral. Ilmu harus
digunakan dan dimanIaatkan untuk kemaslahatan manusia. Ilmu digunakan
sebagai sarana dalam meningkatkan taraI hidup manusia dengan
memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan kelestarian alam. Ilmu
dikembangkan sesuai dengan kaidah moralitas dan kejujuran sehingga
diharapkan ilmu merupakan salah satu Iaktor yang berperan dalam
peningkatan kualitas kehidupan manusia. Kemeny (1969:65) berpendapat
untuk kepentingan manusia maka pengetahuan ilmiah dipergunakan secara
komunal dan universal. Komunal berarti bahwa ilmu merupakan pengetahuan
menjadi milik bersama, setiap individu berhak memanIaatkan ilmu menurut
kebutuhannya sesuai dengan asas moral. Universal berarti bahwa ilmu tidak
mempunyai konsep pemetaan ras, agama, dan ideologi. Ilmuan yang memiliki
DAFTAR PUSTAKA
HurisIa, Primadhea. 2010. Teori Kebenaran Ilmiah. Diambil pada 17 Maret 2011 dari
http://www.scribd.com./
Fadliyanur. 2007. Etika dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Diambil pada 17 Maret
2011 dari http://Iadliyanur.multiply.com/.
Sumaningsih. 2010. Ilmu dalam Perspektif Moral. Diambil pada 17 Maret 2011 dari
http://sumaningsih.wordpress.com/.
Parlian P., Ringga. 2010. Etika dan Profesionalisme TSI. Diambil pada 17 Maret 2011 dari
http://ringgaparlian.blogspot.com/.
Irawati, Intan. 2008. Teori?teori Kebenaran Dalam Ilmu Pengetahuan. Diambil pada 17
Maret 2011 dari http://IilsaIatpengetahuan.webs.com/.
Noor, Maydina H. 2010. Teoriteori Kebenaran Dalam Ilmu Pengetahuan (Tugas Filsafat
Ilmu). Diambil pada 17 Maret 2011 dari http://maydinahnoor.blogspot.com/.
Irawati, Intan. 2008. Teoriteori Kebenaran Dalam Ilmu Pengetahuan. Diambil pada 17
Maret 2011 dari http://www.kabarindonesia.com/.
Mubarok, Ahmad Farid. 2010. Teori-Teori Kebenaran. Korespondensi, Koherensi,
Pragmatik, Struktural Paradigmatik, dan Performatik. Diambil pada 17 Maret 2011
dari http://deIaultride.wordpress.com/.