Anda di halaman 1dari 44

METODE PENELITIAN HUKUM

Dr.H.MUHAIMIN, SH.,M.Hum

PROGRAM STUDI : MAGISTER ILMU HUKUM

SEMESTER II

KONSENTRASI HUKUM BISNIS

SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2022 /


2023
IMPLIKASI YURIDIS PENERAPAN METODE BASIS
AKRUAL DALAM PENETAPAN PAD APBD
KABUPATEN LOMBOK BARAT
(STUDI KASUS KABUPATEN LOMBOK BARAT)

Oleh :

SLAMET SURYANTO
I2B022062

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM
2022
DAFTAR ISI

A. IMPLIKASI YURIDIS PENERAPAN METODE BASIS AKRUAL DALAM PENETAPAN PAD.


APBD KABUPATEN LOMBOK BARAT (STUDI KASUS KABUPATEN LOMBOK BARAT) .................. 2
B. Latar Belakang ............................................................................................................. 2
C. Rumusan Masalah......................................................................................................... 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................................................... 7
1. Tujuan Penelitian ...................................................................................................... 7
2. Manfaat Penelitian........................................................................................................ 7
E. Orisinalitas Penelitian .................................................................................................... 8
E. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................................................. 9
F. Landasan Teori dan Konseptual ................................................................................... 10
G. Teori Kewenangan ...................................................................................................... 13
H. Teori Akutansi Pemerintahan ....................................................................................... 14
2. Landasan Konseptual .................................................................................................. 18
B. Metode Penelitian ....................................................................................................... 34
2. Pendekatan Masalah ................................................................................................... 34
3. Jenis dan Sumber Bahan Hukum/Data ......................................................................... 37
4. Lokasi Penelitian ......................................................................................................... 38
5. Teknik Pengumpulan Data........................................................................................... 39
6. Pengolahan dan Analisis Data ...................................................................................... 40
7. Sistematika Penulisan ................................................................................................. 40

1
A. IMPLIKASI YURIDIS PENERAPAN METODE BASIS AKRUAL DALAM
PENETAPAN PAD. APBD KABUPATEN LOMBOK BARAT (STUDI KASUS
KABUPATEN LOMBOK BARAT)

B. Latar Belakang

Bahwa dalam sebuah tata Kelola pemerintahan setiap pencataaan atas akutansi

pemerintahan memiliki peran yang significant yakni sebagai media mengendalikan

tata kelola bsinis pemerintahan yang baik dan benar. hal ini sejalan dengan kebijakan

hukum pada Undang- undang Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara vide

Pasal 32 (1) (2) Undang undang a quo pada pokoknya menentukan atau

mengamanatkan “Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN /

APBD disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang

disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan yang independen untuk

kemudian dalam pelaksanaannya ditetapkan dengan sebuah Peraturan Pemerintah.1

yang kemudian oleh pemerintah memfollow up perintah norma pada Undang –

undnag a quo . sehingga pada akhirnya tanggal 22 oktober tahun 2010 pemerintah

menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan, Peraturan Pelaksana inilah yang menjadi acuan organ- organ

kekuasaan pemerintah baik tingkat Kementrian /Lembaga /Pemerintah Daerah dalam

penyusunan laporan, Penetapan anggaran serta aktivitas keuangan lainnya lingkup

pemerintahan di Indonesia.

Berkaca pada sejarah sistem akutansi pemerintahan di Indonesia. sebelum

disahkannya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Pemerintah Indonesia tidak mengenal akuntansi dalam hal pertanggungjawaban

1
Lihat Pasal 32 UU 17 2003

2
anggaran negara.2 Bentuk pertanggungjawaban anggaran terdahulu hanya dilakukan

dalam bentuk penyajian Perhitungan Anggaran Negara (PAN) dimana informasi yang

terkandung didalamnya hanya mengenai pendapatan dan belanja negara. wajah baru

akutansi pemerintahan Indonesia mulai muncul tepatnya pada pengesahan UU Nomor

17 tahun 2003 yang dilakukan pada tanggal 17 Mei 2003 sehingga dapatlah dikatakan

tanggal tersebut merupakan tonggak sejarah pertanggungjawaban pelaksanaan

menggunakan akutansi pemerintah/penyajian dokumen Anggaran Pendapatan

Belanja Negara dilakukan dalam bentuk pelaporan keuangan dimana penyusunan dan

penyajiannya sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. setidak-tidaknya

meliputi: Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas (LAK) dan

Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) dengan dilampiri laporan keuangan

perusahaan negara atau badan lainnya.3

Dalam dunia akuntansi pemerintahan dikenal 2 (dua) jenis basis akuntansi, yaitu

basis kas dan basis akrual.4 Perbedaan utama dalam kedua basis ini terdapat pada

saat pengakuan (time for recognition). Dalam akuntansi berbasis kas, secara

sederhana dapat diartikan bahwa pendapatan dicatat atau diakui ketika terjadi arus

kas masuk dan pengeluaran dicatat atau diakui ketika terjadi arus kas keluar.

Sedangkan dalam akuntansi berbasis akrual, persitiwa akuntansi diakui, dicatat, dan

disajikan dalam laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa

memperhatikan waktu kas diterima atau dibayarkan.5

2
Majalah Treasury, Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual, Jakarta, Majalah Treasury, 2014,
Hal.3
3 Ibid
4 Ibid
5 Ibid

3
Pada sistem ini pendapatan akan diakui pada saat suatu hak muncul dan tidak

hanya pada saat terjadinya arus kas masuk ke kas negara. Belanja akan diakui pada

saat suatu kewajiban muncul dan tidak hanya pada saat terjadinya arus kas keluar

dari kas negara. Untuk aset, akan diakui pada saat potensi ekonomi masa depan

diperoleh dan mempunyai nilai yang dapat diukur dengan andal. 6 kebijakan ini sejalan

dengan salah satu prinsip akuntansi yaitu bahwa biaya yang dikeluarkan sebanding

dengan manfaat yang diperoleh.Selain mengubah basis sistem akuntansi pemerintah

dari basis kas menuju Basis akrual menjadi akrual, Pernyataan Standar Akutansi

Pemerintahan yang disebut PSAP diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Perubahan terhadap PSAP tersebut dapat dilakukan sesuai dengan dinamika

pengelolaan keuangan negara. Meskipun demikian, penyiapan pernyataan SAP oleh

KSAP tetap harus melalui proses baku penyusunan SAP dan mendapat pertimbangan

dari Badan Pemeriksa Keuangan.7

Secara sederhana perbedaan yang sangat mendasar antara cash toward accrual

(Basis kas menuju Basis Akrual) dengan basis akrual adalah mengenai pengakuan

pendapatan dan belanja. Selain itu terdapat penambahan komponen laporan

keuangan pokok berupa Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan

Laporan Perubahan Saldo Anggaran. Laporan keuangan yang selama ini disusun,

dengan berbasis kas, memiliki kelemahan utama yaitu:

1. Belum memperlihatkan kinerja keuangan pemerintah secara keseluruhan karena


hanya mencatat pendapatan dan belanja berdasarkan kas;
2. Tidak menggambarkan beban keuangan yang sesungguhnya, karena beban yang
diakrualkan tidak diinformasikan dalam Lapran Realisasi Aanggaran maupun
laporan lainnya;

6 Ibid
77
Lihat penjelasan PP No 71 Tahun 2010

4
3. Kurang memberikan jejak atas perubahan nilai ekuitas (hak dari pemilik
modal/pemerintah), karena setiap transaksi yang terkait aset dan kewajiban akan
langsung membebani ekuitas;

Berdasarkan uraian diatas maka dapatlah dipahami dalam hal sistem akutansi

pemerintahan Indonesia sejak tahun 2010 mengalami perubahan yakni dari basis kas

menuju basis akrual dengan perbedaan mendasar yakni dalam akutansi berbasis kas,

secara sederhana dapat diartikan bahwa pendapatan dicatat atau diakui ketika terjadi

arus kas masuk dan pengeluaran dicatat atau diakui ketika terjadi arus kas keluar.

Sedangkan dalam akuntansi berbasis akrual, pendapatan akan diakui pada saat

suatu hak muncul dan tidak hanya pada saat terjadinya arus kas masuk ke

kas negara. Belanja akan diakui pada saat suatu kewajiban muncul dan

tidak hanya pada saat terjadinya arus kas keluar dari kas negara, dengan

kata lain pendapatan atau pengeluaran telah diakui sebagai sebuah pendapatan atau

pengeluaran pada saat kewajiban itu muncul tanpa melihat fisik atau secara

nyata nominal dari jumlah uang tersebut serta tanpa melihat waktu hal inilah

yang dinamakan sebagai pernyataan akutansi. yang kemudian dituangkan dalam

Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat PSAP,

kemudian diberi judul, nomor, dan tanggal efektif.8

Tahun 2015 pemerintah “diwajibkan” untuk mengimplementasikan akuntansi

berbasis akrual yang telah diamanahkan oleh Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003

dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004.9 sehingga kewajiban ini mengikat seluruh

Organ-organ Kekuasaan pemerintah di Indonesia baik ditingkat :

kementrian/Lembaga Negara/Pemerintah Daerah, praktis atas afirmasi kebijakan

8
Lihat Pasal 4 PP 71 tahun 2010
9 Loc. Cit Majalah treasury I Hal 1

5
hukum tersebut dalam Penyusunan APBN maupun APBD dilakukan dalam pencatatan

APBN atau APBD tersebut vide pasal 1 angka 8 PP 71 Tahun 2010.

Kabupaten Lombok Barat Sebagai salah satu organ pemerintahan daerah yang

merupakan salah satu Kabupaten/Kota diwilayah otonom Provinsi Nusa Tenggara

Barat juga menerapkan Sistem Akutansi Pemerintahan sebagaimana tertuang dalam

Dokumen Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 54 Tahun 2019 tentang Pedoman

Penyusunan Laporan keuangan Satuan kerja Perangkat Daerah.10 bahwa kemudian

dalam tahun 2023 khusus terkait atas Pendapatan Asli Daerah, sebagaimana tersebut

Dalam ringkasan APBD Kabupaten Lombok Barat dapat diketahui angka Pedapatan

Asli Daerah Lombok Barat tahun 2023 ditetapkan sejumlah atau senilai

367.548.212.702.11 kemudian diketahui pula realisasi atas penetapan tersebut

sebagaiamana terlihat dalam Portal APBD Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan

Kemenetrian Keuangan per 23 mei 2023 berada pada posisi Capaian pada angka 24,

26 % atau dengan senilai 299.260,65 M.

Berdasarkan uraian tersebut diatas merasa tertarik untuk mengambil tema

penulisan pada tugas penulisan proposal pada mata kuliah Metode Penelitian Hukum

ini mengambil judul untuk penelitian ini yaitu: IMPLIKASI YURIDIS PENERAPAN

METODE BASIS AKRUAL DALAM PENETAPAN PAD. APBD KABUPATEN

LOMBOK BARAT (STUDI KASUS KABUPATEN LOMBOK BARAT)

10
Perbup Lombok Barat Nomor 54/2019 dalam
https://jdihn.go.id/files/219/PERBUP%20NO.%2054%20TH%202019.pdf
11
RINGKASAN APBD PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK BARAT TAHUN ANGGARAN 2023 dalam
file:///C:/Users/ACER/Downloads/Ringkasan%20APBD.pdf

6
C. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah Pelaksanaan Penetapan PAD pada APBD Kabupaten Lombok

Berdasarkan Basis Akrual sebagaimana PP Nomor 71 Tahun 2010 Tentang

Standar Akutansi Pemerintahan

2. Apakah Akibat Hukum Yang ditimbulkan Atas tidak tercapainya Realsiasi

Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lombok Barat sebagaimana ketetapan

Dalam APBD Kabupaten Lombok Barat?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk menganalisis tujuan dari kebijakan hukum atas Penerapan Sistem

Akutansi Pemerintahan Berbasis Akrual sebagaimana diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomo 71 Tahun 2010;

b. Untuk Menganalisis obyektifitas serta kemampuan Pemkab Lombok Barat

atas Kebijakan Fiscal Daerah dalam Menetapkan Pengakuan Pernyataan

Sistem Akutansi pemerintah atas Pendapatan Asli Daerah dalam Postur

Anggaran Pendapatan Belanja Negara/ Anggaran Pendapatan Belanja

Daerah.

2. Manfaat Penelitian

a. Secara teoritis penelitian ini sangat berguna dalam upaya memperkaya

khasanah perkembangan dan pendalaman ilmu hukum Bisnis, khususnya

dalam tata Kelola keuangan negara sebgaimana Kebijakan hukum Sitem

Akutansi Pemerintahan terkait atas alur atau skema Proses Perencanaan,

penyusunan,pelaksanaan hingga proses pertanggungjawaban dalam bentuk

pelaporan yang tersusun secara akuntabel dan kredibel sebagaimana Asas

7
Asas Umum Pemerintahan yang Baik AAUPB sehingga Tercipta Good

Government and Good Governance ;

b. Secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi Mahasiswa,

Akademisi, Praktisi, dan Stakeholder terkait serta masyaarakat pada

umumnya agar dapat mengambil tindakan yang tepat dan juga sangat

berguna sebagai masukan bagi para pihak dalam mengamati, menilai

maupun mereview jalannya aktivitas bisnis suatu organ Pemerintah, sehingga

dalam praktiknya dapat menerapkan Formulasi yang tepat pada aktivitas tata

Kelola pemerintahan.

E. Orisinalitas Penelitian

Berdasarkan data yang ada, tulisan dengan judul : “Penerapan Prinsip

Legal Due Diligence Dalam Penetapan Pendapatan Asli Daerah Berbasis Akrual

Standar Akuntansi Pemerintahan Pada APBD Kabupaten Lombok Barat (Studi

Kasus Pemkab Lombok Barat)” belum pernah ditulis sebelumnya, akan tetapi

terdapat beberapa penelitian serupa sebelumnya yang peneliti gunakan

sebagai acuan dalam menulis penelitian ini, diantaranya:

3. Jurnal “ Sutianingsih, Shinta Eka Kartika dan Widowati”2021 Jurnal JIAKES


(Jurnal Ilmu Akutansi Kesatuan) STE AMM Mataram” ”Analisis Pengaruh
Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lombok
Utara”
a. Persamaaan : sama sama mengkaji atau mengamati variable yakni sama
sama menganalisis kajian dengan focus daya capaian Tingkat Pendapatan
Asli Daerah pada suatu Pemerintah kabupaten;
b. Perbedaan : Pada Penelitian yang dilakukan oleh Sutianingsih, Shinta Eka
Kartika dan Widowati, merupakan murni Penelitian Rumpun ilmu Akutansi
yang menggunakan metode deskriptif dengan tujuan memberikan
gambaran tingkat pertumbuhan retribusi daerah dan PAD, tingkat
efektivitas pemungutan retribusi daerah, kontribusi retribusi daerah
terhadap PAD dan prediksi penerimaan retribusi daerah dan PAD di
Kabupaten Lombok Utara, sedangkan pada penilitian Kali ini merupakan

8
penelitian dalam rumpun ilmu hukum dengan tujuan mengetahui
bekerjanya hukum dalam hal ini adalah akibat atau implikasi dari kebijakan
Hukum atas keberlakuan PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akutansi
Pemerintahan, serta dalam penelitian ini menitik beratkan Implikasi Yuridis
dari penetapan PAD kabupaten Lombok Barat berdasarkan Pencatatan Basis
Akrual sebagaimana Ketentuan dalam Standar Akutansi Pemerintahan;
4. Jurnal “ Saprudin” Jurnal Ekuitas- Jurnal Pendidikan Ekonomi, 2017
Universitas Gorontalo,” KESIAPAN PEMERINTAH DAERAH DALAM
PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL
(Studi Kasus Pada Badan Keuangan Provinsi Gorontalo)”
a. Persamaan pada penitian yang dilakukan oleh Saprudin dai Universitas
Gorontalo dan Penelitian Kali Ini memiliki kesamaan yakni sama sama
mengkaji dan menganalisis Basis Akrual yang merupakan salah satu
komponen dari Standar Akutansi Pemerintahan dalam artian penelitian
mengkaji dari Operasional atas keberlakuan Basis Akrual pada Organ
Pemerintah Daerah;
b. Perbedaan Pada Penelitian yang dilakukan oleh Saprudin merupakan
murni Penelitian Rumpun ilmu Akutansi yang menggunakan metode
Populasi dengan titik sentral penelitian memfokuskan pada sumber daya
manusia dan teknologi informasi berpengaruh positif terhadap
Penerapan Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual Pada Badan
Keuangan Provinsi Gorontalo sedangkan pada penilitian Kali ini
merupakan penelitian dalam rumpun ilmu hukum dengan tujuan
mengetahui bekerjanya hukum dalam hal ini adalah akibat atau implikasi
dari kebijakan Hukum atas keberlakuan PP 71 tahun 2010 tentang
Standar Akutansi Pemerintahan, serta dalam penelitian ini menitik
beratkan Implikasi Yuridis dari penetapan PAD kabupaten Lombok Barat
berdasarkan Pencatatan Basis Akrual sebagaimana Ketentuan dalam
Standar Akutansi Pemerintahan

E. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk meniadakan atau menghindari bias dalam penelitian ini, maka

perlunya ada batasan - batasan terhadap materi penelitian maupun obyek yang

akan dibahas. dengan adanya batasan tersebut untuk mempermudah peneliti

dalam memahami apa inti dari permasalahan yang ada. Adapun ruang lingkup

dalam penelitian ini yaitu kajian pokok penelitian adalah memfokuskan pada

Implikasi yuridis atas keberlakuan dan daya ikat dari Pencatatan dan Penetapan

PAD Kabupaten Lombok Barat sebagaimana perintah norma Peraturan

Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akutansi Pemerintahan.

9
F. Landasan Teori dan Konseptual

5. Landasan Teori

A. Teori Kepastian Hukum

Merujuk pada pengertian kepastian berdasarkan semantik linguistik

maka dapatlah diartikan kepastian merupakan sebuah perihal (keadaan) yang

pasti, ketentuan atau ketetapan hukum secara hakiki yang harus bersifat pasti

dan adil.12 Ketentuan Pasti berperan sebagai pedoman kelakukan dan adil

karena pedoman kelakuan itu harus menunjang suatu tatanan yang dinilai

wajar. Hanya karena bersifat adil dan dilaksanakan dengan pasti hukum dapat

menjalankan fungsinya. Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya

bisa dijawab secara normatif, bukan sosiologi.13

Dalam ranah praktik kepastian hukum ini menurut kelsen dapat berlaku

bila sebuah kebijakan itu dituangkan dalam norma hukum positif yang tersusun

dalam sistem norma14. Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek

“seharusnya” atau das sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan

tentang apa yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dan aksi

manusia yang deliberatif.15 Aturan-aturan atau noram norma hukum positif itu

berperan menjadi batasan atau sebagai control sosial bagi masyarakat dalam

membebani atau melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan

12
Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum, Laksbang
Pressindo, Yogyakarta, 2010, hlm.59
13
Ibid
14
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, hlm.158.
15
Ibid

10
itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum dalam

sebuah kebijakan.16

Kepastian hukum sendiri menurut Utrecht, mengartikan kepastian

hukum mengandung dua pengertian, yaitu:

1. Bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang


boleh atau tidak boleh dilakukan, dan;
2. Keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah
karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat
mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh
Negara terhadap individu.17

Dalam sejarahnya ajaran kepastian hukum ini dikenal bersumber dari

kaum positivis yang dikenal dengan dengan Yuridis-Dogmatik pemikiran ini

bertumpu pada sebuah pemikiran bahwa hukum itu otonom,berdiri sendiri

dan mandiri, karena menurut kaum positifis hukum tidak lebih dari

sekumpulan norma atau aturan,yang berfungsi sebagai guarantee atau

jaminan dari sebuah penerapan kebijakan, dan terlepas dari keadilan

maupun kemanfaatan namun menegakkan kepastian hukum semata.18

Kepastian hukum menurut Gustav Radbruch bertalian dengan tujuan

hukum dimana menurutnya dalam pelaksanaan hukum tersebut

menggunakan asas prioritas dengan tiga nilai Fondasi yakni Keadilan,

Kemanfaatan, dan Kepastian yang menjadi tujuan hukum. pemikiran Gustav

ini lahir dari ranah praktik dimana pada realitasnya, keadilan hukum sering

berbenturan dengan kemanfaatan dan kepastian hukum dan

16
Ibid
17
Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Penerbit Citra Aditya Bakti,Bandung, 1999,
hlm.23.
18
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Toko Gunung Agung,
Jakarta, 2002, hlm. 82-83

11
begitupun sebaliknya sebagaimana telah diketahui secara umum keadilan

yang berlaku secara rigit atau formal semata tanpa menghitung keadilan

substantif. menurut gustav dalam praktik terkait atas tiga nilai dasar tujuan

hukum tersebut, pada saat terjadi benturan, maka mesti ada yang

dikorbankan. Untuk itu, asas prioritas yang digunakan oleh Gustav Radbruch

harus dilaksanakan dengan urutan sebagai berikut:

1. Keadilan Hukum;
2. Kemanfaatan Hukum;
3. Kepastian Hukum.

dari ketiga fondasi tersbeut dalam prkatiknya menurut gustav untuk

menghindarkan benturan maka ketiga fondasi menjadi sebuah pilihan

yang mana salah satu menjadi pilihan dan yang lain dapat disimpangi.19

kepastian hukum menurut Hayanull Haq Kepastian hukum ala Gustav

Radbruch telah usang karena Kepastian hukum yang terjadi bersifat rigit

atau formal semata, sehingga menurutnya kepastian hukum sejatinya

yang dibutuhkan saat ini adalah kepastian hukum secara substantive

dimana tujuan hukum itu harus mengikuti kaidah keadilan, kemanfaatan

dan kepastian ketiga fondasi ini harus terpenuhi secara utuh demi

terciptanya keutuhan sosial dalam berbangsa dan bernegara.20

berdasarkan uraian diatas maka dapatlah dipahami bahwa tujuan dari

kepastian hukum adalah membrikan sebuah jaminan atas tegaknya hukum

terlebih dalam pengakan suatu aturan atau kebijakan hukum yang

19
onny Pungus, Teori Tujuan Hukum, dalam http://sonny-tobelo.com/2010/10/teori-tujuanhukum-gustav-
radbruch-dan.html
20
Hayanuul Haq dalam Konsepsi Restorative Justice (Part 1): Keutuhan sebagai Basis Sustainabilitas
Kehidupan Bersama https://youtu.be/GpuqTCXZ0Tc

12
kepastian hukum ini sudah seharusnya memenuhi nilai nilai Keadilan,

kemanfaatan dan kepastian.

G. Teori Kewenangan

Pada hakikatnya dalam menjalankan proses manajerial atau aktivitas

bisnis oleh organ kekuasaan negara mutlak dibutuhkan legalitas, konsep

legalitas adminsitrasi negara dalam menjalankan aktivitas bisnis ini sejalan

dengan perintah Hukum dasar Pasal 1 Angka 3 UUD 45, berbicara kewenangan

menurut para ahli memiliki beberapa definisi yakni :

3. Logeman21 menyatakan kewenangan adalah negara dan negara adalah


organisasi yang berkenaan dengan berbagai fungsi. Fungsi lingkungan kerja
yang terperinci. Fungsi-fungsi tersebut dinamakan sebagai jabatan. Negara
juga berarti organisasi jabatan;
4. Soerjono Soekanto22 memberi arti Kewenangan sebagai kekuasaan dan
wewenang (authority). dengan rincian Kekuasaan itu kemampuan untuk
mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang
kekuasaan dan wewenang adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau
kelompok yang mempunyai dukungan atau mendapat pengakuan dari
masyarakat;
5. Utrecth,23 memberikan definisi Kewenangan sebagai kekuatan dan
kekuasaan;
6. Indroharto,24 Wewenang tidak sekedar kemampuan untuk menimbulkan

akibat hukum, namun juga untuk dapat berbuat atau melakukan sesuatu,

menurutnya sumber kewenangan tersebut terbagi kedalam 3 bagian :

1. Atribusi, pembentukan wewenang yang bersumber dari Peraturan


Perundang-Undangan kewenangan ini disebut juga kewenangan asli
(lahir dari Undang-undang ke pemangku jabatan) contoh Kementrian
Dalam Negeri memiliki kewenangan atribusi dalam penyelenggaraan
Administrasi Kependudukan yang bersumber dari Undang-undang
Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan;

21 logemann dalam keni kedudukan, kewenangan, dan tindakan hukum pemerintah,


https://kevinevolution.wordpress.com/2011/11/02/kedudukan-kewenangan-dan-tindakan-hukum-
pemerintah/
22 Soerjono Soekanto, Pokok - Pokok Sosiologi Hukum,(Jakarta, Rajawali Pers) 1998, hal.79-80
23 E Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Fakultas Hukum dan Pengetahuan
Masyarakat, (Bandung Universitas Padjajaran) 1960 hal.9
24
Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I,
(Jakarta, Sinar Harapan), 1993, Hlm.69

13
2. Delegasi yaitu pelimpahan wewenang dari satu pemangku jabatan ke
pihak lain (pejabat lain, organ lain) pelimpahan tersebut juga diatur
dalam Undang-undang, dimana kewenangan yang telah diserahkan
mengakibatkan pemberi kewenangan tidak mempunyai lagi
wewenangnya, serta tanggung jawab gugat dan tanggung jawab hukum
beralih kepada pejabat penerima delegasi;
3. Mandat, penugasan yang dilakukan oleh atasan (yang memperoleh
wewenangnya dari atribusi atau delegasi) kepada bawahan, dan
tanggung jawab hukum maupun tanggung jawab gugat tetap berada
pada pemberi mandat vide Pasal 1 ayat (2) Undang-undang No.5 Tahun
1986 Juncto Undang-undang No.9 Tahun 2004, Undang-undang No.51
Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Maka dengan jelas terlihat dari uraian diatas bahwa dalam

melaksanakan perbuatan hukumnya Pemerintah Daerah kabpaten Lombok

Barat maupun unsur dan/atau komponen lainnya dalam Pemerintahan Daerah

sebagai organ organ kekuasaan harus memiliki sumber kewenangan sebagai

dasar legalitas dari perbuatan hukumnya tersebut termasuk dalam penetapan

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dengan menerapkan Sistem Akutansi

Berbasis Akrual.

H. Teori Akutansi Pemerintahan

Menurut Hamonangan Siallagan Akutnasi secara sederhana dapatlah

diartikan sebagai sebuah catatan informasi atas segala kegiatan ekonomi yang

berfngsi sebagai sebuah media informasi dalam rangka control atas lahirnya

sebuah kebijakan suatu organisasi.25 sehingga menurutnya teori akutansi

merupakan sebuah serangakaian kumpulan konsep konsep ilmiah yang

bersumber dari ranah praktik amaupun akademik berisi laporan, catatan atas

peristiwa dan perlakuan akutansi yang berguna sebagai media informasi

25
Hamonangan Siallagan, Teori AKutnasi Edisi Pertama, (Medan, Sumatera Utara LPPM Press),2020
hal. 7

14
control dalam rangka melahirkan kebijakan ekonomi yang tepat sesuai dengan

tujuan suatu organisasi.26

Dalam dunia praktik akuntansi dikenal dengan istilah Prinsip Akuntansi

yang Berlaku Umum (PABU).27 Berlaku Umum mempunyai makna bahwa

laporan keuangan suatu perusahaan bisa dimengerti oleh siapa pun dengan

latar belakang apapun. Dalam hal ini, dinamakan Standar Akuntansi Keuangan

(PSAK) nomor 1 paragraf 9 dan 10 menyatakan bahwa laporan keuangan yang

dibuat berdasarkan standar akuntansi tetap bisa memenuhi kebutuhan semua

pengguna yang meliputi investor sekarang dan investor potensial, karyawan,

pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor lainnya, pemerintah serta lembaga-

lembaga lainnya, dan masyarakat. Jika tidak ada PABU, maka sebuah entitas

akuntansi harus membuat laporan keuangan dalam banyak format karenanya

banyaknya pihak yang berkepentingan.28

Standar Akutansi Pemerintah Indonesia, memiliki sejarah Panjang

keberlakuan di Indonesia dimana pada awalnya dilatarbelakangi oleh

Keprihatinan akan situasi proses pelaporan keuangan sektor publik yang

kemudian memunculkan suatu inisiatif dari para ekonom untuk membentuk

kompertemen Akuntan Sektor Publik di IAI pada tanggal 8 Mei 2000 yang salah

satu programnya adalah penyusunan standar akuntansi keuangan untuk

berbagai unit kerja pemerintahan.29 Dari proses tersebut dihasilkan Exposure

Draft Standar Akuntansi Sektor publik yang dikeluarkan oleh Dewan Standar

26 Ibid hal. 30
27
Nuramalia Hasanah Dan Achmad Fauzi, AKutansi Pemerintahan, (Bogor, In Media), 2017, Hal. 23
28 Ibid
29 Ibid hal 27

15
Akuntansi Sektor Publik- IAI. Ada enam Exiposure Draft yang dikeluarkan

antara lain :

7. Penyajian laporan keuangan.


8. Laporan arus kas
9. Koreksi surplus defisit, kesalahan fundamental, dan perubahan kebijakan
akuntansi.
10. Dampak perubahan nilai tukar mata uang luar negeri.
11. Kos pinjaman.
12. Laporan keuangan konsolidasi dan entitas kendalian.

Usulan dalam draft tersebut disambut oleh Menteri Keuangan RI dengan

menetapkan keputusan Menteri Keuangan Nomor : 308/KMK.012/2012

Tanggal 13 Juni 2002 tentang komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan

Daerah (KSAP), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

keputusan Menteri Keuangan Nomor 379/KMK.012/2004 Tanggal 6 Agustus

2004. Komite ini bekerja dengan melibatkan banyak unsur yang secara formal

dinyatakan terdiri atas unsur Departemen Keuangan, Departemen Dalam

Negeri, dan unsur IAI.

Babak baru pelaporan keuangan Indonesia memiliki warna baru baj

gayung bersambut dikeluarkanlah UU Nomor 1 Tahun 2004, penetapan Komite

SAP dilakukan dengan keputusan presiden (keppres) dan telah diterbitkan

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2004 tentang komite

Standar Akuntansi Pemerntah pada tanggal 5 Oktober 2004, yang telah diubah

dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2005 Tanggal

5 januari 2005.KSAP bertugas mempersiapkan penyusutan konsep Rancangan

Peraturan Pemerintah tentang SAP sebagai prinsip-prinsip akuntansi yang wajib

diterapkan dalam menyusun dan

16
menyajikan laporan keuangan pemerintah pusat dan / atau pemerintah

daerah.30

Pengembangan SAP oleh kSAP mengacu pada praktik-praktik terbaik

ditingkat internasional, dengan tetap mempertimbangkan kondisi di indonesia,

baik peraturan perundangan dan praktik-praktk akuntansi yang berlaku.

strategi yang ditawarkan oleh KSAP salah satunya adalah proses transisi

menuju basis akrual pada semua perlakuan akutansi lingkup pemerintah.

Penerapan SAP diyakini akan berdampak pada peningkatan kualitas pelaporan

keuangan di pemerintah pusat dan daerah.31

Secara sederhana Grand Design Teory dari Akutansi Pemerintahan

menekankan pada :

a. Lingkungan akuntansi pemerintah


b. Pengguna dan kebutuhan informasi para pengguna
c. Entitas pelaporan
d. Peranan dan tujuan pelaporan keuangan, serta dasar hukum
e. Asumsi dasar; karakteristik kualitatif yang menemukan manfaat informasi
dalam laporan keuangan, prinsip-prinsip, serta kendala akuntansi
f. Definisi, pengakuan, dan pegukuran unsur-unsur yang membentuk
laporan keuangan.32
pada praktik akutansi pemerintahan berdasarkan SAP terdiri atas

beberapa ensitas yakni :

a. Pemerintah pusat;
b. Pemerintah daerah;
c. Masing-masing kementerian negara/lembaga di lingkungan pemerintah
pusat;
d. Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau;
e. Organisasi lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan
satuan organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan.

30 ibid
31 Ibid
32 Ibid

17
berdasarkan uraian diatas terhadap standar akutansi pemerintahan

dapatlah dipahami bahwa Akutansi Pemerintahan merupakan pengaplikasian

dari teori akuntasi dasar yang sesuai dengan doktrin dalam ilmu akutansi,

dimana akutansi peemrintahan berperan sebagai media atau pranata informasi

yang utuh atas segala aktivitas maupun perlakuan akutansi dari setiap ensitas

pengguna keuangan negara, dimana saat ini Standar Akutansi Pemerintahan

menerapkan sistem akutansi berbasis akrual yakni dalam pencatatan dan

pelaporan aktivitas keuangan negara termasuk dalam penyusunan anggaran

dilakukan berdasarkan basis akrual yakni dalam basis ini tidak suatu hak atau

kewajiban keuangan tidak diukur berdasarkan waktu maupun fisik namun

didasarkan timbulnya suatu hak klaim atau Penyataan Standar akutansi

pemerintahan maka hak tersebut telah dianggap ada,sehingga disini nyatalah

peranan dari akutansi pemerintahan sebagai sebuah media Control dan

informasi segala aktivitas keuangan oleh ensitas negara.

2. Landasan Konseptual

a. Konsep Otonomi Daerah;

Otonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani, auto yang

berarti sendiri dan nomos yang berarti hukum atau peraturan.

Menurut Encyclopedia of Social Science, bahwa otonomi dalam

pengertian orisinal adalah the legal self sufficiency of social body

and its actual independence. Jadi ada 2 ciri hakikat dari otonomi

yakni legal self sufficiency dan actual independence. Dalam kaitannya

dengan politik atau pemerintahan, otonomi daerah berarti

18
self government atau the condition of living under one’s own laws.

Jadi otonomi daerah adalah daerah yang memiliki legal self sufficiency

yang bersifat self government yang diatur dan diurus oleh own laws.

Karena itu, otonomi lebih menitik-beratkan aspirasi daripada kondisi.33

Sedangkan Otonomi daerah menurut para ahli seperti

Koesoemahatmadja dalam I Nyoman S memberikan pengertian selain

mengandung arti perundangan (regeling), juga mengandung arti

pemerintahan (bestuur). Namun demikian, walaupun otonomi ini

sebagai self goverment, self sufficiency dan actual independence,

keotonomian tersebut tetap berada pada batas yang tidak melampaui

wewenang pemerintah pusat yang menyerahkan urusan kepada

daerah.34 Selanjutnya menurut Manan otonomi sebagaimana yang

dikutip Sondang P.S mengandung arti kemandirian untuk mengatur

dan mengurus urusan (rumah tangganya) sendiri.35 Kemandirian,

menurut Syafrudin, sebagaimana yang dikutip I Nyoman S bukan

berarti kesendirian, bukan pula sendiri-sendiri karena tetap bhinneka

tunggal ika, melainkan untuk memecahkan masalah-masalah

daerahnya sendiri tidak selalu dan terlalu menggantungkan diri

kepada pemerintah pusat.36

33
I Nyoman S. Efektifitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah, (Jakarta.Citra Utama). 2005 hal.
39.
34
Ibid
35
Sondang P.S. Administrasi Pembangunan; Konsep Dimensi dan Strateginya, (Jakarta. Bumi Aksara).
2007.hal.10
36 Opcit. I Nyoman. Hal 41

19
Otonomi daerah, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

5 Tahun 1974, adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk

mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan menurut

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999, otonomi

daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa

sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. UU. No. 32 Tahun 2004 dan UU No.23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah mendefinisikan otonomi daerah

sebagai wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur

dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

Visi otonomi daerah itu sendiri dapat dirumuskan dalam tiga ruang

lingkup interaksinya yang utama yakni politik, ekonomi serta sosial

dan budaya.37 Selanjutnya Supian Hamim dan Indra Mukhlis

menjelaskan bahwa visi otonomi daerah merupakan rumusan dari

ruang lingkup politik, sosial-budaya dan ekonomi dari suatu daerah

yang saling berinteraksi satu sama lainnya dalam rangka efektivitas

program pembangunan.38

Taliziduhu Ndraha. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru), (Jakarta .Rineka Cipta). 2003
37

hal 42-43
38 Ibid

20
Sehingga berdasarkan urain diatas dapatlah dipahami otonomi daerah

merupakan kebijakan Negara untuk memberikan sebagian

kewenangannya mengurus sendiri daerahnya namun tetap

berhubungan dengan pemerintah pusat seabgai satu kesatuan

Negara sebagaimana konsep pasal 18 ayat 1 UUD 45. Pemberian

sebagaian kewenangan ini dimaksudkan Negara dalam rangka

menunjang pembangunan nasional.

b. Sistematika Penetapan APBD Pemerintahan Daeah

Berbicara Otonomi daerah entunya tidak lepas dari kebijakan fiscal

juga, Pada pelaksanaan otonomi daerah posisi pemerintah daerah

secara yuridis mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat setempat dalam

melaksanakan pembangunan daerah, sehingga dalam hal ini pada

tataran pelaksanaan otonomi daerah mutlak didukung sebuah

anggaran untuk menunjangnnya. Salah satunya adalah kewenangan

daerah untuk melakukan pemungutan pajak daerah dan retributsi

daerah sebagai bentuk perkuatan dalam peningkatan Pendapatan Asli

Daerah (PAD) menujuju kemandirian fiscal yang tertuang dalam

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat

APBD.39

APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah

yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17

Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara). Anggaran

BPK RI, Dokumen Laporan Hasil Reviu Atas Kemandirian FiSkal Pemeritah Daerah Tahun Anggaran
39

2018 Dan 2019, Jakarta,. 2019. hal : 4

21
Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana

keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui

bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan

peraturan daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban APBD.

Seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah baik dalam

bentuk uang, barang dan/atau jasa pada tahun anggaran yang

berkenaan harus dianggarkan dalam APBD. Setiap penganggaran

penerimaan dan pengeluaran dalam APBD harus memiliki dasar

hukum penganggaran. Anggaran belanja daerah diprioritaskan untuk

melaksanakan kewajiban pemerintah daerah sebagaimana ditetapkan

dalam peraturan perundang-undangan.40

Struktur APBD terdiri dari : Pendapatan daerah. Pendapatan daerah

dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, kelompok,

jenis, obyek dan rincian obyek pendapatan. Pendapatan daerah

dikelompokkan atas : 41

a. Pendapatan asli daerah, seperti pajak daerah, retribusi daerah,


hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan;
b. Dana perimbangan, seperti dana bagi hasil, dana alokasi
umum dan dana alokasi khusus;
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah, seperti hibah dari
pemerintah/pemda lain, badan/lembaga.organisasi swasta
dalam negeri. Belanja daerah.

Dalam rangka memudahkan penilaian kewajaran biaya suatu program

atau kegiatan, maka belanja terdiri dari atas 2 (dua) kelompok, yaitu:

40 Opcit Nuramalia Hasanah dan Ahmad fauzi hal. 134


41 Ibid

22
1. Belanja tidak langsung, terdiri dari: Belanja pegawai (gaji dan
tunjangan), belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja
bantuan social, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja
tidak terduga;
2. Belanja langsung terdiri dari belanja pegawai (honorarium/upah),
belanja barang dan jasa serta belanja modal.

Surplus/Defisit. Selisih antara anggaran pendapatan daerah dengan

anggaran belanja daerah mengakibatkan terjadinya surplus atau

defisit APBD. Surplus anggaran terjadi apabila anggaran pendapatan

lebih besar dari anggaran belanja. Dalam hal APBD diperkirakan

surplus, maka penggunaanya diutamakan untuk pembayaran pokok

utang, penyertaan modal (investasi) daerah, pemberian pinjaman

kepada pemerintah pusat/pemerintah daerah lain dan/atau

pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial. Surplus anggaran

terjadi apabila anggaran pendapatan lebih kecil dari anggaran belanja.

Dalam hal APBD diperkirakan surplus, maka ditetapkan pembiayaan

untuk menutup defisit tersebut yang diantaranya dapat bersumber

dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya, pencairan

dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan,

penerimaan pinjaman, dan penerimaan kembali pemberian pinjaman

atau penerimaan piutang.42

alur skema proses penganggaran APBD meliputi :43

1. Pihak Eksekutif yang terdiri dari :

a) Kepala Daerah : Gubernur/Bupati/Walikota


b) Sekretaris Daerah; sebagai Ketua Panitia Anggaran eksekutif,
menyampaikan Dokumen Kebijakan Umum Anggaran (KUA) ke
DPRD;

42 Ibid
43 Ibid

23
c) Tim Panitia Angaran Eksekutif (Bapeda, Bagian
Keuangan/BPKD, Bagian Adpem); menyusun RKPD, KUA, Draft
APBD;
d) Organisasi Perangkat Daerah (OPD)/Dinas Instansi; sebagai
pengguna anggaran bertugas untuk menyusun dan
melaksanakan kegiatan berikut anggarannya;
e) Badan Perencanaan daerah (BAPEDA, sebagai
penanggungjawab proses perencanaan daerah dan sekaligus
menyiapkan dan menyusun berbagai dokumen rencana;
f) Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD)/Bagian Keuangan;
sebagai penanggungjawab proses penganggaran

2. Pihak Legislatif (DPRD) :

a) Panitia Anggaran DPRD (Pangar DPRD); terdiri dari beberapa


anggota DPRD (15 – 21 Org) dari berbagai Komisi dan Fraksi
di DPRD, Ketuanya ex officio Ketua DPRD; bertugas melakukan
pembahasan KUA, Draft RASK/ RKA-SKPD dan draft APBD;
b) Komisi; alat kelengkapan DPRD untuk memperlancar tugas-
tugas DPRD dalam bidang Pemerintahan, perekonomian dan
pembangunan, keuangan dan investasi daerah, sebagai mitra
kerja dinas/instansi berdasarkan sektoral. Dalam proses
penganggaran komisi melakukan pembahasan draft RKA SKPD
dengan SKPD mitra kerjanya
3. Pihak Pengawas (Auditor):

a) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); pengawas eksternal dan


independen, bertugas mengaudit thd pengelolaan keuangan
baik di Pusat maupun Daerah, dari sisi laporan keuangan,
kinerja dan lainnya;
b) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
lembaga Pemerintah non Departemen bertanggungjawab
kepada Presiden, auditor internal melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan keuangan dan pembangunan sesuai
dengan peraturan yang berlaku;
c) Inspektorat Daerah auditor internal di Kab/kota
bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota, melakukan
pengawasan terhadap penyelenggraan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan

Merujuk Pasal 308 sampai dengan Pasal 315 Undang – Undang Nomor

23 Tahun 2014 tentang pemerintahan Daerah. Selanjutnya

berdasarkan ketentuan Pasal 308 Undang – Undang Nomor 23

24
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan “Menteri

menetapkan pedoman penyusunan APBD setiap tahun setelah

berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan bidang perencanaan pembangunan nasional dan

menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang

keuangan dalam kurun waktu satu tahun” Berdasarkan ketentuan

tersebut Menteri dalam hal ini Menteri Dalam Negeri telah menerbitkan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2019 tentang

Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2020. Berdasarkan Lampiran I

angka Romawi IV mengatur jadwal penyusunan APBD mulai dari tahap

Penyusunan hingga sampai pada tahap penetapan. Adapun

tahapannya dapat diurikan sebagai berikut :

1. Penyusunan dan penyampaian Rancangan Kebijakan Umum APBD


(KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)
kepada DPRD untuk dibahas dan disepakati bersama paling lambat
minggu II Agustus 2019;
2. KUA dan PPAS yang telah disepakati bersama akan menjadi dasar
bagi Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menyusun, menyampaikan
dan membahas Rancangan Perda tentang APBD TA 2020 antara
Pemda dengan DPRD sampai tercapainya persetujuan bersama
antara Kepala Daerah dengan DPRD paling lambat 30 November
2019, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 312 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah. Dalam membahas Rancangan Perda tentang APBD TA
2020 antara Kepala Daerah dengan DPRD mempedomani Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), KUA dan PPAS untuk mendapat
persetujuan bersama sebagaimana dimaksud Pasal 311 ayat (3)
UU 23/2014. Berkaitan dengan itu, pembahasan Rancangan Perda
tentang APBD TA 2020 dilaksanakan Badan Anggaran DPRD dan
Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) sebagaimana maksud
Pasal 17 ayat
(3) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman
Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,
Kabupaten dan Kota. Oleh karena itu, Pemda harus melaksanakan
penyusunan APBD TA 2020 sesuai tahapan

25
dan jadwal yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan.

Dalam membahas Rancangan Perda tentang APBD TA 2020 antara

Kepala Daerah dengan DPRD mempedomani Rencana Kerja

Pemerintah Daerah (RKPD), KUA dan PPAS untuk mendapat

persetujuan bersama sebagaimana dimaksud Pasal 311 ayat (3) UU

23/2014. Berkaitan dengan itu, pembahasan Rancangan Perda

tentang APBD TA 2020 dilaksanakan Badan Anggaran DPRD dan Tim

Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) sebagaimana maksud Pasal 17

ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang

Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Provinsi, Kabupaten dan Kota. Oleh karena itu, Pemda harus

melaksanakan penyusunan APBD TA 2020 sesuai tahapan dan jadwal

yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan uraian diatas maka dapatlah dipahami bahwa pola

pemberian Kewenangan pada daerah dalam menentukan atau

menetapkan APBD bersama seluruh komponen pemerintahan daerah

lainnya yang merupakan suatu kewenangan atributif yang diberikan

dalam rangka menujang operasional kegiatan daerah dengan output

kemandirian fiscal daerah.

26
c. Konsepsi Standar Akutansi Pemerintahan berbasis Akrual

27
Peraturan Pemerintah Nomor 71 2010 Pasal 1 ayat (8) menyebutkan

bahwa yang dimaksud dengan SAP Berbasis Akrual, yaitu SAP yang

mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam

pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan,

belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran

berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD. Basis Akrual

untuk neraca berarti bahwa asset, kewajiban dan ekuitas dana diakui

dan dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian

atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah,

tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas di terima atau di bayar

(PP No.71 tahun 2010). SAP berbasis akrual di terapkan dalam

lingkungan pemerintah yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah

dan satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/ daerah, jika

menurut peraturan perundang – undangan satuan organisasi

dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan (PP No.71 Tahun

2010). SAP Berbasis Akrual tersebut dinyatakan dalam bentuk PSAP

dan dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah.

PSAP dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan dalam rangka

SAP Berbasis Akrual dimaksud tercantum dalam Lampiran I Peraturan

Pemerintah nomor 71 Tahun 2010.

Penyusunan SAP Berbasis Akrual dilakukan oleh KSAP melalui proses

baku penyusunan (due process). Proses baku penyusunan SAP

tersebut merupakan pertanggungjawaban profesional KSAP yang

secara lengkap terdapat dalam Lampiran III Peraturan Pemerintah

28
Nomor 71 Tahun 2010. Penerapan SAP Berbasis Akrual secara

bertahap dilakukan dengan memperhatikan urutan persiapan dan

ruang lingkup laporan. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual dinyatakan

dalam bentuk PSAP dan dilengkapi dengan Kerangka Konseptual

Akuntansi Pemerintahan. PSAP dan Kerangka Konseptual Akuntansi

Pemerintahan dalam rangka SAP Berbasis Kas Menuju Akrual

tercantum dalam Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun

2010. Secara rinci pengakuan atas item-item yang ada dalam neraca

dengan penerapan basis akrual adalah :

1) Persediaan diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan


diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat
diukur dengan andal Persediaan diakui pada saat diterima atau hak
kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah.;
2) Investasi, suatu pengeluaran kas atau aset dapat diakui sebagai
investasi apabila memenuhi salah satu kriteria:
a) Kemungkinan manfaat ekonomik dan manfaat sosial atau jasa
pontensial di masa yang akan datang atas suatu investasi
tersebut dapat diperoleh pemerintah;
b) Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara
memadai (reliable). Pengeluaran untuk perolehan investasi
jangka pendek diakui sebagai pengeluaran kas pemerintah dan
tidak dilaporkan sebagai belanja dalam laporan realisasi
anggaran, sedangkan pengeluaran untuk memperoleh investasi
jangka panjang diakui sebagai pengeluaran pembiayaan.
3) Aktiva tetap, untuk dapat diakui sebagai aset tetap, suatu aset
harus berwujud dan memenuhi kriteria: a. Mempunyai masa
manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan; b. Biaya perolehan aset
dapat diukur secara andal; c. Tidak dimaksudkan untuk dijual
dalam operasi normal entitas; dan d. Diperoleh atau dibangun
dengan maksud untuk digunakan;
4) Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP), suatu benda berwujud harus
diakui sebagai KD jika:
a. Besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan
datang berkaitan dengan aset tersebut akan diperoleh;
b. Biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal; dan c.
Aset tersebut masih dalam proses pengerjaan KDP
dipindahkan ke pos aset tetap yang bersangkutan jika kriteria
berikut ini terpenuhi: a. Konstruksi secara substansi

29
telah selesai dikerjakan; dan b. Dapat memberikan
manfaat/jasa sesuai dengan tujuan perolehan.
5) Kewajiban, suatu kewajiban yang diakui jika besar kemungkinan
bahwa pengeluaran sumber daya ekonomi akan dilakukan atau
telah dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang ada sampai
saat ini, dan perubahan atas kewajiban tersebut mempunyai nilai
penyelesaian yang dapat diukur dengan andal
Berdasarkan uraian diatas dapatlah dipahami secara konsepsi

bahwasanya Konsep Akutansi pemerintahan berbasis Akrual

merupakan suatu konsep akutansi yang menjadi acuan atau standar

organ kekuasaan pemerintahan dalam pencatataan atau pelaporan

dari aktivtas bisnis organ tersebut yang mana dalam konsep ini

pendapatan, pengeluaran, asset dari ensitas penggua keuangan

Negara, tidak ditentukan berdasarkan waktu, wujud, namun

ditentukan dianggap ada atau nyata pada saat klaim hak itu muncul,

hal ini dimaksudkan sebagai upaya kepastian hukum dan efeisiensi

kerja operasional organ pemerintahan dalam tata kelola pemerintahan

di Indonesia.

d. Konsep Legal Law Due Diligence

Dr. Faizal Kurniawan, S.H., M.H., LL.M. selaku Dosen Fakultas Hukum

Universitas Airlangga mengatakan bahwasanya Legal Law Due

Diligence merupakan kegiatan pemeriksaan secara seksama dari segi

hukum yang dilakukan oleh konsultan hukum terhadap suatu

perusahaan atau obyek transaksi sesuai dengan tujuan transaksi,

untuk memperoleh informasi atau fakta material yang dapat

menggambarkan kondisi suatu perusahaan atau obyek transaksi.

Pemeriksaan tersebut dilakukan secara menyeluruh dalam

30
rangka verifikasi obyektif, sistematis dan logis berdasarkan hukum

yang berlaku. Beliau juga menjelaskan bahwa untuk menentukan

materi legal due diligence, konsultan hukum perlu terlebih dahulu

mengetahui transaksi yang akan dilakukan.

Tujuan dari dilaksanakannya legal due diligence adalah mengetahui

kedudukan dan keadaan perusahaan (emiten) dari segi hukum,

keterbukaan (disclosure) informasi, dan jaminan bagi calon

investor/pihak yang akan melakukan transaksi. Adapun fungsi legal

due diligence adalah menghindari terjadinya permasalahan hukum,

mengetahui permasalahan hukum secara dini, penyelesaian sengketa

secara dini, menghindari pemborosan anggaran, dan bahan rujukan

untuk tindakan dari aktivitas due diligence ini yakni : Legal Opinion

adalah suatu catatan hukum yang berisikan pandangan/penilaian dari

ahli hukum terhadap suatu permasalahan yang telah, sedang ataupun

yang mungkin akan dialami oleh seseorang /korporasi /perusahaan

serta menentukan bagaimana solusi hukum atas permasalahan

tersebut. Setidaknya dalam membuat pendapat hukum, terdapat

beberapa hal yang harus diperhatikan.44 Pertama,

pandangan/penilaian yang terkandung dalam pendapat hukum harus

didasarkan pada peraturan yang berlaku ataupun prinsip-prinsip

hukum. Kedua, legal opinion disusun untuk kepentingan

seseorang/korporasi/perusahaan yang meminta pandangan dari ahli

hukum atas permasalahan yang dihadapi. Oleh

44 Ibid

31
karena itu, legal opinion harus dibuat secara obyektif sehingga akan

memberikan gambaran yang jelas dan lengkap dan memudahkan

untuk mengambil satu tindakan hukum. Penggunaan legal opinion

sendiri menurutnya juga memiliki keterkaitan yang erat dengan

pelaksanaan contract review untuk memastikan tidak ada kekeliruan,

kontradiksi atau bias dalam draft kontrak dan memastikan keabsahan

kontrak.

Dalam legal opinion, secara umum sistematika yang harus ada terdiri

dari fakta hukum, isu hukum, bahan hukum, analisis, serta kesimpulan

dan rekomendasi. Fakta hukum yang terkait dengan review kontrak

berarti berisikan draft kontrak yang akan di review, termasuk

pemenuhan ketentuan prosedur pengadaan apabila yang digunakan

adalah kontrak pengadaan. Isu hukum sendiri berisi tentang

permasalahan yang akan dianalisis seperti pemenuhan kaidah

perancangan kontrak (bersifat teknis), keabsahan kontrak

(bertentangan atau tidak dengan peraturan perundang-undangan).

Bahan hukum sendiri dapat berupa peraturan perundang-undangan

atau draft kontrak yang akan di review. Analisis sendiri terdiri dari dua

bagian:

(1) analisis terkait dengan kaidah perancangan kontrak;


(2) analisis terhadap substansi kontrak apakah ada yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan kesimpulan dan rekomendasi berisikan hasil analisis
seperti, apakah draft telah memenuhi kaidah konsistensi dalam
perancangan kontrak, apakah draft tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan.

32
Ketika ditemukan bahwa ada bagian yang perlu diperbaiki, maka

saran perbaikan dapat berikan pada bagian rekomendasi.

Berdasarkan uraian diatas maka dapatlah dipahami bahwa secara

konsepsi legal Law Due Diligence meruapakan suatu konsep

atkivitas uji tuntas atau pemeriksaan tuntas atas aktivitas bisnis

korporasi yang dilakukan secara menyuluruh baik aspek

keuangan, kepegawaian, asset tatap tidak tetap, permasalahan

yang dihadapi, legal Law Due Diligence dalam praktiknya ini

mutlak didukung oleh Legal Audit dan legal Opinion yang kedua

element pendukung ini merupakan satu kesatuan dalam proses

Uji tuntas atau Due Diligence, maksud penulis memasukan

konsep ini adalah sebagai alat ukur dalam proses penetapan APBD

oleh daerah yang mana Akutansi pemerintahan disusun

menggunkan sostem akutansi pemerintahan berbasis akrual

sehingga kombinasi penerpapan prinsip Due Diligence sangat

tepat dielaborasikan dengan Sistem Akutansi Pemerintahan

berbasis Akrual.

33
B. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

Empiris yang memadukan antara bahan dari buku-buku dan Peraturan Perundang-

Undangan. Selain itu juga dalam penelitian ini penulis melakukan observasi

langsung pada responden dan informan yang terkai atas penerapan akutansi

Pemerintahan berbasis akrual serta pada TIM TPAD (Tim Penetapan anggaran

Daerah) yakni Bappeda Lombok Barat. DPPKAD, Inspektorat dan Bapenda

Kabpaten Lombok Barat, serta mengobservasi langsung Dinas atau badan penghasil

PAD (pendapatan asli daerah) atas penerapan kebijakan tersebut guna mengetahui

implikasi dari pernerapan PAD berdasarkan Basis akrual dengan capaian Realisasi

tahun berjalan anggaran1

2. Pendekatan Masalah

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, dengan

pendekatan tersebut penulis akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek

mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Dalam melakukan

suatu penelitian diperlukan pedoman untuk mempelajari, menganalisa dan

memahami permasalahan yang terjadi guna mendapatkan hasil yang sesuai dengan

permasalahan yang diteliti. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah:

a. Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach)

Pendekatan perundang-undangan yaitu pendekatan yang dilakukan dengan

melihat bentuk, isi dan juga bagaimana penerapan peraturan perundangan -

1
Mukti Fajar dkk, Dualisme Peneilitan Hukum Normatif & Empiris, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2009 hal.53

34
undangan dan regulasi yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, dalam

hal ini adalah kesesuaian dari penerapan Sistem Akutansi Pemerintahan berbasis

Akrual sebagaimana Pertauran Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010

Tetang Standar Akutansi Pemerintahan yang merupakan turunan daru Undang

Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara terhadap pelaksanaan

realisasi Pendapatan Asli Daerah Yang telah ditetapkan dalam APBD tahun 2023.

b. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)

Pendekatan konseptual yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah

pandangan dan pendapat para sarjana, buku-buku karya ilmiah yang relevan

dengan permasalahan yang diteliti digunakan untuk memahami konsep-konsep

Akutansi Pemerintahan, Konsep EKuangan Negara serta Konsep Hukum Bisnis

dan Hukum Administrasi Negara dalam tata kelola Pemerintahan. Untuk

memperdalam mengenai pembahasan serta kelengkapan data dalam penelitian

ini, maka selain penelitian dilakukan secara normatif, juga akan dilakukan

penelitian empiris yaitu dengan melihat dan meneliti langsung ke lapangan guna

mendapatkan data-data sesuai dengan yang dibutuhkan. Penelitian yang

dilakukan antara lain dengan pengamatan atau observasi langsung ke tempat

penelitian dan wawancara atau interview langsung orang- orang yang berkaitan

dengan permasalahan yang diteliti.

c. Pendekatan Kasus (Case Approach)

Dalam penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-

kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi terkait atas capaian realisasi

Pendapatan Asli daerah sebagaimana ketetapan dalam APBD.

d. Pendekatan Sejarah (Historical Approach)

35
Penelaahan serta sumber-sumber lain yang berisi tentang informasi-informasi

mengenai masa lampau dan dilaksanakan secara sistematis, atau dalam kata

36
lain penelitian yang mendeskripsikan gejala tetapi bukan yang terjadi pada saat

atau pada waktu penelitian dilakukan46.

3. Jenis dan Sumber Bahan Hukum/Data

Jenis dan sumber bahan hukum yang digunakan guna menunjang penelitian ini

adalah berasal dari penelitian keputusan yang diklarifikasikan ke dalam bahan

hukum dan ditambah dengan data lapangan, antara lain :

a. Data Primer

Dalam penelitian hukum adalah data yang diperoleh terutama dari hasil

penelitian empiris, yaitu penelitian yang dilakukan langsung di dalam

masyarakat 47. Sumber data primer yaitu data yang diambil dari sumbernya

atau dari lapangan, melalui wawancara dengan pihak berkepentingan atau

responden yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan berkaitan

dengan permasalahan yang akan diteliti.48

b. Data Sekunder

Terdiri dari 3 bahan hukum yakni bahan hukum Primer, bahan hukum

sekunder, dan bahan hukum tersier diantaranya :

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang

merupakan peraturan perundang-undangan49 dan terdiri dari Peraturan

Perundang-undangan yang berkaitan keuangan Negara dan Pemerintahan

daerah meliputi:

1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;


2) Undang Undnag Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

46
Khoirudin Nasution, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: Acedemia, 2010), hlm. 190.
47 Loc. Cit. Mukti fajar DKK I Hal 192
48 Ibid
49 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. Kencana. Jakarta, 2007, hlm. 141.

37
3) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentan Administrasi
Pemerintahan;
4) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akutansi Pemerintahan

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder, yaitu literatur berupa buku atau karya tulis

ilmiah lainnya yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,

antara lain :

1) Buku-buku Hasil Karya Para Sarjana.

2) Makalah/Bahan Penalaran maupun artikel-artikel yang berkaitan dengan

materi penelitian.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier, yaitu kamus, ensiklopedia dan bahan-bahan lain

yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer

dan sekunder, yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji, Kamus

Bahasa Indonesia, Ensiklopedia.

e. Data Lapangan

Data lapangan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah data dari

hasil wawancara langsung ke tempat penelitian berkaitan dengan kajian yang

diteliti, dimana data tersebut digunakan sebagai alat untuk menguatkan fakta

empiris.

4. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dalam penelitian hukum Yuridis Sosiologis dapat berupa,

masyarakat tertentu, wilayah tertentu, daerah tertentu, kelompok masyarakat,

atau lembaga tertentu yang ada dalam masyarakat, para pihak dimana

38
lokasi/tempat dilakukan penerapan hukum yang diteliti.50 dalam hal ini peneliti

akan melakukan penelitian Pada) bebrapa Orgnasisasi Perangkat daerah (OPD)

Kabuypaten Lombok Barat.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan bahan hukum pada penelitian ini berupa studi

literatur melalui perpustakaan nasional baik secara langsung maupun online,

internet, e-journal dan perbandingan dengan tulisan-tulisan yang sudah pernah

ada sebelumnya yang tercatat di Fakultas Hukum Universitas Mataram. Selain

itu penulis juga menggunakan teknik pengumpulan data secara empiris. Adapun

teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah:51

a. Studi Dokumen atau Bahan Pustaka

Studi dokumen atau bahan pustaka bagi penelitian hukum meliputi studi

bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan

tersier. Setiap bahan hukum ini harus diperiksa ulang validitas dan

reliabilitasnya, sebab hal ini sangat menentukan hasil suatu penelitian.

b. Wawancara atau Interview

Wawancara adalah situasi peran antara pribadi bertatap muka (face to

face), ketika pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan sehingga

mendapatkan jawaban yang relevan.

1) Responden utama yakni Anggita Tim TPAD Kabupaten Lombok barat.

2) Informan dalam penelitian ini adalah orang-orang yang dapat dimintai

keterangan mengenai peristiwa pidana yang bersangkutan pelaksanaan,


50 Muhaimin, Ibid, hlm. 125.
51 Amirudin dan Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Depok, 2019.,
hlm. 67.

39
dalam hal ini peneliti akan mewawancarai Dosen Fakultas Hukum

Universitas Mataram yang memiliki keahlian di bidang hukum bisnis dan

pemerintahan, Kepala BAPENDA Kabupaten Lombok Barat, Kepala Bidang

Akutansi dan Pelaporan DPPKAD Kabupaten Lombok Barat, Inspektur

Inspketorat Kabupaten Lombok Barat.

6. Pengolahan dan Analisis Data

Dari hasil data penelitian baik pustaka maupun lapangan ini dilakukan

pembahasan secara deskriptif analisis. Deskriptif adalah pemaparan hasil

penelitian dengan tujuan agar diperoleh suatu gambaran yang menyeluruh

namun tetap sistematik terutama mengenai fakta yang berhubungan dengan

permasalahan yang diajukan dalam proposal ini .

Tahap selanjutnya adalah pengolahan data yaitu analisis dilakukan dengan

metode kualitatif komparatif yaitu penguraian dengan membandingkan hasil

penelitian pustaka (data sekunder) dengan hasil penelitian lapangan (data

primer) sehingga dapat dibuktikan bahwa penggunaan Keterangan Ahli Bahasa

dalam penyidikan Tindak Pidana Korupsi Pungli dapat menemukan dengan

terang dan jelas unsur memaksa dalam pidana pungli serta menjawab

permasalahan yang ada dalam penelitian ini sehingga dapat dibuktikan tujuan

dari penelitian.

7. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, Landasan Teori dan Landasan Konseptual.
BAB II METODE PENELITIAN
a. Jenis Penelitian
b. Pendekatan Masalah
c. Jenis dan Sumber Data
40
d. Teknik Pengumpulan dan Penelusuran Data
e. Analisis Bahan Hukum/Data

41
BAB III Esensi dari Penerapan Akutansi Berbasis Akrual pada Sistem Akutansi
Pemerintahan Sebagai pedoman Bagi Pemangku Kebijakan dalam Tata Kelola
keuangan Negara
BAB IV Akibat Hukum yang ditimbulkan dari Tidak Tercapainya Capaian Realisasi
Pendapatan Asli Daerah tahun 2023 pada APBD Kabupaten Lombok Barat Tahun
2023 yang telap ditetapkan berdasarkan Pernyataan Akutansi Basis Akrual Sistem
Akutansi Pemerintahan
BAB V PENUTUP Kesimpulan dan Saran

42

Anda mungkin juga menyukai