Anda di halaman 1dari 2

Nama : Dira Rahdita Al Zariyah

NIM : 102122120038
Prodi : Akuntansi – Reguler Sore
Matkul : Pendidikan Pancasila (Sabtu, 15.30 – 17.10)

Tema : Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa latin “corrumpere” yang berarti busuk, rusak,
menggoyahkan. Korupsi sudah ada sejak peradaban Mesir Kuno, Babilonia, Yunani,
Cina serta Romawi.
Di Indonesia korupsi sudah ada sejak masa kerajaan – kerajaan di Nusantara
dan berlanjut terus pada masa Kolonial Belanda, Orde Lama, Orde Baru, dan Era
Reformasi. Hingga saat ini korupsi masih menjadi masalah besar yang dihadapi Bangsa
Indonesia. Kasus Korupsi telah menjadi fenomena yang sangat memprihatinkan
dengan pernah menjadi Negara terkorup ke-3 di Asia setelah India dan Kamboja tahun
2020 menurut laporan Jerry Massie peneliti Political and Public Policy Studies (Admin,
2020).
Pada tahun 2015, Transparency International (TI) mempublikasikan data
tingkat korupsi di 188 negara. Menurut data TI, Indonesia masih tercatat sebagai
Negara terkorup ke-88 di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak pejabat
publik yang bertindak tidak sesuai dengan prinsip moral Pancasila.
Massifnya perilaku korupsi yang terus berkembang sampai dikategorikan
sebagai extraordinary crime (kejahatan luar biasa), korupsi di Indonesia bermanifestasi
sebagai penyakit sosial dalam tiga tahap : elit (lingkaran kekuasaan yang
mengikutsertakan pejabat), endemik, dan sistemik. Kini korupsi sudah merajalela dan
merembet pada kalangan masyarakat bawah. Jika korupsi telah mencapai tahap kritis,
maka akan menyebar pada seluruh masyarakat dan mempengaruhi setiap individu
dalam sistem, mengabaikan nilai moralitas yang terintegrasi dan merusak indentitas
manusia Indonesia.
Melihat tindak korupsi yang massif dan daya rusaknya, maka sudah selayaknya
seluruh komponen bangsa untuk memerangi korupsi dan mencegahnya supaya tidak
membudaya di Indonesia, artinya tindak korupsi tidak menjadi kebiasaan yang
dianggap wajar.
Peran masyarakat dalam memberantas korupsi dapat dilakukan melalui tiga
pendekatan yaitu :
1) Strategi Preventif, masyarakat berperan aktif mencegah terjadinya perilaku
koruptif, misalnya dengan tegas menolak permintaan pungutan liar dan
membiasakan melakukan pembayaran sesuai dengan aturan
2) Strategi Detektif, masyarakat diharapkan aktif melakukan pengawasan
sehingga dapat mendeteksi terjadinya perilaku koruptif sedini mungkin
3) Strategi Advokasi, masyarakat aktif melaporkan tindakan korupsi kepada
institusi penegak hokum dan mengawasi proses penanganan perkara korupsi
tersebut
Jika pihak berwenang membiarkan para koruptor sibuk memperkaya diri sendiri
dengan mengorbankan orang lain, sehingga menyebabkan lebih banyak ketimpangan
sosial di masyarakat, sulit untuk membayangkan bahwa mereka ingin melindungi
Bangsa dari tindak korupsi, yang apabila dibiarkan akan membudaya dan dianggap
wajar oleh seluruh komponen bangsa.

Anda mungkin juga menyukai