Anda di halaman 1dari 111

TESIS

PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN TANGKAP


DENGAN PENDEKATAN KAPASITAS ADAPTIF
INSTITUSIONAL DI KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

Disusun dan Diajukan Oleh

SYAMSU RIZAL

P022171101

PROGRAM STUDI PERENCANAAN & PENGEMBANGAN WILAYAH


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
ii

PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN TANGKAP DENGAN


PENDEKATAN KAPASITAS ADAPTIF INSTITUSIONAL DI
KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi
Perencanaan dan Pengembangan Wilayah

Disusun dan diajukan oleh

SYAMSU RIZAL

P022171101

Kepada

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
iii

LEMBAR PENGESAHAN TESIS


iv

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : SYAMSU RIZAL

Nomor Mahasiswa : P022171101

Program Studi : PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-

benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari

terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini

hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Makassar, 21 Oktober 2021


Yang Menyatakan

SYAMSU RIZAL
v

PRAKATA

Alhamdulillah penulis haturkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat

limpahan rahmat dan pimpinan-Nya, maka penulis dapat merampungkan

penyusunan tesis ini dengan judul “Pengembangan Sektor Perikanan

Tangkap dengan Pendekatan Kapasitas Adaptif Institusional di

Kabupaten Kepulauan Selayar” sekaligus merupakan salah satu

kewajiban mahasiswa dalam memperoleh gelar Magister di Jurusan

Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (PPW) Sekolah Pascasarjana

Universitas Hasanuddin.

Ditengah-tengah kesyukuran itu terselip rasa bangga dimana usaha

untuk menyelesaikan tesis ini dapat terselesaikan tepat waktu. Namun

dibalik itu Penulis juga menyadari, sebagai manusia biasa penulisan tesis

ini dari segi isi dan penyajian belum dapat dikatakan sempurna. Namun

demikian, inilah yang mampu penulis persembahkan saat ini sebagai

sumbangan pada Almamater. Penulis menyampaikan banyak terima kasih

kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Budimawan, DEA, sebagai pembimbing utama, dan Dr.

Muh. Banda Selamat, S.Pi, MT, sebagai pembimbing anggota yang

telah memberikan arahan kepada penulis demi merampungkan tesis ini.

2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir, M.Eng, Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa,

M.Sc, dan Dr. Muhammad Yunus, MA sebagai penguji yang telah

memberikan masukan terhadap penulis dalam menyelesaikan tesis ini.


vi

3. Staf Pegawai Bagian Akademik Sekolah Pascasarjana dan Prodi

Perencanaan Pengembangan Wilayah Universitas Hasanuddin yang

telah memberikan kemudahan dalam pengurusan administrasi

akademik tugas akhir.

4. Staf Pegawai Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar yang

telah memberikan akses penuh kepada penulis untuk memperoleh data

dan dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

5. Staf Pegawai Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan

yang telah memberikan bantuan untuk memperoleh data dan dokumen-

dokumen yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

6. Mahasiswa Program Pascasarjana Jurusan Perencanaan dan

Pengembangan Wilayah angkatan 2017 yang telah memberikan

bantuan berupa sharing berkas administrasi, format penulisan, diskusi

materi, dll.

7. Serta pihak-pihak yang memberikan dukungan dalam merampungkan

tesis ini.

Semoga setiap dukungan yang ditujukan terhadap penulis selama

proses perumusan tesis ini dapat diberi balasan yang setimpal dari Allah

SWT. Sebagai penutup, semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Makassar, November 2021

Syamsu Rizal
vii

ABSTRAK

SYAMSU RIZAL. Pengembangan Sektor Perikanan Tangkap dengan


Pendekatan Kapasitas Adaptif Institusional di Kabupaten Kepulauan
Selayar (dibimbing oleh Budimawan dan Muh. Banda Selamat).

Dalam menghadapi masalah peralihan kewenangan pemerintah


daerah serta ketersediaan sumberdaya perikanan tangkap yang semakin
terbatas membutuhkan kapasitas adaptif institusional terkait dalam rangka
pengembangan sektor perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan
Selayar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai kondisi daya saing
sektor perikanan tangkap, menilai kapasitas adaptif institusional pemerintah
daerah dalam pengembangan sektor perikanan tangkap, serta
merumuskan strategi pengembangan sektor perikanan tangkap Kabupaten
Kepulauan Selayar.
Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu kuantitatif deskriptif
dengan analisis Location Quetiont (LQ) dan Shift Share (SS) untuk
mengetahui daya saing sektor perikanan tangkap, analisis kapasitas adaptif
institusional untuk mengetahui bagaimana kemampuan institusi terkait
dalam hal ini Dinas Perikanan dalam menghadapi masalah peralihan
kewenangan pemerintah daerah dan ketersediaan sumberdaya perikanan
tangkap yang semakin terbatas serta analisis SWOT untuk merumuskan
strategi pengembangan sektor perikanan tangkap dengan berdasarkan
kapasitas adaptif institusional.
Hasil dari penelitian ini adalah sektor perikanan tangkap di Kabupaten
Kepulauan Selayar merupakan sektor basis, namun secara pertumbuhan
kurang maju dan lambat serta secara daya saing masih kalah bersaing
dengan produk dari luar. Kapasitas adaptif institusional pemerintah daerah
menunjukkan bahwa cenderung negatif dengan nilai rata-rata kapasitas
adaptif sebesar -0,02. Selanjutnya nilai koordinat matiks grand strategy
menghasilkan 0,91 dan 0,74, sehingga strategi pengembangan yang
direkomendasikan adalah dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki
untuk memanfaatkan peluang yang ada. Adapun alternatif strategi yang
direkomendasikan adalah menggunakan keunggulan komparatif yang
dimiliki sektor perikanan tangkap Kabupaten Kepulauan Selayar dengan
memanfaatkan dukungan legitimasi perencanaan dari tingkat Provinsi
Sulawesi Selatan, menggunakan dukungan kebijakan dari pemerintah
daerah Kabupaten Kepulauan Selayar dengan memanfaatkan dukungan
infrastruktur yang dikelola oleh tingkat regional Sulawesi Selatan dan pusat
serta memanfaatkan strategi dan kebijakan yang telah dirumuskan secara
baik dengan menggunakan kebijakan pengembangan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi baru yang produktif sebagai tujuan jangka panjang.

Kata Kunci : Kapasitas Adaptif Institusional, Daya Saing, Pengembangan


Perikanan Tangkap, SWOT
viii

ABSTRACT

SYAMSU RIZAL. Development of the Capture Fisheries Sector with an


Institutional Adaptive Capacity Approach in the Selayar Islands Regency
(supervised by Budimawan and Muh. Banda Selamat).

In dealing with the problem of shifting the authority of local


governments and the availability of increasingly limited capture fisheries
resources, it requires relevant institutional adaptive capacity in the context
of developing the capture fisheries sector in the Selayar Islands Regency.
The purpose of this study is to assess the condition of the competitiveness
of the capture fisheries sector, to assess the institutional adaptive capacity
of local governments in the development of the capture fisheries sector and
to formulate a strategy for developing the capture fisheries sector in the
Selayar Islands Regency.
The method used in this research is descriptive quantitative analysis
with Location Quetiont (LQ) and Shift Share (SS) to determine the
competitiveness of the capture fisheries sector, institutional adaptive
capacity analysis to find out how the related institutions capabilities in this
case the Fisheries Department face the shifting authority problem of local
government and the availability of increasingly limited capture fisheries
resources as well as SWOT analysis to formulate capture fisheries sector
development strategies based on institutional adaptive capacity.
The results of this study are the capture fisheries sector in Selayar
Islands Regency is a basic sector, but its growth is less advanced and slow
and competitively still unable to compete with products from outside. The
institutional adaptive capacity of local government shows that it tends to be
negative with an average value of -0.02 adaptive capacity. Furthermore, the
coordinates of the grand strategy matrix produce 0.91 and 0.74, so the
recommended development strategy is to use the strengths they have to
take advantage of existing opportunities. The recommended alternative
strategy is to use the comparative advantage of the capture fisheries sector
of the Selayar Islands Regency by utilizing the legitimacy of planning
support from the South Sulawesi Province level, using policy support from
the Selayar Islands Regency local government by utilizing infrastructure
support managed by the South Sulawesi regional and central levels. and
take advantage of strategies and policies that have been well formulated by
using the policy of developing new productive economic growth centers as
a long-term goal.

Keywords : Institutional Adaptive Capacity, Competitiveness,


Capture Fisheries Development, SWOT
ix

DAFTAR ISI

Teks Halaman

LEMBAR PENGESAHAN TESIS .............................................................iii


PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ..........................................................iv
PRAKATA .................................................................................................v
ABSTRAK ...............................................................................................vii
ABSTRACT ............................................................................................viii
DAFTAR ISI .............................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................xi
DAFTAR TABEL .....................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................xiv
BAB I. PENDAHULUAN ...........................................................................1
A. Latar Belakang ..............................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................4
C. Tujuan Penelitian ..........................................................................5
D. Manfaat Penelitian ........................................................................5
E. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................5
BAB. II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................6
A. Sumberdaya Perikanan .................................................................6
B. Potensi dan Pemanfaatan Sektor Perikanan .................................7
C. Daya Saing Sektor Perikanan .....................................................10
D. Kapasitas Adaptif Institusional .....................................................12
E. Strategi Pengembangan Sektor Perikanan..................................17
F. Penelitian yang Relevan ..............................................................21
G. Kerangka Konseptual ..................................................................26
H. Defenisi Operasional ...................................................................27
BAB III. METODE PENELITIAN ..............................................................30
A. Rancangan Penelitian .................................................................30
B. Waktu dan Lokasi Penelitian .......................................................30
C. Jenis dan Sumber Data ...............................................................31
x

D. Teknik Pengumpulan Data ..........................................................32


1. Pengumpulan Data Produksi Sektor .....................................32
2. Pengumpulan Data Dokumen Institusi ..................................33
E. Analisis Data ...............................................................................34
1. Analisis Daya Saing Sektor Perikanan ..................................34
2. Analisis Kapasitas Adaptif Institusional .................................38
3. Analisis SWOT ......................................................................43
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................47
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................47
B. Daya Saing Sektor Perikanan .....................................................48
C. Kapasitas Adaptif Institusi Pemerintah ........................................55
D. Strategi Pengengembangan Sektor Perikanan Tangkap .............61
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................86
A. Kesimpulan .................................................................................86
B. Saran ..........................................................................................87
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................89
LAMPIRAN-LAMPIRAN ..........................................................................94
xi

DAFTAR GAMBAR

Teks Halaman

Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian ............................................27


Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian ...........................................................31
Gambar 3. Dimensi dan Kriteria Lingkaran Kapasitas Adaptif (Gupta et al.,
2010) ....................................................................................42
Gambar 4. Matriks grand strategy (Rangkuti, 1997) ................................45
Gambar 5. Grafik nilai produksi perikanan tangkap Kabupaten Kepulauan
Selayar Tahun 2016-2019.....................................................50
Gambar 6. Peta Daerah Penangkapan Ikan Pelagis dan Demersal di
Kabupaten Kepulauan Selayar..............................................52
Gambar 7. Lingkaran Kapasitas Adaptif Institusional Dinas Perikanan
Kabupaten kepulauan Selayar (Data primer yang diolah, 2021)
.............................................................................................61
Gambar 8. Matriks grand strategy pengembangan sektor perikanan
tangkap Kabupaten Kepulauan Selayar ................................69
Gambar 9. Anggaran Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap di
Kabupaten Kepulauan Selayar (Juta Rupiah) (BI Sulsel,
2020). ...................................................................................84
xii

DAFTAR TABEL

Teks Halaman

Tabel 1. Produksi Berdasarkan Sub Sektor Perikanan dan


Kabupaten/Kotamadya, Tahun 2013 ...........................................8
Tabel 2. Jenis dan Sumber Data .............................................................32
Tabel 3. Dimensi dan Kriteria Kapasitas Adaptif Institusional di Kabupaten
Kepulauan Selayar ....................................................................38
Tabel 4. Tingkatan yang digunakan dalam menilai dimensi dan kriteria
kapasitas adaptif .......................................................................41
Tabel 5. Matriks SWOT strategi pengembangan sektor perikanan tangkap
di Kabupaten Kepulauan Selayar ..............................................45
Tabel 6. Produk Domestik Regional Bruto Kepulauan Selayar Sesuai
Harga Berlaku Berdasarkan Lapangan Usaha (Juta Rupiah),
2016─2020 ...............................................................................48
Tabel 7. Hasil Perhitungan Nilai Location Quotient (LQ) sub sektor
perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar terhadap Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 2015-2019 ..........................................53
Tabel 8. Hasil Analisis Shift-Share sub sektor perikanan Kabupaten
Kepulauan Selayar terhadap Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
2015-2019 .................................................................................53
Tabel 9. Dimensi Variation ......................................................................57
Tabel 10. Dimensi Learning Capacity ......................................................57
Tabel 11. Dimensi Sumber Daya .............................................................58
Tabel 12. Dimensi Perubahan Mandiri.....................................................59
Tabel 13. Dimensi Kepeminpinan ............................................................59
Tabel 14. Dimensi Pemerintahan yang Adil .............................................60
Tabel 15. Pengelompokan isu dan kebijakan berdasarkan kategori SWOT
................................................................................................62
Tabel 16. Penilaian faktor strategi internal (IFAS) ...................................65
Tabel 17. Penilaian faktor strategi eksternal (EFAS) ...............................67
xiii

Tabel 18. Matriks SWOT strategi pengembangan sektor perikanan


tangkap di Kabupaten Kepulauan Selayar ..............................70
Tabel 19. Alternatif Strategi yang Direkomendasikan yang difokuskan
pada posisi kekuatan-peluang (S-O). ......................................75
xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Teks Halaman

Lampiran 1. Data Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Tangkap dan


Budidaya Kabupaten Kepulauan Selayar. ...........................94
Lampiran 2. Hasil Perhitungan Location Quotient (LQ) dan Shift Share
(SS) ....................................................................................95
Lampiran 3. Penentuan Bobot Faktor IFAS dan EFAS ...........................97
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perikanan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun

2004 tentang Perikanan, adalah kegiatan terkait pemanfaatan dan

penanganan sumberdaya ikan yang meliputi proses sebelum produksi, saat

produksi, pengolahan dan pemasaran yang dilakukan dalam lingkup

kesatuan bisnis perikanan. Sumberdaya perikanan adalah sesuatu yang

bernilai ekonomi yang dapat diperoleh melalui cara penangkapan dan

budidaya.

Pengelolaan sumberdaya perikanan telah diatur dalam ketentuan

Pasal 27 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah, pasal tersebut menjabarkan bahwa pemerintah

provinsi memiliki otoritas untuk mengelola sumberdaya alam laut yang

berada dalam lingkup wilayahnya. Salah satu bentuk otoritas pemerintah

provinsi dalam mengelola sumberdaya alam laut adalah pengaturan tata

ruang. Wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar termasuk kedalam wilayah

yang memiliki sektor perikanan dengan kemungkinan untuk dikembangkan

(RTRW Provinsi Sulsel, 2019). Selanjutnya dipertegas bahwa Kabupaten

Kepulauan Selayar dijadikan sebagai wilayah dengan sektor unggulan

perikanan (RPJMD Provinsi Sulsel, 2019).


2

Menurut Kementerian PPN/Bappenas (2014), salah satu

permasalahan utama perikanan tangkap di Indonesia secara umum adalah

padat tangkap yang juga terjadi di Kabupaten Kepulauan Selayar. Hal

tersebut terjadi karena armada penangkapan ikan di Kabupaten Kepulauan

Selayar didominasi kapal dengan ukuran dibawah 5 GT (gross ton).

Menurut data DKP Provinsi Sulsel (2020), kapal ikan dibawah 5 GT (gross

ton) sebesar 89% dari total keseluruhan jenis kapal ikan berdasarkan

ukuran di Kabupaten Kepulauan Selayar. Armada penangkapan ikan yang

berukuran dibawah 5 GT umumnya memiliki keterbatasan jelajah yakni di

perairan dibawah 12 mil. Sehingga kebanyakan armada penangkapan ikan

di Kabupaten Kepulauan Selayar terpusat di perairan tertentu sehingga

pemanfaatan potensi perikanan tangkap menjadi tidak tersebar merata.

Lebih lanjut berdasarkan Rencana Strategis (Renstra) Dinas

Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar periode 2018-2021, masalah

yang dihadapi dalam pembangunan sektor perikanan adalah karena sektor

tersebut terkait dengan sektor lain serta memiliki sensitifitas yang tinggi

terhadap hubungan khususnya dengan aspek lingkungan. Permasalahan

lain yang mengakibatkan rendahnya produktivitas perikanan tangkap dan

daya saing produk perikanan tangkap adalah penyatuan sistem produksi di

hulu dan hilir serta ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai

masih terbatas. Masalah lain yang menyebabkan lemahnya daya saing

produk perikanan adalah kualitas sumberdaya manusia dan kelembagaan

yang belum mumpuni. Banyak dari masyarakat yang menggantungkan


3

hidup pada usaha perikanan, tetapi tidak didukung dengan pengetahuan

dan keterampilan serta kecakapan teknologi. Terkait peningkatan produksi

perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Selayar yang ditargetkan

sebesar 35.179,12 ton, namun pada realisasinya hanya sebesar 18.729,2

ton (LAKIP, 2020).

Menghadapi tantangan pengembangan sektor perikanan khususnya

perikanan tangkap, penting adanya upaya penyesuaian sistem yang

berlaku dalam kehidupan masyarakat. Penyesuaian sistem yang dimaksud

adalah institusi terkait harus mampu menghadapi kerumitan masalah yang

dihadapi dalam pengembangan sektor perikanan tangkap (Termeer et al.,

2011). Kemampuan adaptasi yang dihasilkan institusi dapat terwujud

melalui proses pengambilan keputusan, perencanaan, negosiasi dan

koordinasi (Svendsen, et al., 2005 dalam Sagala et al., 2017). Menurut

Marshall et al. (2010), kapasitas adaptif adalah kemampuan menghadapi

tantangan dengan metode pembelajaran, mengelola risiko dan dampak,

mengembangkan pengetahuan dan merumuskan pendekatan yang efektif.

Pasal 27 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah yang mengatur tentang pengelolaan sumberdaya

perikanan secara tidak langsung dapat menjadi tantangan dalam

pengembangan sektor perikanan tangkap. Pemerintah provinsi memiliki

otoritas untuk mengelola sumberdaya alam laut yang berada dalam lingkup

wilayahnya sehingga kewenangan kabupaten/kota hanya untuk urusan

pemberdayaan nelayan kecil, pengelolaan dan penyelenggaraan Tempat


4

Pelelangan Ikan (TPI) dan penerbitan izin perikanan budidaya. Hal ini tentu

saja membatasi kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam mengelola

sumberdaya perikanan tangkap yang sebagian besar bersumber di

perairan laut. Selain faktor kewenangan pengelolaan sumberdaya

perikanan tangkap, faktor ketersediaan sumberdaya perikanan tangkap

yang semakin terbatas akibat fenomena overfishing juga dapat menjadi

penghambat dikemudian hari dalam rangka pengembangan sektor

perikanan tangkap.

Merujuk pada hal tersebut, maka perlu dilakukan kajian

pengembangan sektor perikanan tangkap dengan pendekatan kapasitas

adaptif institusional dalam menghadapi masalah peralihan kewenangan

pemerintah daerah serta ketersediaan sumberdaya perikanan tangkap

yang semakin terbatas.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dihasilkan berdasarkan deskripsi latar

belakang diatas adalah :

1. Bagaimana kondisi daya saing sektor perikanan tangkap Kabupaten

Kepulauan Selayar?

2. Bagaimana kapasitas adaptif institusional pemerintah daerah dalam

pengembangan sektor perikanan tangkap?

3. Bagaimana strategi pengembangan sektor perikanan tangkap

Kabupaten Kepulauan Selayar?


5

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang diangkat, maka tujuan dari penelitian

sebagai berikut:

1. Menilai kondisi daya saing sektor perikanan tangkap Kabupaten

Kepulauan Selayar.

2. Menilai kapasitas adaptif institusional pemerintah daerah dalam

pengembangan sektor perikanan tangkap Kabupaten Kepulauan

Selayar.

3. Merumuskan strategi pengembangan sektor perikanan tangkap

Kabupaten Kepulauan Selayar.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah menjadi input

terhadap pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Selayar dalam

merumuskan kebijakan pembangunan sektor perikanan tangkap di

Kabupaten Kepulauan Selayar.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian yaitu kajian daya saing sektor perikanan

tangkap, kapasitas adaptif institusional pemerintah daerah, serta strategi

pengembangan sektor perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan

Selayar.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sumberdaya Perikanan

Sumberdaya perikanan yang kaya dan beragam memiliki potensi nilai

ekonomi yang dapat dimanfaatkan untuk masa depan bangsa Indonesia.

FAO (2014) merilis data produksi ikan pada tahun 2012, Indonesia

menempati urutan ke-2 dalam produksi perikanan tangkap dan ke-4 dalam

produksi budidaya di seluruh dunia. Namun, hasil tangkapan ini masih jauh

dari potensi yang bisa dimanfaatkan, menurut Direktur Utama Perusahaan

Perikanan Indonesia (PERINDO), Risyanto Suanda, potensi tangkapan

Indonesia sebesar 65 juta ton pada tiap tahun, sedangkan produksi ikan

hanya 33,4 juta ton. termasuk 24 juta ton hasil perikanan budidaya dan 9,4

juta ton hasil tangkapan (Ika, 2018). Fakta ini menunjukkan bahwa potensi

perikanan Indonesia sangat penting sebagai salah satu sumber modal

utama pembangunan bila dikelola dengan baik, bertanggung jawab dan

berkelanjutan.

Untuk memperoleh potensi perikanan didapatkan dengan dua cara

yakni metode penangkapan dan metode budidaya. Sumberdaya perikanan

laut meliputi sumberdaya ikan demersal yang hidupnya dekat dengan dasar

perairan, Sumberdaya ikan pelagis yang hidupnya di kolom perairan,

sumberdaya pelagis besar seperti cakalang, tuna, tenggiri dan lain-lain,

serta sumberdaya udang dan biota selain ikan seperti kuda laut. Sedangkan

sumberdaya budidaya meliputi budidaya laut (ikan, moluska dan rumput


7

laut). budidaya air payau, budidaya air tawar termasuk air umum (danau,

waduk, sungai dan rawa, kolam air tawar dan sawah) (Putra, 2011)

B. Potensi dan Pemanfaatan Sektor Perikanan

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memilki 5,8

juta km2 luas wilayah laut dengan berbagai sumberdaya kelautan dan

perikanan yang dapat dikelola. Berdasarkan data Kementerian

PPN/Bappenas (2014), Potensi lestari atau maximum sustainable yield

(MSY) sumber daya ikan di laut Indonesia adalah 6,5 juta ton per tahun,

dan tangkapan yang bisa diberikan izin adalah 5,2 juta ton per tahun (80%

dari MSY). Sedangkan, potensi perikanan tangkap yang sangat besar di

perairan umum (termasuk danau, waduk, sungai, rawa dan genangan air

lainnya), luasnya sekitar 54 juta hektar yang diperkirakan mencapai

900.000 ton per tahun. Sedangkan untuk budidaya perikanan, potensinya

meliputi: a) 8,3 juta hektar kawasan budidaya laut (dimana budidaya ikan

20%, budidaya kerang 10%, budidaya rumput laut 60%, dan lain-lain 10%),

b) budidaya air payau 1,3 juta hektar atau tambak, c) 2,2 juta hektar

budidaya air tawar (termasuk 526.400 hektar tambak, 158.200 hektar

perairan umum (danau, waduk, sungai dan rawa), dan sawah Minapadi,

meliputi seluas 155 Juta hektar.

Pemanfaatan sektor perikanan di Sulawesi Selatan tahun 2013

mencapai 2.884.006,7 Ton yang terdiri dari subsektor perikanan budidaya

sebesar 259.769,1 Ton dan subsektor perikanan laut sebesar 277.849,0

Ton (Tabel 1).


8

Pada tahun 2013 Kabupaten Kepulauan Selayar memanfaatan sektor

perikanan dengan memproduksi sebesar 40.122,8 Ton atau sekitar 1,7%

dari total pemanfaatan di Provinsi Sulawesi Selatan dengan subsektor

perikanan budidaya sebesar 11.549,9 Ton dan subsektor perikanan laut

sebesar 28.572,9 Ton (Tabel 1).

Tabel 1. Produksi Berdasarkan Sub Sektor Perikanan dan


Kabupaten/Kotamadya, Tahun 2013
Kabupaten/Kota Jumlah Sub Sektor Perikanan
(Ton) Budidaya Laut Umum
Luwu 561,246.0 553,764.3 7,076.0 405.7
Luwu Utara 200,121.6 195,327.9 4,751.0 42.7
Wajo 167,884.1 150,593.5 10,853.9 6,436.7
Bone 219,851.8 194,664.5 25,073.4 113.9
Sinjai 48,080.5 20,954.5 27,126.0 -
Bulukumba 167,599.1 114,043.8 53,555.3 -
Selayar 40,122.8 11,549.9 28,572.9 -
Bantaeng 109,434.1 104,628.7 4,805.4 -
Jeneponto 153,093.6 136,411.1 16,682.5 -
Takalar 599,636.8 586,009.7 13,627.1 -
Makassar 13,350.4 971.5 12,378.9 -
Maros 23,841.7 8,884.3 14,510.6 446.8
Pangkep 149,035.2 140,268.9 8,766.3 -
Barru 21,844.8 4,664.4 17,180.4 -
Parepare 3,438.6 96.7 3,341.9 -
Pinrang 42,710.2 30,627.3 11,806.1 276.8
Gowa 1,104.9 600.0 - 504.9
Luwu Timur 272,089.6 263,239.4 8,606.6 243.6
Palopo 80,517.6 71,337.9 9,179.7 -
Soppeng 3,176.4 142.6 - 3,033.8
Sidrap 3,412.7 622.1 - 2,790.6
9

Enrekang 576.0 564.1 - 11.9


Toraja 694.0 679.0 - 15.0
Toraja Utara 1,144.2 1,123.0 - 21.2
Jumlah (Ton) 2,884,006.7 2,591,769.1 277,894.0 14,343.6
Sumber : BPS Sulsel, 2013

Mata pencaharian sebagian besar penduduk Desa Bahuluang,

Kecamatan Bontosikuyu, Kabupaten Kepulauan Selayar adalah nelayan

dengan persentase sebesar 90,91%. Kegiatan penangkapan ikan telah

menjadi kebiasaan masyarakat sehingga berbagai perahu dan alat tangkap

sebagai kelengkapan dari aktifitas tersebut sudah menjadi keharusan. Jenis

tangkapan nelayan sangat bervariasi, jumlah dan jenis ikan yang diperoleh

juga bergantung dengan musim. Jenis ikan yang paling banyak ditangkap

yaitu katamba, sunu, kerapu, kakap dan teripang. Hasil tangkapan nelayan

juga bervariasi dengan jumlah tangkapan rata-rata 5-20 kg (Fachry, 2015).

Permasalahan umum yang dihadapi oleh nelayan saat ini adalah

tangkapan hasil laut yang semakin berkurang dan sulitnya mendapatkan

pekerjaan baru selain sebagai nelayan. Hasil tangkapan di laut yang tidak

selalu optimal khususnya di musim paceklik membuat masyarakat Pulau

Bahuluang memiliki alternatif mata pencaharian untuk meningkatkan

pendapatannya yaitu memanfaatkan potensi budidaya rumput laut. Namun

hal ini juga tidak lepas dari berbagai permasalahan yang membuat produksi

menurun atau gagal panen. Sehingga masyarakat kembali mengantungkan

hidupnya pada tangkapan hasil laut (Fachry, 2015).


10

C. Daya Saing Sektor Perikanan

Perencanaan pembangunan dalam sektor kelautan dan perikanan

didasari oleh konsep pembangunan berkelanjutan yang perlu didukung oleh

pengembangan industri berbasis sumberdaya alam dan sumberdaya

manusia untuk mencapai daya saing yang tinggi. Ada 3 (tiga) pilar utama

terkait pembangunan sektor perikanan ke depannya, yaitu membangun

keunggulan kompetitif (competitive advantage) dalam sektor perikanan

sesuai keunggulan komparatif (comparative advantage), membangun

sistem ekonomi berdasarkan mekanisme pasar yang adil, dan membangun

ekonomi daerah yang kuat dan efektif dengan memberdayakan pelaku dan

potensi ekonomi daerah. Adapun tiga tahap pembangunan daya saing,

yaitu tahap pembangunan yang didorong oleh kelimpahan sumber daya

alam (resources driven), tahap pembangunan berbasis investasi

(investment driven) dan tahap pembangunan berbasis inovasi (inovation

driven) (Akoit dan Nalle, 2018). Selain itu, ada tiga komponen penting dalam

sistem perikanan berkelanjutan, yaitu sistem alam (natural system)

termasuk ikan, ekosistem dan lingkungan biofisik, sistem manusia (human

system) termasuk nelayan, pengolah, pengguna, komunitas nelayan,

sosial, ekonomi dan budaya, dan sistem pengelolaan perikanan termasuk

kebijakan dan perencanaan perikanan, pengelolaan dan pengembangan

perikanan serta penelitian perikanan (Nurhayati et al., 2018).


11

Untuk mencapai pengelolaan perikanan yang berkelanjutan

diperlukan pembatasan input dan output. Beberapa pembatasan yang

dapat diterapkan adalah (KPPU, 2010):

1. Input control, yaitu pengaturan besarnya usaha yang dilakukan dalam

kegiatan penangkapan ikan, meliputi:

a) Limitting entry, yaitu membatasi jumlah nelayan yang bisa menangkap

ikan.

b) Limitting capacity per vessel, yaitu membatasi jenis dan ukuran kapal

dan alat penangkap yang digunakan.

c) Limitting time and allocation, yaitu membatasi waktu dan lokasi

penangkapan ikan.

2. Output control, yaitu pengaturan hasil tangkapan setiap nelayan,

meliputi:

a) Total allowable catch, yaitu mengatur jumlah maksimum ikan yang dapat

ditangkap oleh semua nelayan. tahun.

b) Individual quota, yaitu mengatur kuota tangkapan kepada setiap individu

nelayan.

c) Community quota, yaitu mengatur kelompok kuota tangkapan.

Daya saing suatu daerah berkaitan dengan kemampuan suatu daerah

untuk meningkatkan perekonomiannya dengan memanfaatkan potensi

yang ada dan memproduksi serta memasarkan produk atau jasa yang

dibutuhkan secara berkelanjutan oleh pasar. Kabupaten Kepulauan Selayar

merupakan salah satu daerah di Sulawesi Selatan dengan kondisi geografis

sebagai daerah kepulauan yang memiliki potensi besar dalam


12

menyediakan sumberdaya perikanan dan kelautan. Ketersediaan serta

potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Kepulauan Selayar pada sumberdaya

perikanan dan kelautan memberikan predikat kepantasan kepada daerah

ini untuk mampu menjadi salah satu sentra kelautan dan perikanan yang

terdapat di Indonesia.

Peran sektor perikanan dapat diketahui dengan menghitung Location

Quotient (LQ). Location Quotient merupakan perbandingan antara pangsa

relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor perikanan pada tingkat wilayah

terhadap total wilayah dengan pangsa relatif pendapatan sektor perikanan

pada tingkat kabupaten terhadap pendapatan kabupaten. Analisis LQ

dilakukan dengan menghitung nilai LQ sektor perikanan terhadap

pendapatan perikanan, keseluruhan sektor dan tenaga kerja (Gumilang,

2019).

Potensi ekonomi suatu wilayah dapat dilihat dengan menggunakan

analisis Shift Share dengan menentukan kinerja tenaga kerja atau

produktivitas perekonomian wilayah tersebut dan mengkomparasikannya

dengan wilayah yang lebih besar. Asumsi yang dibangun oleh analisis ini

bahwa perubahan pendapatan, produksi atau tenaga kerja di suatu wilayah

terbagi kedalam tiga komponen, yaitu komponen pertumbuhan regional,

proporsional, dan berdasarkan pangsa wilayah (Gumilang, 2019).

D. Kapasitas Adaptif Institusional

Kapasitas adaptif adalah kemampuan suatu sistem untuk

memanfaatkan peluang yang ada untuk mengatasi dampak negatif guna


13

meminimalisir dampak negatif yang akan terjadi (IPCC, 2000; IPCC, 2007).

Menurut Marshall et al. (2010), kapasitas adaptif adalah kemampuan

menghadapi tantangan dengan metode pembelajaran, mengelola risiko dan

dampak, mengembangkan pengetahuan dan merumuskan pendekatan

yang efektif.

Faktor penentu kemampuan beradaptasi adalah teknologi, ekonomi,

infrastruktur, informasi dan keterampilan, lembaga masyarakat dan akses

ke sumberdaya (IPCC, 2007). Dolan dan Walker (2004) berpendapat

bahwa kemampuan pelaku adaptasi merupakan salah satu penentu

kapasitas adaptif. Handmer dan Dovers (1996) juga menambahkan bahwa

faktor penentu adaptasi adalah ketersediaan sumberdaya dan kemudahan

akses untuk menyelesaikan pembangunan infrastruktur. Kerusakan

infrastruktur dapat menyebabkan penurunan kegiatan ekonomi, karena

perbaikan kerusakan infrastruktur membutuhkan biaya (Satterthwaite et al.,

2007; Purifyningtyas dan Wijaya, 2016).

Tata kelola pemerintahan secara umum pengertiannya adalah segala

sesuatu yang terkait dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat

mengarahkan, mengendalikan atau mempengaruhi urusan publik untuk

mewujudkan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat

(Sedarmayanti, 2003:3). Sedangkan Menurut World Bank (1992:79), tata

kelola pemerintahan adalah suatu penyelenggaraan manajemen

pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan

prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana
14

investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik mapun administratif,

menjalankan disiplin anggaran serta menciptakan legal dan political

framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha. Sedarmayanti (2003:4)

menegas-kan bahwa dari segi fungsional, apakah pemerintah telah

berfungsi secara efektif dan efisien dalam upaya mencapai tujuan yang

telah digariskan, atau justru sebaliknya dimana pemerintahan tidak

berfungsi secara efektif dan terjadi inefisiensi diperlukan tiga kaki untuk

menilainya, yaitu :

1. Political governance, adalah proses keputusan untuk formulasi

kebijakan.

2. Administrative governance, adalah sistem implementasi proses

kebijakan.

3. Economic governance, yang meliputi proses pembuatan keputusan

(decision making process) yang memfasilitasi terhadap equity

(kesetaraan), poverty (kesejahteraan) dan quality of life ( kualitas hidup).

Dalam konteks tata kelola pemerintahan dalam adaptasi perubahan

iklim maka yang menjadi tujuan adalah kapasitas adaptif dan atau

ketahanan terhadap perubahan iklim (climate change resilience). Konsep

ketahanan (resilience) secara umum adalah upaya membangun kapasitas

sistem untuk bertahan dari goncangan, bangkit kembali, dan berupaya

untuk berubah termasuk terhadap perubahan yang tidak diantisipasi

(VanBreda, 2001:52). Sedangkan ketahanan terhadap perubahan iklim

(climate change resilience) adalah kapasitas dari individu, komunitas, atau


15

institusi untuk secara dinamis dan efektif memberikan respons atau

tanggapan terhadap kondisi perubahan dari dampak iklim dan terus

melakukan fungsinya dalam tingkat yang dapat diterima dengan membuat,

mengubah, dan mengimplementasikan beragam pilihan-pilihan (tindakan)

adaptif. Secara sederhana ketahanan adalah kemampuan untuk bertahan

dan bangkit kembali dari dampak perubahan iklim (Rockefeler Foundation

White Paper, 2009:16). Selain individu, komunitas, dan institusi yang harus

memiliki ketahanan sebagaimana dijelaskan Rockefeler Foundation White

Paper, VanBreda (2001:iii) mengkategorisasikan ketahanan dalam enam

jenis, yaitu individual resilience, family resilience, community resilience,

resilience-based policy, dan resilience theory in social work. Malone et al.

(2005:45) mengusulkan adanya kesamaan antara ketahanan dan kapasitas

adaptif karena pada kasus-kasus tertentu faktor penentu kapasitas adaptif

disamakan dengan indikator ketahanan. Persamaan itu memungkinkan

sebagai pendekatan untuk pengukuran kapasitas adaptif dalam mengukur

ketahanan pada sebuah daerah atau komunitas. Kapasitas adaptif merujuk

pada kemampuan sumber daya sedangkan adaptasi dan ketahanan

merujuk pada hasilnya. Menurut Lebel et al. (2006:29) peran pemerintah

sangat mempengaruhi adanya ketahanan (resilience) terutama ketahanan

komunitas (community resilience) dan ketahanan kebijakan (resilience-

based policy).

Ketahanan (resilience) pada dasarnya juga dipandang sebuah

metafora, dengan akar dalam ilmu fisika dan matematika, istilah awalnya
16

digunakan untuk menggambarkan kapasitas bahan atau sistem untuk

kembali ke ekuilibrium setelah terjadi guncangan (Norris et al., 2008:16).

Suatu masyarakat yang pernah terkena bencana akan cenderung

melakukan mekanisme resiliensi untuk menyesuaikan diri terhadap

lingkungannya atau kembali pada kondisi semula sebelum bencana terjadi.

Resiliensi terhadap bencana dan upaya pemulihan yang dilakukan oleh

suatu masyarakat, komunitas, atau daerah dipelajari dari berbagai

perspektif pembelajaraan termasuk sosiologi, implementasi kebijakan,

pengambilan keputusan, rekayasa, geografi dan perencanaan kota yang

pernah ada. Oleh karena itu, resiliensi merupakan suatu proses yang

mengarah pada adaptasi, bukan suatu hasil tetapi mengarah pada kembali

ke kondisi stabil (Norris et al., 2008:17). Dapat disimpulkan bahwa resiliensi

sebagai mekanisme yang dilakukan oleh individu, keluarga, komunitas,

sistem, dan kebijakan dengan melihat kapasitas sistem dan potensi terkena

bencana dan berusaha untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan atau

kembali ke keadaan sebelumnya dengan pembelajaran yang dimiliki.

Malone et al. (2009:46) mengidentifikasi delapan faktor penentu kapasitas

adaptif sebagai berikut :

1. Pilihan teknologi yang tersedia untuk melakukan adaptasi;

2. Ketersediaan sarana prasarana dan distribusinya pada seluruh lapisan

masyarakat;

3. Keberadaan lembaga yang memiliki otoritas pengambilan keputusan,

dan adanya kriteria tentang pilihan keputusan yang akan digunakan;


17

4. Kemampuan pengambil keputusan untuk mengelola informasi,

termasuk proses pengambilan keputusan dengan menggunakan

informasi yang kredibel, serta kredibilitas dari pengambil keputusan itu

sendiri;

5. Kepercayaan publik terhadap kemampuan lembaga yang memiliki

otoritas pengambilan keputusan;

6. Kualitas sumber daya manusia;

7. Keberadaan modal sosial, termasuk mekanisme pelibatannya dalam

sebuah lembaga;

8. Akses sistem untuk menjalankan proses penyebaran pengetahuan

tentang risiko dengan membangun kolaborasi.

E. Strategi Pengembangan Sektor Perikanan

Masalah utama bagi keberlanjutan perikanan tangkap adalah

rendahnya daya saing produk perikanan, kurangnya pengembangan pasar

untuk hasil perikanan dan perlindungan kualitas ikan, keterbatasan akses

modal untuk pengembangan usaha perikanan tangkap, kualitas nelayan

masih relatif rendah, maraknya Illegal, Unregulated and Unreported (IUU)

Fishing, penangkapan ikan yang berlebihan, lemahnya kapasitas

kelembagaan penegak hukum dan pengawasan, sistem pendataan hasil

tangkapan yang parsial dan tidak dapat diandalkan (Kementerian

PPN/Bappenas, 2014).

Dalam rangka mengatasi isu utama yang dimaksud tersebut perlunya

kajian skala daerah terkait menentukan strategi pengembangan sektor


18

perikanan. Dalam menentukan strategi pengembangan sektor perikanan

penting untuk mengetahui terlebih dahulu pihak-pihak yang berperan

(Stakeholder). Sehingga perlu dilakukan analisis dalam mengidentifikasi

stakeholder tersebut.

Menurut Blackman (2003), stakeholder merupakan orang yang

mempengaruhi dampak suatu kegiatan atau juga orang yang terpengaruh

oleh dampak suatu kegiatan. Stakeholder dapat berupa individu, kelompok,

komunitas atau lembaga. Stakeholder meliputi: a) Kelompok pengguna,

orang yang menggunakan sumberdaya atau layanan di suatu area. b)

Kelompok kepentingan yaitu orang yang memiliki kepentingan, pendapat

yang dapat mempengaruhi penggunaan sumberdaya atau layanan. c)

Penerima manfaat, contohnya proyek. d) Pembuat keputusan. e) Yang

sering mendapat pengecualian dari proses pengambilan keputusan.

Stakeholder dapat dibagi menjadi dua jenis utama: 1) Stakeholder

Primer, yang mendapat dampak positif maupun negatif dari suatu kegiatan.

Istilah ini menggambarkan orang-orang yang kesejahteraannya mungkin

bergantung pada sumber daya atau layanan atau area. Biasanya mereka

tinggal di daerah atau sangat dekat dengan sumber daya yang

bersangkutan. Mereka seringkali memiliki sedikit pilihan ketika dihadapkan

pada perubahan, sehingga mereka mengalami kesulitan beradaptasi.

Stakeholder primer biasanya rentan. Mereka adalah alasan mengapa suatu

kegiatan biasa dilakukan. 2) Stakeholder Sekunder, mencakup semua


19

orang dan lembaga lain yang berkepentingan dengan sumber daya atau

bidang yang sedang dipertimbangkan.

Analisis stakeholder adalah alat yang berguna untuk mengidentifikasi

stakeholder dan menjelaskan sifat, peran, dan kepentingan mereka.

Idealnya, analisis stakeholder harus dilakukan dengan perwakilan dari

sebanyak mungkin kelompok stakeholder. Mungkin tidak selalu praktis

untuk melakukannya jika stakeholder tersebar luas. Namun, jika ada

bahaya bahwa stakeholder yang penting mungkin tidak terlibat, lebih

banyak waktu dan sumberdaya harus diinvestasikan dalam melakukan

analisis stakeholder untuk memastikan mereka dilibatkan.

Menurut Reed et al. (2009), salah satu metode populer menggunakan

minat dan pengaruh untuk mengklasifikasikan stakeholder menjadi Key

Player, Context setters, Subject dan Crowd. Ini kemudian dapat membantu

untuk menentukan bagaimana stakeholder dapat dilibatkan. Key player

misalnya adalah para stakeholder yang harus dibina secara aktif, karena

memiliki kepentingan dan pengaruh yang tinggi terhadap suatu fenomena

tertentu. Context setters sangat berpengaruh, tetapi memiliki sedikit

kepentingan. Karena itu, mereka mungkin menjadi risiko yang signifikan,

dan harus dipantau serta dikelola. Subjek memiliki kepentingan yang tinggi

tetapi pengaruh yang rendah dan meskipun secara definisi mereka

mendukung, mereka kurang kapasitas untuk memberi dampak, meskipun

mereka mungkin berpengaruh dengan membentuk aliansi bersama

stakeholder lainnya. Mereka sering kali merupakan stakeholder marjinal


20

yang ingin diberdayakan oleh proyek pembangunan. Crowd adalah

stakeholder yang memiliki sedikit kepentingan serta pengaruh terhadap

hasil yang diinginkan dan ada sedikit kebutuhan untuk

mempertimbangkannya secara mendetail atau terlibat dengan mereka.

Kepentingan dan pengaruh biasanya berubah seiring waktu dan dampak

dari perubahan tersebut dapat dipertimbangkan. Misalnya, stakeholder

dapat membentuk aliansi untuk mempromosikan atau mengalahkan hasil

tertentu dan analisis stakeholder dapat digunakan untuk mengidentifikasi

dimana aliansi tersebut kemungkinan besar akan muncul.

Proses pengambilan keputusan strategis selalu berhubungan dengan

pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan. Oleh karena itu,

perencanaan strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor

strategis (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi saat

ini. Ini disebut analisis situasi dan model analisis yang paling umum adalah

analisis SWOT (Ferrell & Hartline, 2011).

Menurut Kotler (2000), analisis SWOT adalah penilaian yang

komprehensif dari kekuatan (Strengths), kelemahan (Weaknesses),

peluang (Opportunities), dan ancaman (threats). Analisis SWOT meliputi

analisis lingkungan eksternal dan internal. Analisis ini didasarkan pada

asumsi bahwa strategi yang efektif akan mengurangi kelemahan dan

ancaman. Ketika diterapkan secara akurat, asumsi sederhana ini

menghasilkan dampak besar pada rancangan strategi yang dibuat.


21

Menurut Ferrell & Hartline (2011), analisis SWOT digunakan untuk

mengumpulkan informasi dari analisis situasi dan memisahkannya menjadi

masalah internal (kekuatan dan kelemahan) dan masalah eksternal

(peluang dan ancaman). Analisis SWOT akan menjelaskan apakah

informasi tersebut menunjukkan sesuatu yang akan membantu mencapai

tujuan atau memberikan hambatan yang perlu diatasi untuk mencapai hasil

yang diinginkan.

Analisis dilakukan terhadap kekuatan, kelemahan, peluang dan

ancaman yang dihadapi selama pembangunan dipetakan dalam matriks

EFAS (external factor analysis) dan IFAS (internal factor analysis) untuk

membentuk inisiatif strategis berdasarkan empat perspektif kondisi yang

dihadapi. Pengembangan strategi SO dilakukan dengan mencocokkan

kekuatan yang dimiliki dengan peluang yang ada, sedangkan penggunaan

kekuatan untuk menghadapi ancaman mengarah pada strategi ST.

Kelemahan harus diminimalisir dengan memanfaatkan peluang yang ada

melalui strategi WO. Dan kombinasi kelemahan dan ancaman yang ada

harus diantisipasi dengan strategi WT (Rangkuti, 1997).

F. Penelitian yang Relevan

Nurhayati et al. (2018), dalam kajiannya menjelaskan bahwa untuk

menjamin manfaat bagi pelaku ekonomi dan melestarikan sumberdaya

yang ada, penggunaan sumberdaya perairan umum harus diatur oleh

lembaga. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji strategi adaptif

pengelolaan sumberdaya berbasis kelembagaan lokal dalam menjawab


22

tantangan pengelolaan sumberdaya perairan umum yang efektif. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian participatory action

research, kemudian data primer dan sekunder diperoleh dari Focus Group

Discussion (FGD) dan survei selanjutnya dideskripsikan secara kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dibentuk organisasi lokal di Waduk

Cirata yaitu Masyarakat Peduli Cirata (MPC) dengan partisipasi beberapa

pemangku kepentingan yaitu Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa

Barat, Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC), pembudidaya ikan KJA dan

dan masyarakat pengguna perairan umum. Pengelolaan sumber daya

perairan berbasis kelembagaan di Waduk Cirata tersebut dapat dijadikan

sebuah contoh yang dapat diterapkan di daerah lain untuk kasus serupa.

Elemen kunci dari strategi adaptasi yang mendukung efektivitas

kelembagaan Waduk Cirata adalah pemanfaatan dan pengendalian yang

tepat didasari atas kesepahaman pemangku kepentingan tentang fungsi

potensial waduk dan dampaknya terhadap lingkungan. Implementasi

strategi ini terdiri dari: 1) mengizinkan keberlanjutan budidaya di keramba

jaring apung (KJA), tetapi tetap melakukan kontrol dan evaluasi untuk

menjaga keseimbangan ekosistem dengan melibatkan kelompok MPC, 2)

mendorong pengembangan wisata pancing (recreational fishing), namun

tetap melakukan tindakan pengendalian tangkapan ikan agar tidak merusak

kelestarian ikan di daerah tersebut (ikan endemik), 3) pemanfaatan eceng

gondok yang dikombinasikan dengan upaya pembersihan jalur transportasi

air.
23

Harmunanto et al. (2019) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa

pada tahun 2015, hasil produksi perikanan tangkap Kabupaten Bulukumba,

Sulawesi Selatan adalah 53.612 ton, hasil produksil tersebut menjadikan

Kabupaten Bulukumba menempati posisi pertama untuk produksi

perikanan tangkap serta terus mengalami peningkatan produksi di setiap

tahunnya. Oleh karena itu, sektor perikanan harus mampu memberikan

kontribusi penting bagi sektor ekonomi daerah dan provinsi. Namun

pemanfaatan hasil produksi perikanan tangkap di Kabupaten Bulukumba

saat ini belum optimal karena sarana dan prasarana penangkapan yang

belum memadai serta kurangnya pengetahuan nelayan terhadap hasil

tangkapannya sehingga hasil tersebut tidak memberikan dampak yang baik

terhadap masyarakat setempat khususnya nelayan di Kabupaten

Bulukumba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi perikanan

tangkap di Kabupaten Bulukumba. Potensi tangkapan perikanan ditentukan

dengan menganalisis Location Quotient (LQ). Selanjutnya dilakukan

perhitungan konsumsi ikan masyarakat di Kabupaten Bulukumba untuk

mengetahui peluang pengembangan hasil produksi perikanan tangkap di

Kabupaten Bulukumba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kabupaten

Bulukumba memiliki potensi besar dalam sektor perikanan tangkap yang

terlihat dari peningkatan komoditas yang berbeda setiap tahunnya. Namun

pemanfaatan sumber daya perikanan tersebut memerlukan dukungan

ketersediaan sarana dan prasarana perikanan yang memadai, serta sistem

pengelolaan perikanan yang baik agar potensinya dapat dimanfaatkan


24

secara optimal. Pemanfaatan sumberdaya perikanan yang optimal dapat

memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian Kabupaten

Bulukumba dan masyarakat khususnya para nelayan.

Gumilang (2019), melakukan penelitian yang berjudul Analisis

Kompetitif Industri Perikanan di Kabupaten Cirebon. Tujuan dilaksanakanya

penelitian ini adalah menganalisis sejauh mana sektor perikanan dapat

menjadi sektor basis serta mengkaji daya saing sektor perikanan dengan

analsisis shift share sebagai tools di Kabupaten Cirebon. Analisis deskriptif

kuantitatif merupakan metode yang diadopsi pada penelitian tersebut.

Analisis Location Quetiont (LQ) dan Shift Share (SS) adalah jenis analisis

kuantitatif yang digunakan. Data sekunder yang digunakan pada penelitian

tersebut adalah data PDRB Kabupaten Cirebon dan Provinsi Jawa Barat

Tahun 2013-2017 yang dipublikasi oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten

Cirebon dan Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

dalam rentang waktu tahun 2013-2017, sektor utama yang berperan dalam

kontribusi perekonomian Kabupaten Cirebon adalah sektor perikanan itu

sendiri yang menghasilkan nilai LQ sebesar 3,027. Sedangkan untuk Daya

saing wilayah (PPW) sektor perikanan di Kabupaten Cirebon terbilang

masih rendah karena hanya menghasilkan nilai komponen PPW sebesar -

3029. Tetapi terdapat nilai komponen yang positif yaitu komponen

Pertumbuhan Regional (PR) dengan nilai 145.316 dan Pertumbuhan

Proporsional (PP) dengan nilai 12,174. Hal ini menandakan adanya potensi

pertumbuhan untuk sektor perikanan di Kabupaten Corebon.


25

Susantri et al. (2019), dalam penelitiannya mengemukakan bahwa

Kota Palopo menjadi salah satu kota Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) di

Provinsi Sulawesi Selatan. Kota Palopo memiliki kriteria baru sebagai

“Kawasan perkotaan yang berada di pesisir yang berpotensi atau

mendukung ekonomi kelautan nasional” pada tahun 2017. Ekonomi

kelautan adalah seluruh aktivitas ekonomi yang bergantung pada produk-

produk hasil kelautan. Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana

pengembangan sektor perikanan dalam mendukung peran Kota Palopo

sebagai PKW. Metode yang digunakan adalah deskriptif dan kuantitatif

dengan metode LQ untuk menganalisis industri perikanan sebagai sektor

basis ekonomi kelautan kota Palopo. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa Kota Palopo memiliki sumberdaya ikan yaitu perikanan tangkap dan

budidaya. Hasil perikanan Kota Palopo juga berasal dari berbagai daerah,

yang menjelaskan keterkaitan antara Kota Palopo dengan wilayah atau

kabupaten/lokasi PKW lainnya untuk kegiatan distribusi komoditas

khususnya beberapa hasil perikanan. Pengembangan sektor perikanan

baik perikanan maupun budidaya memerlukan sarana penunjang dan lahan

dengan potensi pengembangan hasil perairan yang melimpah, peningkatan

nilai produksi dan dampak positif terhadap lingkungan. lingkungan.

perekonomian kota Palopo. Oleh karena itu, diperlukan suatu kajian untuk

mengetahui perkembangan sektor perikanan dalam mendukung peran Kota

Palopo sebagai PKW.


26

G. Kerangka Konseptual

Pengembangan sektor perikanan khususnya perikanan tangkap di

Kabupaten Kepulauan Selayar merupakan seuatu keharusan mengingat

arahan pengembangan regional yang menjadikan Kabupaten Kepulauan

Selayar sebagai wilayah dengan sektor unggulan perikanan. Perikanan

tangkap merupakan sektor yang memberikan kontribusi cukup besar

terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Menjadi suatu kebutuhan untuk

dapat mengetahui sejauh mana peran sektor perikanan tangkap dalam

mendukung pertumbuhan ekonomi daerah serta daya saing sektor

perikanan tangkap. Masalah yang dihadapi kemudian adalah adanya

tantangan berupa peralihan kewenangan pemerintah daerah serta

ketersediaan sumberdaya perikanan tangkap yang semakin terbatas.

Dalam menghadapi tantangan tersebut, institusi terkait dalam hal ini Dinas

Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar harus menjadi garda terdepan

dalam melakukan penyesuaian terhadap sistem maupun perilaku yang

yang dianut pada lingkungan masyarakat. Instansi terkait perlu menjadi

institusi yang adaptif yaitu institusi yang mampu merencanakan dan

menerapkan kebijakan berdasarkan tantangan yang dihadapi. Untuk

mengetahui sejauh mana kapasitas adaptif institusional dalam hal ini Dinas

Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar, maka perlu dilakukan kajian

berdasarkan Indikator kapasitas adaptif yang meliputi dimensi variasi

(variation), learning capacity, sumberdaya, ruang perubahan mandiri,

kepemimpinan dan pemerintahan yang adil. Dengan mengetahui kapasitas


27

adaptif institusional dalam hal ini Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan

Selayar, selanjutnya akan mampu merumuskan suatu formulasi

perencanaan yang menggunakan pendekatan kapasitas adaptif

institusional pemerintah dalam rangka menghadapi tantangan yang ada.

Berangkat dari uraian diatas, sehingga dirumuskan alur pikir penelitian

dengan tujuan agar memberi penjelasan tentang masalah yang sekaligus

menjadi kerangka konsep pada penelitian ini (Gambar 1):

Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian

H. Defenisi Operasional

Beberapa konsep yang digunakan pada penelitian ini mempunyai

definisi tersendiri, diantaranya:

1. Sektor perikanan merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang

memiliki peran sebagai sumber penghasil bahan makanan dan sumber

bahan baku industri.


28

2. Pengembangan sektor perikanan merupakan salah satu upaya untuk

menambah penghasilan nelayan dan daya saing komoditas perikanan

dengan rancangan agribisnis.

3. Agribisnis adalah rancangan dari suatu sistem usaha yang terdiri dari

beberapa subsistem yang saling berhubungan dan berpengaruh yaitu

penyediaan sarana produksi perikanan, pengolahan dan pemasaran

hasil perikanan, serta kelembagaan sebagai penunjang perikanan.

4. Kapasitas adaptif institusional adalah kemampuan dari suatu sistem

dalam hal ini institusi yang dinilai menggunakan indikator variation,

learning capacity, sember daya, ruang perubahan mandiri,

kepemimpinan dan pemerintahan yang adil dalam rangka mengatasi

tekanan atau perubahan.

5. Strategi merupakan tindakan yang diambil dalam menanggapi peluang

dan ancaman eksternal, serta kekuatan dan kelemahan internal dapat

berpengaruh dalam upaya untuk mengembangkan di sektor pertanian.

6. Analisis SWOT merupakan analisis yang dikombinasikan antara faktor

eksternal (peluang dan ancaman) dengan faktor internal (kekuatan dan

kelemahan) yang dialami dalam pengembangan sektor perikanan.

7. Lingkungan internal merupakan faktor yang dapat mengidentifikasi

kekuatan dan kelemahan dalam mengembangkan sektor perikanan.

Lingkungan internal yang dianalisis meliputi sumber daya manusia

(petani), kondisi keuangan (permodalan), pemasaran, produksi dan

kelembagaan (kelompok tani) dan lain sebagainya.


29

8. Lingkungan eksternal merupakan faktor yang mampu mengidentifikasi

peluang dan ancaman bagi pengembangan sektor perikanan.

Lingkungan eksternal yang dianalisis meliputi pendapatan masyarakat

nelayan, peluang usaha dan penciptaan lapangan kerja, pemasok

sarana produksi, dukungan pemerintah, kualitas sumber daya manusia

dan faktor alam penangkapan ikan.

9. Kekuatan merupakan faktor internal dalam pengembangan sektor

perikanan dan keunggulan bagi pengembangan potensi perikanan.

10. Kelemahan merupakan faktor internal dalam pengembangan sektor

perikanan dan keterbatasan bagi pengembangan potensi perikanan.

11. Peluang merupakan faktor eksternal dalam pengembangan sektor

perikanan dan bermanfaat bagi pengembangan potensi perikanan

12. Ancaman adalah faktor eksternal dalam pengembangan sektor

perikanan yang mengganggu pengembangan potensi perikanan.

13. Matriks SWOT merupakan matriks yang berfungsi untuk merumuskan

berbagai alternatif strategi pengembangan sektor perikanan melalui

strategi SO “Strenght Opportunities”, WO “Weakness Opportunities”, ST

“Strenght Threats” dan WT “Weakness Threats”.


30

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini mengadopsi pendekatan kuantitatif deskriptif, dimana

peneliti mencoba menggali gambaran tentang suatu keadaan dengan tidak

memberikan perlakuan apapun terhadap objek penelitian. Pendekatan

kuantitatif deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk mengkaji serta

memberikan gambaran tentang daya saing sektor perikanan tangkap,

kapasitas adaptif institusional, strategi pengembangan sektor perikanan

tangkap dengan pendekatan kapasitas adaptif di Kabupaten Kepulauan

Selayar.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini terlaksana di Kabupaten Kepulauan Selayar, Provinsi

Sulawesi Selatan (Gambar 2). Keseluruhan penelitian ini berlangsung

selama kurun waktu 4 bulan yaitu bulan Mei-Agustus 2021.


31

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

C. Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian ini, jenis data yang dikumpulkan adalah data primer

dan sekunder. Data primer pada penelitian ini merupakan data yang

diperoleh melalui studi dokumen institusi pemerintah daerah serta publikasi

statistik. Sedangkan data sekunder pada penelitian ini adalah publikasi


32

penelitian terdahulu pada lokasi dan topik yang relevan. Adapun jenis data

berdasarkan parameter penelitian dapat dilihat pada tabel 2 berikut.

Tabel 2. Jenis dan Sumber Data


No Parameter Jenis Data Sumber
1 Produksi seluruh sektor Primer Badan Pusat Statistik
(BPS).
2 Produksi sektor Primer Dinas Perikanan
perikanan tangkap Kabupaten Kepulauan
Selayar dan Dinas
Kelautan dsan
Perikanan Provinsi
Sulawesi Selatan.
4 Rencana Strategis Primer Dinas Perikanan dan
(Renstra) Dinas Pemerintah Daerah
Perikanan periode 2018- Kabupaten Kepulauan
2021 dan Laporan Selayar.
Akuntabilitas dan Kinerja
Dinas Perikanan
Kabupaten Kepulauan
Selayar tahun 2020
5 Penelitian Terdahulu Sekunder Publikasi online.
pada lokasi dan topik
yang relevan

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Pengumpulan Data Produksi Sektor

Pengumpulan data produksi sektor dilakukan dengan metode studi

literatur dengan berfokus pada sektor perikanan tangkap serta seluruh data
33

sektor. Data produksi seluruh sektor dan sektor perikanan tangkap diambil

dari data statistik yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)

Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Kepulauan Selayar. Adapun data

yang dimaksud meliputi data produksi perikanan tangkap selama 5 tahun

terakhir (2016-2020) berdasarkan jenis ikan hasil tangkapan serta data

produksi seluruh sektor di Kabupaten Kepulauan Selayar dan Provinsi

Sulawesi Selatan. Data produksi sektor yang satuannya jumlah produksi

terlebih dahulu dikonversi ke satuan nilai produksi dengan mengacu pada

harga masing-masing produk pada tahun terbaru.

2. Pengumpulan Data Dokumen Institusi

Pengumpulan data dokumen institusi dilakukan dengan metode

mendatangi langsung institusi terkait dalam hal ini Dinas Perikanan

Kabupaten Kepulauan Selayar. Dokumen yang dimaksud adalah dokumen

perencanaan terkait pengembangan sektor perikanan tangkap di

Kabupaten Kepulauan Selayar. Adapun dokumen tersebut adalah Rencana

Strategis (Renstra) Dinas Perikanan periode 2018-2021 dan Laporan

Akuntabilitas dan Kinerja Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar

tahun 2020. Rencana Strategis (Renstra) Dinas Perikanan periode 2018-

2021 adalah dokumen perencanaan yang merumuskan hasil yang

pencapaiannya ditargetkan selama kurun waktu 1-5 tahun berkaitan

dengan tugas dan fungsi Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar

dengan mempertimbangkan lingkungan strategis saat penyusunannya.

Sedangkan Laporan Akuntabilitas dan Kinerja Dinas Perikanan Kabupaten


34

Kepulauan Selayar tahun 2020 merupakan laporan yang memuat

akuntabilitas dan kinerja dari Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan

Selayar yang disusun menurut periode anggaran berjalan selama 1 tahun.

E. Analisis Data

1. Analisis Daya Saing Sektor Perikanan

Daya saing sektor perikanan tangkap dianalisis dengan menggunakan

pendekatan deskriptif kuantitatif. Metode analisis yang digunakan adalah

Location Quetiont (LQ) dan Shift Share (SS).

Analisis Location Quotient (LQ) bertujuan untuk mengkaji seberapa

besar sumbangsih sektor perikanan tangkap dalam mendukung

pembangunan wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar. Menurut

Budiharsono (2001) dalam Gumilang (2019), analisis tersebut

membandingkan antara pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor

perikanan tangkap pada tingkat Provinsi Sulawesi Selatan terhadap

pendapatan total sektor perikanan Provinsi Sulawesi Selatan dengan

pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor perikanan tangkap pada

tingkat Kabupaten Kepulauan Selayar terhadap pendapatan total sektor

perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar. Persmaan dalam menganalisis

Location Quotient (LQ) dapat diuraikan sebagai berikut:

Dimana :

vi : Pendapatan sektor perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan


35

Selayar

vt : Total pendapatan sektor perikanan di Kabupaten Kepulauan

Selayar

Vi : Pendapatan sektor perikanan tangkap di Provinsi Sulawesi

Selatan

Vt : Total pendapatan sektor perikanan di Provinsi Sulawesi Selatan

LQi : Nilai LQ sektor perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Selayar

Sebagai bagian dari perekonomian Provinsi Sulawesi Selatan, sektor

basis Kabupaten Kepulauan Selayar dapat dianalisis menggunakan

Location Quotient (LQ). Menurut Rizal (2013), apabila nilai koefisien LQ <

1 maka sektor perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Selayar tidak

memiliki keunggulan komparatif. Apabila koefisien LQ = 1 menunjukkan

bahwa sektor perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Selayar memiliki

keunggulan komparatif yang sama dengan rata-rata semua daerah.

Sedangkan apabila koefisien LQ > 1 memiliki arti bahwa sektor perikanan

tangkap di Kabupaten Kepulauan Selayar memiliki keunggulan komparatif

yang lebih dari rata-rata atau dengan kata lain merupakan sektor basis.

Selanjutnya analisis Shift Share (SS) digunakan untuk mengetahui

potensi ekonomi di wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar. Berdasarkan

Hasani (2010), analisis tersebut dapat digunakan untuk menentukan kinerja

atau produktivitas kerja perekonomian Kabupaten Kepulauan Selayar

dengan membandingkannya dengan regional Provinsi Sulawesi Selatan.

Dengan mengunakan analisis Shift Share (SS) dibangun asumsi bahwa

perubahan pendapatan, produksi atau tenaga kerja pada sektor perikanan


36

tangkap di Kabupaten Kepulauan Selayar terbagi kedalam tiga komponen

pertumbuhan yaitu komponen pertumbuhan regional (PR), komponen

pertumbuhan proporsional (PP) dan komponen pertumbuhan pangsa

wilayah (PPW). Hal tersebut secara matematis dapat diuraikan sebagai

berikut:

a. Komponen Pertumbuhan Regional (PR)

PRij = (Ra) Yij

Dimana :

PRij : Komponen pertumbuhan regional sektor perikanan tangkap

di Kabupaten Kepulauan Selayar

Yij : Produksi dari sektor perikanan tangkap di Kabupaten

Kepulauan Selayar pada tahun dasar analisis

Ra : Rasio produksi Provinsi Sulawesi Selatan

b. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)

PPij = (Ri-Ra) Yij

Dimana :

PPij : Komponen pertumbuhan proporsional sektor perikanan

tangkap di Kabupaten Kepulauan Selayar

Yij : Produksi dari sektor perikanan tangkap diKabupaten

Kepulauan Selayar pada tahun dasar analisis

Ri : Rasio produksi Provinsi Sulawesi Selatan dari sektor

Perikanan tangkap

Ra : Rasio produksi Provinsi Sulawesi Selatan


37

c. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)

PPWij = (ri-Ri) Yij

Dimana :

PPWij : Komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor perikanan

tangkap di Kabupaten Kepulauan Selayar pada tahun

2016-2019

Yij : Produksi dari sektor perikanan tangkap di Kabupaten

kepulauan Selayar pada tahun dasar analisis

Ri : Rasio produksi Provinsi Sulawesi Selatan dari sektor

Perikanan tangkap

ri : Rasio produksi sektor perikanan tangkap di Kabupaten

Kepulauan Selayar

Setelah melakukan perhitungan matematis tersebut diatas, apabila

PPWij > 0 berarti sektor perikanan tangkap/Kabupaten Kepulauan

Selayar mempunyai daya saing yang lebih baik apabila

dibandingkan dengan sektor perikanan tangkap/Kabupaten lainnya

di Provinsi Sulawesi Selatan. Sedangkan apabila PPWij < 0 maka

sektor perikanan tangkap/Kabupaten Kepulauan Selayar tidak

mempunyai daya saing yang lebih baik apabila dibandingkan dengan

sektor perikanan/Kabupaten lainnya di Provinsi Sulawesi Selatan.

Daya saing sektor perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan

Selayar dapat diketahui dengan menggunakan komponen Pertumbuhan

Pangsa Wilayah (PPW). Komponen Pertumbuhan Regional (PR) adalah

indikator keunggulan komparatif sektor. Sedangkan Komponen


38

Pertumbuhan Proporsional (PP) merupakan indikator percepatan atau

perlambatan sektor.

2. Analisis Kapasitas Adaptif Institusional


Untuk mengkaji kapasitas adaptif institusional pemerintah daerah

dalam hal ini Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar dalam

pengembangan sektor perikanan tangkap merujuk pada indikator Kapasitas

Adaptif yang dijabarkan kedalam 6 dimensi meliputi aspek variasi

(variation), learning capacity, sumberdaya, ruang perubahan mandiri,

kepemimpinan dan pemerintahan yanga adil (Gupta et al., 2010). Ulasan

lengkap dari setiap dimensi dan kriteria tersebut dapat disajikan pada tabel

dibawah ini.

Tabel 3. Dimensi dan Kriteria Kapasitas Adaptif Institusional di Kabupaten


Kepulauan Selayar

Dimensi Kriteria Deskripsi


1. Variation a. Multi aktor, Keterlibatan dari aktor,
tingkatan dan tingkatan dan sektor yang
sektor. berbeda dalam proses
pemerintahan.
b. Keberagaman Ketersediaan dari rentang
solusi pilihan kebijakan yang
berbeda untuk mengatasi
masalah.
c. Duplikasi Keberadaan dari
pengukuran dan sistem
back-up yang tumpang
tindih, bukan efisiensi
biaya.
39

d. Variasi kerangka Ruang untuk beragam


permasalahan kerangka dari referensi,
opini dan definisi masalah.
2. Learning a. Rasa percaya Keberadaan dari bentuk
Capacity pengelolaan bahwa
menunjukkan respek dan
kepercayaan baik.
b. Pembelajaran Kemampuan dari bentuk
siklus tunggal pengelolaan untuk belajar
dari pengalaman masa
lampau dan ditingkatkan
dalam rutinitas.
c. Pembelajaran Kejadian dari prubahan
siklus ganda dalam asumsi bentuk
pengelolaan yang digaris
bawahi.
d. Ingatan institusi Provisi pengelolaan dari
monitoring dan proses
evaluasi dari pengalaman
kebijakan.
e. Bahasan diskusi Pengelola terbuka dalam
ketidakpastian.
3. Sumberdaya a. Sumberdaya Ketersediaan dari
keuangan sumberdaya keuangan
untuk mendukung
pengukuran kebijakan dan
insentif keuangan.
b. Otoritas Provisi yang diterima atau
bentuk legitimasi dari
kekuatan, apakah ada atau
40

tidak aturan pengelolaan


yang melekat dalam
hukum konstitusi.
c. Sumberdaya
manusia Ketersediaan dari
kepakaran, pengetahuan
dan tenaga kerja manusia.
4. Ruang a. Akses informasi Aksesibilitas dari data
Perubahan yang dengan ingatan pengelola
Mandiri berkesinambungan dan system peringatan dini
untuk individu.
b. Bertindak sesuai Meningkatkan kemampuan
rencana dari individu untuk
bertindak berdasarkan
rencana dan prosedur
untuk bertindak, terutama
saat bahaya.
c. Kapasitas untuk Meningkatkan kapasitas
improvisasi individu untuk
mengorganisasi diri dan
inovasi.
5. Kepemimpinan a. Kolaboratif Ruang untuk pemimpin
yang encourage kolaborasi
antara actor yang berbeda
atau adaptif co-
management.
b. Kewirausahaan Ruang untuk pemimpin
bahwa stimulasi aksi dan
ambil alih, kepemimpinan
dengan teladan.
41

c. Visionaris Ruang untuk visi jangka


panjang dan reformasi
pemimpin.
6. Pemerintahan a. Legitimasi Apakah ada dukungan
yang Adil publik untuk pengelola
yang spesifik.
b. Kesetaraan Apakah ada atau tidak
aturan pengelolaan yang
adil.
c. Sikap responsif Apakah ada atau tidak
bentuk pengelolaan yang
menunjukkan respon
terhadap masyarakat.
d. Akuntabilitas Apakah ada atau tidak
bentuk pengelolaan yang
menyediakan prosedur
akuntabilitas.
Sumber : Gupta et al., 2010

Dalam rangka menilai kapasitas adaptif digunakan skoring tentang

rentang nilai dari setiap dimensi dan kriteria kapasitas adaptif untuk

mengetahui efek institusi terhadap kapasitas adaptif (Tabel 4).

Tabel 4. Tingkatan yang digunakan dalam menilai dimensi dan kriteria


kapasitas adaptif
Rantang Nilai Warna Efek Instansi Terhadap Kapasitas Adaptif
1,01 s.d 2 Positif
0,01 s.d 1 Cenderung Positif
0 Netral
0,01 s.d -1 Cenderung Negatif
-1,01 s.d -2 Negatif
Sumber : Gupta et al., 2010
42

Gambar 3. Dimensi dan Kriteria Lingkaran


Kapasitas Adaptif (Gupta et al., 2010)

Kelas informasi jawaban diperoleh melalui analisis isi (content

analysis) dan analisis deskriptif berdasarkan informasi yang diperoleh.

Metode content analysis adalah metode dengan menganalisis tulisan,

pesan komunikasi baik secara verbal maupun visual (Cole, 1988 dalam

Ramadhan et al., 2015). Metode ini memungkinkan peneliti untuk

membedah isi dokumen secara sistematis dan membandingkannya dengan

teori atau konsep-konsep yang berkembang. Pendekatan yang terkait

dengan analisis isi adalah desktop review yang memungkinkan untk

mengkompilasi dan menganalisis informasi yang tersedia (Marshall et al.,

2010). Desktop review merupakan metode di belakang meja yang

memanfaatkan berbagai informasi yang dimiliki dengan segala kelebihan


43

dan kekurangannya untuk kemudian ditampilkan dalam bentuk paparan

yang informatif.

3. Analisis SWOT

Analisis SWOT yang digunaklan pada penelitian ini yaitu dengan

menganalisis dan mengidentifikasi pengembangan sektor perikanan

tangkap kedalam empat kategori yaitu Strength (kekuatan), Weaknesses

(kelemahan), Oppurtunities (peluang) dan threats (ancaman) terkait

pengembangan sektor perikanan tangkap. Langkah pertama yang

dilakukan adalah mengelompokkan dan mentabulasikan IFAS (Internal

Startegic Faktor Analysis Summary) dan EFAS (External Startegic Factor

Analysis Summary) (Rangkuti, 1997). Selanjutnya Kemudian faktor-faktor

tersebut diberi bobot dan skor berdasarkan subjektifitas peneliti kemudian

mengkalkulasi skor akhir (Ghorbani et al., 2015).

a. Menentukan IFAS (Internal Startegic Factor Analysis Summary)

• Menentukan faktor apa saja yang masuk ke dalam kekuatan dan

kelemahan dari pengembangan sektor perikanan tangkap,

• Memberi bobot setiap faktor tersebut dengan berdasarkan pada

tingkat kepentingannya. Bobot keseluruhan harus berjumlah 1.00,

• Menghitung rating untuk setiap faktor terhadap pengembangan

sektor perikanan tangkap di lokasi penelitian, dengan ketentuan

untuk nilai 4 = kekuatan sangat besar, kelemahan yang sangat tidak

berarti; 3 = kekuatan besar, kelemahan yang tidak berarti, 2 =


44

kekuatan sedang, kelemahan yang cukup berarti dan 1 = kekuatan

kecil, kelemahan yang sangat berarti),

• Melakukan perkalian antara bobot dan rating (bobot x rating)

sehingga menghasilkan skor tiap-tiap faktor.

b. Menentukan EFAS (Eksternal Startegic Factor Analysis Summary)

• Menentukan faktor-faktor yang termasuk dalam peluang dan

ancaman dari kegiatan pengembangan sektor perikanan tangkap,

• Memberi bobot setiap faktor tersebut sesuai dengan tingkat

kepentingannya. Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1.00

• Menghitung Rating untuk setiap faktor terhadap pengembangan

sektor perikanan tangkap di lokasi penelitian, dengan ketentuan

untuk nilai 4 = peluang tinggi, ancaman kecil; 3 = peluang tinggi,

ancaman sedang; 2 = peluang sedang, ancaman besar dan 1 =

peluang rendah, ancaman sangat besar

• Mengalikan bobot dengan Rating (bobot x rating) untuk memperoleh

skor masing-masing faktor.

c. Penentuan matriks grand strategy

Penentuan grand strategy pada penelitian ini yaitu menentukan

posisi/faktor yang akan digunakan dalam menentukan strategi. Penentuan

grand strategy dilakukan dengan menjumlah masing-masing faktor IFAS

dan EFAS. Nilai penjumlahan keduanya kemudian dikurangkan untuk

memperoleh nilai selisih dan koordinatnya. Nilai masing-masing koordinat

dimasukkan ke dalam matriks grand strategy seperti pada Gambar 4.


45

Koordinat IFAS = total skor kekuatan – total skor kelemahan…...……..(16)

Koordinat EFAS = total skor peluang – total skor ancaman…...………..(17)

Gambar 4. Matriks grand strategy (Rangkuti, 1997)

d. Membuat matriks SWOT

Dalam pembuatan matriks SWOT pada penelitian ini dilakukan

setelah memperoleh faktor-faktor yaitu dengan mengkombinasikan

faktor-faktor tersebut untuk menghasilkan rekomendasi strategi. Adapun

matriks SWOT menghasilkan empat set rekomendasi strategi

digambarkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Matriks SWOT strategi pengembangan sektor perikanan tangkap


di Kabupaten Kepulauan Selayar
IFAS Kekuatan (S) Kelemahan (W)
(Faktor kekuatan (Faktor kelemahan
EFAS internal) internal)
46

Peluang (O) Strategi menggunakan Strategi meminimalkan


(Faktor kesempatan kekuatan untuk kelemahan untuk
eksternal) memanfaatkan memanfaatkan
peluang peluang
Ancaman (T) Strategi menggunakan Strategi meminimalkan
(Faktor ancaman kekuatan untuk kelemahan untuk
eksternal) mengatasi ancaman menghindari ancaman
Sumber : Rangkuti (1997)
47

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Kepulauan Selayar secara administratif termasuk kedalam

wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar

memiliki luas wilayah sebesar 10.503,69 km2 yang terbagi menjadi daratan

dengan luas sebesar 1.357,03 km2 atau 12,92% dan lautan yang luas

wilayahnya sebesar 9.146,66 km2 atau 87,08%. Kabupaten Kepulauan

Selayar terbagi menjadi 11 kecamatan, 7 kelurahan, dan 81 desa. Hampir

seluruh desa di Kabupaten Kepulauan Selayar wilayahnya berbatasan

langsung dengan laut, dengan jumlah mencapai 76 desa (BPS Kab.

Kepulauan Selayar, 2020).

Kabupaten Kepulauan Selayar dikategorikan sebagai wilayah dengan

sektor unggulan perikanan (RPJMD Sulsel, 2018-2023). Potensi ikan lestari

diperairan daerah Kabupaten Kepulauan Selayar mencapai kurang lebih

168.380 ton/tahun menurut data Dinas Perikanan dan Kelautan tahun 2019.

Lebih lanjut potensi ikan palagis kurang lebih 77.238 ton/tahun dan ikan

demersal kurang lebih 104.546 ton/tahun. Berdasarkan Statistik Daerah

Kabupaten Kepulauan Selayar tahun 2020, struktur Perekonomian

Kabupaten Kepulauan Selayar selama tahun 2019, terbagi menjadi 17

kategori. Konstribusi terbesar masih diberikan oleh Pertanian, Kehutanan

dan Perikanan sebesar 44,67% sedangkan kontribusi terkecil ialah jasa

perusahaan sebesar 0,02%.


48

B. Daya Saing Sektor Perikanan

Daya saing sektor atau lapangan usaha dapat dilihat dari Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

adalah pertambahan nilai bruto keseluruhan barang dan jasa yang

dihasilkan pada lingkup wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar yang

berasal dari aktivitas ekonomi selama setahun. Produk Domestik Regional

Bruto Kabupaten Kepulauan Selayar terbagi kedalam 2 (dua) model

penilaian yaitu atas dasar harga konstan dan harga konstan. Penilaian

menggunakan dasar harga berlaku dilakukan pada produk barang dan jasa

yang dikonsumsi atau dihasilkan dengan menggunakan harga tahun

berjalan.

Tabel 6. Produk Domestik Regional Bruto Kepulauan Selayar Sesuai Harga


Berlaku Berdasarkan Lapangan Usaha (Juta Rupiah), 2016─2020
Kat./Cat. Lapangan 2016 2017 2018 2019 2020
Usaha/Industry
A Perikanan, 2,161,145 2,394,853 2,645,713 2,879,615 2,712,877
Pertanian dan
Kehutanan
B Pertambangan dan 47,588 49,637 53,844 56,671 59,668
Penggalian
C Industri Pengolahan 121,407 135,961 142,461 177,482 179,353
D Pengadaan Gas dan 3,397 4,516 4,966 5,224 5,541
Listrik
E Pengelolaan 4,513 4,966 5,411 6,120 6,976
Sampah, Limbah
dan Daur Ulang;
Pengadaan Air;
F Konstruksi 956,219 1,093,823 1,261,883 1,370,809 1,401,646
G Reparasi Mobil dan 350,451 389,424 440,510 495,759 499,085
Sepeda Motor;
Perdagangan Besar
dan Eceran
H Transportasi ndan 110,683 119,708 134,505 156,454 127,018
Pergudangan
I Penyediaan 9,302 10,446 12,736 15,734 14,323
Akomodasi dan
Makan
J Informasi dan 95,929 108,380 120,893 143,424 160,599
Komunikasi
49

K Jasa Keuangan dan 59,686 65,708 73,780 81,803 86,624


Asuransi
L Real Estate 66,816 73,837 79,413 83,998 93,314
M.N Jasa Perusahaan 804 910 1,039 1,157 1,057
O Pertahanan dan 336,022 364,788 436,993 475,382 501,065
Jaminan Sosial
Wajib; Administrasi
Pemerintahan.
P Jasa Pendidikan 245,790 294,464 314,599 340,755 371,181
Q Jasa Kesehatan dan 76,585 88,861 100,604 119,453 139,664
Kegiatan Sosial
R.S.T.U Jasa Lainnya 19,750 22,915 27,928 34,387 32,749
Produk Domestik Regional 4,666,087 5,223,197 5,857,278 6,444,227 6,392,740
Bruto
Sumber : BPS, 2020

Distribusi PDRB sesuai harga yang berlaku berdasarkan lapangan

usaha menjelaskan peranan kategori ekonomi atau struktur perekonomian

di Kabupaten Kepulauan Selayar. Basis perekonomian ditunjukkan oleh

setiap kategori ekonomi yang mempunyai peran besar di Kabupaten

Kepulauan Selayar. Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan

bahwa Nilai PDRB Kepulauan Selayar berdasarkan harga yang berlaku

pada tahun 2020 mencapai 6,39 triliun rupiah. Penurunan nilai PDRB terjadi

yaitu sebesar 0,05 triliun rupiah apabila disandingkan dengan tahun 2019

yang mencapai 6,44 triliun rupiah.

Kontribusi kategori Perikanan, Pertanian dan Kehutanan terhadap

PDRB pada tahun 2020 sesuai harga yang berlaku adalah yang terbesar

dimana mencapai 2,71 triliun rupiah dengan kata lain sebesar 42,44 persen.

Pertumbuhan ekonomi pada kategori Perikanan, Pertanian dan Kehutanan

berfluktuasi dalam kurun waktu 5 (lima) tahun belakangan ini. Pertumbuhan

kategori ini menyentuh angka 7-9 persen pada tahun 2015-2019, namun
50

pada tahun 2020, kategori ini mengalami kontraksi dengan laju

pertumbuhan -7,12 persen.

Salah satu bagian dari sektor Perikanan, Pertanian dan Kehutanan

adalah sektor perikanan. Berdasarkan data produksi perikanan Kabupaten

Selayar tahun 2015-2019, produksi sektor perikanan terbagi kedalam 2

jenis yaitu perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Perikanan tangkap

sebagai bagian dari sub sektor perikanan memiliki produksi yang lebih

besar dibandingkan dengan produksi perikanan budidaya. Adapun nilai

produksi perikanan tangkap Kabupaten Kepulauan Selayar dapat dilihat

pada grafik dibawah ini :

700.0

600.0 607.5

500.0
480.1 479.8
450.6
400.0 410.4

300.0

200.0

100.0

-
TAHUN 2015 TAHUN 2016 TAHUN 2017 TAHUN 2018 TAHUN 2019
NILAI PRODUKSI (MILYAR)

Gambar 5. Grafik nilai produksi perikanan tangkap Kabupaten Kepulauan


Selayar Tahun 2016-2019
Sumber : Dinas Perikanan Kab. Kep. Selayar, 2021

Perikanan tangkap di Kabupaten kepulauan Selayar menghasilkan

nilai produksi yang mengalami fluktuasi selama kurun waktu lima tahun.

Dimana tahun 2016 nilai produksi sebesar 479,8 milyar terhitung rupiah
51

turun dari tahun sebelumnya. Pada tahun berikutnya kembali mengalami

penurunan dengan nilai produksi sebesar 410,4 milyar rupiah. Selanjutnya

pada tahun 2018 dan 2019 mengalami peningkatan dengan nilai produksi

masing-masing sebesar 450,6 milyar rupiah dan 607,5 milyar rupiah.

Secara keseluruhan rata-rata nilai produksi perikanan tangkap di

Kabupaten kepulauan Selayar selama kurun waktu 5 tahun adalah sebesar

485,7 milyar rupiah. Nilai produksi tersebut menempatkan Kabupaten

Kepulauan Selayar pada posisi ke empat setelah Kabupaten Bulukumba,

Bone dan Sinjai sebagai kabupaten dengan nilai produksi perikanan

tangkap terbesar.
52

Gambar 6. Peta Daerah Penangkapan Ikan Pelagis dan Demersal di


Kabupaten Kepulauan Selayar

Sebagai jenis lapangan usaha yang paling dominan dilakukan oleh

masyarakat Kabupaten kepulauan Selayar, perikanan tangkap laut tersebar

pada setiap kecamatan di Kabupaten Kepulauan Selayar. Jenis ikan hasil

tangkapan di laut umunya terdiri dari kelompok ikan pelagis kecil, ikan

pelagis besar, ikan karang ikan demersal, binatang lunak dan binatang

berkulit keras.
53

Lebih jauh peranan sektor perikanan tangkap terhadap pendapatan

sektor perikanan secara keseluruhan di Kabupaten Kepulauan Selayar

disajikan pada tabel 7.

Tabel 7. Hasil Perhitungan Nilai Location Quotient (LQ) sub sektor


perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar terhadap Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 2015-2019
Sub Sektor LQ Kab. Kepulauan Selayar Rata-
2015 2016 2017 2018 2019 Rata
Perikanan Tangkap 2,34 2,36 2,85 2,67 2,62 2,57
Sumber : Data primer yang diolah (2021)

Hasil analisis Location Quotient (LQ) pada tabel diatas menunjukkan

bahwa perikanan tangkap nilai LQ rata-ratanya adalah 2,57. Hal tersebut

menunjukkan bahwa sektor perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan

Selayar merupakan sektor basis atau dengan kata lain memiliki keunggulan

komparatif yang lebih dari rata-rata.

Tabel 8. Hasil Analisis Shift-Share sub sektor perikanan Kabupaten


Kepulauan Selayar terhadap Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
2015-2019
No Lapangan Usaha Rata-Rata (Juta Rupiah)
PR PP PPW
1 Perikanan Tangkap 47.056.097 (14.296.176) (916.331)
Sumber : Data primer yang diolah (2021)

Berdasarkan hasil analisis Shift-Share pada tabel diatas, komponen

Pertumbuhan Regional (PR) sub sektor perikanan tangkap Kabupaten

Kepulauan Selayar bernilai > 0. Hal tersebut menunjukkan bahwa

pertumbuhan ekonomi regional sektor tersebut cepat. Selanjutnya

komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) sub sektor perikanan tangkap

Kabupaten Kepulauan Selayar bernilai < 0. Hal tersebut mengindikasikan

bahwa sub sektor perikanan tangkap tersebut kurang maju. Sehingga


54

kedepan perlu ada tindakan memajukan sektor perikanan khususnya

perikanan tangkap yang dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan Komponen

Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) menunjukkan bahwa sub sektor

perikanan tangkap daya saingnya masih rendah dalam wilayahnya sendiri.

Kabupaten Kepulauan Selayar memiliki pertumbuhan yang surplus

dan lebih tinggi dari pada pertumbuhan rata-rata di Sulawesi Selatan

sehingga mampu mensuplai kebutuhan Provinsi Sulawesi Selatan. Hal

tersebut karena kondisi geografis Kabupaten Kepulauan Selayar yang

memiliki luas wilayah laut yang lebih besar dari wilayah daratannya yaitu

sebesar 87,09 %. Tentu saja hal ini mendukung adanya potensi perikanan

yang besar di Kabupaten Kepulauan Selayar. Namun sub sektor perikanan

tangkap secara pertumbuhan kurang maju dan lambat. Begitupun dengan

secara daya saing, sub sektor perikanan tangkap kalah bersaing dengan

produk dari luar. Hal tersebut terjadi karena pengolahan hasil perikanan

tangkap yang masih kurang secara ragam dan kualitas. Pengolahan hasil

perikanan tangkap masih bersifat industri rumahan sehingga produk yang

dihasilkan masih sebatas untuk memenuhi permintaan masyarakat lokal.

Selain itu promosi dan kerjasama dalam pemasaran hasil perikanan masih

serta jaringan distribusi dan konektivitas hulu-hilir hasil perikanan tangkap

masih terbatas. Pemasaran produk dengan cara branding telah dilakukan

namun hanya oleh beberapa orang serta produk yang dipasarkan hanya

beberapa jenis salah satunya yaitu terasi.


55

C. Kapasitas Adaptif Institusi Pemerintah

Salah satu kajian kebijakan pembangunan perikanan tangkap

Kabupaten Kepulauan Selayar yakni kebijakan-kebijakan yang tertuang

dalam Rencana Strategis (Renstra) Dinas Perikanan periode 2018-2021.

Adapun kebijakan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pembinaan dan peningkatan keberdayaan penduduk miskin.

2. Perbaikan income perkapita, pengendalian harga, perluasan lapangan

kerja dan peningkatan pendapatan per kapita.

3. Peningkatan promosi, pemberian kemudahan berinvestasi dan jaminan

kepastian hukum bagi investor.

4. Peningkatan dukungan kerjasama berbagai pihak terkait penyediaan

infrastruktur utama dan pendukung kegiatan industri perikanan terpadu.

5. Penguatan kelembagaan nelayan.

Menurut capaian kinerja berdasarkan Indikator Kinerja Utama (IKU)

Tahun 2020 yang termuat dalam Laporan Akuntabilitas dan Kinerja Dinas

Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar tahun 2020, terdapat beberapa

target dan realisasi sasaran strategis terkait peningkatan sektor perikanan

tangkap yaitu :

1. Menurunkan angka kemiskinan pada Rumah Tangga Masyarakat

Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan yang ditargetkan tercapai

sebanyak 209 KK, indikator ini belum dapat diukur secara internal pada

Dinas Kelautan dan Perikanan karena instrumen dan metode


56

pengumpulan data serta pengukuran kinerja pada indikator ini tidak

mudah dilakukan.

2. Meningkatkan daya beli masyarakat yang diukur berdasarkan skor Nilai

Tukar Nelayan (NTN) dan Pembudidaya (NTPi) ditargetkan ≥ 102,

namun pada realisasinya hanya sebesar 99,64 untuk NTN dan 96,06

untuk NTPi.

3. Meningkatkan investasi dimana konstribusi sektor kelautan dan

perikanan terhadap PDRB ditargetkan sebesar 1.113.591,4 juta rupiah

dan pada realisasinya meningkat menjadi 1.659.516,80 juta rupiah.

4. Terbangun dan berkembangnya kawasan industri perikanan terpadu

ditargetkan sebesar 60 %, namun pada realisasinya hanya sekitar 48 %.

5. Peningkatan produksi perikanan tangkap ditargetkan sebesar 35.179,12

ton, namun pada realisasinya hanya sebesar 18.729,2 ton.

6. Peningkatan produksi olahan hasil perikanan ditargetkan sebesar

933,14 ton, namun pada realisasinya hanya sebesar 837,36 ton

7. Peningkatan konsumsi ikan ditargetkan sebesar 52,5 Kg/org/Tahun, dan

pada realisasinya meningkat menjadi 63,02 Kg/org/Tahun.

8. Cakupan binaan kelompok nelayan yang diberi bantuan Tahun 2020

ditargetkan sebanyak 185 kelompok, dan pada realissasinya meningkat

menjadi 237 kelompok.

Berdasarkan analisis daya saing sektor perikanan tangkap dan

tinjauan kebijakan pembangunan perikanan tangkap yang tertuang dalam

Rencana Strategis (Renstra) Dinas Perikanan periode 2018-2021 dan


57

Laporan Akuntabilitas dan Kinerja Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan

Selayar tahun 2020 maka dilakukan pengelompokan dan skoring

berdasarkan dimensi kapasitas adaptif.

Tabel 9. Dimensi Variation


Kriteria Kode Skor Penjelasan
Multi aktor, 1.a 0 Keterlibatan pemangku kepentingan belum
tingkatan dan cukup baik terutama dalam proses
sektor perumusan perencanaan dan pelaksanaan
kegiatan.
Keberagaman 1.b 2 Pendekatan solusi telah menggunakan tujuan
solusi dan sasaran untuk menghasilkan strategi dan
kebijakan secara sistematis dan berkaitan
satu sama lain.
Duplikasi 1.c 1 Terjadi redundansi yaitu terdapat beberapa
kegiatan yang hampir mirip namun dikemas
dengan bentuk program berbeda tetapi bias
menguatkan satu sama lain.
Variasi 1.d 1 Kerangka permasalahan terpetakan
kerangka sistematis, namun belum menyertakan
permasalahan pendekatan ilmiah.
Sumber : Data primer yang diolah (2021)

Tabel 10. Dimensi Learning Capacity


Kriteria Kode Skor Penjelasan
Rasa percaya 2.a 0 Rasa percaya antar pemangku kepentingan
masih tergolong biasa saja. Dimana terdapat
pula ketidakpercaan masyarakat terhadap
institusi terkait.
Pembelajaran 2.b 0 Masalah yang dihadapi relatif hampir sama
siklus tunggal pada program sebelumnya namun belum ada
58

pendekatan baru yang digunakan dalam


merumuskan metode penyelesaian masalah
Pembelajaran 2.c -1 Pembelajaran dua arah belum padahal dapat
siklus ganda menghasilkan rumusan baru dan konsep baik
dalam bentuk tulisan dan praktik di lapangan.
Ingatan 2.d 0 Sudah ada catatan lengkap mengenai
institusi permasalahan dan solusi yang ditawarkan
dalam perencanaan namun tetap saja terjadi
masalah yang berulang.
Bahan diskusi 2.e 0 Diskusi yang terbangun masih terbatas di
tataran masyarakat dan belum melibatkan
pemangku kepentingan secara intensif.
Sumber : Data primer yang diolah (2021)

Tabel 11. Dimensi Sumber Daya


Kriteria Kode Skor Penjelasan
Sumber daya 3.a -1 Alokasi dana yang dimiliki masih kurang untuk
melakukan kegiatan yang sifatnya besar
terkait pengadaan infrastruktur.
Otoritas 3.b 1 Institusi terkait dalam hal ini memiliki legitimasi
yang cukup mendapat pengakuan dari
masyarakat.
Sumberdaya 3.c 0 Masih terbatasnya sumberdaya manusia yang
Manusia berlevel tenaga ahli dengan jumlah mencukupi
untuk dapat melakukan pendampingan
terhadap kelembagaan masyarakat.
Sumber : Data primer yang diolah (2021)
59

Tabel 12. Dimensi Perubahan Mandiri


Kriteria Kode Skor Penjelasan
Akses 4.a -1 Institusi terkait sulit mandapatkan akses
informasi yang informasi mengenai kondisi di lapangan pada
berkesinambu- daerah tertentu.
ngan
Bertindak 4.b 1 Pelaksanaan kebijakan dan kegiatan secara
sesuai umum telah merujuk pada perencanaan yang
rencana telah dibuat.
Kapasitas 4.c 1 Improvisasi telah dilaksanakan berdasarkan
untuk kebutuhan di lapangan.
improvisasi
Sumber : Data primer yang diolah (2021)

Tabel 13. Dimensi Kepeminpinan


Kriteria Kode Skor Penjelasan
Kolaboratif 5.a -1 Belum ada kerjasama yang dilakukan antara
institusi terkait dengan pemangku
kepentingan.
Kewirausahaan 5.b -2 Masih tergantung pada sumber dana dari
APBD serta belum dibuat alternatif skema
perencanaan dalam mendanai kegiatan
secara mandiri.
Visionaris 5c 0 Sudah dibuat perencanaan jangka panjang
dan menengah terkait peningkatan produksi
perikanan dan daya saing produk perikanan,
namun pada implementasinya masih
menghadapi masalah.
Sumber : Data primer yang diolah (2021)
60

Tabel 14. Dimensi Pemerintahan yang Adil


Kriteria Kode Skor Penjelasan
Legitimasi 6.a -1 Institusi masih kurang didukung oleh
masyarakat.
Kesetaraan 6.b 0 Belum ada kesetaraan dalam hal peran
dimana peran institusi terkait masih lebih
besar.
Sikap 6.c 1 Kurang diresponnya pengaduan oleh institusi
Responsif terkait serta isu yang berkembang di
masyarakat.
Akuntabilitas 6.d -1 Akses terhadap laporan finansial Institusi
terkait belum cukup terbuka. Informasi
keuangan aksesnya masih terbatas hanya
oleh beberapa pemangku kepentingan saja.
Sumber : Data primer yang diolah (2021)

Berdasarkan tabel-tabel dimensi kapasitas adaptif diatas, institusi

terkait dalam hal ini Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar

menimbukan pengaruh yang berbeda-beda terhadap setiap dimensi

kapasitas adaptif.

Berdasarkan penilaian yang dilakukan, kapasitas adaptif institusi

pemerintah terkait dalam hal ini Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan

Selayar cenderung negatif dengan nilai rata-rata kapasitas adaptif sebesar

-0,02. Angka tersebut menunjukkan bahwa tingkat kapasitas adaptif

institusi terkait dalam hal ini Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar

dapat memberi efek yang cenderung negatif karena belum mampu

mengatasi masalah yang dihadapi. Lingkaran kapasitas adaptif intitusi


61

pemerintah dalam hal ini Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar

tersaji pada (Gambar 7).

Gambar 7. Lingkaran Kapasitas Adaptif Institusional Dinas Perikanan


Kabupaten kepulauan Selayar (Data primer yang diolah, 2021)

D. Strategi Pengengembangan Sektor Perikanan Tangkap

Berdasarkan analisis daya saing sektor perikanan tangkap dan

kapasitas adaptif institusi pemerintah, maka dilakukan pengelompokan

berdasarkan empat kategori yaitu Strength (kekuatan), Weaknesses

(kelemahan), Oppurtunities (peluang) dan threats (ancaman).


62

Tabel 15. Pengelompokan isu dan kebijakan berdasarkan kategori SWOT


Kategori Faktor Strategi
Strength (Kekuatan) 1. Kabupaten Kepulauan Selayar termasuk
ke dalam empat besar penghasil
perikanan tangkap di lingkup regional
Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Sektor perikanan tangkap memiliki
keunggulan komparatif yang lebih dari
rata-rata atau dengan kata lain merupakan
sektor basis.
3. Dukungan kebijakan pemerintah daerah
melalui kebijakan peningkatan produksi
perikanan tangkap, peningkatan kapasitas
nelayan, peningkatan kapasitas
kelambagaan serta peningkatan
dukungan dan kerjasama berbagai pihak
dalam terkait penyediaan infrastruktur
utama dan pendukung kegiatan industri
perikanan terpadu.
4. Kapasitas adaptif institusi pemerintah
dalam hal dimensi variation tergolong
cenderung positif karena pendekatan
solusi yang dirumuskan telah
menggunakan tujuan dan sasaran untuk
menghasilkan strategi dan kebijakan
secara sistematis dan berkaitan satu sama
lain.
5. Kapasitas adaptif institusi pemerintah
dalam hal dimensi perubahan mandiri
tergolong cenderung positif karena
Pelaksanaan kebijakan dan kegiatan
secara umum telah mengacu pada
perencanaan yang dibuat serta
63

melakukan improvisasi sesuai kebutuhan


di lapangan.
Weaknesses (Kelemahan) 1. Sektor perikanan tangkap dalam
wilayahnya sendiri daya saingnya masih
rendah.
2. Adanya kebijakan yang belum mencapai
target seperti penurunan angka
kemiskinan pada Rumah Tangga
Masyarakat Pelaku Usaha Kelautan dan
Perikanan, terbangun dan
berkembangnya kawasan industri
perikanan terpadu, serta peningkatan
produksi perikanan tangkap dan produksi
olahan hasil perikanan.
3. Dimensi learning capacity tergolong
cenderung negatif dimana pembelajaran
dua arah belum padahal dapat
menghasilkan rumusan baru dan konsep
baik dalam bentuk tulisan dan praktik di
lapangan.
4. Dimensi kepemimpinan tergolong
cenderung negatif yakni Masih tergantung
pada sumber dana dari APBD serta belum
dibuat alternatif skema perencanaan
dalam mendanai kegiatan secara mandiri.
5. Dimensi pemerintahan yang adil
cenderung negatif karena belum ada
kesetaraan dalam hal peran dimana peran
institusi terkait masih lebih besar.
Oppurtunities (Peluang) 1. Kabupaten Kepulauan Selayar ditetapkan
sebagai sebagai wilayah dengan sektor
unggulan perikanan.
64

2. Kabupaten Kepulauan Selayar diarahkan


Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
3. Tersedianya infrastruktur pendukung
berupa pelabuhan dengan hierarki
pengumpan lokal, pengumpan regional
dan pengumpul.
4. Adanya kebijakan pemerintah provinsi
sulawesi selatan dalam merealisasikan
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru
yang produktif di Kabupaten Kepulauan
Selayar.
Threats (Ancaman) 1. Ketersebaran dan luasnya jangkauan
pelayanan pada masyarakat pelaku utama
perikanan.
2. Belum adanya model dan panduan
koordinasi antara OPD dalam
menjalankan Pembangunan (Kawasan
Industri Perikanan Terpadu) KIPT sebagai
Program Strategis Daerah.
3. Pandemi COVID-19 berdampak besar
pada menurunnya intensitas
penangkapan ikan oleh nelayan sebagai
bentuk adaptasi terhadap lesunya
pemasaran produk perikanan akibat
dampak covid-19.
Sumber : Data primer yang diolah (2021)

Selanjutnya dilakukan penyusunan matriks EFAS dan IFAS

berdasarkan pengelompokan faktor strategi sesuai dengan kategori SWOT.

Metode yang dilakukan untuk menilai IFAS (kekuatan dan kelemahan) dan

EFAS (peluang dan ancaman) yaitu dengan pembobotan pada masing-

masing faktor. Pembobotan yang dimaksud adalah dengan cara


65

membandingkan antar faktor dalam IFAS dan EFAS. Pembobotan dan

perhitungan rating dapat dilihat pada lampiran. Kemudian dilakukan

pengalian antara bobot dan rating untuk mendapatkan nilai skor dari faktor-

faktor tersebut Tabel 15 dan 16.

Tabel 16. Penilaian faktor strategi internal (IFAS)


No Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor
Kekuatan (Strength)
1 Kabupaten Kepulauan Selayar termasuk 0,08 3 0,24
ke dalam empat besar penghasil
perikanan tangkap di lingkup regional
Provinsi Sulawesi Selatan.
2 Sektor perikanan tangkap memiliki 0,14 3 0,42
keunggulan komparatif yang lebih dari
rata-rata atau dengan kata lain merupakan
sektor basis.
3 Dukungan kebijakan pemerintah daerah 0,13 4 0,52
melalui kebijakan peningkatan produksi
perikanan tangkap, peningkatan kapasitas
nelayan, peningkatan kapasitas
kelambagaan serta peningkatan
dukungan dan kerjasama berbagai pihak
dalam terkait penyediaan infrastruktur
utama dan pendukung kegiatan industri
perikanan terpadu.
4 Kapasitas adaptif institusi pemerintah 0,13 2 0,26
dalam hal dimensi variation tergolong
cenderung positif karena pendekatan
solusi yang dirumuskan telah
menggunakan tujuan dan sasaran untuk
66

menghasilkan strategi dan kebijakan


secara sistematis dan berkaitan satu sama
lain.
5 Kapasitas adaptif institusi pemerintah 0,13 3 0,39
dalam hal dimensi perubahan mandiri
tergolong cenderung positif karena
pelaksanaan kebijakan dan kegiatan
secara umum telah mengacu pada
perencanaan yang dibuat serta
melakukan improvisasi sesuai kebutuhan
di lapangan.
Jumlah 1 1,83
Kelemahan (Weaknesses)
1 Sektor perikanan tangkap memiliki daya 0,05 3 0,15
saing yang rendah dalam wilayahnya
sendiri.
2 Adanya kebijakan yang belum mencapai 0,07 2 0,14
target seperti penurunan angka
kemiskinan pada Rumah Tangga
Masyarakat Pelaku Usaha Kelautan dan
Perikanan, terbangun dan
berkembangnya kawasan industri
perikanan terpadu, serta peningkatan
produksi perikanan tangkap dan produksi
olahan hasil perikanan.
3 Dimensi learning capacity tergolong 0,09 2 0,18
cenderung negatif dimana pembelajaran
dua arah belum padahal dapat
menghasilkan rumusan baru dan konsep
67

baik dalam bentuk tulisan dan praktik di


lapangan.
4 Dimensi kepemimpinan tergolong 0,09 3 0,27
cenderung negatif yakni masih tergantung
pada sumber dana dari APBD serta belum
dibuat alternatif skema perencanaan
dalam mendanai kegiatan secara mandiri.
5 Dimensi pemerintahan yang adil 0,09 2 0,18
cenderung negatif karena belum ada
kesetaraan dalam hal peran dimana peran
institusi terkait masih lebih besar.
Jumlah 1,00 0,92
Selisih Faktor IFAS 0,91
Sumber: Data primer yang diolah (2021)

Tabel 17. Penilaian faktor strategi eksternal (EFAS)


No Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor
Peluang (Oppurtunities)
1 Kabupaten Kepulauan Selayar ditetapkan 0,18 3 0,54
sebagai sebagai wilayah dengan sektor
unggulan perikanan.
2 Kabupaten Kepulauan Selayar diarahkan 0,14 2 0,28
Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
3 Tersedianya infrastruktur pendukung 0,17 3 0,51
berupa pelabuhan dengan hierarki
pengumpan lokal, pengumpan regional dan
pengumpul.
68

4 Adanya kebijakan pemerintah provinsi 0,17 2 0,34


sulawesi selatan mewujudkan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi baru yang produktif
di Kabupaten Kepulauan Selayar.

Jumlah 1,00 1,67


Ancaman (Threats)
1 Ketersebaran dan luasnya jangkauan 0,09 2 0,18
pelayanan pada masyarakat pelaku utama
perikanan.
2 Belum adanya model dan panduan 0,09 3 0,27
koordinasi antara OPD dalam menjalankan
Pembangunan (Kawasan Industri
Perikanan Terpadu) KIPT sebagai Program
Strategis Daerah.
3 Pandemi COVID-19 berdampak besar pada 0,16 3 0,48
menurunnya intensitas penangkapan ikan
oleh nelayan sebagai bentuk adaptasi
terhadap lesunya pemasaran produk
perikanan akibat dampak covid-19.

Jumlah 1,00 0,93


Selisih Faktor EFAS 0,74
Sumber: Data primer yang diolah (2021)

Selanjutnya setelah mengetahui nilai faktor IFAS dan EFAS kemudian

menentukan posisi strategi dengan menggunakan matriks grand strategy.

Nilai selisih faktor IFAS dan EFAS menunjukkan nilai koordinat 0,91 dan

0,74. Hal tersebut menunjukkan bahwa posisi grand strategy


69

pengembangan sektor perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Selayar

berada pada kuadran I (Gambar 8).

Gambar 8. Matriks grand strategy pengembangan sektor perikanan


tangkap Kabupaten Kepulauan Selayar

Berdasarkan matriks grand strategy pengembangan sektor perikanan

tangkap Kabupaten Kepulauan Selayar, posisi faktor IFAS dan EFAS

berada pada posisi kekuatan-peluang (S-O). Hal tersebut menunjukkan

bahwa pengembangan strategi yang dapat dikembangkan adalah

pertumbuhan yang agresif sebagai kebijakan yang akan didorong (growth

oriented strategy) dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk

memanfaatkan peluang yang ada.


70

Selanjutnya mengkombinasikan antara faktor IFAS dan EFAS.

Setelah mengkombinasikan faktor IFAS dan EFAS, maka diperoleh empat

alternatif strategi yaitu menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk

memanfaatkan peluang yang ada (strategi S-O), memanfaatkan peluang

yang ada untuk mengatasi ancaman yang dihadapi (strategi S-T),

mendapakan keuntungan dari peluang dengan mengatasi kelemahan

(strategi W-O) dan meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman

yang dihadapi (strategi W-T). Alternatif strategi tersebut dapat dilihat pada

Tabel 18. Matriks SWOT strategi pengembangan sektor perikanan tangkap


di Kabupaten Kepulauan Selayar
IFAS Kekuatan (Strengths) Kelemahan (Weaknesses)
1. Kabupaten 1. Sektor perikanan
Kepulauan Selayar tangkap memiliki daya
termasuk ke dalam saing yang rendah
empat besar dalam wilayahnya
penghasil perikanan sendiri.
tangkap di lingkup 2. Adanya kebijakan
regional Provinsi yang belum mencapai
Sulawesi Selatan. target seperti
2. Sektor perikanan penurunan angka
tangkap memiliki kemiskinan pada
keunggulan Rumah Tangga
komparatif yang Masyarakat Pelaku
lebih dari rata-rata Usaha Kelautan dan
atau dengan kata Perikanan, terbangun
lain merupakan dan berkembangnya
sektor basis. kawasan industri
3. Dukungan perikanan terpadu,
kebijakan serta peningkatan
pemerintah daerah produksi perikanan
71

melalui kebijakan tangkap dan produksi


peningkatan olahan hasil
produksi perikanan perikanan.
tangkap, 3. Dimensi learning
peningkatan capacity tergolong
kapasitas nelayan, cenderung negatif
peningkatan dimana pembelajaran
kapasitas dua arah belum
kelambagaan serta padahal dapat
peningkatan menghasilkan
dukungan dan rumusan baru dan
kerjasama berbagai konsep baik dalam
pihak dalam terkait bentuk tulisan dan
penyediaan praktik di lapangan.
infrastruktur utama 4. Dimensi
dan pendukung kepemimpinan
kegiatan industri tergolong cenderung
perikanan terpadu. negatif yakni yakni
4. Kapasitas adaptif masih tergantung pada
institusi pemerintah sumber dana dari
dalam hal dimensi APBD serta belum
variation tergolong dibuat alternatif skema
cenderung positif perencanaan dalam
karena pendekatan mendanai kegiatan
solusi yang secara mandiri.
dirumuskan telah 5. Dimensi pemerintahan
menggunakan yang adil cenderung
tujuan dan sasaran negatif karena belum
untuk menghasilkan ada kesetaraan dalam
strategi dan hal peran dimana
kebijakan secara peran institusi terkait
sistematis dan masih lebih besar.
72

berkaitan satu
sama lain.
5. Kapasitas adaptif
institusi pemerintah
dalam hal dimensi
perubahan mandiri
tergolong
cenderung positif
karena
Pelaksanaan
kebijakan dan
kegiatan secara
umum telah
mengacu pada
perencanaan yang
dibuat serta
melakukan
improvisasi sesuai
kebutuhan di
EFAS lapangan.
Peluang (Opportunities) Strategi S-O Strategi W-O
1. Kabupaten 1. Menggunakan 1. Meningkatkan daya
Kepulauan Selayar keunggulan saing sektor perikanan
ditetapkan sebagai komparatif yang tangkap dengan
sebagai wilayah dimiliki sektor menggunakan.
dengan sektor perikanan tangkap 2. Menargetkan
unggulan Kabupaten ketercapaian kebijakan
perikanan. Kepulauan Selayar daerah dengan
2. Kabupaten dengan menggunakan
Kepulauan Selayar memanfaatkan dukungan kebijakan
diarahkan Pusat dukungan legitimasi dari pemerintah
Kegiatan Lokal perencanaan dari regional Provinsi
(PKL). Sulawesi Selatan
73

3. Tersedianya tingkat Provinsi dalam bentuk


infrastruktur Sulawesi Selatan. pengelolaan
pendukung berupa 2. Menggunakan infrastruktur dan
pelabuhan dengan dukungan kebijakan legitimasi
hierarki pengumpan dari pemerintah perencanaan.
lokal, pengumpan daerah Kabupaten 3. Membangun proses
regional dan Kepulauan Selayar pembelajaran dua
pengumpul. dengan arah antara
4. Adanya kebijakan memanfaatkan pemerintah, pemangku
pemerintah Provinsi dukungan kebijakan dan
Sulawesi Selatan infrastruktur yang masyarakat nelayan
mewujudkan pusat- dikelola oleh tingkat demi mendukung
pusat pertumbuhan regional Sulawesi kebijakan pemerintah
ekonomi baru yang Selatan dan pusat. Provinsi Sulawesi
produktif di 3. Memanfaatkan Selatan dalam
Kabupaten strategi dan mewujudkan pusat-
Kepulauan Selayar. kebijakan yang pusat pertumbuhan
telah dirumuskan ekonomi baru.
secara baik dengan 4. Mengurangi
menggunakan ketergantungan
kebijakan terhadap pendanaan
pengembangan dari APBD dengan
pusat-pusat memanfaatkan
pertumbuhan alternatif skema
ekonomi baru yang perencanaan
produktif sebagai pendanaan yang
tujuan jangka bersifat mandiri.
panjang.
Ancaman (Threats) Strategi S-T Strategi W-T
1. Ketersebaran dan 1. Meningkatkan 1. Meningkatkan daya
luasnya jangkauan pelayanan terhadap saing sektor perikanan
pelayanan pada masyarakat pelaku tangkap dengan
utama perikanan memperkuat
74

masyarakat pelaku melalui pelayanan pada


utama perikanan. penempatan pos masyarakat nelayan.
2. Belum adanya pelayanan di 2. Menargetkan
model dan panduan wilayah padat tercapainya target
koordinasi antara nelayan. kebijakan dengan
OPD dalam 2. Membuat model memperkuat
menjalankan dan panduan kerjasama antar OPD
pembangunan koordinasi antara dan koordinasi dengan
(Kawasan Industri OPD dalam pemerintah regional
Perikanan Terpadu) menjalankan Provinsi Sualwesi
KIPT sebagai pembangunan Selatan.
Program Strategis (Kawasan Industri 3. Meningkatkan
Daerah. Perikanan Terpadu) kapasitas adaptif
3. Pandemi COVID-19 KIPT sebagai instansi pemerintah
berdampak besar Program Strategis dalam dimensi learning
pada menurunnya Daerah dengan capacity,
intensitas melaksanakan kepemimpinan dan
penangkapan ikan koordinasi yang pemerintahan yang
oleh nelayan lebih intens baik adil untuk menghindari
sebagai bentuk pada level Pemda ancaman tak terduga
adaptasi terhadap maupun pemerintah di masa depan.
lesunya pemasaran di level yang lebih
produk perikanan tinggi
akibat dampak 3. Melakukan
covid-19. koordinasi ke
pemerintah tingkat
provinsi Sulawesi
Selatan agar dapat
mempertimbangkan
pengalihan
anggaran
pembangunan
infrastruktur jika di
75

kemudian hari
pandemi Covid-19
tidak kunjung usai.
Sumber : Data primer yang diolah (2021)

Berdasarkan matriks SWOT strategi pengembangan sektor perikanan

tangkap di Kabupaten Kepulauan Selayar, diperoleh 13 alternatif strategi

sebagai langkah dalam pengembangan sektor perikanan tangkap. Sesuai

dengan matriks grand strategy pengembangan sektor perikanan tangkap

Kabupaten Kepulauan Selayar yang menunjukkan posisi faktor IFAS dan

EFAS berada pada posisi kekuatan-peluang (S-O), maka upaya

pengembangan difokuskan pada perumusan strategi S-O. Adapun alternatif

strategi yang direkomendasikan adalah sebagai berikut :

Tabel 19. Alternatif Strategi yang Direkomendasikan yang difokuskan pada


posisi kekuatan-peluang (S-O).
Strategi Deskripsi

Strategi 1 Menggunakan keunggulan komparatif yang dimiliki sektor

perikanan tangkap Kabupaten Kepulauan Selayar dengan

memanfaatkan dukungan legitimasi perencanaan dari tingkat

Provinsi Sulawesi Selatan. Keunggulan komparatif sektor

perikanan tangkap menandakan bahwa sektor tersebut

mampu memberikan kontribusi baik terhadap perekonomian

daerah maupun regional diatasnya. Keunggulan komparatif

sektor perikanan tangkap dapat menjadi modal kuat untuk

meningkatkan daya saing sektor perikanan Kabupaten


76

Kepulauan Selayar. Langkah peningkatan daya saing

tersebut dapat ditempuh dengan memanfaatkan dukungan

legitimasi perencanaan di tingkat Provinsi Sulawesi Selatan.

Strategi 2 Menggunakan dukungan kebijakan dari pemerintah daerah

Kabupaten Kepulauan Selayar dengan memanfaatkan

dukungan infrastruktur yang dikelola oleh tingkat regional

Sulawesi Selatan dan pusat. Dengan adanya dukungan

kebijakan infrastruktur yang kewenangan pengelolaannya

dipegang oleh tingkat regional berupa infrastruktur

pendukung berupa pelabuhan dengan hierarki pengumpan

lokal, pengumpan regional dan pengumpul dapat

berkesinambungan dengan kebijakan-kebijakan yang

dirumuskan oleh pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar

dalam hal ini Dinas Perikanan yang berupa peningkatan

produksi perikanan tangkap, peningkatan kapasitas nelayan,

peningkatan kapasitas kelembagaan serta peningkatan

dukungan dan kerjasama berbagai pihak dalam terkait

penyediaan infrastruktur utama dan pendukung kegiatan

industri perikanan terpadu.

Strategi 3 Memanfaatkan strategi dan kebijakan yang telah dirumuskan

secara baik dengan menggunakan kebijakan pengembangan

pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru yang produktif

sebagai tujuan jangka panjang. Perencanaan bagi institusi


77

merupakan pemandu dalam berbagai aktivitas institusi,

sekaligus sebagai permulaan untuk menentukan

ketercapaian tujuan institusi. Perencanaan yang baik selalu

diupayakan oleh setiap institusi agar mempermudah dalam

implementasi kerja kedepan. Dinas Perikanan Kabupaten

Kepulauan Selayar dalam pelaksanaan kebijakan dan

kegiatan secara umum telah mengacu pada perencanaan

yang dibuat. Dengan adanya kebijakan regional berupa

pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru

yang produktif sebagai tujuan jangka panjang tentu saja akan

mendukung perencanaan kebijakan yang dilahirkan di tingkat

kabupaten.

Sumber : Data primer yang diolah (2021)

Bentuk kebijakan yang dapat diberlakukan berdasarkan Strategi 1

adalah membangun mekanisme kemudahan perizinan. Selama ini

mekanisme perizinan usaha perikanan tangkap diatur dalam Peraturan

Menteri Kelautan dan Perikanan No. 58 Tahun 2020 tentang Usaha

Perikanan Tangkap Menteri Kelautan dan Perikanan. Gubernur diberikan

kewenangan untuk menerbitkan izin usaha perikanan tangkap dalam bentuk

SIUP, SIPI, dan SIKPI untuk Kapal Penangkap Ikan dan Kapal Pengangkut Ikan

berukuran di atas 10 (sepuluh) gross tonnage sampai dengan 30 (tiga puluh)

gross tonnage serta berukuran sampai dengan 10 (sepuluh) gross tonnage

yang bukan dimiliki oleh Nelayan Kecil yang berdomisili di wilayah


78

administrasinya dan beroperasi di wilayah laut sampai dengan 12 (dua belas)

mil laut sesuai dengan kewenangannya serta yang beroperasi di Kawasan

Konservasi Perairan nasional dan Kawasan Konservasi Perairan daerah provinsi.

Secara teknis Gubernur dalam hal ini melimpahkan kewenangan ke Dinas

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) untuk

pelayanan perizinan usaha perikanan dalam bentuk SIUP, SIPI, dan SIKPI

Kapal Penangkap Ikan dan Kapal Pengangkut Ikan berukuran 10 – 30 gross

tonnage. Sedangkan untuk Kapal Penangkap Ikan dibawah 10 gross tonnage

termasuk kedalam kategori nelayan kecil yang kemudian diberi keringanan

perizinan dalam bentuk Tanda Daftar Kapal Perikanan untuk Nelayan Kecil

(TDKP) yang merupakan bukti tertulis pernyataan bahwa Kapal Penangkap

Ikan tersebut dimiliki oleh Nelayan Kecil yang berdomisili di wilayah

administrasinya.

Berdasarkan data DKP Provinsi Sulsel (2020), kapal ikan dibawah 5

GT (gross ton) sebesar 89% dari total keseluruhan jenis kapal ikan

berdasarkan ukuran di Kabupaten Kepulauan Selayar. Armada

penangkapan ikan yang berukuran dibawah 5 GT umumnya memiliki

keterbatasan jelajah yakni di perairan dibawah 12 mil. Hal ini tentu

berpengaruh ke produksi perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan

Selayar. Sehingga untuk meningkatkan produksi perikanan tangkap di

Kabupaten Kepulauan Selayar perlu didorong peningkatan proporsi armada

kapal penangkapan ikan ukuran 10 – 30 gross tonnage. Mekanisme

pengurusan perizinan usaha perikanan mengharuskan pemohon harus


79

mendatangi langsung kantor Dinas PMPTSP untuk menyetor berkas-berkas

pendukung diterbitkannya izin usaha perikanan dengan biaya perizinan sebesar

Rp. 500.000/Izin/5 Tahun untuk Kapal Perikanan 10-20 GT dan Rp.

1.500.000/Izin/5 untuk Kapal Perikanan 21-30 GT. Untuk mendukung

peningkatan proporsi armada kapal penangkapan ikan tentu saja perlu

untuk dimudahkan dari sisi pengurusan perizinan usaha perikanan kapal

penangkapan ikan ukuran 10 – 30 gross tonnage. Dalam rangka

mempermudah pengurusan perizinan, Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan

Selayar dapat mengambil peran sebagai sumber informasi sekaligus

perpanjangan tangan dalam membantu proses pengurusan perizinan tersebut.

Dapat pula diadakan dalam bentuk sosialisasi mengenai alur pengurusan

perizinan kapal penangkapan ikan ukuran 10 – 30 gross tonnage serta

langkah-langkah dalam pemenuhan persyaratan pelayanan. Selain itu Dinas

Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar perlu memperluas jangkauan

pelayanan mengingat wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar terbagi kedalam

beberapa pulau dengan jarak tempuh relatif jauh. Teknis pelayanan dapat

dilakukan dengan menempatkan tenaga lapangan yang diberikan tugas untuk

memberikan pemahaman terhadap masyarakat terkait mekanisme perizinan

sekaligus membantu masyarakat dalam hal menyalurkan dokumen perizinan

agar dapat sampai ke Pemerintah Provinsi lebih cepat.

Bentuk kebijakan pendukung lainnya yang dapat diberlakukan adalah

membangun forum komunikasi informal sebagai upaya perlindungan

sumberdaya perikanan tangkap, dimana skema penganggaran dirumuskan


80

oleh pemerintah provinsi, sedangkan pelaksanaan oleh pemerintah

kabupaten. Sumber anggaran dapat diambil dari Penerimaan Negara

Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari penerimaan retribusi. Sebagaimana

dijelaskan pada Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 10

Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu, bahwa penerimaan

retribusi izin trayek dan retribusi izin usaha perikanan paling kurang

sebesar 25 % (Dua puluh lime persen) dimanfaatkan untuk mendanai

kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan

yang bersangkutan. Jenis kegiatan dan besarnya dana yang dimanfaatkan

ditetapkan dalam APBD Provinsi.

Kebijakan yang dirumuskan pemerintah daerah dalam hal ini Dinas

Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar berdasarkan Strategi 2 meliputi

peningkatan produksi perikanan tangkap, peningkatan kapasitas nelayan,

peningkatan kapasitas kelembagaan serta peningkatan dukungan dan

kerjasama berbagai pihak dalam terkait penyediaan infrastruktur utama dan

pendukung kegiatan industri perikanan terpadu. Dari berbagai kebijakan

tersebut dapat mendorong pengembangan sektor perikanan tangkap.

Peningkatan produksi perikanan tangkap harus dibarengi dengan

peningkatan nilai tambah produk perikanan tangkap. Menurut Mulyani

(2019), pendekatan yang dapat dilakukan sebagi upaya peningkatan nilai

tambah produk perikanan tangkap adalah dengan menggunakan beberapa

pendekatan diantaranya pendekatan teknologi pengolahan dan pemasaran

produk perikanan. Pendekatan teknologi dapat dilakukan melalui variasi


81

olahan produk perikanan guna meningkatkan nilai produk perikanan.

Peningkatan pemasaran dapat ditingkatkan melalui branding image produk

dan pemasaran berbasis digital media sosial. Sejauh ini kondisi lapangan

menunjukkan bahwa hampir semua nelayan perikanan tangkap di

Kabupaten Kepulauan Selayar telah mempraktekkan pengolahan produk

perikanan seperti pembuatan ikan asin dan terasi. Namun pengolahan

tersebut masih bersifat industri rumahan sehingga produk yang dihasilkan

masih sebatas untuk memenuhi permintaan masyarakat lokal. Kabupaten

Kepulauan Selayar berdasarkan DKP Provinsi Sulawesi Selatan (2019)

memiliki 109 unit pengolahan hasil perikanan yang berbentuk pengolahan

fermentasi, pelumatan daging dan surimi, penggaraman serta pengolahan

lainnya. Total produksi di tahun 2019 dari semua unit pengolahan hasil

perikanan tersebut sebesar 165.746,4 Kg. Jumlah tersebut masih jauh

berada dibawah total produksi pengolahan hasil perikanan Kabupaten

Bulukumba di tahun 2019. Padahal secara potensi perikanan dan luas laut,

Kabupaten Kepulauan Selayar lebih besar daripada Kabupaten

Bulukumba. Selain itu pemasaran produk dengan cara branding juga telah

dilakukan meskipun hanya oleh beberapa orang, namun produk yang

dipasarkan hanya satu jenis yakni terasi. Bentuk kegiatan yang dapat

dilakukan adalah dengan memberikan pelatihan terkait variasi pengolahan

dan peningkatan pemasaran produk perikanan. Dengan adanya

peningkatan nilai tambah produk perikanan tangkap akan dapat

meningkatkan daya saing sektor perikanan tangkap.


82

Terkait penyediaan infrastruktur utama dan pendukung kegiatan

industri perikanan terpadu, Institusi terkait dalam hal ini Dinas Perikanan

Kabupaten Kepulauan Selayar telah merencakakan pembangunan

infrastruktur berupa Kawasan Industri Perikanan Terpadu (KIPT). Namun

sampai saat ini target tersebut belum tercapai salah satunya dikarenakan

oleh seluruh penganggaran KIPT Tahun 2020 di-refocussing untuk

penanganan Covid-19. Hal tersebut mengindikasikan bahwa anggaran

pemerintah pada saat-saat tertentu tidak mampu mengakomodir kebutuhan

infrastruktur pendukung perikanan tangkap. Dalam rangka mempercepat

pembangunan infrastruktur tersebut dapat ditempuh dengan jalan

memaksimalkan peran pihak swasta dalam bentuk investasi. Peran serta

masyarakat nelayan sebagai pelaku utama di sektor perikanan tangkap

tentu juga sangat dibutuhkan. Peran pihak swasta dan masyarakat juga

dapat ditingkatkan pada pengelolaan infrastruktur yang telah ada

sebelumnya. Menurut Rahmayanti (2016), efisiensi dan rasa kepemilikan

terhadap infrastruktur yang digunakan dalam proses bisnis dapat

ditingkatkan dengan mengkolaborasikan pengelolaan oleh pihak swasta

dan masyarakat. Komunitas nelayan dapat pula menghidupkan kegiatan

tempat pelelangan ikan baik melalui paguyuban atau koperasi nelayan.

Berbicara mengenai komunitas nelayan tentu tidak bisa lepas dari kapasitas

kelembagaan yang harus ditingkatkan. Pemerintah dalam hal ini harus

mengambil peran dengan melaksanakan kegiatan peningkatan kapasitas

kelembagaan masyarakat nelayan. Sebagai upaya mewujudkan


83

percepatan pembangunan infrastruktur perikanan tangkap, penting untuk

melakukan kolaborasi antara 3 stakeholder yaitu swasta, pemerintah dan

masyarakat dalam hal ini masyarakat nelayan tentunya akan dapat

mewujudkan percepatan pembangunan infrastruktur perikanan tangkap.

Salah satu bentuk sasaran strategis yang ingin dicapai berdasarkan

Strategi 3 adalah peningkatan produksi perikanan tangkap. Bentuk

kegiatan yang direncanakan seperti penunjang operasional perikanan

tangkap, pengadaan alat tangkap sero, pengadaan mesin dan pengadaan

perahu/sampan fiber.

Selain merumuskan strategi dan kebijakan juga telah mengantisipasi

dampak negatif dari upaya pencapaian strategi dan kebijakan tersebut.

Bentuk antisipasi yang dilakukan adalah dengan merumuskan mitigasi,

alternatif dan rekomendasi perkiraan dampak pembangunan perikanan.

Program peningkatan produksi perikanan ditengarai akan berpotensi

merusak ekosistem laut bila menggunakan bom, bius, trawl, dan

kompresor. Oleh karena itu Dinas Perikanan Kabupaten kepulauan Selayar

telah mengantisipasi dampak tersebut dengan merekomendasikan

penyuluhan kepada masyarakat pelaku utama perikanan terkait dampak

dari penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan serta mengoptimalkan

pengawasan dan penegakan hukum bagi pelaku pengrusakan. Selanjutnya

strategi dan kebijakan yang dirumuskan pada tataran kabupaten dapat

ditransformasikan menjadi pengembangan pusat-pusat pertumbuhan

ekonomi baru yang produktif sebagai tujuan jangka panjang.


84

Namun perlu ada pula kebijakan jangka Panjang dalam

mengantisipasi sumberdaya perikanan yang akan terus mengalami

penurunan stok. Dalam hal ini Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan

Selayar harus mulai merencanakan peningkatan kontribusi sumberdaya

perikanan budidaya. Berdasarkan data KKP (2019), Kabupaten Kepulauan

Selayar memiliki potensi lahan budidaya sebesar 819,97 Ha sementara

yang termanfaatkan hanya sebesar 364,85 Ha atau hanya sebesar 44,5 %

dari total potensi lahan budidaya dengan komoditi unggulan berupa udang

vaname, kerapu hidup dan rumput laut.

Sebagai tindak lanjut untuk dapat menjalankan setiap strategi yang

direkomendasikan perlu adanya dukungan kapasitas fiskal berupa

anggaran yang diturunkan dari PAD Kabupaten Kepulauan Selayar. Guna

menunjang pengembangan komoditas unggulan, pemerintah daerah Kab.

Kepulauan Selayar menganggarkan sebagian dari Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah (APBD) Kab. Kepulauan Selayar untuk tiga komoditas

salah satunya adalah komoditas perikanan tangkap.

Gambar 9. Anggaran Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap di


Kabupaten Kepulauan Selayar (Juta Rupiah) (BI Sulsel, 2020).
85

Pada gambar 9 terlihat bahwa anggaran komoditas unggulan

cenderung berfluktuasi selama 5 (lima) tahun terakhir. Komoditas perikanan

tangkap memiliki anggaran terbesar diantara tiga komoditas unggulan.

Untuk APBD 2020, pemerintah daerah Kab. Kepulauan Selayar

menganggarkan sejumlah Rp4.428.592.151 untuk komoditas perikanan

tangkap. Dukungan fiskal dari Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan

Selayar cukup baik terhadap komoditas unggulan perikanan tangkap

berupa penyediaan sarana dan prasarana yang memadai bagi masyarakat

(BI Sulsel, 2020).

Ke depan, dukungan fiskal untuk ketiga komoditas ini dapat

ditingkatkan sehingga dapat mendukung terlaksananya strategi yang

direkomendasikan sebagai upaya pengembangan sektor perikanan

tangkap di Kabupaten Kepulauan Selayar.


86

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pengembangan sektor perikanan

tangkap dengan pendekatan kapasitas adaptif institusional di Kabupaten

Kepulauan Selayar, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Hasil analisis Location Quotient (LQ) sektor perikanan tangkap

menunjukkan nilai rata-rata 2,7 yang berarti sektor tersebut memiliki

keunggulan komparatif yang lebih dari rata-rata atau dengan kata lain

merupakan sektor basis. Sedangkan hasil analisis Shift Share

komponen pertumbuhan regional menunjukkan bahwa pertumbuhan

ekonomi regional sektor tersebut cepat dengan nilai > 0, namun untuk

komponen pertumbuhan proporsional sektor tersebut kurang maju

dengan nilai < 0 dan untuk komponen pertumbuhan pangsa wilayah

sektor tersebut memiliki daya saing yang rendah dalam wilayahnya

sendiri dengan nilai < 0.

2. Hasil analisis kapasitas adaptif institusional pemerintah daerah

menunjukkan bahwa kapasitas adaptif institusi pemerintah terkait dalam

hal ini Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar cenderung

negatif dengan nilai rata-rata kapasitas adaptif sebesar -0,02. Angka

tersebut menunjukkan bahwa tingkat kapasitas adaptif institusi terkait

dalam hal ini Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar dapat

memberi efek yang cenderung negatif karena belum mampu mengatasi

masalah yang dihadapi.


87

3. Berdasarkan analisis SWOT, melahirkan beberapa strategi yang

direkomendasikan yaitu : 1) Menggunakan keunggulan komparatif yang

dimiliki sektor perikanan tangkap Kabupaten Kepulauan Selayar dengan

memanfaatkan dukungan legitimasi perencanaan dari tingkat Provinsi

Sulawesi Selatan; 2) Menggunakan dukungan kebijakan dari

pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Selayar dengan

memanfaatkan dukungan infrastruktur yang dikelola oleh tingkat

regional Sulawesi Selatan dan pusat; 3) Memanfaatkan strategi dan

kebijakan yang telah dirumuskan secara baik dengan menggunakan

kebijakan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru yang

produktif sebagai tujuan jangka panjang.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian pengembangan sektor perikanan

tangkap dengan pendekatan kapasitas adaptif institusional di Kabupaten

Kepulauan Selayar, maka dapat diberikan saran untuk :

1. Pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Selayar dan Provinsi

Sulawesi Selatan. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar dalam hal

ini dapat memperbaiki daya saing sektor perikanan tangkap dengan

terus meningkatkan hasil dan nilai produksinya. Sedangkan pemerintah

daerah Provinsi Sulawesi Selatan dapat menjadikan alternatif strategi

yang dihasilkan penelitian ini sebagai acuan dalam menyusun

perencanaandan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan

sektor perikanan tangkap di kabupaten Kepulauan Selayar.


88

2. Institusi terkait dalam hal ini Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan

Selayar dapat mengurangi ketergantungan terhadap sumber dana dari

APBD yaitu dengan membuat alternatif skema perencanaan dalam

mendanai kegiatan secara mandiri. Sehingga kedepan kualitas kegiatan

bisa menjadi lebih baik serta dapat meminimalisir potensi tertundanya

kegiatan akibat adanya pemotongan anggaran yang disebabkan oleh

hal-hal mendadak dan mendesak diluar perencanaan.

3. Masyarakat nelayan setempat dapat meningkatkan peran serta dalam

proses perumusan kebijakan dan program oleh institusi terkait dalam hal

ini Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar sebagai upaya

pengembangan sektor perikanan tangkap.

4. Keberlanjutan studi mengenai strategi pengembangan sektor perikanan

tangkap dengan pendekatan kapasitas adaptif institusional.


89

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, R. 2005. Mekanisme Perencanaan Partisipasi Stakeholder Taman


Nasional Gunung Rinjani. Tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Akoit, M. Y., & Nalle, M. 2018. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
Berkelanjutan Di Kabupaten Timor Tengah Utara Berbasis
Pendekatan Bioekonomi. Jurnal Agribisnis Indonesia, 6(2), 85.
Bank Indonesia Kantor Perwakilan Sulawesi Selatan. 2020. Riset
Pembangunan Inklusif Kabupaten/Kota 2020. ISEI Cabang Makassar.
Makassar.
Blackman, R. 2003. Project Cycle Management. Teddington: Tearfund.
Budiharsono, S. 2001. Teknik Pengembangan Wilayah Pesisir dan Lautan.
Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Cole, F. L. 1988. Content Analysis: Process and Application. Clinical Nurse
Specialist 2(1), 53–57.
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulsel. 2020. Jumlah
Perahu/Kapal Penangkap menurut Jenis/Ukuran Perahu/Kapal dan
Kabupaten, Tahun 2014-2020.
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulsel. 2020. Laporan
Statistik Perikanan Sulawesi Selatan tahun 2019. Makassar.
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulsel. 2020. Produksi
Kakap, Kerapu, Teripang dan Gurita, Tahun 2009-2019.
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulsel. 2020. Produksi
Perikanan Tangkap berdasarkan Jenis Ikan, Tahun 2019.
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulsel. 2020. Produksi Tuna,
Tongkol dan Cakalang, Tahun 2010- 2019.
Dolan, A. H., & Walker, I. J. 2004. Understanding vulnerability of coastal
communities to climate change related risks. Journal of Coastal
Research, 39, 1316-1323.
Effendi, R. 2013. Accounting Principles: Prinsip-prinsip Akuntansi Berbasis
SAK ETAP. Edisi Revisi. Jakarta: PT Rajagrafindo.
Fachry, M. E. 2015. Analisis Potensi Pengembangan Aktifitas Masyarakat
dalam Pemanfaatan Sumberdaya Yang Berkelanjutan. Torani (Jurnal
Ilmu Kelautan dan Perikanan), 25(2), 75–87.
90

FAO. 2014. FAOSTAT. Food and Agriculture Organization of the United


Nations, Rome, Italy. (Online). http://faostat.fao.org/default.aspx,
diakses 14 September 2021
Ferrell, O. C., & Hartline, M. D. 2011. Marketing Stategy. In Journal of
Chemical Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9).
Ghorbani A, Raufirad V, Rafiaani P, Azadi H. 2015. Ecotourism sustainable
development strategies using SWOT and QSPM model: A case study
of Kaji Namakzar Wetland, South Khorasan Province, Iran. Journal
Tourism Management Perspective.
Gumilang, A. P. 2019. Analisis Daya Saing Sektor Perikanan di Kabupaten
Cirebon. Barakuda 45, 1(1), 1–7.
Gupta, J., Termeer, C., Klostermann, J., Meijerink, S., Brink, M. V., Jong,
P., et al. 2010. The Adaptive Capacity Wheel: A Method to Asses the
Inherent Characteristic of Institutions to Enable The Adaptive Capacity
of Society. Environmental Science and Policy, pp. 459-471.
Handmer, J. W., & Dovers, S. 1996. A typology of resilience: Rethinking
institutions for sustainable development. Industrial and Environmental
Crisis Quarterly, 9(4), 482-511.
Harmunanto, D. H., Akil, A., & Ihsan, I. 2019. Potensi Perikanan dalam
Peningkatan Perekonomian Studi Kasus di Kabupaten Bulukumba,
Sulawesi Selatan. Seminar Nasional Geomatika, 3, 325.
Hasani, A. 2010. Analisis Struktur Perekonomian Berdasarkan Pendekatan
Shift Share di Provinsi Jawa Tengah Periode Tahun 2003 – 2008. 1–
62.
Ika. 2018. Indonesia Miliki Potensi Besar Sektor Perikanan. (Online).
https://ugm.ac.id/id/berita/17264indonesia.miliki.potensi.besar.sektor.
perikanan, diakses 14 September 2021
IPCC. 2000. Emission Scenarios. Cambridge: Cambridge University Press.
IPCC. 2007. Summary for Policymakers. In: Climate Change 2007: Impacts,
Adaptation and Vulnerability. Contribution of Working Group II to the
Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate
Change. (M.L. Parry, O.F. Canziani, J.P. Palutikof, P.J. van der Linden
and C.E. Hanson, (Eds.)) Cambridge: Cambridge University Press. 7-
22.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2019. Peluang Investasi Usaha
Perikanan dan Kelautan Kepulauan Selayar. Jakarta.
Kementerian PPN/Bappenas. 2014. Kajian Strategi Pengelolaan Perikanan
Berkelanjutan. Jakarta: Direktorat Kelautan dan Perikanan, 120.
91

Kotler, P. 2000. Marketing Management: The Millenium Edition. Prentice-


Hall, Inc. Upper Saddle River, New Jersey.
KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha). 2010. Position Paper KPPU:
Terkait Kebijakan Klaster Perikanan Tangkap. Jakarta.
Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah (LAKIP). 2020. Benteng: Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar.
Lebel L, Anderies JM, Campbell B, Folke C, Hatfield-Dodds S, Hughes TP,
Wilson J. 2006. Goverment and the capacity to manage resilience in
regional Social - ecological system dalam
http://www.ecologyandsociety.org/vol11/iss1/art19/ diakses 28 Maret
2015. Society 22(2):22.
Malone and Brenkert, A.L, Sapountzaki E.L. 2005. Modelling Vulnerability
and Resilience to Climate Change: A Case Study of India and Indian
States. Dalam Climate Change Journal Vol 72 halaman 57-102.
Marshall, N. A., P. A. Marshall, J. Tamelander, D. Obura, Malleret-King dan
J. E. Cinner. 2010. A Framework for Social Adaptation to Climate
Change Sustaining Tropical Coastal Communitites and Industries.
Gland, Switzerland, IUCN. v + 36 pp.
Mulyani, S. 2019. Peningkatan Nilai Tambah Produk Perikanan melalui
Variasi Olahan dan Branding Produk di Desa Surodadi, Kabupaten
Tegal. Dinamika Journal Vol. 1 No. 4, Desember 2019 : 82 – 86.
Mutiah, D. 2015. Percepat Pembangunan Infrastruktur Kelautan. (Online).
https://m.mediaindonesia.com/ekonomi/3626/percepatpembangunan-
infrastruktur-kelautan, diakses 14 September 2021.
Norris FH, Stevens SP, Pfefferbaum B, Wyche KF, Pfefferbaum RL. 2008.
Community resiliensce as a methaphor, theory, set of capacities, and
strategy for disaster. Community Phsicology dalam
http://www.emergencyvolunteering.com.au/ACT/Resource%20Library/
CR_metaphor_theory_capacities.pdf. diakses pada 19 Mei 2015.
Nurhayati, A., Herawati, T., Nurruhwati, I., & Handaka, A. 2018. Strategi
Pengelolaan Adaptif Berbasis Kelembagaan Lokal Sumber Daya
Perairan (Studi Kasus di Perairan Umum Waduk Cirata Kab Cianjur,
Jawa Barat). Jurnal Kebijakan Sosek, 8(2), 63–75.
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 10 Tahun 2011 tentang
Retribusi Perizinan Tertentu, 15-16. Pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan.
92

Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 10 Tahun 2011 tentang


Retribusi Perizinan Tertentu. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 1 Tahun 2019 Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan Tahun 2018-2023, 71-72. Pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan.
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2019 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009-
2029. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005 tentang Komite Percepatan
Penyediaan Infrastruktur. Jakarta: Pemerintah Pusat.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 58 Tahun 2020 tentang
Usaha Perikanan Tangkap Menteri Kelautan dan Perikanan. Jakarta:
Pemerintah Pusat.
Purifyningtyas, H. Q., & Wijaya, H. B. 2016. Kajian Kapasitas Adaptasi
Masyarakat Pesisir Pekalongan terhadap Kerentanan Banjir Rob.
Jurnal Wilayah Dan Lingkungan, 4(2), 81.
Putra, D. Y. 2011. Peran Sektor Perikanan Dalam Perekonomian Dan
Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia Analisis Input-Output. Jurnal
Maritime Economy, 93, 1–93.
Rahmayanti, A. 2018. Peran Pemerintah dan Swasta dalam Penyediaan
Infrastruktur Perikanan Tangkap: Studi Kasus Bitung. Jurnal Ekonomi
dan Pembangunan Vol 26, No.2.
Ramadhan, A. Purnomo, A. H. Suryawati, S. H., & Firdaus, M. 2015.
Kapasitas Adaptif Institusi Formal Pengelola Kawasan Perairan Dalam
Mendukung Resiliensi Sosial Ekosistem Terumbu Karang. Balai Besar
Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.
Rangkuti F. 1997. Teknik membedah kasus bisnis analisis SWOT. Jakarta:
PT. Gramedia Pusaka Utama
Reed, M. S., Graves, A., Dandy, N., Posthumus, H., Hubacek, K., Morris,
J., Prell, C., Quinn, C. H., & Stringer, L. C. 2009. Who’s in and why? A
typology of stakeholder analysis methods for natural resource
management. Journal of Environmental Management, 90(5), 1933–
1949.
Rizal, Achmad. 2013. Disparitas Pembangunan Wilayah Pesisir (Studi
Kasus Kabupaten Tasikmalaya). Jurnal Akuatika. Vol. IV no. 2.
93

Rockefeler Foundation White Paper. 2009. The Rockefeler Foundation.


New York.
Sagala, S., & Simbolon, I. N. 2017. Kapasitas Adaptif Pemerintah Daerah
Kabupaten Indramayu dalam Merespon Dampak Peubahan Iklim.
Jurnal Bumi Lestari, 17(1): 7-16.
Satterthwaite, D., Hug, S., Pelling, M., Reid, H., & Lankao, P. R. 2007.
Adapting to climate change in urban areas: The possibilities and
constraints in low-and middle-income nations.
Sedarmayanti. 2003. Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik)
Dalam Rangka Otonomi Daerah. Bandung: PT. Mandar Maju.
Susantri, S., Wartaman, A. S., & Suharyanto, S. 2019. Kajian
Pengembangan Sektor Perikanan Dalam Mendukung Peran Kota
Palopo Sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). Seminar Nasional
Pembangunan Wilayah Dan Kota Berkelanjutan, 1(1), 123–131.
Svendsen, M., Wester, P., and Molle,F. 2005. Managing River basins: An
Institutional Perspective. Irrigation and River Basin Management:
Opstions for governance and institutions. International Water
Management Institute/ Cabi Publishing. Colombo. 1-18.
Termeer, C., Biesbroek, R., & Van Den Brink, M. 2011. Institutions for
Adaptation to Climate Change : Comparing National Adapatatin
Strategies in Europe. European Consortium for Political Research, 1-
13
Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah. Jakarta: Sekretariat Negara.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 45 Tahun 2009 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan. Jakarta: Sekretariat Negara.
VanBreda, Adrian DuPlessis. 2001. Resilience Theory : A Literature
Review. South African Military Health Service, Military Psychological
Institute, Social Work Research & Development. Pretoria, South Africa.
Whitney, C. K., N. J. Bennett, N. C. Ban, E. H. Allison, D. Armitage, J. L.
Blythe, J. M. Burt, W. Cheung, E. M. Finkbeiner, M. Kaplan-Hallam, I.
Perry, N. J. Turner, and L. Yumagulova. 2017. Adaptive capacity: from
assessment to action in coastal social-ecological systems. Ecology and
World Bank. 1992. Governance and Development. Washington: The World
Bank.
94

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Tangkap dan


Budidaya Kabupaten Kepulauan Selayar.
a. Hasil produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya
No Sub Sektor 2015 2016 2017 2018 2019 Rata-Rata
1 Perikanan Tangkap 24155.8 24092.6 20152.2 21592.5 28268.3 23,652.28
2 Perikanan Budidaya 322.9 465.3 456.2 493.02 573.118 462.10
Jumlah 24478.7 24557.9 20608.4 22085.5 28841.4 24,114.38

b. Nilai Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya (Milyar Rupiah)

No Sub Sektor 2015 2016 2017 2018 2019 Rata-Rata


1 Perikanan Tangkap 480.1 479.8 410.4 450.6 607.5 485.68
2 Perikanan Budidaya 10.2 14.7 7.60 7.50 22.4 12.48
Jumlah 490.3 494.5 418.0 458.1 629.9 498.16
95

Lampiran 2. Hasil Perhitungan Location Quotient (LQ) dan Shift Share (SS)
a. Perhitungan Location Quotient (LQ)
No Indikator 2015 2016 2017 2018 2019
1 Pendapatan Sub Sektor
Perikanan Tangkap Kab. Kep. 480,153,516.0 479,847,857.5 410,433,439.6 450,677,872.7 607,527,874.6
Selayar
2 Total Pendapatan Sektor 490,434,842.0 494,588,937.5 418,089,742.6 458,226,297.7 629,969,615.4
Perikanan Kab. Kep. Selayar
3 Pendapatan Sub Sektor
Perikanan Tangkap Prov. 6,602,139,911 6,406,670,340 5,819,070,806 7,987,198,960 8,631,279,878
Sulawesi Selatan
4 Total Pendapatan Sektor
Perikanan Prov. Sulawesi 15,780,403,561 15,601,271,237 16,899,205,432 21,716,651,517 23,487,623,636
Selatan
Nilai Location Qutient (LQ) 2.34 2.36 2.85 2.67 2.62

b. Perhitungan Shift Share


Komponen Pertumbuhan Regional (PR)
No. Lapangan Usaha Prij Rata-Rata
2016 2017 2018 2019
1 Pendapatan Sub Sektor (5,450,495.28) 39,920,525.27 117,002,007.86 36,752,348.61 47,056,096.61
Perikanan Tangkap
2 Pendapatan Sub Sektor (116,709.17) 1,226,371.33 2,182,577.58 615,566.82 976,951.64
Perikanan Budidaya
96

Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)


No. Lapangan Usaha PPij Rata-Rata
2016 2017 2018 2019
1 Pendapatan Sub Sektor (8,765,410.93) (83,930,652.60) 35,921,427.07 (410,068.99) (14,296,176.36)
Perikanan Tangkap
2 Pendapatan Sub Sektor 135,009.86 1,796,577.01 (351,915.63) 3,995.66 395,916.72
Perikanan Budidaya

Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)


No. Lapangan Usaha PPWij Rata-Rata
2016 2017 2018 2019
1 Pendapatan Sub Sektor 13,910,247.71 (25,404,290.56) (112,679,001.83) 120,507,722.28 (916,330.60)
Perikanan Tangkap
2 Pendapatan Sub Sektor 4,441,453.31 (10,107,725.34) (1,938,539.95) 14,273,753.35 1,667,235.34
Perikanan Budidaya
97

Lampiran 3. Penentuan Bobot Faktor IFAS dan EFAS


a. Penentuan Bobot IFAS
Kode S1 S2 S3 S4 S5 W1 W2 W3 W4 W5 Total Bobot
S1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 14 0.08
S2 4 2 2 2 3 3 3 3 3 25 0.14
S3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 24 0.13
S4 3 2 2 2 3 3 3 3 3 24 0.13
S5 3 2 2 2 3 3 3 3 3 24 0.13
W1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 0.05
W2 1 1 1 1 1 2 2 2 2 13 0.07
W3 1 1 1 2 2 2 2 3 3 17 0.09
W4 1 1 1 2 2 2 2 2 3 16 0.09
W5 1 1 1 2 2 2 2 2 3 16 0.09
Total 182 1

b. Penentuan Bobot EFAS


Kode O1 O2 O3 O4 T1 T2 T3 Total Bobot
O1 2 2 3 3 3 3 16 0.18
O2 1 1 1 3 3 3 12 0.14
O3 2 2 2 3 3 3 15 0.17
O4 2 2 2 3 3 3 15 0.17
T1 1 1 1 1 2 2 8 0.09
T2 1 1 1 1 2 2 8 0.09
T3 2 2 2 2 3 3 14 0.16
Total 88 1.00

Anda mungkin juga menyukai