Anda di halaman 1dari 36

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH PENERAPAN KURIKULUM MERDEKA, PROYEK PROFIL


PELAJAR PANCASILA, DAN PROGRAM SEKOLAH PENGGERAK

TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN LITERASI NUMERASI PESERTA DIDIK

DISERTASI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

Memperoleh Gelar Doktor (Dr)


Pada Program Studi Manajemen Pendidikan Program Pasca Sarjana
Universitas Negeri Semarang

Oleh
Hanik Ristiana
NIM : 105192263 14

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


2022
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1 LATAR BELAKANG................................................................................... 1

1.2. RUMUSAN MASALAH ............................................................................. 3

1.3 TUJUAN PENELITIAN .............................................................................. 3


1.4 MANFAAT PENELITIAN ........................................................................... 4

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIK , KERANGKA BERPIKIR,


DAN HIPOTESIS PENELITIAN ...................................................................... 5

2.1 TEORI KEBUTUHAN ................................................................................ 6

2.2 TEORI TAXONOMY BLOOM ................................................................... 7

2.3 KAJIAN VARIABEL PENELITIAN ............................................................ 12


2.4 KAJIAN PENELITIAN TERDAHULU ........................................................ 22

2.5 KERANGKA BERFIKIR ........................................................................... 23

2.6 KERANGKA TEORITIK ........................................................................... 23

BAB 3 METODE PENELITIAN ...................................................................... 25


3. 1 DESAIN PENELITIAN ............................................................................ 25

3.2 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN ................................................ 25

3.3 TEKNIK ANALISIS DATA ........................................................................ 31


3.4 UJI HIPOTESIS ...................................................................................... 33
3.5 KOEFISIEN DETERMINASI .................................................................. 35

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pendidikan memegang peranan penting dalam mengembangkan potensi dan sumber


daya manusia secara optimal karena pendidikan merupakan sarana inventasi untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan keahlian untuk bekal hidup manusia
sesuai dengan kebutuhan zaman agar tidak terjadi kesenjangan antara realitas dan
idealitas. Hal ini sesuai dengan pengertian pendidikan yaitu segala usaha dan
pembawaan diri generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya,
kecakapan serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya
melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama dengan sebaik – baiknya.

Kajian Puskurbuk (2019) menemukan pada umumnya, guru di Indonesia masih


terkonsentrasi pada penyiapan dokumen yang bersifat administratif. Bahkan, pada
penelitian kualitatif pada satu sekolah di Magelang, Khurotulaeni (2019) menemukan
bahwa kebanyakan guru tidak termotivasi untuk membuat RPP, karena bagi mereka
aksi di kelas lebih penting daripada pembuatan naskah berlembar-lembar yang rumit
dan komplek. Horn dan Banerjee (2009) mengkritisi praktek guru di negara
berkembang yang terkesan mengejar pemenuhan kebutuhan administrasi pengajaran
dan mengesampingkan pengajaran siswa yang sebenarnya membutuhkan persiapan
yang lebih tinggi. Dengan persiapan yang baik, guru diharapkan dapat memotivasi
peserta didik untuk ikut serta berperan aktif dalam kegiatan belajar mengajar,
sehingga tujuan dari pembelajaran dapat tercapai.

Hasil berbagai macam penilaian yang dimandatkan kepada institusi pendidikan,


seperti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), Progress in International Reading
Literacy Study (PIRLS), Trends in International Mathematics and Science Study
(TIMSS), dan Programme for International Student Assessment (PISA), terlihat
kualitas pendidikan Indonesia masih dibawah standar. Menurut data dari penelitian
Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mencatat,
peringkat nilai Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia
berdasarkan survei tahun 2018 ditinjau dari segi membaca Indonesia masuk

1
peringkat 72 dari 77 negara, sedangkan bidang matematika Indonesia masuk
peringkat 72 dari 78 negara dan bidang sains menduduki peringkat 70 dari 78
negara. Nilai Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia juga
cenderung stagnan dalam 10-15 tahun terakhir.

Berdasarkan hal tersebut maka Mendikbud Nadiem Anwar Makarim membuat


keputusan untuk membuat penilaian kemampuan minimum meliputi literasi, numerasi
dan survei karakter. Literasi di sini bukan hanya kemampuan membaca, tetapi
kemampuan menganalisis suatu bacaan, dan memahami konsep di balik tulisan
tersebut, sedangkan numerasi bukan hanya menganalisis menggunakan angka saja
tetapi harus mampu menerapkan konsep numerik tersebut kedalam kehidupan nyata
dan survei karakter bukan hanya sebagai bahan tes saja kemudian tidak bisa di
praktikan kedalam kehidupan nyata tetapi harus mampu menerapkan dan
membiasakan nilai-nilai budi pekerti, agama dan pancasila tersebut kedalam
kehidupan sehari-hari. (Anwar, 2020)

Kondisi pendidikan Indonesia saat ini cukup memprihatinkan. Program sekolah yang
tidak berpusat pada peserta didik mengakibatkan kegiatan belajar tidak berjalan
secara maksimal, pembelajaran yang masih menggunakan paradigma lama, belum
mampu memotivasi peserta didik untuk lebih dalam memahami literasi numerasi dan
mengasah karakter profil pelajar pancasila dikhawatirkan akan menyebabkan negeri
ini mengalami ketertinggalan dengan negara-negara lain.

Kebijakan kurikulum merdeka menjadi reformasi pembelajaran yang berdampak pada


tuntutan perubahan paradigma pendidik dalam merancang kurikulum,
mengembangkan pembelajaran dan mengevaluasinya. Merdeka belajar menjadikan
pembelajaran sangat fleksibel baik yang berkenaan dengan konten, strategi, maupun
tempat belajarnya. Didukung dengan adanya projek untuk menguatkan pencapaian
profil pelajar Pancasila dikembangkan berdasarkan tema tertentu yang ditetapkan
oleh pemerintah. Projek tersebut tidak diarahkan untuk mencapai target capaian
pembelajaran tertentu, sehingga tidak terikat pada konten mata pelajaran. Untuk
meningkatkan kompetensi Kepala Sekolah dalam mengimplementasikan kurikulum
merdeka, pemerintah meluncurkan program sekolah penggerak, dimana program ini
ada untuk mewujudkan visi pendidikan Indonesia.
2
Program Sekolah Penggerak berfokus pada pengembangan hasil belajar siswa
secara holistik yang mencakup kompetensi (literasi dan numerasi) dan karakter,
diawali dengan SDM yang unggul (kepala sekolah dan guru).

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini mengangkat judul “Pengaruh


penerapan kurikulum merdeka, proyek profil pelajar pancasila, dan program sekolah
penggerak terhadap motivasi belajar peserta didik untuk meningkatkan kemampuan
literasi numerasi diSDIT Darut Tauhid Gabus Grobogan”.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang diatas tersusun rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah program sekolah penggerak berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap kemampuan literasi numerasi peserta didik?
2. Apakah kurikulum merdeka berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
kemampuan literasi numerasi peserta didik?
3. Apakah proyek profil pelajar pancasila berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap kemampuan literasi numerasi peserta didik
4. Apakah motivasi belajar peserta didik memiliki pengaruh positif dan signifikan
memoderasi pengaruh kurikulum merdeka dan kemampuan literasi numerasi
peserta didik
5. Apakah motivasi belajar peserta didik memiliki pengaruh positif dan signifikan
memoderasi pengaruh proyek profil pelajar pancasila dan kemampuan literasi
numerasi peserta didik
6. Apakah motivasi belajar peserta didik memiliki pengaruh positif dan signifikan
memoderasi pengaruh program sekolah penggerak dan kemampuan literasi
numerasi peserta didik

1.3 TUJUAN PENELITIAN


Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh program sekolah penggerak terhadap kemampuan
literasi numerasi peserta didik
2. Untuk mengetahui pengaruh kurikulum merdeka terhadap kemampuan literasi
numerasi peserta didik

3
3. Untuk mengetahui pengaruh penerapan proyek profil pelajar pancasila terhadap kemampuan
literasi numerasi peserta didik
4. Untuk mengetahui pengaruh motivasi belajar peserta didik dalam memoderasi pengaruh
kurikulum merdeka dan kemampuan literasi numerasi peserta didik
5. Untuk mengetahui pengaruh motivasi belajar peserta didik dalam memoderasi proyek profil
pelajar pancasila dan kemampuan literasi numerasi peserta didik
6. Untuk mengetahui pengaruh motivasi belajar dalam memoderasi pengaruh program sekolah
penggerak dan kemampuan literasi numerasi peserta didik

1.4 MANFAAT PENELITIAN

a. Manfaat Teoritis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat :
1. Memverifikasi Teori konvergensi yang menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan
manusia tergantung pada dua faktor: yaitu bakat atau pembawaan dan lingkungan atau
sekolah. Teori konvergensi mengakui bahwa manusia lahir telah membawa bakat atau
potensi-potensi dasar yang dapat dikembangkan.
2. Mengembangkan teori tentang proses belajar peserta didik dalam meningkatkan
kemampuan literasi numerasi
3. Menemukan teori baru bahwa motivasi belajar peserta didik dapat memoderasi pengaruh
kurikulum merdeka, proyek profil pelajar pancasila, dan program sekolah penggerak
terhadap kemampuan literasi numerasi peserta didik.

Manfaat Praktis
Bagi Peneliti
Dengan adanya penelitian ini akan menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti
khususnya pengetahuan akan perkembangan kurikulum merdeka, proyek profil pelajar
pancasila, dan program sekolah penggerak.
Bagi Lembaga
1. Memberikan masukan positif untuk kemajuan proses belajar mengajar kedepan.
2. Menambah Karya Ilmiah dan bacaan Di perpustakaan Universitas Negeri Semarang
umumnya dan Program Pascasarjana khususnya.
3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya dalam bidang yang sama sekaligus
diharapkan hasil penelitian berikutnya lebih sempurna.

4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIK , KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka


2.1.1 Kajian Teori
2.1.1.1 Theory of Human Motivation

Maslow pertama kali memperkenalkan konsep hierarki kebutuhan dalam makalahnya


tahun 1943 "A Theory of Human Motivation" dan bukunya yang berjudul Motivation and
Personality. Hierarki ini menunjukkan bahwa orang termotivasi untuk memenuhi
kebutuhan dasar sebelum beralih ke kebutuhan lain yang lebih besar.
Sementara beberapa aliran pemikiran yang ada pada saat itu (seperti psikoanalisis dan
behaviorisme) cenderung berfokus pada perilaku bermasalah, Maslow jauh lebih tertarik
untuk belajar tentang apa yang membuat orang bahagia dan hal-hal yang mereka
lakukan untuk mencapai tujuan itu.

Sebagai seorang humanis, Maslow percaya bahwa orang-orang memiliki hasrat bawaan
untuk teraktualisasikan diri, yaitu, untuk menjadi apa yang mereka bisa. Namun, untuk
mencapai tujuan akhir ini, sejumlah kebutuhan yang lebih mendasar harus dipenuhi
seperti kebutuhan akan makanan, keamanan, cinta, dan penghargaan.

Ada lima tingkat hierarki kebutuhan Maslow yang berbeda. Mari kita melihat lebih dekat
kebutuhan Maslow mulai dari tingkat terendah, yang dikenal sebagai kebutuhan
fisiologis.
Hierarki Maslow paling sering ditampilkan sebagai piramida. Tingkat terendah piramida
terdiri dari kebutuhan paling dasar, sedangkan kebutuhan paling kompleks ada di
bagian paling atas piramida.

5
Kebutuhan dasar di piramida adalah kebutuhan fisik, termasuk kebutuhan akan
makanan, air, dan tidur. Setelah kebutuhan tingkat rendah ini dipenuhi, orang dapat
beralih ke tingkat kebutuhan berikutnya, yaitu kebutuhan untuk keselamatan dan
keamanan.

Ketika orang naik ke atas piramida, kebutuhan menjadi semakin dekat dengan unsur
psikologis dan sosial. Selanjutnya ada, kebutuhan akan cinta, persahabatan, dan
keintiman menjadi penting. Lebih jauh ke atas piramida, kebutuhan akan penghargaan
pribadi dan perasaan pencapaian menjadi prioritas. Seperti Carl Rogers, Maslow
menekankan pentingnya aktualisasi diri, yang merupakan proses tumbuh dan
berkembang sebagai pribadi untuk mencapai potensi individu.

Di zaman modern ini, teori Maslow masih bisa bertahan menghadapi tantangan zaman.
Namun, zaman sekarang sebenarnya hirarki kebutuhan Maslow bisa disederhanakan
menjadi dua kebutuhan saja. Jelas, penyederhanaan ini adalah bentuk modifikasi teori
Maslow dengan melakukan penyesuaian terhadap konteks manusia pada zaman
sekarang. Jika di hirarki kebutuhan dijelaskan ada lima kebutuhan manusia, maka neo-
hirarki kebutuhan menyederhanakannya dengan hanya dua kebutuhan manusia.

Hanya satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk mencapai tahap aktualisasi diri.
Uang adalah jawabannya. Di zaman sekarang, uang sudah tidak lagi sekedar alat
pemuas kebutuhan. Uang justru menjadi kebutuhan itu sendiri. Tanpa uang, manusia
akan bingung mampu melanjutkan hidupnya atau tidak. Jika sudah mencukupi dan
dirasa tidak perlu lagi memenuhi kebutuhan uang, manusia baru mampu untuk mencapai
tahap setelahnya, yaitu aktualisasi diri.

Aktualisasi diri tidak bisa diganti dengan uang, karena tahap ini menuntut beberapa
kriteria dalam individu agar bisa mencapainya. Sebelum memenuhi kriteria yang menjadi
tuntutannya, manusia akan kembali ke tahap sebelumnya, yaitu uang. Menurut Maslow,
ciri-ciri orang yang telah mencapai aktualisasi diri adalah orientasi realistik, menerima
diri, orang lain dan alam sekitar apa adanya, spontan dan alamiah, lebih memerhatikan
masalah daripada diri sendiri, berpendirian kuat dan membutuhkan privacy, otonom dan
bebas dari kultur lingkungan, memahami orang tanpa stereotip, mengalami penglaman
mistikal, memiliki minat sosial, dsb (Alwisol, 2009).

Penyederhanaan hirarki kebutuhan akan membuat para psikolog dan yang lainnya lebih
mudah memahami manusia. Jika masih memakai hirarki kebutuhan Maslow
6
manusia akan terus dipusingkan dengan menebak-nebak seseorang ada kebutuhan
yang mana? Padahal empat kebutuhan tersebut sebenarnya sudah bisa terangkum oleh
“uang”.

Neo-hirarki kebutuhan ini sebenarnya melihat orientasi manusia dalam memenuhi


kebutuhannya. Manusia yang masih berorientasi materialistik/uang, akan lebih sulit untuk
mencapai aktualisasi diri, karena dia masih sibuk untuk memenuhi kebutuhan uangnya
terlebih dahulu. Berbeda dengan manusia yang telah mencapai tahap aktualisasi diri,
uang hanyalah bagian lain dari sisi hidupnya. Orang ini mampu menjadi dirinya sendiri,
karena sudah tidak terikat dengan uang. Apa yang dia akan lakukan, akan dilakukannya
meski apa yang dilakukannya tidak menghasilkan uang. Oleh karena itu, sangat sulit
menemukan orang yang telah mencapai tahap ini di zaman sekarang.

Penelitian ini bermaksud mengupas lebih dalam tentang motivasi peserta didik agar
muncul setelah kebutuhan dasarnya terpenuhi. Program sekolah penggerak, kurikulum
merdeka, dan proyek profil pelajar pancasila diharapkan menjadi jalan bagi bagi peserta
didik untuk mencapai tahap aktualisasi. Seharusnya, rasa aman, kasih sayang dan
penghargaan bisa dikembangkan menjadi sistem untuk mengantarkan mahasiswa ke
tahap aktualisasi diri. Sehingga, setelah proses KBM, peserta didik menjadi termotivasi
untuk mengaktualisasikan dirinya dalam mengembangkan kemampuan literasi numerasi.

2.1.1.2 Teori Taxonomy Bloom


Taksonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu taxis yang berarti pengaturan dan nomos
yang berarti ilmu pengetahuan. Taksonomi adalah sistem klasifikasi atau
pengelompokan.

Singkatnya taksonomi adalah ilmu yang mempelajari tentang klasifikasi yang


berdasarkan data penelitian ilmiah mengenai hal-hal yang dikelompokkan atau
digolongkan dalam sistematika.

Konsep Taksonomi Bloom ini dikenalkan oleh Benjamin S. Bloom, seorang psikolog
bidang pendidikan bersama kawan-kawannya pada tahun 1956. Taksonomi ini
mengklasifikasikan tujuan pendidikan menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor.

7
Secara konvensional ketiga ranah atau domain ini telah lama dikenal dengan aspek
cipta, rasa, dan karsa. Selain itu juga dikenal dengan istilah penalaran, penghayatan, dan
pengamalan.

Klasifikasi Taxonomy bloom digambarkan sebagai berikut :

Taksonomi diklasifikasikan menjadi tiga ranah sebagai berikut:

1. Ranah Kognitif (cognitive domain)


Ranah kognitif ini merupakan kemampuan yang berkaitan dengan aspek pengetahuan
dan penalaran. Bloom membagi ranah kognitif ke dalam enam tingkatan, yaitu:

A. Pengetahuan (knowledge)
Pada jenjang ini menekankan pada kemampuan dalam mengingat kembali materi yang
telah diajarkan, seperti pengetahuan tentang istilah, urutan, klasifikasi, kategori dan lain-
lain. Tingkatan ini merupakan tingkatan terendah namun menjadi prasyarat bagi
tingkatan selanjutnya.

B. Pemahaman (comprehension)
Pada jenjang ini pemahaman diartikan sebagai kemampuan dalam memahami materi
tertentu yang dipelajari. Dalam jenjang ini peserta didik menjawab pertanyaan dengan
kata-katanya sendiri dan dengan memberikan contoh baik prinsip maupun konsep.

C. Penerapan (application)
Penerapan diartikan sebagai kemampuan menerapkan informasi pada situasi

8
C. Penerapan (application)
Penerapan diartikan sebagai kemampuan menerapkan informasi pada situasi nyata.
Pada jenjang ini peserta didik dituntut untuk dapat menerapkan konsep dan prinsip yang
ia miliki pada situasi baru yang belum pernah diberikan sebelumnya.

D. Analisis (analysis)
Analisis diartikan sebagai kemampuan menguraikan suatu materi menjadi komponen-
komponen yang lebih jelas. Di jenjang ini peserta didik diminta untuk menguraikan
informasi ke dalam beberapa bagian menemukan asumsi, dan membedakan pendapat
dan fakta serta menemukan hubungan sebab akibat.

E. Sintesis (synthesis)
Sintesis dimaknai sebagai kemampuan memproduksi dan mengombinasikan elemen-
elemen untuk membentuk sebuah struktur yang unik.Di jenjang ini peserta didik dituntut
untuk menghasilkan hipotesis atau teorinya sendiri dengan memadukan berbagai ilmu
dan pengetahuan.

F. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi diartikan sebagai kemampuan menilai manfaat suatu hal untuk tujuan tertentu
berdasarkan kriteria yang jelas. Kegiatan ini berkenaan dengan nilai suatu ide, kreasi,
cara atau metode.

Dalam jenjang ini peserta didik mengevaluasi informasi termasuk di dalamnya melakukan
pembuatan keputusan dan kebijakan.

2. Ranah Afektif (Affective Domain)


Ranah afektif yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi-reaksi
yang berbeda dengan penalaran. Ranah ini berkaitan dengan aspek emosional seperti
perasaan, minat, sikap dan sebagainya.

Ranah afektif ini terdiri dari lima ranah yang berkaitan dengan respons emosional
terhadap tugas. Pembagian ranah afektif ini disusun oleh Bloom bersama dengan David
Krathwol, sebagai berikut:

A. Penerimaan (receiving)
Seseorang yang sadar terhadap rangsangan dan kesediaan untuk memperhatikan
rangsangan itu, misalnya penjelasan yang diberikan oleh guru.
9
Kesediaan untuk menyadari adanya fenomena di lingkungannya yang dalam pengajaran
bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya.
termasuk juga kemampuan mengakui tentang adanya perbedaan.

B. Partisipasi (responding)
Tingkatan yang mencakup kerelaan dan kesediaan untuk memperhatikan secara aktif
dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
Misalnya patuh terhadap suatu aturan dan ikut serta dalam kegiatan, hal ini termasuk
sudah memberikan suatu reaksi terhadap rangsangan yang disajikan, meliputi
persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dengan memberikan tanggapan.

C. Penilaian atau Penentuan Sikap (valuing)


Kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai
dengan penilaian itu. Kemampuan ini dibentuk dengan suatu sikap menerima,
mengabaikan, atau menolak. Misalnya mampu menerima pendapat orang lain.

D. Organisasi (organization)
Kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan
dalam kehidupan. Misalnya dengan menempatkan sesuatu pada skala nilai dan dijadikan
pedoman dalam bertindak secara bertanggung jawab.

E. Pembentukan Pola Hidup (characterization by a value)


Kemampuan untuk menghayati nilai kehidupan, sehingga menjadi milik pribadi
(internalisasi) menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri.
kemampuan ini dinyatakan dalam pengaturan hidup diberbagai bidang, seperti
mencurahkan waktu secukupnya pada pekerjaan. Artinya memiliki sistem nilai yang
mampu mengendalikan tingkah lakunya sehingga menjadi ciri khas gaya hidupnya.

3. Ranah Psikomotor (pshycomotoric domain)


Kebanyakan orang menghubungkan ranah psikomor ini berupa aktivitas motorik dengan
pendidikan fisik dan atletik, padahal kegiatan menulis dengan tangan dan pengolahan
kata juga membutuhkan gerakan.

10
Ranah psikomotor ini berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan jasmani. Rincian
dalam ranah psikomotor ini tidak dibuat oleh Bloom, tetapi oleh ahli lain namun tetap
berdasarkan ranah yang dibuat oleh Bloom, antara lain:

A. Persepsi (perception)
Kegiatan untuk menggunakan isyarat-isyarat sensoris dalam memandu aktivitas motorik.
Misalnya dalam pemilihan warna yang menggunakan alat indera (mata) sebagai
rangsangan untuk menyeleksi isyarat terjemahan.

B. Kesiapan (set)
Kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam memulai suatu gerakan. Kesiapan fisik,
mental, dan emosional untuk melakukan suatu gerakan. Misalnya posisi start lomba
renang.

C. Gerakan Terbimbing (guided response)


Kemampuan untuk melakukan suatu gerakan dengan contoh yang diberikan. Tahap awal
mempelajari suatu keterampilan termasuk didalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.
Misalnya, membuat segitiga di atas pola.

D. Gerakan yang Terbiasa (mechanical response)


Kemampuan melakukan gerakan tanpa memperhatikan lagi contoh yang diberikan
karena sudah dilatih secukupnya. Misalnya, melakukan climbing dengan cepat dan tepat
karena terbiasa dengan gerakan-gerakan yang sudah diajarkan sehingga mampu tampil
dengan meyakinkan.

E. Gerakan yang Kompleks (complex response)


Kemampuan melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari banyak tahap
dengan lancar, tepat dan efisien. Misalnya, bongkar pasang peralatan dengan tepat.

F. Penyesuaian Pola Gerakan (adjustment)


Kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerakan dengan
persyaratan khusus yang berlaku.
Keterampilan yang sudah berkembang sehingga bisa disesuaikan dengan berbagai
situasi dan kondisi. Contohnya, keterampilan bergulat dengan baik.

11
G. Kreativitas (creativity)
Kemampuan untuk melahirkan pola gerakan baru atas dasar prakarsa atau inisiatif
sendiri. Misalnya kemampuan membuat kreasi tari yang baru.

Untuk lebih jelasnya, berikut contoh kaitan Taksonomi Bloom dalam hal ini dengan
keterampilan membaca:

1. Ranah kognitif dalam membaca dapat diartikan sebagai aktivitas kognitif dalam
memahami bacaan secara tepat dan kritis.
2. Ranah afektif berhubungan dengan sikap dan minat/motivasi siswa untuk membaca;
misalnya sikap positif terhadap kegiatan membaca atau sebaliknya.
3. Ranah psikomotor berkaitan dengan aktivitas fisik siswa pada saat melakukan
kegiatan baca, misalnya aktivitas saat membaca teknis atau membaca nyaring tentu
berbeda dengan saat melakukan kegiatan membaca pemahaman.

Teori taxonomy ini bisa menjadi salah satu panduan peneliti, sampai sejauh mana level
penguasaan literasi numerasi peserta didik.

2.1.2 Kajian Variabel Penelitian


2.1.2.1 Variabel Sekolah Penggerak
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim
meluncurkan Merdeka Belajar Episode 7: Program Sekolah Penggerak, secara daring di
Jakarta, pada Senin (01/02/2021). Dalam arahannya, Mendikbud mengatakan Program
Sekolah Penggerak ini merupakan katalis untuk mewujudkan visi pendidikan Indonesia
yang berfokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistik dengan
mewujudkan Profil Pelajar Pancasila (Kemendikbud, 2021). Sekolah penggerak adalah
sekolah yang berfokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistic dengan
mewujudkan Profil Pelajar Pancasila yang mencakup kompetensi kognitif (literasi dan
numerasi) serta nonkognitif (karakter) yang diawali dengan SDM yang unggul (kepala
sekolah dan guru). Kepala sekolah dan guru dari sekolah penggerak melakukan
pengimbasan kepada satuan pendidikan lain (Kemendikbud, 2021: 6).Program sekolah
penggerak terdiri dari lima intervensi yang saling terkait dan tidak bisa dipisahkan.

12
Adapun lima intervensi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pendampingan konsultatif dan Asimetris
Program kemitraan antaraKemendikbud dan pemerintah daerah dimana Kemendikbud
memberikan pendampingan implementasi Sekolah Penggerak. Kemdikbud melalui UPT
di masing masing provinsi akan memberikan pendampingan bagi pemda provinsi dan
kab/kota dalam perencanaan Program Sekolah Penggerak. UPT Kemdikbud di masing
masing provinsi akan memberikan pendampingan Pemda selama implementasi Sekolah
Penggerak seperti fasilitasi Pemda dalam sosialisasi terhadap pihak pihak yang
dibutuhkan hingga mencarikan solusi terhadap kendala lapangan pada waktu
implementasi.

2. Penguatan SDM Sekolah


Penguatan Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, Penilik, dan Guru melalui program
pelatihan dan pendampingan intensif (coaching) one to one dengan pelatih ahli yang
disediakan oleh Kemdikbud. Pelatihan untuk KS, Pengawas Sekolah, Penilik, dan Guru
terdiri dari; 1) Pelatihan implementasi pembelajaran dengan paradigma baru bagi kepala
sekolah, pengawas, penilik, dan guru. 2) Pelatihan kepemimpinan pembelajaran bagi
kepala sekolah, pengawas, penilik. Dilakukan 1 kali/tahun selama program. Latihan
nasional untuk perwakilan guru. Sementara guru lain dilatih oleh in-house training.

Pendampingan untuk Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, Penilik, dan Guru terdiri dari;
1) In-house training, 2) Lokakarya tingkat Kabupaten/Kota, 3) Komunitas Belajar / Praktisi
(Kelompok Mapel), 4) Program Coaching. Dilakukan secara berkala 2-4 minggu sekali
selama program. Kemudian Implementasi Teknologi terdiri dari; 1) Literasi Teknologi, 2)
Platform Guru : Profil dan Pengembangan Kompetensi, 3) Platform Guru : Pembelajaran,
4) Platform Sumber Daya Sekolah, 5) Platform Rapor Pendidikan.

3. Pembelajaran Dengan Paradikma Baru


Pembelajaran dengan paradigma baru dirancang berdasarkan prinsip pembelajaran
yang terdiferensiasi sehingga setiap siswa belajar sesuai dengan kebutuhan dan tahap
perkembangannya. Beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia,
Berkebinekaan Global, Mandiri, Bergotong Royong, Bernalar Kritis dan Kreatif, ini
merupakan profil belajar Pancasila yang dipelajari melalui program kulikuler dan program
kokurikuler.

4. Perencanaan Berbasis Program 13


5. Digitalisasi Sekolah
Penggunaan berbagai platform digital bertujuan mengurangi kompleksitas,
meningkatkan efisiensi, menambah inspirasi, dan pendekatan yang customized.
Program Sekolah Penggerak adalah program untuk meningkatkan kualitas belajar siswa
yang terdiri dari 5 jenis intervensi untuk mengakselarasi sekolah bergerak 1-2 tahap lebih
maju dalam kurun waktu 3 tahun ajaran. Secara umum, gambaran akhir Program
Sekolah Penggerak, akan menciptakan hasil belajar di atas level dari yang diharapkan
dengan lingkungan belajar yang aman, nyaman, inklusif dan menyenangkan. Melalui
pembelajaran yang berpusat pada murid, kita akan ciptakan perencanaan program dan
anggaran yang berbasis pada refleksi diri, refleksi guru, sehingga terjadi perbaikan pada
pembelajaran dan sekolah melakukan pengimbasan (Kemendikbud, 2021).

Transformasi Sekolah Melalui Program Sekolah Penggerak


Program Sekolah Penggerak merupakan penyempurnaan dari program transformasi
sekolah sebelumnya. Program Sekolah Penggerak merupakan 1). Program kolaborasi
antara Kemendikbud dengan Pemerintah Daerah di mana komitmen Pemda menjadi
kunci utama, 2). Intervensi yang dilakukan secara holistik, mulai dari SDM sekolah,
pembelajaran, perencanaan, digitalisasi, dan pendampingan Pemerintah Daerah, 3).
Program yang memiliki ruang lingkup yang mencakup seluruh kondisi sekolah, tidak
hanya sekolah unggulan saja, baik negeri dan swasta, 4). Pendampingan dilakukan
selama 3 tahun ajaran dan sekolah melanjutkan upaya transformasi secara mandiri, dan
5). Program yang dilakukan terintegrasi dengan ekosistem hingga seluruh sekolah di
Indonesia menjadi sekolah penggerak (Kemendikbud, 2021).

Kepala sekolah merupakan elemen penting dalam pembenahan tata kelola dan menjadi
motor penggerak setiap satuan pendidikan sehingga akan tercipta lingkungan
pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan melalui pembenahan sistem yang
mendukung pada peningkatan kualitas pendidikan. Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen mendefinisikan kepala sekolah sebagai guru yang diberi
tugas tambahan untuk memimpin sekolahnya. Dengan demikian kepala sekolah adalah
guru yang mampu mengintegrasikan profesionalismenya sebagai guru dan
kompetensinya sebagai pemimpin manajerial sekolah untuk mewujudkan visi sekolah,
yang berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa (Zamjani dkk, 2020: 38).

14
Hal ini menunjukkan bahwa peranan kepala sekolah sebagai pemimpin menjadi indikator
penting dalam terlaksananya pendidikan yang bermutu. Dalam konteks pendidikan,
pendidkan yang bermutuv mencakup; input, proses dan output. Input merupakan segala
sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan dalam berlagsungnya suatu proses.
Kemudian proses pendidikan adalah menciptakan sutuasi pembelajaran yang
menyenangkan, mampu memotivasi dan mimicu minat belajar dan mampu
memberdayakan siswa. Sementara output pendidikan merupakan seberapa besar
lulusan dari pendidikan tersebut dapat diterima ataudipakai oleh stakeholders (Harahap,
2016: 135).

Peningkatan kapasitas kepala sekolah akan membantu warga sekolah untuk


mengeksplorasi permasalahan yang dihadapi dan menyelesaikan masalah mereka
sendiri. Hal ini sejalan dengan konsep transformasi bahwa seseorang yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan akan mampu menemukan solusi dan memperbaiki
segala permasalahan secara mandiri. Sekolah Penggerak diharapkan dapat melakukan
perubahan secara terus menerus dan bertransformasi menjadi sekolah yang mencetak
Profil Pelajar Pancasila (Zamjani dkk, 2020: 38).

Setelah sekolah berhasil melakukan transformasi, Sekolah Penggerak akan menjadi


agen perubahan bagi sekolah lain di sekitarnya. Sekolah Penggerak akan menjadi
inisiator dalam menjembatani sekolah-sekolah sekitar untuk berbagi solusi dan inovasi
guna meningkatkan mutu pembelajaran. Dengan pendekatan gotong royong/kolaborasi
akan memungkinkan kepala sekolah dan guru untuk berbagi pengetahuan dan keahlian,
serta mendorong terciptanya peluang-peluang peningkatan mutu, tidak hanya untuk
sekolahnya sendiri, tetapi juga sekolah di sekitarnya. Selain itu, melalui sistem gotong
royong pula, program Sekolah Penggerak juga diharapkan mampu menciptakan
ekosistem perubahan, tidak hanya di sekolah, tetapi juga di level daerah dan nasional
(Zamjani dkk, 2020: 39).

Ruang Lingkut Program Sekolah Penggerak


Ruang lingkup sekolah penggerak terbagi menjadi 5 aspek yaitu:
1. Pembelajaran. Sekolah akan menerapkan pembelajaran dengan paradigma baru
dengan model capaian pembelajaran yang lebih sederhana dan holistik, serta
dengan pendekatan differentiated learning dan Teaching at the Right Level (TaRL).
Guru akan mendapatkan pelatihan dan pendampingan untuk meningkatkan
kapasitasnya dalam menerapkan pembelajaran dengan paradigma baru 15
1. Manajemen sekolah. Program Sekolah Penggerak juga menyasar peningkatan
kompetensi kepala sekolah. Kepala sekolah menyelenggarakan manajemen sekolah
yang berpihak kepada pembelajaran melalui pelatihan instructional leadership,
pendampingan, dan konsultasi. Selain itu, peningkatan kapasitas juga mencakup
pelatihan dan pendampingan guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
2. Program Sekolah Penggerak akan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi digital
untuk memudahkan kinerja kepala sekolah dan guru
3. Evaluasi diri dan perencanaan berbasis bukti. Program Sekolah Penggerak
menyediakan data tentang hasil belajar siswa, serta pendampingan dalam memaknai
dan memanfaatkan data tersebut untuk melakukan perencanaan program dan
anggaran
4. Kemitraan antara pemerintah pusat dan daerah melalui pendampingan konsultatif
dan asimetris. Dalam lingkup daerah, Program Sekolah Penggerak juga akan
meningkatkan kompetensi pengawas agar mampu mendampingi kepala sekolah dan
guru dalam pengelolaan sekolah untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik
(Zamjani dkk, 2020: 41).
Dari paparan tentang sekolah penggerak diatas, peneliti menentuakan indikator yang
akan digunakan sebagai bahan pengukuran, yakni
1. Kompetensi kepemimpinan pembelajaran.
2. Kemampuan pendampingan (coaching) atau pendampingan.
3. Kemampuan untuk membangun kerjasama.
4. Berorientasi untuk belajar.
5. Memiliki kedewasaan etis

2.1.2.2 Kurikulum Merdeka


Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran yang beragam. Kurikulum
Merdeka berfokus pada konten-konten yang esensial agar peserta didik memiliki cukup
waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi.

Berbagai studi nasional maupun internasional menunjukkan bahwa Indonesia telah


mengalami krisis pembelajaran yang cukup lama. Studistudi tersebut menunjukkan
bahwa banyak dari anak-anak Indonesia yang tidak mampu memahami bacaan
sederhana atau menerapkan konsep matematika dasar. Maka, untuk itulah
Kemendikbudristek mengembangkan Kurikulum Merdeka sebagai bagian penting dalam
upaya memulihkan pembelajaran dari krisis yang sudah lama kita alami.

16
Keunggulan Kurikulum Merdeka antara lain :
1. Lebih sederhana dan mendalam
2. Fokus pada materi yang esensial dan pengembangan kompetensi peserta didik pada
fasenya. Belajar menjadi lebih mendalam, bermakna, tidak terburu-buru, dan
menyenangkan.
3. Lebih Merdeka
4. Guru dapat mengajar sesuai tahap capaian dan perkembangan peserta didik.
Sekolah memiliki wewenang untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum dan
pembelajaran sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan dan peserta didik.
5. Lebih relevan dan interaktif
6. Pembelajaran melalui kegiatan projek memberikan kesempatan lebih luas kepada
peserta didik untuk secara aktif mengeksplorasi isu-isu aktual misalnya isu
lingkungan, kesehatan, dan lainnya untuk mendukung pengembangan karakter dan
kompetensi Profil Pelajar Pancasila.

Kriteria sekolah yang bisa melaksanakan kurikulum merdeka, yaitu berminat menerapkan
Kurikulum Merdeka untuk memperbaiki pembelajaran. Kepala sekolah/madrasah yang
ingin menerapkan Kurikulum Merdeka akan diminta untuk mempelajari materi yang
disiapkan oleh Kemendikbudristek.

Tentang konsep Kurikulum Merdeka. Selanjutnya, jika setelah mempelajari materi


tersebut sekolah memutuskan untuk mencoba menerapkannya, mereka akan diminta
untuk mengisi formulir pendaftaran dan sebuah survei singkat.
Struktur Kurikulum Merdeka di Sekolah dasar
Struktur kurikulum SD/MI dibagi menjadi 3 (tiga) Fase: Fase A untuk Kelas I dan Kelas
II, fase B untuk Kelas III dan Kelas IV, fase C untuk Kelas V dan Kelas VI.

Satuan pendidikan SD/MI dapat mengorganisasikan muatan pembelajaran


menggunakan pendekatan mata pelajaran atau tematik. Proporsi beban belajar di SD/MI
terbagi menjadi 2 (dua), yaitu: pembelajaran intrakurikuler dan proyek penguatan profil
pelajar pancasila dialokasikan 20% tiap tahun.

Terdapat tiga indikator keberhasilan program “Merdeka Belajar”, yaitu partisipasi siswa-
siswi dalam pendidikan Indonesia yang merata, pembelajaran yang efektif, dan tiadanya
ketertinggalan anak didik. Yaswardi mengungkapkan bahwa ketiga indikator tersebut
bisa tercapai dengan perbaikan pada hal-hal berikut. 17
Yang pertama adalah perbaikan infrastruktur dan teknologi pendidikan. Infrastruktur
kelas di masa depan harus lebih baik dari hari ini. Kemudian platform pendidikan
nasional berbasis teknologi juga harus digalakkan.

Yang kedua adalah hadirnya kebijakan, prosedur, dan pendanaan yang efektif dan
efisien. Di dalamnya termasuk kontribusi eksternal, baik dari pihak pemerintah maupun
swasta. Pembelanjaan anggaran pendidikan pun harus efisien dan akuntabel.

Yang ketiga adalah adanya kepemimpinan, andil masyarakat, dan budaya yang
mendukung. Dalam hal ini, kompetensi guru, kepala sekolah, dan pemerintah daerah
harus menjadi perhatian. Selain itu, kolaborasi dan pembinaan baik lokal maupun global
antara guru, satuan pendidikan, dan industri juga perlu dihadirkan.

2.1.2.3 Proyek Profil Pelajar Pancasila

Projek penguatan Profil Pelajar Pancasila memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk “mengalami pengetahuan” sebagai proses penguatan karakter sekaligus
kesempatan untuk belajar dari lingkungan sekitarnya. Projek penguatan ini juga dapat
menginspirasi peserta didik untuk memberikan kontribusi dan dampak bagi lingkungan
sekitarnya. Peserta didik memiliki kesempatan untuk mempelajari-tema tema atau isu
penting seperti gaya hidup berkelanjutan, budaya, wirausaha, dan teknologi sehingga
murid bisa melakukan aksi nyata dalam menjawab isu-isu tersebut sesuai dengan
tahapan belajar dan kebutuhannya. Projek penguatan ini juga dapat menginspirasi
peserta didik untuk memberikan kontribusi dan dampak bagi lingkungan sekitarnya.
Manfaat Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila
Bagi peserta didik
1. Memperkuat karakter dan mengembangkan kompetensi sebagai warga dunia yang
aktif.
2. Berpartisipasi merencanakan pembelajaran secara aktif dan berkelanjutan.
3. Mengembangkan keterampilan, sikap, dan pengetahuan yang dibutuhkan dalam
mengerjakan projek pada periode waktu tertentu.
4. Melatih kemampuan pemecahan masalah dalam beragam situasi belajar.
5. Memperlihatkan tanggung jawab dan kepedulian terhadap isu di sekitar mereka
sebagai salah satu bentuk hasil belajar.
6. Menghargai proses belajar dan bangga dengan hasil pencapaian yang telah
diupayakan secara optimal. 18
Bagi Sekolah
1. Menjadikan sekolah sebagai sebuah ekosistem yang terbuka untuk partisipasi dan
keterlibatan masyarakat.
2. Menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang berkontribusi kepada
lingkungan dan komunitas di sekitarnya.

Bagi guru:
1. Memberi ruang dan waktu untuk peserta didik mengembangkan kompetensi dan
memperkuat karakter dan Profil Pelajar Pancasila.
2. Merencanakan proses pembelajaran projek dengan tujuan akhir yang jelas.
3. Mengembangkan kompetensi sebagai guru yang terbuka untuk berkolaborasi dengan
guru dari mata pelajaran lain untuk memperkaya hasil pembelajaran.

Tema-tema dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Jenjang SD :


Ada 5 (lima) tema dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila untuk jenjang SD, di
antaranya adalah sebagai berikut:
1. Gaya Hidup Berkelanjutan
2. Kearifan lokal
3. Bhinneka Tunggal Ika
4. Rekayasa dan Teknologi
5. Kewirausahaan

Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) merupakan kegiatan kokurikuler berbasis
projek yang dirancang untuk menguatkan upaya pencapaian kompetensi dan karakter
sesuai dengan profil pelajar Pancasila yag disusun berdasarkan Standar Kmetensi
Lulusan.

2.1.2.4 Motivasi Belajar Peserta Didik


Motivasi berasal dari kata motif yakni kondisi dalam diri individu yang mendorong individu
untuk melakukan aktivitas tertentu baik disadari maupun tidak untuk mencapai tujuan
tertentu (Winarni, Anjariah, &Romas,2016). Motivasi belajar dapat diartikan sebagai daya
pendorong untuk melakukan aktivitas belajar tertentu yang berasal dari dalam diri dan
juga dari luar individu sehingga menumbuhkan semangat dalam belajar (Monika &
Adman, 2017).

19
Motivasi belajar merupakan syarat mutlak untuk belajar dan memegang peranan penting
dalam memberikan gairah atau semangat dalam belajar. Motivasi belajar tidak hanya
menjadi pendorong untuk mencapai hasil yang baik tetapi mengandung usaha untuk
mencapai tujuan belajar (Puspitasari, 201 3). Dalam motivasi terkandung adanya
keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap
serta perilaku pada individu (Dimyati & Mudjiono, 2006) Jadi dapat dikatakan motivasi
akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar bagi para siswa sehingga hasil
belajar siswa akan semakin meningkat (Palupi , 2014)

Motivasi belajar mempunyai peranan besar dari keberhasilan seorang siswa. Hasil
belajar akan menjadi optimal kalau ada motivasi belajar. Makin tepat motivasi yang
diberikan, akan semakin baik hasil belajar. Dengan demikian motivasi senantiasa
menentukan intensitas usaha belajar bagi siswa (Bakar, 2014).

Motivasi belajar siswa tercermin dari 8 indikator, yaitu durasi kegiatan; frekuensi
kegiatan; presistensi; devosi dan pengorbanan; ketabahan, keuletan dan kemampuan;
tingkat inspirasi ;tingkatan kualifikasi hasil; dan arah sikap terhadap sasaran kegiatan
(Makmum, 2003). Durasi kegiatan, berkaitan dengan berapa lamanya kemampuan
penggunaan waktu untuk melakukan kegiatan. Dari indikator ini dapat dipahami bahwa
motivasi akan terlihat dari kemampuan seseorang menggunakan waktunya untuk
melakukan kegiatan. Frekuensi kegiatan dipahami sebagai seringnya kegiatan
dilaksanakan dalam periode waktu tertentu.Presistensi dimaksudkan sebagai gairah,
keinginan atau harapan yang keras berkaitan dengan maksud, rencana, cita-cita atau
sasaran, target dan idolanya yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan.
Devosi dan pengorbanan adalah tingkat pengorbanan tenaga dan pikiran untuk
menyelesaikan tugas dan tingkat melaksanakan prioritas dalam menyelesaikan
pembelajaran. Ketabahan, keuletan, dan kemampuan dalam menghadapi kesulitan
adalah tingkat kemampuan dalam mengejar ketertinggalan dalam pembelajaran dan
tingkat keuletan dalam belajar. Tingkat inspirasi yang hendak dicapai meliputi
pencapaian dalam meraih target belajar, penentuan target dari tingkat belajar. Tingkat
kualifikasi hasil meliputi kesesuaian pelaksanaan belajar dengan hasil belajar,
kesesuaian pelaksanaan belajar dengan hasil belajar, kesesuaian hasil belajar dengan
target belajar, dan kepuasan terhadap hasil yang dicapai. Arah sikap terhadap sasaran
kegiatan merupakan suatu kesiapan pada diri seseorang untuk bertindak secara tertentu
terhadap hal-hal yang bersifat positif ataupun negatif.

20
2.1.2.5 Literasi Numerasi

Numerasi digagas oleh World Economic Forum atau OECD (Organisation for Economic
Co-operation and Development). Pada tahun 2006, UNESCO menyampaikan bahwa
numerasi dapat menjadi salah satu penentu kemajuan suatu bangsa. Matematika dan
numerasi memiliki perbedaan yang terletak pada pemberdayaan pengetahuan dan
keterampilan. Pembelajaran matematika belum tentu menumbuhkan numerasi, tetapi
dalam melaksanakan numerasi diperlukan pengetahuan matematika yang diperoleh
melalui pembelajaran dalam kurikulum. Menurut Han (2017:3) literasi numerasi memiliki
pengetahuan dan kecakapan diantaranya: (a) menggunakan angka dan simbol yang
berkaitan dengan matematika dalam memecahkan masalah sehari-hari, (b) menelaah
informasi yang ditampilkan untuk mengambil keputusan. Sementara pendapat lain
tentang numerasi menurut Traffer’s (dalam Sari, 2015:715) merupakan kemampuan
mengelola bilangan dan data serta mengevaluasi pernyataan yang melibatkan mental
dan perkiraansesuai masalah dan kenyataan.

Dari kedua pengertian di atas numerasi dapat diartikan sebagai kemampuan memahami
dan menerapkan konsep matematika baik berupa simbol maupun bilangan untuk
memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Sederhananya, numerasi
adalah merupakan keterampilan memahami dan menerapkan konsep matematika
berupa simbol dan angka-angka dalam kehidupan sehari-hari.

Komponen Materi Literasi Numerasi


Komponen literasi numerasi tidak hanya dapat ditemui pada mata pelajaran matematika
saja, tetapi juga dapat ditemui dalam mata pelajaran lain. Mullis dan Martin (dalam
Murtiyasa, 2015:32-33) mengatakan bahwa TIMMS mengembangkan domain isi dan
kognitif dalam penilaian matematika yaitu grade 4 meliputi (bilangan, bentuk geometri,
pengukuran, dan penyajian data) dan grade 8 meliputi (bilangan, aljabar, geometri, data
dan peluang).

Literasi numerasi dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah di matematika


maupun di kehidupan sehari-hari dengan menganalisis informasi serta menginterpretasi
hasil analisis untuk memperhitungkan dan mengambil keputusan (Han dkk, 2017:3;
Widyastuti dkk, 2020:127). Literasi numerasi yang baik akan melahirkan siswa yang
terampil menggunakan matematika dengan percaya diri di pembelajaran sekolah
maupun di kehidupan sehari-hari (Tout, 2020). 21
Literasi numerasi penting untuk memprediksi pencapaian pendidikan dan pekerjaan
seseorang (Hanushek & Woessmann, 2008). Lebih jauh, UNESCO (2006) menyebutkan
bahwa kemampuan literasi numerasi menjadi salah satu penentu dari kemajuan suatu
bangsa. Jadi dapat disimpulkan bahwa literasi numerasi tidak sekedar terampil dalam
berhitung matematika melainkan terampil juga dalam mengimplementasikan konsep dan
operasi hitung matematika di kehidupan sehari-hari, serta dapat menganalisis suatu
masalah dengan bermacam-macam bentuk (grafik, tabel, bagan, dsb). Kemampuan
literasi numerasi pada penelitian ini dapat ditunjukkan dengan kecakapan terhadap
angka dan bilangan serta keterampilan matematika yang praktis dan efisien guna
memenuhi tuntutan di kehidupan sehari-hari. Adapun indikator kemampuan literasi
numerasi yang digunakan pada penelitian ini : Menggunakan berbagai macam angka
dan simbol yang terkait dengan operasi pada bentuk aljabar untuk memecahkan masalah
dalam konteks kehidupan sehari-hari; Menganalisis informasi (grafik, tabel, bagan,
diagram, dan lain sebagainya); Menafsirkan hasil analisis tersebut untuk memprediksi
dan mengambil keputusan. Adaptasi (Han dkk, 2017:3).

2.1.3 Kajian Penelitian Terdahulu


Learning motivation as determinant student learning outcomes (Rike Andriani, Rasto)
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh motivasi belajar terhadap hasil
belajar siswa Metode penelitian menggunakan explanatory survey. Teknik pengumpulan
data menggunakan angket model rating scale. Responden adalah 106 siswa di salah
satu Sekolah Menengah Kejuruan swasta di Kota Bandung Teknik analisis data
menggunakan regresi. Hasil penelitian menunjukan bahwa motivasi belajar memiliki
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap hasil belajar siswa. Oleh karena itu, hasil
belajar siswa dapat ditingkatkan melalui peningkatan motivasi belajar siswa.

H C M (Tim) Carroll (2022) menuliskan bahwasanya pembelajaran secara visual mampu


meningkatkan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung pada anak usia dasar
(Primary School).

Penelitian Anisa manongga, dkk (2021) membahas tentang Program Sekolah


Penggerak, Stransformasi Sekolah dan Ruang Lingkup Program Sekolah Penggerak.
Program Sekolah Penggerak adalah upaya untuk mewujudkan visi Pendidikan Indonesia
dalam mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui
terciptanya Pelajar Pancasila.

22
Program Sekolah Penggerak akan mengakselerasi sekolah negeri/swasta di seluruh
kondisi sekolah untuk bergerak 1-2 tahap lebih maju. Penelitian ini dilaksanakan melalui
studi pustaka dengan mengumpulkan sejumlah literature berupa buku, dan jurnal yang
berkaitan dengan guru penggerak dan Analisis data yang digunakan adalah krterciptanya
Pelajar Pancasila. Program Sekolah Penggerak berfokus pada pengembangan hasil
belajar siswa secara holistik yang mencakup kompetensi (literasi dan numerasi) dan
karakter, diawali dengan SDM yang unggul (kepala sekolah dan guru). itis untuk
menelusuri lebih mendalam tentang guru penggerak dan peran guru penggerak.

Syarifah Fadillah Al Hadad, dkk (2022) dalam penelitiannya yang berjudul Meningkatkan
Pemahaman Siswa dalam Materi Aritmatika Sosial Melalui Proyek Penguatan Profil
Pelajar Pancasila menunjukkan bahwa melalui kegiatan proyek yang bertemakan
kewirausahaan dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam materi aritmatika sosial.
Selain itu, melalui kegiatan proyek ini juga dapat mengasah kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa, yang ditunjukkan dalam penyelesaian soal-soal open ended yang
diberikan pada soal test akhir.

2.2 Kerangka Berfikir


Pasca dimulainya pembelajaran tatap muka terbatas yang dilaksanakan oleh sekolah-
sekolah dengan menerapkan protokol kesehatan membuat kami perlu melihat situasi
dilapangan, secara khusus yang ingin kami observasi adalah kemampuan literasi dan
numerasi peserta didik. Melalui Program sekolah penggerak, kurikulum merdeka, proyek
profil pelajar pancasila diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik,
menumbuhkembangjan jiwa aktualisasi peserta didik didalam kegiatan belajar mengajar
dan dalam kehidupan sehari - hari. Sehingga dengan begitu, kemampuan literasi
numerasi peserta didik semakin meningkat.

2.3 Kerangka Teoritik


Adapun kerangka berfikir dari penelitian ini, digambarkan dalam bagan sebagai berikut :

23
2.3 Kerangka Teoritik

Adapun kerangka berfikir dari penelitian ini, digambarkan dalam bagan sebagai berikut :

2.4 Hipotesis Penelitian


1. Program sekolah penggerak berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
kemampuan literasi numerasi peserta didik?
2. Kurikulum merdeka berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kemampuan
literasi numerasi peserta didik?
3. Proyek profil pelajar pancasila berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
kemampuan literasi numerasi peserta didik
4. Motivasi belajar peserta didik memiliki pengaruh positif dan signifikan memoderasi
pengaruh kurikulum merdeka dan kemampuan literasi numerasi peserta didik
5. Motivasi belajar peserta didik memiliki pengaruh positif dan signifikan memoderasi
pengaruh proyek profil pelajar pancasila dan kemampuan literasi numerasi peserta
didik
6. Motivasi belajar peserta didik memiliki pengaruh positif dan signifikan memoderasi
pengaruh program sekolah penggerak dan kemampuan literasi numerasi peserta
didik

24
BAB III
METODE PENELITIAN

3. 1 DESAIN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif yang dimulai dengan berpikir
deduktif untuk menurunkan hipotesis, kemudian melakukan pengujian di lapangan,
kesimpulan atau hipotesis tersebut ditarik berdasarkan data empiris.1 Margono juga
menjelaskan bahwa tujuan penelitian kuantitatif adalah untuk menguji teori,
mengukuhkan fakta-fakta, dan untuk menunjukkan hubungan-hubungan di antara
variabel.2 Sedangkan menurut Sugiyono, penelitian kuantitatif bertujuan untuk
mengetahui hubungan dua variabel atau lebih yang bersifat sebab akibat (kausal),
menguji teori, dan analisa data dengan menggunakan statistik untuk menguji hipotesis.3
Ciri dari pendekatan penelitian kuantitatif ini adalah adanya variabel, operasional,
reliabilitas, hipotesis, validitas dan makna secara statistik.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian
kuantitatif karena dalam penelitian ini yang akan dilakukan adalah untuk menguji
hipotesis penelitian seberapa besar pengaruh Kurikulum Merdeka, Proyek Profil Pelajar
Pancasila, dan Program Sekolah Penggerak terhadap Motivasi Belajar Peserta Didik dan
Implikasinya pada Kemampuan literasi numerasi di SDIT Darut Tauhid Gabus.

3.2. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN


3.2.1 Populasi Penelitian
Populasi menurut Sugiono adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulanya. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa SDIT Darut Tauhid Gabus Grobogan yang berjumlah 380 siswa.

Menurut pendapat Sugiono,6 mengatakan bahwa ”bagian representatif dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Pengambilan jumlah sampel dalam
penelitian ini dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

25
Untuk menggunakan rumus ini, pertama ditentukan berapa taraf nyata kesalahan. Batas
taraf nyata ini dinyatakan dengan persentase. Semakin kecil taraf nyata , semakin akurat
sampel menggambarkan populasi. Misalnya, penelitian dengan taraf nyata 5% berarti
memiliki tingkat akurasi 95%. Penelitian dengan taraf nyata 2% memiliki tingkat akurasi
98%. Dengan jumlah populasi yang sama, semakin kecil toleransi kesalahan, semakin
besar jumlah sampel yang dibutuhkan. Dalam penelitian berdasarkan jumlah populasi
sebanyak 179. Untuk pengambilan sampel dalam peneiltian ini berdasarkan rumus diatas
ditentukan batas taraf nyata sebesar 4% dengan mempertimbangkan prinsip Semakin
kecil toleransi kesalahan, semakin akurat sampel menggambarkan populasi, maka
peneliti mengembil sampel secara random sampling sebanyak 139. Pengambilan sampel
penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik Proportional Random Sampling, yaitu
pengambilan sampel secara acak yang jumlahnya seimbang pada masing-masing
strata.8 Teknik pengambilan sampel dengan Proportional Random Sampling, dilakukan
dengan cara mengambil sampel secara acak dengan tidak ditentukan siapa orangnya
yang penting berada di populasi penelitian yang telah ditentukan, sesuai dengan jumlah
sampel yang telah ditentukan, yaitu 380 dari jumlah siswa di SDIT Darut Tauhid Gabus
Grobogan. Selanjutnya data kuesioner dari responden setelah terkumpul dilakukan
verivikasi data sehingga diperoleh data yang valid sebesar 380 responden sedanglan
data yang tidak valid (reject) sebanyak 5 responden. Dengan demikian maka banyaknya
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 375 responden.

26
3.3 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian
ditarik kesimpulannya. Menurut Hatch dan Farhady dalam bukunya Sugiyono, variabel
dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau obyek, yang mempunyai variasi
antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek lain. Kerlinger juga
menyatakan bahwa variabel adalah konstruk atau sifat yang akan dipelajari. Selanjutnya
Kidder menyatakan bahwa variabel adalah suatu kualitas dimana peneliti mempelajari
dan menarik kesimpulan darinya. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka
dapat dirumuskan di sini bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau
nilai dari orang, obyek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Dalam penelitian ini
terdapat dua variabel penelitian, adapun variabel-variabel tersebut adalah:

a. Variabel Independen: variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor,
antecendent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel
bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau
timbulnya variabel dependen (terikat).110 Variabel independen dalam penelitian ini
adalah kurikulum merdeka, program sekolah penggerak, dan proyek profil pelajar
pancasila

b. Variabel Dependen: sering disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuen. Dalam
bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan
variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kemampuan literasi numerasi peserta
didik

c. Variabel Moderating
Variabel moderating dalam penelitian ini adalah motivasi belajar peserta didik

28
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam
rangka mencapai tujuan penelitian. Tujuan yang diuangkan dalam hipotesis merupakan
jawaban sementara terhadap pertanyaan penelitian. Jawaban itu masih perlu diuji secara
empiris, dan untuk maksud itulah dibutuhkan pengumpulan data. Data yang dikumpulkan
ditentukan oleh variabel-variabel yang ada dalam hipotesis.Menurut Sugiyono, metode
pengumpulan data yang umum digunakan dalam suatu penelitian adalah wawancara,
kuesioner, dan observasi. Dalam penelitian ini digunakan dua metode pengumpulan
data, yang pertama adalah metode kepustakaan, yaitu sebuah metode yang mengkaji
berbagai literatur pustaka seperti jurnal, makalah, dan sumber-sumber lainnya yang
berkaitan dengan penelitian. Kemudian yang kedua adalah dokumentasi yaitu dengan
cara mengumpulkan dokumen-dokumen atau data yang diperlukan, dilanjutkan dengan
pencatatan dan perhitungan mengenai motivasi belajar siswa, kemampuan literasi
numerasi peserta didik, proyek profil pelajar pancasila, sekolah penggerak, dan
kurikulum merdeka.

3.4.1 Uji Instrumen


3.4.2.1 Uji Validitas
Menurut Sugiyono (2017: 125) menunjukkan derajat ketepatan antara data yang
sesungguhnya terjadi pada objek dengan data yang dikumpulkan oleh peneliti. Uji
validitas ini dilakukan untuk mengukur apakah data yang telah didapat setelah penelitian
merupakan data yang valid atau tidak, dengan menggunakan alat ukur yang digunakan
(kuesioner). Uji validitas dilakukan pada responden sebanyak 380 peserta didik SDIT
Darut Tauhid Gabus Grobogan.

29
Pengujian validitas ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS 22.0 for windows
dengan kriteria berikut :

1. Jika r hitung > r tabel maka pernyataan tersebut dinyatakan valid.


2. Jika r hitung < r tabel maka pernyataan tersebut dinyatakan tidak valid. 3. Nilai r hitung
dapat dilihat pada kolom corrected item total correlation.

3.4.2.2 Uji Reliabilitas


Menurut Sugiyono (2017: 130) menyatakan bahwa uji reliabilitas adalah sejauh mana
hasil pengukuran dengan menggunakan objek yang sama, akan menghasilkan data yang
sama. Uji reliabilitas ini dilakukan pada responden sebanyak 380 peserta didik SDIT
Darut Tauhid Gabus Grobogan, dengan menggunakan pertanyaan yang telah dinyatakan
valid dalam uji validitas dan akan ditentukan reliabilitasnya. Menggunakan program
SPSS 22.0 for windows, variabel dinyatakan reliabel dengan kriteria berikut :
1. Jika r-alpha positif dan lebih besar dari r-tabel maka pernyataan tersebut reliabel.
2. Jika r-alpha negatif dan lebih kecil dari r-tabel maka pernyataan tersebut tidak reliabel.

a. Jika nilai Cronbach’s Alpha > 0,6 maka reliable


b. Jika nilai Cronbach’s Alpha < 0,6 maka tidak reliable.

Variabel dikatakan baik apabila memiliki nilai Cronbach’s Alpha > dari 0,6 (Priyatno,
2013: 30).

30
3.5 Teknik Analisis Data
3.5.1 Teknik Analisis Deskriptis
Dalam penelitian ini analisis data inferensial yang digunakan adalah:

1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dalam penelitian ini menggunakan kelas interval
dan frekwensi dan katagori. Ada empat katagori yang digunakan dalam penelitian ini
untuk menggambarkan keadaan hasil penelitian dari sampel yang diolah, mulai dari
katagori sangat baik, baik, cukup, kurang dan sangat kurang. Dalam mendiskripsikan
data tentang kurikulum merdeka, sekolah penggerak, dan proyek profil pelajar pancasila.

Instrumen yang dipakai untuk mengukur pola asuh orang tua otoriter dan pola asuh
orang tua demokratis terdiri dari 20 pertanyaan dan masing-masing variabel terdiri dari
10 pertanyaan, yang masing-masing item mempunyai empat alternatif jawaban dengan
rentang skor 1-4. Skor harapan terendah adalah 10 sedangkan total skor harapan
tertinggi adalah 40. Hal tersebut sesuai dengan alternatif jawaban yang ada dalam
penelitian ini. Berdasarkan data tersebut panjang kelas interval dapat ditentukan melalui
selisih nilai skor tertinggi dikurangi skor terendah dan ditambah dengan 1, hasilnya dibagi
dengan banyak kelas interval. Perhitungan panjang kelas interval tersebut adalah
sebagai berikut:

3.5.2 Teknik Analisis Inferensial


3.5.2.1 Uji Asumsi Klasik
Menurut Hasan, dalam penggunaan regresi, terdapat beberapa asumsi dasar. Asumsi
dasar juga dikenal sebagai asumsi klasik. Dengan terpenuhinya asumsi klasik, maka
hasil yang diperoleh dapat lebih akurat dan mendekati atau sama dengan kenyataan. Uji
asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada analisis regresi linier
berganda. Tidak ada ketentuan yang pasti tentang urutan uji mana dulu yang harus
dipenuhi.

31
Model regresi yang baik (tidak termasuk model regresi sederhana) harus memenuhi
asumsi klasik. Pemenuhan asumsi klasik dimaksudkan agar dalam pengerjaan model
regresi tidak menemukan masalah-masalah statistik. Selain itu, model regresi yang
dihasilkan dapat memenuhi standar statistik sehingga parameter yang diperoleh logis
dan masuk akal. Proses pengujian asumsi klasik dilakukan bersama dengan proses uji
regresi sehingga langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian asumsi klasik
menggunakan langkah kerja yang sama dengan uji regresi.120 Setidaknya ada tiga uji
asumsi klasik, yaitu uji autokorelasi, uji multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas.

a. Uji autokorelasi Uji autokorelasi berkaitan dengan pengaruh observer atau data dalam
satu variabel yang saling berhubungan satu sama lain. Besaran nilai sebuah data dapat
saja dipengaruhi atau berhubungan dengan data lainnya (atau data sebelumnya).
Misalkan untuk kasus jenis data time series data investasi tahun ini sangat tergantung
dari data investasi tahun sebelumnya. Kondisi inilah yang disebut dengan autokorelasi.
Regresi secara klasik mensyaratkan bahwa variabel tidak boleh tergejala autokorelasi.
Jika tergejala autokorelasi, maka model regresi menjadi buruk karena akan
menghasilkan parameter yang tidak logis dan di luar akal sehat. Terdapat beberapa cara
untuk mendeteksi gejala autokorelasi yaitu uji Durbin Watson (DW Test), uji Langrage
Multiplier (LM Test), uji statistik Q, dan run Test. Dari beberapa uji autokorelasi tersebut,
penelitian ini menggunakan uji Durbin Watson (DW Test). Dasar Pengambilan Keputusan
Metode pengujian Durbin-Watson (uji DW) dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Jika
nilai durbin-watson lebih kecil dari dL atau lebih besar dari (4- dL) maka terdapat
autokorelasi. 2) Jika nilai durbin-watson terletak antara dU dan (4-dU), maka tidak ada
autokorelasi. 3) Jika nilai durbin-watson terletak antara dL dan dU atau diantara (4- dU)
dan (4-dL), maka tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti.

b. Uji Multikolinieritas
Masalah asumsi klasik regresi bukan hanya terletak kepada adanya hubungan antardata
dalam satu variabel, tetapi juga hubungan antara sesama variabel independen. Jika dua
atau lebih variabel independen dalam model regresi memiliki hubungan linear yang erat,
maka model regresi ini tergejala oleh kondisi multikolinearitas.

32
Multikolinearitas berarti adanya hubungan linear yang sempurna atau pasti di antara
beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi. Ada atau tidaknya
multikolinearitas dapat diketahui atau dilihat dari koefisien korelasi masing-masing
variabel bebas. Jika koefisien korelasi di antara masing-masing variabel bebas kurang
dari 10, maka tidak terjadi multikolinearitas.

Korelasi linear antara variabel independen sangat kuat jika nilai korelasi antara variabel
independen ini (rxixi) lebih kuat dari hubungan variabel independen dengan variabel
dependen (rxiy) Model regresi yang baik harus bebas dari gejala multikolinearitas. Jika
tergejala multikolinearitas, maka model regresi menjadi buruk karena beberapa variabel
akan menghasilkan parameter yang mirip sehingga dapat saling menganggu. Agar model
regresi bebas dari gejala hubungan yang kuat antarsesama variabel independen, maka
perlu dilakukan pengujian multikolinearitas. Pendeteksian problem multikolinearitas dapat
dilihat dari nilai Variace lnflation Factor (VIF). Jika nilai VIF kurang dari 10, maka terdapat
gejala multikolinearitas. Sebaliknya, jika nilai VIF lebih dari 10 dan nilai tolerance lebih
dari 0.10, maka tidak ada gejala multikolinearitas.

c. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah kondisi dimana varian dari nilai sisa
adalah tidak sama (unequal) antara satu observer (pengamatan) dengan observer
lainnya. Jika varian dan nilai sisa sama (equal) antara satu observer dengan observer
lainnya, maka kondisi ini disebut dengan kondisi homoskedastisitas. Regresi yang baik
adalah regresi yang berada dalam posisi homoskedastisitas dan bukan kondisi
heteroskedastisitas. Variabel dinyatakan dalam posisi tidak terjadi heteroskedastisitas
jika penyebaran titik-titik observer di atas dan atau di bawah angka nol pada sumbu Y
mengarah kepada satu pola yang tidak jelas.

3.5.3.2 Uji Hipotesis


Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel
terikat, baik secara parsial (dengan uji t) maupun secara bersama-sama atau simultan
(dengan uji F). Dalam penelitian ini, pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat
dilihat dari nilai koefisien determinasi (KD) yang merupakan dari nilai koefisien korelasi
(r). Oleh karena itu, pengujian hipotesis ini melakukan pengujian terhadap p.

33
1) Pengujian hipotesis secara parsial
a. Merumuskan hipotesis.

Keterandalan regresi berganda sebagai alat estimasi sangat ditentukan oleh signifikansi
parameter-parameter yang dalam hal ini adalah koefisien regresi. Uji t digunakan untuk
menguji koefisien regresi secara parsial dari variabel independensinya. Uji T dapat
dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan: t = t hitung; r = koefisien korelasi; n = jumlah ke-n Formulasi pengujian Uji T


adalah sebagai berikut:
a. Jika nilai probabilitas (Sig.) < 0,05 berarti pengaruh secara parsial variabel bebas
terhadap variabel terikat adalah signifikan.
b. Jika nilai probabilitas (Sig.) > 0,05 berarti pengaruh secara parsial variabel bebas
terhadap variabel terikat adalah tidak signifikan.

Menguji keberartian regresi ganda dengan uji F. Uji F-statistik digunakan untuk menguji
besarnya pengaruh dari seluruh variabel independen secara bersama-sama (simultan)
terhadap variabel dependen. Rumus Uji F adalah sebagai berikut:

Keterangan: Ffreg = Harga F ; N = banyak sampel ; m = banyak prediktor R = koefisien


korelasi antara kriterium dengan prediktor. Pengambilan keputusan untuk Uji F adalah
sebagai berikut:

34
2
3.5.3.3 Koefisien Determinasi R
Nilai koefisien determinasi merupakan suatu ukuran yang menunjukkan besar
sumbangan dari variabel penjelas terhadap variabel respon. Dengan kata lain, koefisien
determinasi menunjukkan ragam (variasi) naik turunnya Y yang diterangkan oleh
pengaruh linier X (berapa bagian keragaman dalam variabel Y yang dapat dijelaskan
oleh beragamnya nilai-nilai variabel X). Bila nilai koefisien determinasi sama dengan
satu, berarti garis regresi yang terbentuk cocok secara sempurna dengan nilai-nilai
observasi yang diperoleh. Dalam hal nilai koefisien determinasi sama dengan satu berarti
ragam naik turunnya Y seluruhnya disebabkan oleh X. Dengan demikian, bila nilai X
diketahui, nilai Y dapat diramalkan secara sempurna.

Jadi, kegunaan koefisien determinasi adalah:


a. Sebagai ukuran ketepatan atau kecocokan garis regresi yang dibentuk dari hasil
pendugaan terhadap sekelompok data hasil observasi. Makin besar nilai R2 semakin
bagus garis regresi yang terbentuk. Sebaliknya, makin kecil nilai R2makin tidak tepat
garis regresi tersebut dalam mewakili data hasil observasi.

b. Mengukur besar proporsi (persentase) dari jumlah ragam Y yang diterangkan oleh
model regresi atau untuk mengukur besar sumbangan variabel penjelas X terhadap
variabel respon Y melalui Z

c. Melalui koefisien determinasi, seberapa jauh suatu variabel bebas menentukan


perubahan nilai variabel terikat dapat diketahui.

Anda mungkin juga menyukai