Anda di halaman 1dari 6

Nama & NIM : Rizky Zellucy – 106218028

Khamila Chesyarina – 106218042


Rizky Abdillah – 106218053
Siti Marisa Permata Sari – 106218066
Abdurrahman Naufal - 106218070
Surya Aliym Rafly – 1062108073

Mata Kuliah : Filsafat

Tulisan ini berbentuk review dari buku yang berjudul “Understanding Philosophy Of
Science” oleh James Ladyman. Secara garis besar, penulis memaparkan teori falsifikasi yang
dikembangkan oleh Karl Popper yang merupakan seorang filsuf pada abad ke-20. Menurut Karl
Popper falsifikasi merupakan klaim yang menyatakan adanya kepalsuan terhadap suatu karya
ilmiah. Bab ketiga pada buku ini memaparkan mengenai kecendrungan Popper yang setuju
terhadap teori falsifikasi. Bab ini juga memaparkan ketidaksetujuan Popper terhadap teori yang
ada pada bab pertama yaitu induktivisme. Menurut Popper teori induktivisme tidak memberikan
gambaran serta bukti yang jelas terhadap suatu karya ilmiah. Dengan demikian pada bab ketiga
ini, Popper memberikan suatu saran yang berguna untuk memperbaiki teori induktivisme. Selain
tidak setuju dengan teori induktivisme, Hopper juga tidak memiliki pandangan yang sama
mengenai teori Marxisme, ketidaksetujuan Popper terhadap teori Marxisme dikarenakan teori
tersebut tidak dapat membuat predikisi yang tepat dan tidak dapat dipertanggungjawabkan untuk
suatu sumber karya ilmiah. Menurut Popper juga, teori Marxisme tidak memiliki kekuatan dalam
suatu rincian, maksudnya ialah, teori tersebut tidak dapat mencari bukti-bukti secara mendalam
melainkan hanya memandang apa yang tertangkap oleh indra pengelihatan.

Selain tidak setuju dengan teori Marxisme dan Induktivisme, Popper juga memiliki
pemikiran yang berbeda dengan Alfred Adler sang penemu teori psiko-individual. Popper
membuat suatu contoh situasi, yang akan menggambarkan perbedaan sudut pandang antara
psiko-individual dan teori Falsifikasi. Popper memberikan dua contoh yang berbeda antara jalan
pemikiran Alfred dan jalan pemikiran teori falsifikasi; Pria A mendorong wanita C ke dasar laut
dan pria B menyelamatkan wanita C yang tenggelam di dasar laut. Dalam situasi seperti itu,
Alfred memandang bahwa pria A adalah pria yang jahat dan pria B adalah pria yang baik.
Namun,hal tersebut berbeda dengan teori falsifikasi. Dalam teori falsifikasi, kedua pria tersebut
digambarkan sebagai pria yang egois. Dimana pria A hanya mementingkan ego nya untuk
membunuh wanita C, begitu juga dengan pria B yang mementingkan egonya yaitu berasumsi
bahwa seorang laki-laki harus menyelematkan wanita.

Teori sejarah Marxis, terlepas dari upaya serius serius beberapa pendiri dan pengikutnya,
pada akhirnya mengadopsi praktik peramal ini. Dalam beberapa formulasi sebelumnya (misalnya
dalam analisis Marx tentang karakter “revolusi social yang akan dating”) prodiksi mereka dapat
diuji, dan pada kenyataannya dipalsukan. Namun alih-alih menerima sanggahan, para pengikut
Marx menafsirman ulang keduanya. Teori dan bukti untuk membuat mereka setuju. Dengan cara
ini mereka meyelamatkan teori dari sanggahan; tetapi mereka melakukannya dengan harga
mengadopsi perangkat yang membuatnya tak terbantahkan. Dengan demikian mereka
memberikan “sentuhan konvensionalis” pada teori dan dengan strategi ini mereka
menghancurkan klain yang diiklankan untuk status ilmiha.

Keluhan Popper terhadap teori-teori tersebut dikarenakan prinsip utama dari teori tersebut
sangat umum dan cenderung memiliki kesalahan. Selain itu, Popper menganggap bahwa teori-
teori tersebut terlalu banyak bukti empiris yang menjunjung tinggi pengalaman. Sedangkan
dalam teori falsifikasi, Popper berpendapat bahwa, beberapa bukti karya ilmiah memiliki suatu
bukti yang tidak terlihat secara fisik. Singkatnya Hopper menganggap bahwa ada bukti yang
tidak dapat diterima sepenuhnya oleh akal sehat manusia. Karena hal tersebut, Popper
menganggap bahwa setiap karya ilmiah yang dirancang melalui teori-teori yang bersifat empiris,
maka dapat dijamin bahwa karya ilmiah tersebut memiliki kepalsuan.

Dari sisi pandangan Popper, tanda khas penyelidikan ilmiah menyangkut tanggapan para
peneliti terhadap prediksi yang gagal dalam kasus dimana mereka tidak meninggalkan teori yang
dipalsukan sama sekali. Secara lain, Popper berpendapat bahwa teori ilmiah dapat diselamatkan
secara sah dari pemalsuan dengan memperkenalkan hipotesis tambahan yang memungkin untuk
generasi prediksi baru yang dapat dipalsukan. Popper menawarkan contoh yang diambil dari
awal abad ke-19, ketika para astronom memperhatikan bahwa orbit Uranus menyimpang secara
signifikan dari apa yang diprediksi oleh mekanika Newton. Dalam hal ini, para ilmuwan tidak
memperlakukan hukum Newton sebagai dipalsukan oleh pengamatan semacam itu. sebagai
gantinya, para ilmuwan mempertimbangkan hipotesis tambahan bahwa ada planet tambahan dan
sejauh ini tidak teramati yang memengaruhi orbit Uranus.
Proposal pemalsuan Popper berbeda dari kriteria verifikasi dalam beberapa hal penting.
Pertama, Popper tidak berpendapat bahwa klaim non-ilmiah tidak adaartinya. Sebaliknya, ia
berpendapat bahwa klaim yang tidak dapat dibantah seperti itu seringkali dapat melayani peran
penting dalam konteks ilmiah dan filosofis, bahkan jika kita tidak mampu memastikan kebenaran
atau kepalsuannya. Kedua, sementara Popper adalah seorang realis yang berpendapat bahwa
teori-teori ilmiah mengarah pada kebenaran, ia tidak berpikir bahwa bukti empiris pernah dapat
memberi kita alasan untuk meyakini bahwa suatu teori itu benar atau mungkin benar. Dalam
pengertian ini, Popper adalah fallibilis yang berpendapat bahwa sementara teori tertentu yang
tidak dipalsukan yang kita adopsi mungkin benar, kita tidak akan pernah tahu ini menjadi
masalahnya. Popper berpendapat bahwa mustahil untuk memberikan pembenaran bagi keyakinan
seseorang bahwa teori ilmiah tertentu benar. Popper menggambarkan sains sebagai kemajuan
pada model evolusi, dengan pengamatan memilih terhadap teori yang tidak layak dengan
memalsukannya.

Popper menyatakan bahwa sains sama sekali tidak bergantung pada penalaran induksi.
Masalah induksi muncul akibat meninggalkan suatu pengamatan yang sudah digeneralisasi
(pengetahuan umum yang dipercaya namun belum dapat dibuktikan kebenarannya), yang berarti
bahwa suatu penelitian dapat saja dipalsukan. Sebagai contoh, jika kita diajarkan bahwa semua
angsa bewarna putih, maka sebenarnya kita hanya perlu mengamati satu angsa yang berwarna
lain untuk memalsukan hipotesa ini. Mengapa dapat dipalsukan? Karena bagaimanapun manusia
pada dasarnya memiliki kehendak bebas, termasuk menyembunyikan dan memalsukan.

Menurut Popper, terdapat kekeliruan untuk mengambil kesimpulan dari sebuah penelitian
setelah suatu hipotesa dikembangkan, yang setelahnya disimpulkan pada prediksi sehingga dapat
dilanjutkan dengan uji eksperimen. Jika hasil tersebut dipalsukan maka prediksi tersebut akan
diberhentikan, namun jika hasil penelitian tersebut tidak dimanipulasi, bisa jadi itu hanya harus
dijalankan dengan uji yang lebih ketat dan upaya yang tepat untuk memalsukannya. Jadi jalan
keluarnya ialah dengan konfirmasi dari para penelitinya dan menurut Popper itu hanyalah sebuah
kedok pada kegagalan pemalsuan. Jadi, bagaimanapun jika selalu seperti ini, pada akhinya para
ilmuwan banyak yang menyembunyikan dan memalsukan suatu kebenaran dari hasil penelitian.

Banyak kasus yang dapat membenarkan dugaan Popper tentang penelitian yang tidak
ilmiah dan pemalsuan, salah satunya yaitu terkadang para ilmuwan atau peneliti itu sendiri
mungkin terinspirasi untuk membuat dugaan kuat yang menarik dengan keyakinan mereka.
Maksudnya ialah banyak ilmuwan telah dipengaruhi oleh kepercayaan mereka pada Tuhan dan
firman-Nya hingga akhirnya para ilmuwan tersebut lebih mempercayai hasil dari firman Tuhan
dibanding mereka mendapatkan hasil dari penelitian mereka sendiri yang dilakukan secara
ilmiah.

Popper mengusulkan bahwa teori-teori ilmiah dicirikan dengan berani dalam dua acara
yang terkait. Pertama, teori-teori ilmiah secara teratur tidak setuju dengan pandangan dunia yang
diterima berdasarkan akal sehat atau komitmen teoretis sebelumnya. Untuk pengamat yang tidak
berpendidikan, misalnya, mungkin tampak jelas bahwa bumi itu diam, sementara matahari
bergerak cepat di sekitarnya. Namun, Copernicus berpendapat bahwa Bumi sebenarnya
mengelilingi matahari. Dengan cara yang sama, tampaknya tidak seolah-olah pohon dan manusia
memiliki nenek moyang yang samatetapi inilah yang teori evolusi Darwin dengan klaim seleksi
alam. Akan tetapi, sebagaimana dikatakan Popper, keberanian semacamini tidak unikuntuk teori-
teori ilmiah, karena kebanyakan teori mitologi dan metafisik juga membuat klaim yang berani
dan berlawanan tentng sifatrealitas.

Dalam sub bab ini, penulis mengatakan bahwa para ilmuwan menyimpulkan prediksi
sendiri dari suatu hipotesis yang kemudian jika pengamatannya tersebut tidak konsisten dengan
prediksi mereka maka hipotesis tersebut akan difalsifikasikan. Tetapi pada kenyataannya,
tidaklah mungkin seseorang menyimpulkan suatu pernyataan tentang sesuatu yang dia amati
hanya dengan menggunakan satu hipotesis saja.

Popper juga berpendapat bahwa ada dua konteks di mana kita harus menyelidiki sejarah
ilmu pengetahuan dan bagaimana teori tersebut muncul untuk dikembangkan dan diterima, yaitu
konteks penemuan dan konteks pembenaran. Konteks penemuan disini yang dimaksud adalah
bagaimana cara suatu ilmuwan dapat menemukan teori yang mereka temukan. Sedangkan,
konteks pembenaran merupakan pendalaman lebih lanjut tentang teori yang ditemukan para
ilmuwan. Dengan demikian suatu teori mempunyai batas ilmu pengetahuan.

Sementara Popper berbagi keyakinan bahwa ada perbedaan kualitatif antara sains dan
metafisika filosofis, ia menolak kriteria verifikasi karena beberapa alasan. Pertama, ia
menganggap pernyataan eksistensial (contohnya “putri duyung ada”) sebagai ilmiah, meskipun
tidak ada acara untuk secara definitive menunjukkan bahwa mereka salah. Lagi pula, fakta
bahwa seseorang gagal melihat putri duyung di tempat tertentu tidak membuktikan bahwa putri
duyung tidak dapat diamati di tempat lain. Kedua, ia secara tidak tepat menghitung pernyataan
universal (seperti “semua angsa putih”) tidak berarti hanya karena mereka tidak pernah dapat
verifikasi secara benar. Klaim universal semacam ini, bagaimana pun, adalah umum dalam sains
dan pengamatan tertentu dapat dengan jelas menunjukkan bahwa mereka salah. Akhirnya kriteria
yang dapat diverifikasi adalah dengan caranya sendiri tidak berarti, karena tidak dapat
diverifikasi.

Duhem membahas suatu contoh yang merupakan suatu percobaan penting dibidang optik.
Pada abad ke-18 ada dua teori mengenai sifat cahaya, di satu sisi, Newton berkata bahwa cahaya
adalah partikel-partikel kecil yang bergerak cepat, sedangkan di sisi lain Huygens berkata bahwa
cahaya terdiri dari kelainan gelombang yang merambat melalui suatu gelombang tak dikenal.
Duhem pun mengakui bahwa masalah falsifikasi ini tidak dihargai secara luas. Seorang filsuf
Amerika bernama Quine bahkan berpendapat bahwa cukup masuk akal untuk menolak hukum
logika jika itu lebih nyaman daripada menolak teori tertentu. Popper pun mengakui tentang hal
ini dan berpendapat bahwa harus ada seperangkat prosedur eksperimental dan sebagainya
sehingga suatu kelompok menyetujui suatu cara dimana kebenaran atau falsifikasi dari setiap
pernyataan dapat ditetapkan.

Dalam teori yang dikemukakan oleh popper terdapat permasalahan yang timbul, masalah
tersebut dapat dihindarkan dengan cara mengkaji metode ilmiah secara hati-hati dan merevisi
secara mendalam dibeberapa rincian. Ada beberapa pernyatan yang tidak mampu dikaji oleh
teori falsifikasi yakni pernyataan probabilitas, pernyataan tersebut ngungkapkan bahwa setiap
pernyataan dari peristiwa tunggal tidak dapat diuraikan oleh teori falsifikasi. Selanjutnya ada
pernyataan eksistensi yang menegaskan bahwa sesuatu yang berulang kali gagal diberbagai
keadaan maka memiliki satu alasan induktif untuk berfikir bahwa tidak akan ditemukan dimasa
depan, namun teori falsifikasi seharusnya memungkinkan tanpa alasan induktif untuk
meyakinkan sepenuhnya. Hipotesis seleksi alam juga dijelaskan oleh Popper dimana dalam
masalah ini propper mengkritik teori evolusi karena dia pikir bahwa hipotesis tentang spesies
yang bertahan hidup adalah tautologis, yaitu benar secara definisi, namum disisilain terori
evolusi dianggap secara luas sebagai contoh yang baik dari teori ilmiah. Popper mengakui bahwa
teori falsiifikasi tidak seharusnya dikaitkan erat dengan teori bahkan metode ilmiah atau logika
dari metode ilmiah sehingga Popper mengaku keberatan dengan kaitan tersebut. Disisi lain,
propper tidak dapat menjalaskan harapan tentang masa depan, Popper berpendapat bahwa iduksi
tidak bisa dibenarkan dan tidak dapat digunakan bahkan para ilmuwan harus menghindari
induksi sama sekali. Kehadiran Falsifikasi menjadi suatu masalah bagi cabang ilmu pengetahuan
hal tersebut digambarkan oleh Para ilmuwan yang sering kali mengabaikan falsifikasi karena
falsifikasi diasumsikan dapat memodifikasi teori yang sudah lama dipercayai orang banyak.

Anda mungkin juga menyukai