Anda di halaman 1dari 18

Sintesis Karbon Aktif dari Limbah Batang Pisang Mulu Bebe (Musa sp)

sebagai Adsorben Zat Warna Methylene Blue (MB)

ARTIKEL

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar


Sarjana Pendidikan Kimia

ANGELA FRANSISCHA PASIMANYEKU


03291911070

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
2023
PENGESAHAN ARTIKEL

Sintesis Karbon Aktif dari Limbah Batang Pisang Mulu Bebe (Musa sp)
sebagai Adsorben Zat Warna Methylene Blue (MB)

Angela F. Pasimanyeku1), Zulkifli Zam Zam2), Nur Jannah Baturante3)


1
Mahasiswa Program Studi Kimia Universitas Khairun
2
Staf Pengajar Program Studi Kimia Universitas Khairun
3
Staf Pengajar Program Studi Kimia Universitas Khairun

Telah Diperiksa Pembimbing Skripsi


Dan Dinyatakan Layak Untuk Dipublikasikan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Zulkifli Zam Zam, S.Si., M.Sc Nur Jannah Baturante, S.Si.,
M.Sc
NIP: 197908122005011002 NIP : 198305222008032001

Mengetahui,
Dekan fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Khairun

Dr. Abdu Mas’ud, S.Pd., M.Pd


NIP. 197605152005011001
Sintesis Karbon Aktif dari Limbah Batang Pisang Mulu Bebe (Musa sp)
sebagai Adsorben Zat Warna Methylene Blue (MB)

Angela F. Pasimanyeku1), Zulkifli Zam Zam2), Nur Jannah Baturante3)

Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,


Universitas Khairun Ternate, Jl. Bandara Babullah, Ternate 97728 Indonesia.
1
Email : angela.fransischa@gmail.com

ABSTRAK
Methylene blue merupakan salah satu komponen limbah pewarna sintesis yang
banyak dihasilkan dari bidang Industri seperti tekstil, kertas dll. Keberadaan
limbah tersebut jika terlalu lama akan membahayan lingkungan ekosistem sekitar
perairan tercemar dan manusia. Sintesis Karbon aktif dari Batang Pisang Mulu
Bebe dilakukan untuk mengetahui kemampuannya dalam mengadsorpsi zat warna
MB, dimana bahan ini berasal dari limbah pertanian yang banyak ditemukan di
Maluku Utara. Karbon aktif diproduksi pada suhu pirolisis 500˚ C selama 30
menit dan diaktivasi menggunakan larutan KOH 0,5 M selama 24 jam.
Selanjutnya karakterisasi karbon aktif dilakukan dengan menggunakan FTIR,
SEM dan XRD. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada FTIR terdapat gugus
fungi -OH pada panjang gelombang 3433,29 cm-1, CH stetch pada 2962,66 cm-1,
H-C-O stretch pada 2738,92 cm-1, CO pada 2368 cm-1, C=C Strech pada
1627,92 cm-1, CH3 bending pada 1404,18 cm-1 C-O sterch pada 1002,98 cm -1,
=CH bend pada 833,25 cm-1 dan 702,09 cm-1. Pada uji SEM dengan pembesaran
500x menunjukan terdapat distribusi rongga-rongga yang disebut pori dan pada
XRD menunjukan struktur karbon aktif cenderung berbentuk amorf pada 2θ 7-10.
Sementara hasil analisis adsorpsi menunjukan bahwa kapasitas adsorpsi
menggunakan karbon aktif batang pisang mulu bebe paling tinggi adalah 12,4
mg/g pada kondisi optimum pH 7, waktu kontak 30 menit dan konsentrasi awal
50 ppm. Data adsorpsi kesetimbangan memiliki kesesuaian terbaik dengan model
Langmuir dan Freundlich
Kata kunci : Karbon aktif, metilen biru (MB), adsorpsi, isoterm adsorpsi.
. Shyntesis of Activated Carbon from Stem Waste of Mulu Bebe Banana
(Musa sp) for Methylene Blue(MB) Adsorption

Angela F. Pasimanyeku1), Zulkifli Zam Zam2), Nur Jannah Baturante3)


Chemistry Education Study Program, Faculty of Teacher Training and
Education, Khairun University Ternate, Jl. Babullah Airport, Ternate 97728
Indonesia.
1
Email : angela.fransischa@gmail.com

ABSTRACT
Methylene blue is a component of synthetic dye waste which is mostly produced
from the industrial sector such as textiles, paper etc. The existence of this waste if
it is too long will endanger the ecosystem environment around polluted waters and
humans. Synthesis of activated carbon from Mulu Bebe banana stems was carried
out to determine its ability to adsorb MB dyes, where this material comes from
agricultural waste which is commonly found in North Maluku. Activated carbon
is produced at a pyrolysis temperature of 500˚ C for 30 minutes and activated
using 0.5 M KOH solution for 24 hours. Furthermore, the characterization of
activated carbon was carried out using FTIR, SEM and XRD. The results showed
that in FTIR there is a -OH functional group at the wavelength 3433.29 cm-1, CH
stetch at 2962.66 cm-1, H-C-O stretch at 2738.92 cm -1, CO at 2368 cm-1, C=C
Strech at 1627.92 cm-1, CH3 bending at 1404.18 cm-1 C-O sterch at 1002.98 cm-1,
=CH bend at 833.25 cm-1 and 702.09 cm-1. The SEM test with 500x magnification
showed that there was a distribution of cavities called pores and the XRD showed
that the activated carbon structure tended to be amorphous at 2θ 7-10. While the
results of the adsorption analysis showed that the highest adsorption capacity
using activated carbon from mulu bebe banana stems was 12.4 mg/g at the
optimum condition of pH 7, contact time of 30 minutes and initial concentration
of 50 ppm. The equilibrium adsorption data has the best fit with the Langmuir and
Freundlich
Keywords : Activated carbon, methylene blue (MB), adsorption, adsorption
isotherm.
PENDAHULUAN

Pencemaran lingkungan merupakan salah satu masalah yang sangat


menjadi perhatian saat ini karena dapat mempengaruhi kelangsungan mahkluk
hidup. Salah satu pencemaran lingkungan yang menjadi perhatian yaitu
pencemaran air. Pencemaran air dapat disebabkan oleh beberapa faktor salah
satunya yaitu penggunaan zat pewarna sintetik. Zat warna sintetik merupakan
bahan yang sering digunakan dalam bidang industri seperti tekstil, kertas,
kosmetik, farmasi, plastik, makanan dan lain-lain Pewarna sintetis yang
umumnya digunakan dalam bidang industri tekstil yaitu, methylene blue (MB)
atau biasa disebut Basic Blue 9 merupakan zat warna bersifat basa dan
digunakan untuk mewarnai katun, wol, kertas, pewarna rambut dan lain-lain
(Alzaydien 2009).
Penggunaan zat pewarna MB dapat berpotensi menimbulkan masalah yaitu
menghasilkan limbah zat warna organik yang non-biodegradable karena
mempunyai gugus benzene sehingga jika keberadaan senyawa tersebut terlalu
lama dilingkungan akan menimbulkan ancaman serius karena bersifat toksik
bagi ekosistem yang hidup di sekitar perairan yang tercemar (Catanho, Malpass,
and Motheo 2006) dan bagi kesehatan manusia karena berpotensi menyebabkan
mutasi genetik, teratogenik, dan karsinogenik (Hassaan dan Nemr 2017).
Untuk menghindari bahaya dari zat pewarna sintetik tersebut maka perlu
diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke saluran air. Pengolahan limbah zat
warna sintetik dapat dilakukan dengan metode adsorpsi. teknik adsorpsi dipilih
untuk menurunkan kadar zat warna sintetik yang tercemar karena lebih mudah,
efektif, ekonomis dan ramah lingkungan (Irawati dkk., 2018). Adsorpsi
merupakan proses penyerapan suatu zat pada permukaan zat lain. Proses
adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu, jenis adsorben, pH
dan konsentrasi awal MB (Patiung dkk., 2014).
Ada beberapa metode yang digunakan untuk mengadsorpsi MB, salah
satunya dengan menggunakan karbon aktif. Karbon aktif dipilih karena memiliki
keunggulan seperti mempunyai luas permukaan yang besar, porositas yang
tinggi dan jumlah gugus aktif yang banyak sehingga daya adsorpsinya terhadap

1
zat warna dan bau menjadi lebih tinggi (Kaomierczak dkk., 2013). Karbon aktif
dapat diperoleh dari bahan yang mengandung sumber karbon seperti selulosa,
hemiselulosa, lignin, dan pektin, yang dapat ditemukan dalam batu bara, bambu,
kayu, dan limbah pertanian (Al-swaidan dan Ahmad, 2016). Penggunaan karbon
aktif dari limbah pertanian untuk mengatasi pencemaran air sangat menjanjikan
karena ekomomis, ketersediaanya yang banyak serta dapat meningkatkan nilai
ekonomi dari limbah pertanian. Beberapa limbah pertanian yang efektif untuk
mengadsorpsi limbah zat warna yaitu kulit pinang (Dewi dkk., 2021), cangkang
kelapa sawit (Alfi dkk., 2020), cangkang pala (Patiung dkk., 2014) dan kulit
pisang (Lantang dkk., 2017).
Diantara tanaman-tanaman tersebut, yang banyak ditemukan di Maluku
Utara yaitu pisang. Tanaman pisang (Musa Paradisiaca) merupakan salah satu
buah yang mengandung karbohidrat cukup tinggi sehingga sering dikonsumsi dan
dijadikan makanan pokok oleh masyarakat Maluku Utara. Salah satu jenis
tanaman pisang yang paling khas di maluku Utara yaitu Pisang Mulu Bebe.
Tanaman pisang hanya bisa dipanen sekali sehingga batang pisang akan ditebang
dan menjadi limbah, padahal batang pisang tersebut juga dapat dimanfaatkan
sebagai sumber karbon aktif (Tarmidzi dkk., 2021).
Muna (2011) menyatakan bahwa batang pisang mempunyai komposisi
kimia berupa selulosa dimana ketika dipanaskan pada suhu yang tinggi, selulosa
akan kehilangan gugus OH dan akan tersisa atom karbo (C) yang berada di setiap
sudut. Akibatnya, susunan cincin segi enam yang dimiliki menjadi tidak sempurna
sehingga akan terdapat ruang-ruang dalam struktur karbon aktif yang
memungkinkan adsorbat dapat masuk ke dalam struktur karbon aktif.

METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu spektrofotometri
UV-Vis, FTIR, SEM, XRD, pH meter, oven, gelas kimia 100 mL, centrifuge,
timbangan analitik, tanur, cawan porselin, pipet tetes, pipet volum, labu takar

2
1000 mL, gelas kimia, gelas ukur, corong, kertas saring wathman, kaca arloji,
batang pengaduk, dan magnetik stirer.
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu batang pisang,
larutan asam klorida (HCl), larutan KOH 0,5 M, akuades (H 2O), dan Methylene
Blue dan NaOH 0.01 M dan HCl 0,01 M.
Preparasi Batang Pisang Mulu Bebe
Preparasi sampel Batang Pisang Mulu Bebe mengikuti prosedur Ida, dkk
(2012) yang telah dimodifikasi. Batang pisang dipotong kecil berbentuk kubus
lalu dikeringkan dengan penjemuran selama 5 hari selanjutnya dioven pada suhu
110o C selama 4 jam. Kemudian bahan yang sudah mengering diblender hingga
halus (Widihat dkk., 2012)
Sintesis karbon Aktif
Sintesis karbon aktif Batang Pisang Mulu Bebe mengikuti prosedur suziyana,
dkk (2017) dan E. Taer (2018) yang telah dimodifikasi. Batang pisang yang sudah
dipreparasi kemudian dipirolisis menggunakan tanur pada suhu 500o C selama 30
menit sampai terbentuk arang. Arang yang telah diperoleh, ditumbuk halus agar
mendapatkan ukuran yang seragam. Setelah dihaluskan direndam dengan
aktivator KOH 0.5 M selama 24 jam kemudian dicuci dengan akuades sampai pH
netral lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 110oC sampai mengering.

Penentuan λ Maks
Diambil salah satu konsentrasi pada larutan standar untuk diukur λ
maksimumnya pada absorbansi panjang gelombang 500-700 nm. Kurva
standar diperoleh dengan mengukur nilai absorbansi setiap konsentrasi pada
larutan standar dengan λ maks yang telah diperoleh.

Pembuatan Kurva Standar


Dibuat larutan standar dengan konsentrasi 1 ppm; 1,5 ppm; 2 ppm; 2,5
ppm; 3,5 ppm; 4ppm dan 5 ppm; dari larutan 100 ppm sebanyak 50 mL.

Penentuan pH Optimum

3
Penentuan pH optimum mengikuti prosedur ernawati, dkk (2021)
yang telah dimodifikasi. Diambil 25 mL larutan methylene blue 10 ppm
sebanyak 3 tabung, divariasikan dengan pH yang berbeda-beda yaitu 3, 5, 7, 9
kemudian dicampurkan dengan 0,1 gram karbon aktif selama 30 menit, lalu
disentrifugasi dan bagian filtratnya dianalisis menggunakan spektrofotometer
UV-Vis pada λ maks yang telah diperoleh.
Penentuan waktu Kontak Optimum
Penentuan pH optimum mengikuti prosedur ernawati, dkk (2021) yang
telah dimodifikasi. Diambil 25 mL larutan methylene blue 10 ppm sebanyak 5
tabung, kemudian dicampurkan dengan 0.1 gram karbon aktif dan divariasikan
dengan waktu kontak 10, 20, 30, 45 dan 60 menit. Larutan kemudian
disentrifugasi dan filtratnya dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
Penentuan Efisiensi Penyerapan karbon Aktif
Penentuan pH optimum mengikuti prosedur ernawati, dkk (2021) yang
telah dimodifikasi. Penentuan kapasitas adsorpsi dengan menggunakan 3
variasi konsentrasi yaitu 10 ppm, 30 ppm, dan 50 ppm. Diambil 0,1 gram
karbon aktif kemudian dicampurkan dengan 25 mL larutan MB yang telah
divariasikan konsentrasinya dengan pH optimum yang diperoleh diaduk selama
waktu optimum optimum yang telah didapat, kemudian disentrifugasi dan
filtratnya dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis menggunakan λ
maks yang telah diperoleh.
Untuk penentuan efisiensi penyerapan (%Teradsorpsi) karbon aktif
dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
%Efisiensi=¿ ¿
Keterangan:
C0 : Konsentrasi awal MB (ppm)
C1 : Konsentrasi akhir MB (ppm)
Untuk menentukan kapasitas adsorpsi karbon aktif dihitung dengan
persamaan berikut :
qe=¿ ¿

4
Dimana Qe : kapasitas adsorpsi (mg/g), C0 : Konsentrasi awal MB (ppm) Ce :
Konsentrasi akhir MB (ppm); W : massa adsorben (gram) V : Volume adsorbat
(L).

PEMBAHASAN

Karakterisasi Karbon Aktif Menggunakan FTIR


% Transmitan

702.09
833.25
1002.98
2368,59
2738,92
2962,66

1404.18
1627.92
3433,29

4000 3000 2000 1000


wave number (Cm-1)

Gambar 3.1 Spektra FTIR Karbon Aktif Batang Pisang Mulu Bebe

Analisis karbon aktif dengan FTIR berfungsi untuk mengetahui gugus


fungsi yang terkandung dalam karbon aktif berdasarkan puncak serapan dimana
gugus fungsi yang dihasilkan digunakan sebagai penciri dari karbon aktif tersebut
(Al-swaidan dan Ahmad, 2016). Spektrum karbon aktif terlihat pada puncak
serapan bilangan gelombang 3433.29, cm-1 yang menunjukkan ikatan antar
molekul dari gugus -OH (hidroksi). Ikatan C-H alifatik diidentifikasi pada
bilangan gelombang 2962.66 cm-1. Sedangkan ikatan karbon rangkap dua C=C
pada bilangan gelombang 1627.92 cm-1 yang mengindikasi telah terbentuknya
grafit (Al-swaidan dan Ahmad, 2016). Serapan gugus C-H bending terlihat pada
bilangan gelombang 833,25 dan 702.09 cm-1, serapan gugus CO terlihat pada
bilangan gelombang 2368.59 cm-1, gugus H-C=O pada bilangan gelombang

5
2738.92 cm-1 dan serapan gugus CH3 pada bilangan gelombang 1404.18cm-1
(Siregar dkk., 2016). Untuk mengetahui jenis mineral yang terkandung dalam
Karbon Aktif batang pisang Mulu Bebe, perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut
menggunakan XRD.

Karakterisasi Karbon Aktif dengan XRD

400
Intensitas

200

10 20 30 40 50 60 70 80 90

Gambar 3.2 Difraktogram XRD Karbon Aktif Batang Pisang Mulu Bebe

Karakteristik karbon aktif untuk penentuan struktur kristalit, ditentukan


dengan analisis difraktogram XRD. Pada gambar 4.3 terlihat bahwa pola difraksi
karbon aktif batang pisang Mulu Bebe menunjukan struktur karbon aktif yang
cenderung berbentuk amorf dengan permukaan yang heterogen ditunjukan
dengan puncak difraksi melebar dan tidak beraturannya puncak yang dihasilkan
pada 2θ 7-30.

Karakterisasi karbon AKtif menggunakan SEM

6
Gambar 3.3 Hasil Uji SEM Karbon Aktif batang Pisang

Scanning Electron Microscopy merupakan salah satu instrumen analisis


yang digunakan untuk melihat morfologi atau bentuk permukaan karbon aktif.
Karakterisasi karbon aktif Batang Pisang Mulu Bebe dilakukan dengan perbesaran
500x. Hasil uji karbon aktif batang pisang Mulu Bebe menggunakan SEM
mengindikasi terdapat distribusi rongga-rongga yang disebut pori. Hal ini terjadi
karena adanya proses penguraian senyawa organik pada batang pisang Mulu Bebe
yang disebabkan oleh pengaruh proses karbonasi dan aktivasi kimia
menggunakan. Pori-pori yang terbentuk berfungsi sebagai tempat penyerapan
adsorbat (Shi dkk., 2019).

Penentuan pH optimum

95.40

95.30

95.20

95.10
%Efisiensi

95.00

94.90

94.80

94.70

94.60
1 3 5 7 9
pH MB

7
Gambar 3.4 Grafik Adsorpsi Variasi pH

Kondisi pH dapat menentukan tingkat ionisasi larutan sehingga dapat


memberikan gambaran muatan yang terdapat pada permukaan karbon aktif (Guo
dkk., 2014). Hasil penelitian menunjukan bahwa pada kondisi yang sangat asam
(pH 3 dan 5) terlihat efisiensi penyerapan karbon aktif cenderung menurun dan
naik seiring dengan bertambahnya nilai pH sampai pada pH 7. Hal ini disebabkan
pada kondisi asam terdapat ion H+ yang sangat banyak sehingga memungkinkan
terjadi interaksi antara gugus hidrofilik yang terdapat pada permukaan karbon
aktif dengan ion H+ pada larutan MB yang mengakibatkan terhambatnya proses
interaksi antara adsorben dengan adsorbat yang merupakan pewarna kationik
(Uddin dkk., 2009). Pada pH 9 terjadi penurunan %efisiensi adsorpsi, Hal ini
dikarenakan akibat penambahan basa, terjadi penutupan parsial positif ion
Nitrogen (N) pada MB oleh ion OH - dari senyawa basa dan MB akan berinteraksi
dengan ion Na+ yang terdapat dalam basa sehingga akan membentuk garam. Hal
ini juga selaras dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya yaitu penambahan
alkali dapat menurunkan kadar selulosa, hemiselulosa dan lignin yang
mengakibatkan interaksi antara karbon aktif dan MB akan berkurang sehingga
menurunya presentase adsorpsi (Kondo dan Arsyad, 2018).

Penentuan waktu Kontak Optimum

96.00

95.50

95.00
%EA

94.50

EA%
94.00

93.50

93.00
0 10 20 30 40 50 60 70

Waktu kontak (menit)

8
Gambar 3.5 Grafik Waktu Kontak Optimum dalam Proses Adsorpsi

Pada gambar 3.5 menunjukan bahwa waktu kontak 10 -30 menit terjadi
peningkatan presentase efisiensi adsorpsi dan terjadi kesetimbangan pada waktu
kontak optimum yaitu menit ke- 30 dengan %efisiensi adsorpsi sebesar 95.35%.
Hal ini dikarenakan semakin lama waktu kontak maka partikel zat warna MB
akan semakin banyak bertumbukan dengan situs aktif adsorben sehingga
memungkingkan peningkatan penyerapan MB kedalam pori karbon aktif seiring
dengan bertambahnya waktu kontak dan juga pada awal proses adsorpsi pori-pori
karbon aktif masih terbebas dari partikel adsorbat sehingga peluang partikel
adsorbat untuk terjerap dalam pori-pori karbon aktif masih sangat besar karena
gugus aktif pada adsorben belum berinteraksi secara optimal. Pada menit ke- 45
sampai 60 terjadi penurunan presentase adsorpsi hal ini dikarenakan semakin
lama watktu kontak antara adsorben dengan adsorbat maka memungkinkan
terjadinya proses desorpsi yaitu proses pelepasan kembali zat warna dalam
adsorben setelah mencapai proses kesetimbangan yaitu pada menit ke 30. Pada
keadaan kesetimbangan permukaan karbon aktif telah mengalami kejenuhan
sehingga proses adsorpsi tidak dapat berlanjut meskipun waktu kontak terus
ditingkatkan.

Pengaruh Variasi Konsentrasi awal MB terhadap Kapasitas Adsorpsi

14.00
Kapasitas Adsorpsi (Qe)

12.00
10.00
8.00
6.00
qe
4.00
2.00
0.00
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55

Konsentrasi Awal MB

Gambar 3.6 Grafik Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Konsentrasi Awal MB

9
Pada gambar 4.7 terlihat semakin banyak terlihat ketika konsentrasi awal
zat warna MB dinaikan dari 10 sampai 50 ppm terjadi peningkatan kapasitas
adsorpsi yaitu dari 2.38 mg/g sampai 12,4 mg/g. Peningkatan kapasitas adsorpsi
zat warna MB diakibatkan oleh banyaknya partikel-partikel MB yang
bertumbuhkan dengan adsorben sehingga menyebabkan zat warna yang terjerap di
pori-pori karbon aktif semakin meningkat seiring dengan bertambahnya
konsentrasi MB. Hal ini juga diakibatkan karena situs aktif pada karbon aktif
belum mengalami kejenuhan sehingga proses adsorpsi tetap berlanjut.

Penentuan Isoterm adsorpsi

Model Isoterm Freundlich


1.2

f(x) = 20.2984277159738 x + 7.12822120918762 1


R² = 0.988820110373186 0.8
Log Qe

0.6

0.4

0.2

0
-0.335 -0.33 -0.325 -0.32 -0.315 -0.31 -0.305 -0.3 -0.295
Log Ce

Gambar 3.7 Grafik Model Isoterm Freundlich

10
Model Isoterm Langmuir
0.25

0.20
f(x) = − 4.14220664197759 x + 2.11774272198311
0.15
R² = 0.997220375139773
Ce/Qe

0.10

0.05

0.00
0.460 0.465 0.470 0.475 0.480 0.485 0.490 0.495 0.500 0.505
Ce

Gambar 3.8 Grafik Model Isoterm Langmuir

Berdasarkan gambar 4.8 dan 4.9 terkait grafik isoterm adsorpsi karbon aktif
batang pisang Mulu Bebe terhadap larutan MB, cenderung mengikuti kedua
isoterm adsorpsi yaitu model freundlich dan langmuir karena memiliki nilai
koefisien korelasi (R2) yang tinggi dan hampir mendekati 1. Koefisien korelasi
untuk model freundlich yaitu R2 = 0.9888 dan model persamaan langmuir yaitu R 2
= 0.9972 (Alzaydien 2009). Hal tersebut menunjukan bahwa proses adsorpsi
karbon aktif batang pisang Mulu Bebe terhadap larutan MB merupakan adsorpsi
yang terjadi secara fisika maupun kimia. Adsorpsi yang tejadi secara fisik
mengansumsikan bahwa proses adsorpsi terjadi melalui pori-pori yang terdapat
pada sisi permukaan karbon aktif dan membentuk lapisan multilayer. Dimana
ikatan yang terbentuk antara adsorben dan adsorbatnya terjadi karena gaya Van
der Waals. Sedangkan adsorpsi kimia terjadi karena adanya ikatan kimia antara
gugus aktif pada permukaan karbon aktif dengan adsorbat.

KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
1. Karbon aktif dari Batang Pisang Mulu Bebe yang digunakan sebagai
adsorben dapat menyerap zat warna MB dengan baik. Penyerapan zat MB

11
yang paling tinggi terdapat pada pH 7, waktu kontak 30 menit dan pada
konsentrasi 50 ppm.
2. Model isoterm adsorpsi yang sesuai dipakai dalam penyerapan zat warna MB
menggunakan karbon aktif Batang Pisang Mulu Bebe yaitu model istoterm
Freundlich dan Langmuir.

12
Referensi
Al-swaidan, Hassan M., and Ashfaq Ahmad. 2016. “Tree ’ s Fronds Wastes
Synthesis and Characterization of Activated Carbon from Saudi Arabian
Dates Tree ’ s Fronds Wastes.” (September 2011).
Alfi, Rizka, Fadhilah Lubis, Hafni Indriati Nasution, Moondra Zubir, Jurusan
Kimia, Fakultas Matematika, Pengetahuan Alam, and Universitas Negeri
Medan. 2020. “Microporous and Mesoporous Materials-2020-03-Production
of Activated Carbon from Natural Sources for Water-Rizka Alfi Fadhilah
Lubis.Pdf.” Indonesian Journal of Chemical Science and Technology
3(2):67–73.
Alzaydien, Atef S. 2009. “Adsorption of Methylene Blue from Aqueous Solution
onto a Low-Cost Natural Jordanian Tripoli.” American Journal of
Environmental Sciences 5(3):197–208.
Catanho, Marciana, Geoffroy Roger Pointer Malpass, and Artur De Jesus Motheo.
2006. “Evaluation of Electrochemical and Photoelectrochemical Methods for
the Degradation of Three Textile Dyes.” Quimica Nova 29(5):983–89.
Dewi, Rozanna, Azhari Azhari, and Indra Nofriadi. 2021. “Aktivasi Karbon Dari
Kulit Pinang Dengan Menggunakan Aktivator Kimia Koh.” Jurnal
Teknologi Kimia Unimal 9(2):12.
Guo, Jian Zhong, Bing Li, Li Liu, and Kangle Lv. 2014. “Removal of Methylene
Blue from Aqueous Solutions by Chemically Modified Bamboo.”
Chemosphere 111(January 2007):225–31.
Hassaan, Mohamed A., and Ahmed El Nemr. 2017. “Advanced Oxidation
Processes (AOPs) for Wastewater Treatment Advanced Oxidation Processes
of Some Organic Pollutants in Fresh and Sea Water.” American Journal of
Environmental Science and Engineering 1(3):64–67.
Irawati, Heni, Nurul Hidayat Aprilita, and Eko Sugiharto. 2018. “Adsorpsi Zat
Warna Kristal Violet Menggunakan Limbah Kulit Singkong (Manihot
Esculenta).” Bimipa 25(1):17–31.
Kaomierczak, Justyna, Piotr Nowicki, and Robert Pietrzak. 2013. “Sorption
Properties of Activated Carbons Obtained from Corn Cobs by Chemical and
Physical Activation.” Adsorption 19(2–4):273–81.
Kondo, Yan, and Muhammad Arsyad. 2018. “Analisis Kandungan Lignin,
Sellulosa, Dan Hemisellulosa Serat Sabut Kelapa Akibat Perlakuan Alkali.”
INTEK: Jurnal Penelitian 5(2):94.
Lantang, Anita Cicilia, Jemmy Abidjulu, and Henry F. Aritonang. 2017.
“Pemanfaatan Karbon Aktif Dari Limbah Kulit Pisang Goroho (Musa
Acuminafe) Sebagai Adsorben Zat Pewarna Tekstil Methylene Blue.” Jurnal
MIPA 6(2):55.
Patiung, Grace Aprianne Bellatrix, Audy D. Wuntu, and Meiske S. Sangi. 2014.
“Penggunaan Karbon Aktif Cangkang Pala - TiO2 Untuk Fotodegradasi Zat
Warna Metanil Yellow.” Jurnal MIPA 3(2):139
Shi, Yawei, Guozhu Liu, Liang Wang, and Hongwei Zhang. 2019. “Activated
Carbons Derived from Hydrothermal Impregnation of Sucrose with
Phosphoric Acid: Remarkable Adsorbents for Sulfamethoxazole Removal.”
RSC Advances 9(31):17841–51

13
Siregar, Yusraini Dian Inayati, Rudi Heryato, Adi Riyadhi, Tri Heny Lestari, and
Nurlela. 2016. “Karakterisasi Karbon Aktif Asal Tumbuhan Dan Tulang
Hewan.” Kimia Valensi 1(2):103–16.
Tarmidzi, Fadhil Muhammad, Maylina Anindita, Sugiharti Putri, Anisa Novi
Andriani, and Riza Alviany. 2021. “Pengaruh Aktivator Asam Sulfat Dan
Natrium Klorida Pada Karbon Aktif Batang Semu Pisang Untuk Adsorpsi
Fe.” Jurnal Rekayasa Bahan Alam Dan Energi Berkelanjutan 5(1):17–21.
Uddin, Md Tamez, Md Akhtarul Islam, Shaheen Mahmud, and Md
Rukanuzzaman. 2009. “Adsorptive Removal of Methylene Blue by Tea
Waste.” Journal of Hazardous Materials 164(1):53–60.
Widihat, Ida Ayu Gede, Ni G. A. M. Dwi Adhi Suastuti, and M. A. Yohanita
Nirmalasari. 2012. “Studi Kinetika Adsorpsi Larutan Ion Logam Kromium
(Cr) Menggunakan Arang Batang Pisang (Musa Paradisiaca).” Kimia 6(1):8–
16.

14

Anda mungkin juga menyukai