Anda di halaman 1dari 45

KIMIA ANORGANIK II

Dosen Pengampu:
Nur Asbirayani Limatahu S.Pd,. M.Si

Oleh :
Sulistiyawati Koronci
03291711046
B/IV

PROGAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
2019
BAB I
IKATAN METALIK
Ikatan metalik adalah ikatan kimia yang mana kita kenal dengan berbagai macam ikatan.
Teori ikatan metalik mana pun harus mampu menjelaskan sifat utama logam, khsusnya sifat hantaran
listriknya yang sangat tinggi. Dari teori tersebut juga mampu menjelaskan bagaimana sifat logam
dalam hantaran bahang (kalor) atau kondukstivitas termal dan sifat pantulan atau reflektivitas yang
tinggi.
Adapula teori metalik yang paling sederhana adalah model lautan elektron. Dalam model ini,
setiap elektron valensi mampu bergerak bebas di dalam tumpukan bangun logam, dan oleh karena itu
dipakai istilah lautan elektron, bahkan meninggalkannya sehingga menghasilkan ion positif. Elekton
valensi inilah yang membawa dan menyampaikan arus listrik. Gerakan elektron valensi ini juga
memindahakan bahang dalam logam. Kelemahannya, model ini tidak menjelaskan sifat logam ‘yang
berikatan dengan daya pantul yang tinggi.

Ikatan logam adalah ikatan kimia yang terbentuk akibat penggunaan bersama elektron-
elektron valensi antar atom-atom logam. Ikatan logam terjadi akibat interaksi antara elektron valensi
yang bebas bergerak dengan inti atau kation-kation logam yang menghasilkan gaya tarik.  Contoh:
logam besi, seng, dan perak. Ikatan logam bukanlah ikatan ion atau ikatan kovalen. Salah satu teori
yang dikemukakan untuk menjelaskan ikatan logam adalah teori lautan elektron. Menurut teori ini,
atom logam harus berikatan dengan atom-atom logam yang lain untuk mencapai konfigurasi elektron
gas mulia. Dalam model ini, setiap elektron valensi mampu bergerak bebas di dalam tumpukan
bangun logam atau bahkan meninggalkannya sehingga menghasilkan ion positif. Elektron valensi
inilah yang membawa dan menyampaikan arus listrik. Gerakan elektron valensi ini jugalah yang dapat
memindahkan panas dalam logam. Ikatan metalik (Ikatan logam)  adalah suatu jenis ikatan
kimia yang melibatkan gaya tarik menarik di antara elektron konduksi yang dikumpulkan di
dalam suatu awan elektron (lautan elektron) dan kation. Dalam model ini, setiap electron
valensi mampu bergerak bebas di dalam tumpukan bangun logam, dan oleh karena itu dipakai
istilah lautan electron, dan bahkan meninggalkannya sehingga menghasilakan ion positif.
Electron valensi inilah yang membawa dan menyampaikan arus listrik. Gerakan electron
valensi ini juga memindahkan bahang dalam logam. Kelemahannya, model ikatan ini tidak
menjelaskan sifat logam yang berkaitan dengan daya pantul yang tinggi. Contoh ikatan
metalik : Cu2+
1) Sifat Logam
Logam banyak kita jumpai di sekitar kita, contohnya besi, aluminium, tembaga,
perak, emas, dan lain-lain. Pada umumnya logam mempunyai sifat fisis, antara lain:
1. Logam biasanya memiliki titik leleh yang tinggi.
Logam biasanya memiliki titik leleh yang tinggi karena membutuhkan banyak energi
panas untuk memecah kisi-kisi, dengan ikatan logam yang kuat. Tembaga meleleh
pada 1083 C, dan nikel pada 1455  C. (Tapi ada pengecualian. Sodium meleleh di
hanya 98 C, misalnya. Dan merkuri meleleh pada -39 C, sehingga merupakan cair
pada suhu kamar.)
2. Logam lunak dan ulet.
Logam bisa ditekuk dan ditekan. Ulet berarti mereka dapat ditarik keluar
menuju kabel. Hal ini karena lapisan bisa geser lebih dari satu sama lain. Diagram
berikut ini merupakan salah kisi logam:

Lapisan bisa di geser tanpa memutuskan ikatan logam, karena elektron bebas bisa


bergerak
3. Logam adalah konduktor panas yang baik.
Logam adalah konduktor panas yang baik karena elektron bebas mengambil energi
panas, yang membuat mereka bergerak lebih cepat. Mereka dengan cepat mentransfer
panas melalui struktur logam:
4. Logam adalah konduktor listrik yang baik.
Logam adalah konduktor listrik yang baik karena elektron bebas dapat bergerak
melalui muatan kisi pembawa, bila tegangan diterapkan di logam.
2) Teori Orbital Molekular
Teori orbital molecular mengandaikan bahwa apabila dua atom atau lebih bergabung
membentuk suatu spesies, maka spesies ini tidak lagi memiliki sifat orbital atomic secara
individual,melainkan membentuk orbital molecular yang elektron-elektronnya
dipengaruhi secara serentak oleh kedua inti atom yang bergabung. Pendekatan sederhana
menyarankan behwa hanya elektron-elektron dalam orbital atomic luar saja yang
dianggap membentuk ikatan, sehingga electron ikatan ini berada dalam orbital molecular;
sedangkan electron-elektron dalam orbital dalam masih tetap sebagaimana keadaannya
dalam masing-masing atom secar individual.
Menurut pendekatan kombinasi linear (linear combination), jumlah orbital molecular
yang terbentuk sama dengan jumlah orbital atomic yang bergabung. Apabila dua orbital
atomic bergabung masing-masing menyediakan satu orbital atomic (ψ) maka dihasilkan
dua orbital molecular, satunya merupakan kombinasi jumlahan kedua orbital atomic yang
saling menguatkan dan lainnya kombinasi kurangan yang saling meniadakan. Kombinasi
jumlahan menghasilkan orbital molecular ikat (ψ b bonding) dan kombinasi kurangan
,

yang menghasilkan orbital molecular antiikat (ψ a antibonding). Terdapat perbedaan


,

jumlah electron dalam orbital ikat dan orbital antiikat; numeric perbedaan ini dibagi
dengan jumlah atom yang berikatan disebut derajat ikatan (bond order) yang dapat
dipakai sebagai petunjuk kekuatan ikatan yang bersangkutan.
Orbital molekuler ikat yaitu orbital yang memiliki energi yang lebih rendah dan
kestabilanya yang lebih besar dibandingkan dengan orbital atom pembentuknya. Orbital
molecular antiikat yaitu orbital yang memiliki energi yang lebih tinggi dan kestabilanya
yang lebih rendah dibandingkan dengan orbital atom pembentuknya. Contoh orbital
molekular ikat dan orbital molekular antiikat adalah: O3
x y

p
z z

px py

2px2

2py1
2px2
2pz1
2py1
2px2
2pz1
2py1
px py
2pz1

p
z

s

s

O O=O

O+ O O-
-
O O O+

3) Teori Pita
Sifat logam salah satunya adalah dapat menghantarkan panas dan listrik, logam yang
tidak begitu baik menghantarkan listrik disebut semikonduktordan logam yang  dapat
menghantarkan listrik dengan baik yaitu konduktor. Sifat logam konduktor,
semikonduktor ini dapat dijelaskan melalui Teori Pita(bond theory).
Kombinasi linear orbital-orbital terluar atom-atom logam menghasilkan orbital-orbital
bonding dan orbital-orbital antibonding dengan tingkat energi yang berdekatan yang
disebut pita energi. Pita energi ini sebetulnya terdiri dari dua bagian, yaitu separuh pita
bagian bawah yang terbetuk dari orbital-orbital bonding yang disebut dengan pita
bonding dan separuh pita bagian atas yang terbentuk dari orbital-orbital anti bonding yang
disebut dengan pita anti bonding.
Pada logam pita bonding dan pita antibonding yang terbentuk dari kombinasi linear
orbital-orbital atom yang sama adalah menyatu. Pita energi terisi penuh bila orbital-
orbital atom pembentuknya terisi penuh elektron. Sebaliknya, pita energi tidak terisi
penuh bila orbital-orbital atom pembentuknya tidak terisi penuh elektron.
Pita energi tertinggi yang berisi penuh elektron disebut pita valensi. Pita energi
tertinggi berikutnya tempat elektron dapat menjelajah secara bebas sebagai penghantar
listrik disebut pita konduksi. Mengapa demikian? Pita konduksi terdiri atas elektron-
elektron yang disebut elektron konduksi yaitu elektron yang mempunyai cukup energi
sehingga tidak tertarik balik oleh tarikan ion positif; elektron-elektron lainnya pada
tingkat energi yang lebih rendah dalam pita konduksi membutuhkan energi yang lebih
besar untuk mencapai pita kosong dan umumnya tidak berpartisipasi dalam sifat hantaran.
Dalam pengaruh medan listrik, elektron konduksi dipercepat ke arah medan dan hasilnya
adalah aliran elektron. Pita konduksi ini ada yang kosong, ada yang berisi elektron
banyak, dan ada yang setengah penuh sebagaimana ditemui pada logam.
Pita energi ada yang saling terpisah satu sama lain dengan menghasilkan celah energi
terlarang (forbidden energi gap).  Celah energi antara pita valensi dengan pita konduksi
berperan penting dalam menentukan sifat hantaran listrik. Celah energi ini ukurannya
dapat lebar ataupun sempit. Celah yang lebar tidak memungkinkanelektron melintasinya
(yakni insulator) dan celah yang sempit memungkinkan elektron melintasinya ke pita
energi yang lebih tinggi sebagai penghantar listrik (yakni konduktor). Adanya celah
energi ini merupakan konsekuensi sifat mekanika kuantum elektron, yaitu memungkinkan
peluang mendapatkan elektron dengan nilai nol. Selain itu pita energi ada juga yang
saling tumpang tindih. Sifat hantaran listrik konduktor (logam), insulator (nonlogam), dan
semikonduktor dapat dijelaskan berdasarkan susunan pita-pita energi tersebut dalam
bahan yang bersangkutan.
Untuk logam-logam golongan 1, pita konduksi terdiri atas setengah pita isi penuh
elektron dan setengah pita kosong. Kedua bagian tengahan pita energi ini tentu sangat
dekat satu sama lain karena tidak ada celah energi, sehingga elektron-elektron dalam pita
konduksi ini dengan mudah mampu menjelajahi pita kosong sebagai pembawa arus
listrik.
Elektron-elektron berperan dalam kondukis hanya jika berada dalam pita yang terisi
secara persial. Dalam pita yang terisi penuh dengan tanpa adanya pita kosong cukup
dekat, elektron-elektron hanya bergerak saling bertukar tempat. Dalam pengaruh medan
listrik elektron-elektron terbagi menjadi dua bagian yang sama jumlahnya dengan dua
arah yang menghasilkan resutante nol, tanpa konduksi. Untuk unsur-unsur golongan 2,
elektron-elektron dengan energi tertinggi (ns2) menempati secara penuh pita valensi.
Sepintas elektron-elektron ini bukan elektron konduksi. Namun, pita konduksi kosong
berikutnya tersusun oleh orbital np yang ternyata tumpang tindih dengan pita valensi,
sehingga elektron pada pita valensi mampu berperan sebagai elektron konduksi,
menjelajah bebas pada orbital np dalam pita konduksi.
Elektron-elektron yang menempati energi dibawah pita valensi disebut elektron
inti(core elektrons); elektron-lektron ini terikat kuat oleh inti atom yang bersangkutan
dan dianggap kurang berperan dalam menentukan sifat konduktivitas.

Ikatan metalik (Ikatan logam)  adalah suatu jenis ikatan kimia yang


melibatkan gaya tarik menarik di antara elektron konduksi yang dikumpulkan di dalam suatu
awan elektron (lautan elektron) dan kation. Dalam model ini, setiap electron valensi mampu
bergerak bebas di dalam tumpukan bangun logam, dan oleh karena itu dipakai istilah lautan
electron, dan bahkan meninggalkannya sehingga menghasilakan ion positif. Electron valensi
inilah yang membawa dan menyampaikan arus listrik. Gerakan electron valensi ini juga
memindahkan bahang dalam logam. Kelemahannya, model ikatan ini tidak menjelaskan sifat
logam yang berkaitan dengan daya pantul yang tinggi. Contoh ikatan metalik : Cu2+

4) Sifat Logam
Logam banyak kita jumpai di sekitar kita, contohnya besi, aluminium, tembaga,
perak, emas, dan lain-lain. Pada umumnya logam mempunyai sifat fisis, antara lain:
5. Logam biasanya memiliki titik leleh yang tinggi.
Logam biasanya memiliki titik leleh yang tinggi karena membutuhkan banyak energi
panas untuk memecah kisi-kisi, dengan ikatan logam yang kuat. Tembaga meleleh
pada 1083 C, dan nikel pada 1455  C. (Tapi ada pengecualian. Sodium meleleh di
hanya 98 C, misalnya. Dan merkuri meleleh pada -39 C, sehingga merupakan cair
pada suhu kamar.)
6. Logam lunak dan ulet.
Logam bisa ditekuk dan ditekan. Ulet berarti mereka dapat ditarik keluar
menuju kabel. Hal ini karena lapisan bisa geser lebih dari satu sama lain. Diagram
berikut ini merupakan salah kisi logam:
Lapisan bisa di geser tanpa memutuskan ikatan logam, karena elektron bebas bisa
bergerak
7. Logam adalah konduktor panas yang baik.
Logam adalah konduktor panas yang baik karena elektron bebas mengambil energi
panas, yang membuat mereka bergerak lebih cepat. Mereka dengan cepat mentransfer
panas melalui struktur logam:

8. Logam adalah konduktor listrik yang baik.


Logam adalah konduktor listrik yang baik karena elektron bebas dapat bergerak
melalui muatan kisi pembawa, bila tegangan diterapkan di logam.
5) Teori Orbital Molekular
Teori orbital molecular mengandaikan bahwa apabila dua atom atau lebih bergabung
membentuk suatu spesies, maka spesies ini tidak lagi memiliki sifat orbital atomic secara
individual,melainkan membentuk orbital molecular yang elektron-elektronnya
dipengaruhi secara serentak oleh kedua inti atom yang bergabung. Pendekatan sederhana
menyarankan behwa hanya elektron-elektron dalam orbital atomic luar saja yang
dianggap membentuk ikatan, sehingga electron ikatan ini berada dalam orbital molecular;
sedangkan electron-elektron dalam orbital dalam masih tetap sebagaimana keadaannya
dalam masing-masing atom secar individual.
Menurut pendekatan kombinasi linear (linear combination), jumlah orbital molecular
yang terbentuk sama dengan jumlah orbital atomic yang bergabung. Apabila dua orbital
atomic bergabung masing-masing menyediakan satu orbital atomic (ψ) maka dihasilkan
dua orbital molecular, satunya merupakan kombinasi jumlahan kedua orbital atomic yang
saling menguatkan dan lainnya kombinasi kurangan yang saling meniadakan. Kombinasi
jumlahan menghasilkan orbital molecular ikat (ψ b bonding) dan kombinasi kurangan
,
yang menghasilkan orbital molecular antiikat (ψ a antibonding). Terdapat perbedaan
,

jumlah electron dalam orbital ikat dan orbital antiikat; numeric perbedaan ini dibagi
dengan jumlah atom yang berikatan disebut derajat ikatan (bond order) yang dapat
dipakai sebagai petunjuk kekuatan ikatan yang bersangkutan.
Orbital molekuler ikat yaitu orbital yang memiliki energi yang lebih rendah dan
kestabilanya yang lebih besar dibandingkan dengan orbital atom pembentuknya. Orbital
molecular antiikat yaitu orbital yang memiliki energi yang lebih tinggi dan kestabilanya
yang lebih rendah dibandingkan dengan orbital atom pembentuknya. Contoh orbital
molekular ikat dan orbital molekular antiikat adalah: O3

x y

p
z z

px py

2px2

2py1
2px2
2pz1
2py1
2px2
2pz1
2py1
px py
2pz1

p
z

s

 s

O O=O

O+ O O-
-
O O O+

6) Teori Pita
Sifat logam salah satunya adalah dapat menghantarkan panas dan listrik, logam yang
tidak begitu baik menghantarkan listrik disebut semikonduktordan logam yang  dapat
menghantarkan listrik dengan baik yaitu konduktor. Sifat logam konduktor,
semikonduktor ini dapat dijelaskan melalui Teori Pita(bond theory).
Kombinasi linear orbital-orbital terluar atom-atom logam menghasilkan orbital-orbital
bonding dan orbital-orbital antibonding dengan tingkat energi yang berdekatan yang
disebut pita energi. Pita energi ini sebetulnya terdiri dari dua bagian, yaitu separuh pita
bagian bawah yang terbetuk dari orbital-orbital bonding yang disebut dengan pita
bonding dan separuh pita bagian atas yang terbentuk dari orbital-orbital anti bonding yang
disebut dengan pita anti bonding.
Pada logam pita bonding dan pita antibonding yang terbentuk dari kombinasi linear
orbital-orbital atom yang sama adalah menyatu. Pita energi terisi penuh bila orbital-
orbital atom pembentuknya terisi penuh elektron. Sebaliknya, pita energi tidak terisi
penuh bila orbital-orbital atom pembentuknya tidak terisi penuh elektron.
Pita energi tertinggi yang berisi penuh elektron disebut pita valensi. Pita energi
tertinggi berikutnya tempat elektron dapat menjelajah secara bebas sebagai penghantar
listrik disebut pita konduksi. Mengapa demikian? Pita konduksi terdiri atas elektron-
elektron yang disebut elektron konduksi yaitu elektron yang mempunyai cukup energi
sehingga tidak tertarik balik oleh tarikan ion positif; elektron-elektron lainnya pada
tingkat energi yang lebih rendah dalam pita konduksi membutuhkan energi yang lebih
besar untuk mencapai pita kosong dan umumnya tidak berpartisipasi dalam sifat hantaran.
Dalam pengaruh medan listrik, elektron konduksi dipercepat ke arah medan dan hasilnya
adalah aliran elektron. Pita konduksi ini ada yang kosong, ada yang berisi elektron
banyak, dan ada yang setengah penuh sebagaimana ditemui pada logam.
Pita energi ada yang saling terpisah satu sama lain dengan menghasilkan celah energi
terlarang (forbidden energi gap).  Celah energi antara pita valensi dengan pita konduksi
berperan penting dalam menentukan sifat hantaran listrik. Celah energi ini ukurannya
dapat lebar ataupun sempit. Celah yang lebar tidak memungkinkanelektron melintasinya
(yakni insulator) dan celah yang sempit memungkinkan elektron melintasinya ke pita
energi yang lebih tinggi sebagai penghantar listrik (yakni konduktor). Adanya celah
energi ini merupakan konsekuensi sifat mekanika kuantum elektron, yaitu memungkinkan
peluang mendapatkan elektron dengan nilai nol. Selain itu pita energi ada juga yang
saling tumpang tindih. Sifat hantaran listrik konduktor (logam), insulator (nonlogam), dan
semikonduktor dapat dijelaskan berdasarkan susunan pita-pita energi tersebut dalam
bahan yang bersangkutan.
Untuk logam-logam golongan 1, pita konduksi terdiri atas setengah pita isi penuh
elektron dan setengah pita kosong. Kedua bagian tengahan pita energi ini tentu sangat
dekat satu sama lain karena tidak ada celah energi, sehingga elektron-elektron dalam pita
konduksi ini dengan mudah mampu menjelajahi pita kosong sebagai pembawa arus
listrik.
Elektron-elektron berperan dalam kondukis hanya jika berada dalam pita yang terisi
secara persial. Dalam pita yang terisi penuh dengan tanpa adanya pita kosong cukup
dekat, elektron-elektron hanya bergerak saling bertukar tempat. Dalam pengaruh medan
listrik elektron-elektron terbagi menjadi dua bagian yang sama jumlahnya dengan dua
arah yang menghasilkan resutante nol, tanpa konduksi. Untuk unsur-unsur golongan 2,
elektron-elektron dengan energi tertinggi (ns2) menempati secara penuh pita valensi.
Sepintas elektron-elektron ini bukan elektron konduksi. Namun, pita konduksi kosong
berikutnya tersusun oleh orbital np yang ternyata tumpang tindih dengan pita valensi,
sehingga elektron pada pita valensi mampu berperan sebagai elektron konduksi,
menjelajah bebas pada orbital np dalam pita konduksi.
Elektron-elektron yang menempati energi dibawah pita valensi disebut elektron
inti(core elektrons); elektron-lektron ini terikat kuat oleh inti atom yang bersangkutan
dan dianggap kurang berperan dalam menentukan sifat konduktivitas.

Contoh terjadinya ikatan logam. Tempat kedudukan elektron valensi dari suatu atom besi (Fe)
dapat saling tumpang tindih dengan tempat kedudukan elektron valensi dari atom-atom Fe yang lain.
Tumpang tindih antarelektron valensi ini memungkinkan elektron valensi dari setiap atom Fe
bergerak bebas dalam ruang di antara ion-ion Fe+ membentuk lautan elektron. Karena muatannya
berlawanan (Fe2+ dan 2 e–), maka terjadi gaya tarik-menarik antara ion-ion Fe + dan elektron-elektron
bebas ini. Akibatnya terbentuk ikatan yang disebut ikatan logam. Logam mempunyai sifat-sifat antara
lain:
a. pada suhu kamar umumnya padat,
b. mengilap,
c. menghantarkan panas dan listrik dengan baik,
d. dapat ditempa dan dibentuk.
Dalam bentuk padat, atom-atom logam tersusun dalam susunan yang sangat rapat (closely
packed). Susunan logam terdiri atas ion-ion logam dalam lautan elektron. Dalam susunan seperti ini
elektron valensinya relatif bebas bergerak dan tidak terpaku pada salah satu inti atom, sehingga
elektron-elektron ini tidak terus-menerus digunakan bersama oleh dua ion yang sama. Bila diberikan
energi, elektron-elektron ini mudah dioperkan dari atom ke atom. Telah kita ketahui bahwa unsur
logam memiliki sedikit elektron valensi. Berarti, pada kulit luar atom logam terdapat banyak orbital
kosong. Hal ini menyebabkan elektron valensi unsur logam dapat bergerak bebas dan dapat berpindah
dari satu orbital ke orbital lain dalam satu atom atau antar atom.
Ikatan logam adalah ikatan kimia yang terbentuk akibat penggunaan bersama elektron-
elektron valensi antar atom-atom logam. Ikatan logam terjadi akibat interaksi antara elekron valensi
yang bebas bergerak dengan inti atau kation-kation logam yang menghasilkan gaya.
1) Sifat Logam

Logam banyak kita jumpai di sekitar kita, contohnya besi, aluminium, tembaga, perak,
emas, dan lain-lain. Pada umumnya logam mempunyai sifat fisis, antara lain:

1. Logam biasanya memiliki titik leleh yang tinggi.


Logam biasanya memiliki titik leleh yang tinggi karena membutuhkan banyak energi
panas untuk memecah kisi-kisi, dengan ikatan logam yang kuat. Tembaga meleleh pada 1083
C, dan nikel pada 1455 C. (Tapi ada pengecualian. Sodium meleleh di hanya 98 C, misalnya.
Dan merkuri meleleh pada -39 C, sehingga merupakan cair pada suhu kamar.)
2. Logam lunak dan ulet.
Logam bisa ditekuk dan ditekan. Ulet berarti mereka dapat ditarik keluar menuju
kabel. Hal ini karena lapisan bisa geser lebih dari satu sama lain. Diagram berikut ini
merupakan salah kisi logam: Lapisan bisa di geser tanpa memutuskan ikatan logam, karena
elektron bebas bisa bergerak
3. Logam adalah konduktor panas yang baik.
Logam adalah konduktor panas yang baik karena elektron bebas mengambil energi
panas, yang membuat mereka bergerak lebih cepat. Mereka dengan cepat mentransfer panas
melalui struktur logam:
4. Logam adalah konduktor listrik yang baik.
Logam adalah konduktor listrik yang baik karena elektron bebas dapat bergerak
melalui muatan kisi pembawa, bila tegangan diterapkan di logam.
Karena elektron-elektron valensi logam bergerak bebas dan mengisi ruang-ruang di antara
kisi-kisi kation logam yang bermuatan positif. Oleh karena bergerak bebas, elektron-elektron valensi
dapat berpindah jika dipengaruhi oleh medan listrik atau panas.
Teori awan elektron yang dikemukakan oleh drude dan lorentz pada awal abad ke 20.
Menurut teori ini, didalam kristal logam terdiri dari ion-ion logam bermuatan positif (kation) yang
tersusun rapat dalam awan elektron. Awan elektron ini merupakan elektron valensi yang dilepaskan
oleh setiap atom. Elektron valensi ini tidak terikat salah satu ion logam atau pasangan ion logam,
tetapi terdelokalisasi terhadap semua ion logam. Hal ini disebabkan oleh tumpang tindih (overlap)
orbital valensi dari atom-atom logam. Akibatnya elektron-elektron yang ada pada orbitalnya dapat
berpindah ke orbital valensi atom tetangganya. Karena hal inilah elektron-elektron valensi akan
terdelokaslisasi pada semua atom yang terdapat pada logam membentuk awan atau lautan elektron,
sehingga elektron valensi tersebut bebas bergerak keseluruh bagian dari kristal logam. Elektron-
elektron bebas inilah yang menyebabkan adanya ikatan dalam kristal logam. Misalnya logam berilium
yang memiliki 2 elektron valensi berdasarkan model awan elektron, logam Berilium dapat dianggap
terdiri dari ion positif Be 2+ yang tersusun secara teratur, berulang dan disekitarnya terdapat awan atau
lautan elektron yang dibentuk dari elektronvalensi Berilium.

Maka, teori awan atau lautan elektron pada ikatan logam itu didefinisikan sebagai gaya tarik
antara muatan positif dari ion-ion logam (kation logam) dengan muatan negatif yang terbentuk dari
elektron-elektron valensi dari atom-atom logam. Jadi, logam yang memiliki elektron valensi lebih
banyak akan menghasilkan kation dengan muatan positif yang lebih besar dan awan elektronn dengan
jumlah elektron yang banyak atau lebih rapat. Hal ini menyebabkan logam memiliki ikatan yang lebih
kuat dibanding logam yang tersusun dari atom-atom logam dengan jumlah elektron valensi lebih
sedikit.
Adapun menurut pauling pada tahun 1965 mengemukakan ikatan logam dengan menetapkan
konsep resonansi, menurut teori ini ikatan logam merupakan ikatan kovalen dan sesuai dengan
struktur kristal logam yang dapat diamati pada eksperimen maka dapat diperkirakan terjadi resonansi.
Dalam mengembangkan teorinya pauling meninjau kristal logam Li. Dari tafsiran analisis terhadap
pola difraksi sinar-X oleh kristal logam Li dapat diketahui bahwa setiap atom Li dikelilingi oleh 8
atom Li yang lain. Karena elektron valensi Li adalah 1, maka tidak mungkin 1 atom meggikat 8 atom
Li lainnya. Bila atom Li menggunakan elektron valensinya, mak resonansi pasangan ikatan Li-Li
terjadi secara serempak didalam kisi kristalnya. Dinyatakan dalam 2 dimensi, resonansi yang
memungkinkan.
Yang dapat disimpulkan dari bebrapa pengertian secara umum dan para ahli tentang ikatan
logam yakni ikatan logam adalah ikatan kimia dimana elektron valensinya terbentuk dengan adanya
penggunaan bersama didalam atom-atom logam. Sehingga terjadi interaksi elektron yang bebas,
elektron valensi juga dilepaskan oleh atom karena elektron valensi tidak terikat dengan pasangan ion
logam. Jadi, logam yang memiliki elektron valensi lebih banyak akan menghasilkan kation dengan
muatan positif lebih besar. Contohnya seperti Be2+
Orbital molekul merupakan sebuah orbital dari persamaan Schrödinger yang melibatkan
beberapa iinti atom. Jika orbital molekul merupakan tipe orbital yang elektrin-elektronnya memiliki
keboleh jadian lebih tinggi berada di antara dua anti daripada dilokasi lainnya, maka orbital ini
merupakan orbital ikat dan menjaga kedua inti bersama. Jika elektron-elektron berada di orbital
molekul yang berada dilokasi lainnya, maka ini adalah orbital anti-ikat dan akan melemahkan ikatan.

Orbital molekuler ikat (bonding) yaitu orbital dengan rapatan elektron ikat terpusat yang
mendekat pada daerah antara kedua anti atom yang bergabung dan akan lebih stabil. Orbital
molekuler anti-ikat (anti-bonding) yaitu orbital dengan rapatan elektron ikat terpusat yang menjauh
fari daerah antara anti atom yang bergabung dan bersifat kurang stabil. Orbital ikatan yang dihasilkan
disebut orbital non-ikat (non-bonding) jika pada daerah tumpang tindih terdapat orbital atomik yang
bereaksi dalam pembentukan ikatan. Kerapatan elektron dalam orbital molekul ikatan lebih besar di
antara inti atom yang berikatan, sedangkan dalam orbital molekul anti-ikatan kerapatan elektron
mendekati nol di antara inti.
Pembentukan orbital molekul ikatan berkaitan dengan interferensi konstruktif, dimana
interferensi konstruktif memperbesar amplitudo. Dan pembentukanorbital molekul anti-ikatan
berkaitan engan interferensi destruktif, dimana interferensi destruktif meniadakan amplitud. Interaksi
konstruktif dan destruktif antara dua orbital 1s dalam molekul H 2 mengarah pada pembentukan ikatan
sigma (σ1s) dan pembentukan anti-ikatan sigma (σ*1s). (Chang, 2004).

Dimana

Ψ                     = fungsi gelombang untuk orbital molekuler

Ψx danΨy       = fungsi gelombang orbital 1s hidrogen untuk atom x dan y

N                     = konstanta normaliasi


Berdasarkan persamaan tersebut dapat diperoleh peluang ditemukannya sebuah elektron dengan cara
mengkuadratkan persamaan gelombang Ψ.

Ψ2  = N2 (Ψx2 + Ψy2 + 2Ψx Ψy………………………………………….. (6)


Ψx2                        = menunjukkan peluang menemukan elektron di sekeliling atom x
Ψy2                        = menunjukkan peluang menemukan elektron di sekeliling atom y
2Ψx + Ψy        = menunjukkan peningkatan elektron pada daerah antara kedua inti

Molekul oksigen (O2) dengan konfigurasi 8O= 1s2 2s2 2p4.

Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa selain adanya orbital atom (samping),
terdapat juga orbital molekul (tengah). Elektron-elektron pada orbital molekul merupakan jumlah dari
elektron-elektron yang terdapat di dalam masing-masing orbital kulit valensi unsur penyusunnya.
Orbital s akan membentuk ikatan sigma dan orbital p akan membentuk ikatan pi. Orbital dengan tanda
asterik (*) merupakan orbital anti-ikatan sehingga suatu molekul menjadi tidak stabil. Semakin
banyak elektron pada orbital anti-ikatan, maka suatu molekul akan semakin tidak stabil. Dari gambar
tersebut dapat diketahui bahwa gas O 2 merupakan gas paramagnetik karena terdapat elektron yang
tidak mengisi orbital π*px dan π*py secara penuh, sehingga konfigurasi elektron valensi molekul
O2 adalah:
(σ2s)2(σ*2s)2(σ2pz)2(π2px)2(π2py)2(π*2px)1(π*2py)1 atau (σ2s)2(σ*2s)2(σ2p)2( π2p)4(π*2p)2.

Teori ini dikembangkan Band Theory pada tahun 1970 mempergunakan teori orbital molekul.
Ikatan logam mudah dipahami dengan memberi teori orbital molekul ini. Misalnya pada logam Li
memiliki susunan elektron 1s2 2s1. Elektron 1s2  terdapat dalam orbital yang terarah (localized)
sedangkan elektron dalam 2s1 terdapat pada orbital tidak terarah (delocalized). Elektron 2s inilah yang
akan membentuk ikatan.
Bila dua atom Li mendekat, orbital atom 2s akan bergabung dengan orbital atom 2s dari atom lain
membentuk dua orbital molekul, yaitu orbital molekul bonding dan anti bonding. Bila atom ketiga
mendekat, terbentuk tiga orbital molekul, dan seterusnya. Jadi jumlah molekul sama dengan jumlah
atonya. Bila N atom litium bersatu, terbentuk N orbital molekul dengan energi berbeda-berda yang
membentuk pita energi, dengan distribusi energi yang kontinyu.

Dalam Litium, Elektron-elektron yang berasal dari orbital 2s kedua atom Li, akan menempati
orbital molekul bonding, sedangkan pada orbital molekul antibonding tidak terdapat elektron. Pada
pembentukan molekul Li3, terdapat 1 orbital molekul bonding yang berisi 2 elektron, 1 orbital molekul
nonbonding dimana terdapat sebuah elektron dan 1 orbital molekul antibonding yang masih kosong.
Pada pembentukan molekul Li4, terdapat 2 orbital molekul bonding yang masing-masing berisi 2
elektron dan 2 orbital molekun antibonding yang masih kosong. Proses ini dapat diperluas ke atom
yang ke N, meliputi seluruh atom dalam kristal Li. Hal ini mengakibatkan dihasilkan orbital molekul
sejumlah N, yang mempunyai perbedaan energi. Sebagai akibatnya adalah bahwa N atom Li yang
terdapat dalam kisi kristalnya akan memberntuk N/2 orbital molekul bonding dan N/2 orbital molekul
antibonding. N/2 orbital molekul bonding yang terjadi mempunyai tingkat energi yang hampir sama
dan menempati ruang yang sangat berdekatan sehingga menjadi kontinyu.
Baik kelompok orbital molekul antibonding, maupun kelompok orbital bonding yang kontinyu
tersebut akan berupa pita. Pita terbentuk bila orbital-orbital 2s pada atom-atom Li membentuk orbital
molekul dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini.

Bagian dari pita 2s di mana terdapat elektron valensi disebut pita valensi dan tingkat energi
tertinggi pada pita valensi disebut energi fermi E F. Dibagian atas tingkat fermi terdapat tingkat-tingkat
energi yang masih kosong yang disebut pita konduksi, karena elektron dapat mengalir melalui pita
orbital molekul tersebut.
Kesenjangan antara pita valensi dan pita konduksi yang disebut kesenjangan energi merupakan
ukuran kemudahan suatu logam untuk menghantarkan listrik. Bila logam dihubungkan dengan sumber
arus atau medan magnit, elektron yang berada disekitar tingkat fermi memperoleh tambahan energi
yang menyebabkan tingkat energinya naik, sehingga dapat pindah kedalam pita konduksi yang masih
kosong dan arus elektron listrik mengalir melalui pita konduksi tersebut.

Dikenal logam-logam yang tidak begitu baik menghantarkan listrik (semikonduktor)


disamping logam-logam yang menghantarkan arus listrik dengan baik (konduktor). Hal ini bergantung
pada susunan atom logam dalam kristalnya dan suhu. Sifat-sifat tersebut dapat dijelaskan dengan teori
pita.

1. Teori elektron bebas


Teori ini dikemukakan oleh Drude dan Lorentz pada awal abad ke-20.
Menurut teori ini, di dalam kristal logam terdiri dari ion-ion logam bermuatan positif
(kation) yang tersusun rapat dalam awan elektron. Awan elekton ini merupakan
elektron valensi yang dilepaskan oleh setiap atom. Elektron valensi ini tidak terikat
salah satu ion logam atau pasangan ion logam, tetapi terdelokalisasi terhadap semua
ion logam. Hal ini disebabkan oleh tumpang tindih (overlap) orbital valensi dari atom-
atom logam. Akibatnya elektron-elektron yang ada pada orbitalnya dapat berpindah
ke orbital valensi atom tetangganya. Karena hal inilah elektron-elektron valensi akan
terdelokaslisasi pada semua atom yang terdapat pada logam membentuk awan atau
lautan elektron, sehingga elektron valensi tersebut bebas bergerak keseluruh bagian
dari kristal logam. Elektron-elektron bebas inilah yang menyebabkan adanya ikatan
dalam kristal logam. Misalnya logam magnesium yang memiliki 2 elektron valensi.
Berdasarkan model awan elektron, logam magnesium dapat dianggap terdiri dari ion
positif Mg2+ yang tersusun secara teratur, berulang dan disekitarnya terdapat awan
atau lautan elektron yang dibentuk dari elektron valensi magnesium, seperti pada
Gambar.
2. struktur logam

 kubus berpusat muka (face-centered cubic).


 kubus berpusat badan (body-centered cubic).
 heksagonal tumpukan padat (hexagonal close-packed).

Face Cetered Cubic (FCC)  

 Gambar 2a menunjukkan model bola pejal sel satuan FCC,


 Gbr 2b: pusat-pusat atom digambarkan dengan bola padat kecil
 Sel satuan FCC yang berulang dalam padatan kristalin sama seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 1.

 Struktur FCC mempunyai sebuah atom pada pusat semua sisi kubus dan sebuah atom
pada setiap titik sudut kubus. Beberapa logam yang memiliki struktur kristal FCC
yaitu tembaga, aluminium, perak, dan emas (lihat Tabel 1).
 Sel satuan FCC mempunyai empat (4) buah atom, yang diperoleh dari jumlah delapan
seperdelapan-atom pada delapan titik sudutnya plus enam setengah-atom pada enam
sisi kubusnya (8 1/8  + 6 1/2).
 Atom-atom atau inti ion bersentuhan satu sama lain sepanjang diagonal sisi.
Hubungan panjang sisi kristal FCC, a, dengan jari-jari atomnya, R, ditunjukkan oleh
persamaan berikut:
Tiap atom dalam sel satuan FCC ini dikelilingi oleh duabelas (12) atom tetangga, hal ini
berlaku untuk setiap atom, baik yang terletak pada titk sudut maupun atom dipusat sel satuan
(lihat Gambar 2a). Jumah atom tetangga yang mengelilingi setiap atom dalam struktur kristal
FCC yang nilainya sama untuk setiap atom disebut dengan bilangan koordinasi (coordination
number). Bilangan koordinasi struktur FCC adalah 12.

Faktor tumpukan atom (atomic packing factor, APF) adalah fraksi volum dari sel satuan yang
ditempati oleh bola-bola padat, seperti ditunjukkan oleh persamaan berikut:

 Body Centered Cubic (BCC)

Struktur kristal kubus berpusat badan (BCC): (a) gambaran model bola pejal sel satuan BCC,
(b) Sel satuan BCC digambarkan dengan bola padat kecil, (c) Sel satuan BCC yang berulang
dalam padatan kristalin

 Logam–logam dengan struktur BCC mempunyai sebuah atom pada pusat kubus dan
sebuah atom pada setiap titik sudut kubus
 Sel satuan BCC mempunyai dua (2) buah atom, yang diperoleh dari jumlah delapan
seperdelapan atom pada delapan titik sudutnya plus satu atom pada pusat kubus (8 1/8
+ 1).
 Atom-atom atau inti ion bersentuhan satu sama lain sepanjang diagonal ruang.
Hubungan panjang sisi kristal BCC, a, dengan jari-jari atomnya, R, diberikan sebagai
berikut:

Tiap atom dalam sel satuan BCC ini dikelilingi oleh delapan (8) atom tetangga (lihat Gambar
3a), sebagai akibatnya bilangan koordinasi struktur BCC adalah 8.Karena struktur BCC
mempunyai bilangan koordinasi lebih kecil dibandingkan dengan bilangan koordinasi FCC,
maka faktor tumpukan atom struktur BCC, yang bernilai 0.68, adalah juga lebih kecil
dibandingkan dengan faktor tumpukan atom FCC.
Hexagonal Close Packed (HCP)

Gambar Struktur kristal heksagonal tumpukan padat (HCP): (a) sel satuan HCP digambarkan
dengan bola padat kecil, (b) sel satuan HCP yang berulang dalam padatan kristalin.

 Ciri khas logam–logam dengan struktur HCP adalah setiap atom dalam lapisan
tertentu terletak tepat diatas atau dibawah sela antara tiga atom pada lapisan
berikutnya
 Sel satuan HCP mempunyai enam (6) buah atom, yang diperoleh dari jumlah dua-
belas seperenam-atom pada dua belas titik sudut lapisan atas dan bawah plus dua
setengah-atom pada pusat lapisan atas dan bawah plus tiga atom pada lapisan
sela/tengah (12 1/6 + 2  1/2 + 3).
 Jika a dan c merupakan dimensi sel satuan yang panjang dan pendek (lihat Gambar 4),
maka rasio c/a umumnya adalah 1.633. Akan tetapi, untuk beberapa logam HCP, nilai
rasio ini berubah dari nilai idealnya.
 Bilangan koordinasi struktur HCP dan faktor tumpukannya sama dengan struktur
FCC, yaitu 12 untuk bilangan koordinasi dan 0.74 untuk faktor tumpukan.

BAB II
IKATAN IONIK
Ikatan ionik adalah ikatan yang terjadi akibat perpindahan elektron dari satu atom ke atom
yang lain(james E. Braday. 1990). Ikatan ion terbentuk antara atom yang melepaskan elektron
(logam) dengan atom yang menangkap elektron bukan logam. Atom logam, setelah melepaskan
elektron berubah menjadi ion positif. Sedangkan atom bukan logam setelah menerima
elektronberubah menjadi ion negatif. Antara ion-ion yang berlawanan muatan ini terjadi tarik-
menarik (gaya elektrilisis) yang disebut ikatan ion (ikatan elektrovalen). Senyaawa yang memiliki
ikatan ion disebut senyawa ionik. Senyawa ionik biasanya terbentuk antara atom-atom unsur logam
dan non-logam.
Proses terbentuknya ikatan ionik dicontohkan dengan pembentukan NaCl. Natruin (Na)
dengan konfigurasi elektron (2,8,1) akan lebih stabil jika melepaskan 1 elektron sehingga konfigurasi
elekton berubah menjadi (2,8), sedangkan klorin (Cl), yang mempunyai konfigurasi (2,8,8). Jika agar
keduannya menjadi lebih stabil, maka natrium menyumbang satu elektron dan klorin akan kedapatan
satu elektron dari natruium.

Ikatan ionik adalah ikatan yang terjadi antara atom logam dengan atom non logam karena
adanya serah terima elektron. Teori mengenai ikatan ionis yang sampai sekarang diterima adalah atom
unsur yang sangat elektropositif dapat melepaskan 1 atau 2 elektron yang terdapat pada kulit
terluarnya dan atom unsur yang elektronegatif dapat menerima 1 atau 2 elektron yang dilepaskan oleh
atom unsur yang elektropositif. Oleh senyawa yang terbentuk karena adanya serah terima elektron
pada atom-atom pembentuknya disebut senyawa elektrovalen atau senyawa ionis dan ikatan pada
senyawa tersebut dinamakan ikatan elektrovalen atau ikatan ionis. Pada suhu kamar, senyawa ionis
terdapat dalam bentuk kristal yang disebut kristal ion. Kristal ion tersebut terdiri dari ion-ion positif
dan ion-ion negatif, dengan bentuk yang teratur yang ditentukan oleh muatan dan jari-jari ion
pembentuknya. Contohnya :

Proses terbentuknya ikata ion pada senyawa NaCl (nomor atom Na =11, Cl= 17)

Dimana konfigurasi elektronnya adalah :

11Na : 1s2 2s2 2p6 3s1


17Cl : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p5
11Na dan 17Cl
11Na = 2 8 1
Golongan IA = logam
17Cl = 2 8 7
Golongan IIA = non logam
Na+ + Cl- → NaCl
Ikatan yang terbentuk adalah ikatan ion. Ikatan ion dapat terjadi antara logam (melepaskan elektron)
dengan non logam (menerima elektron). Untuk mencapai kestabilan unsur Na membentuk ion positif
dengan cara melepaskan satu elektron, sedangkan unsur Cl mencapai kestabilan membentuk ion
negatif dengan cara menerima satu elektron.

Ketika natrium kehilangan satu elektron, maka natrium menjadi lebih kecil. Sedangkan klorin
akan menjadi lebih besar karena ketambahan satu elektron. Oleh karena itu ukuran ion positif selalu
lebih kecil daripada ukuran sebelumnya. Namun ion negatif akan cenderung lebih besar daripada
ukuran sebelumnya. Ketika pertukaran elektron terjadi maka Na akan menjadi bermuatan positif Na +
dan Cl akan menjadi bermuatan negatif Cl -. Kemudian terjadi gaya elektrostatik antara Na + dan Cl-
sehingga membentuk ikatan ionik.

Ikatan ionik terbentuk antara :

1. Ion positif dengan ion negatif


2. Atom-atom berenergi potensial ionisasi kecil dengan atom-atom berafinitas eletron besar
(atom-atom unsur golongan IA, IIA dengan atom-atom unsur golongan VIIA, VIIA).
3. Atom-atom dengan keelektronegatifan kecil dengan atom-atom yang mempunyai
keelektronegatifan besar.

Sifat-sifat senyawa ion sebagai berikut:

1. Dalam bentuk padatan tidak menghantar listrik karena partikel-partikrl ionnya terikat kuat
pada kisi, sehingga tidak ada elektron yang bebas bergerak.
2. Leburan dan larutannya menhantarkan listrik
3. Umumnya berupa zat padat kristal yang permukaannya keras dan sukar digores
4. Titik leleh dan titik didihnya tinggi
5. Larut dalam pelarut polar dan tidak larut dalam pelarut nonpolar.

Ikatan ion terjadi adanya gaya tarik-menarik antar ion yang bermuatan positif dan ion yang bermuatan
negatif.

Menurut Wibowo (2013) ada beberapa yang perlu diperhatikan, biasanya terjadi kesalahan konsep
dalam materi ikatan kimia ini, seperti:

1. Ikatan ionik hanya dapat terjadi antara kation dan anion sederhana .
2. Senyawa ionik hanya dapat terbentuk secara langsung dari ion-ion

Pada formula atau senyawa ionik, senyawa ion itu tidak ada sebagai molekul, sehingga kita tidak
dapat mengetahui tentang rurmus molekul dari senyawa ion. Sebagai gantinya rumus ionik suatu
senyawa itu tidak ada sebagai molekul. Sehingga kita tidak dapat mengetahui tentang rumus molekul
dari senyawa ion. Sebagai gantinya, rumus ionik suatu senyawa ialah rumus empiris senyawa
tersebut. Contohnya seperti natrium klorin rumusnya NaCl.

Menurut Saunders (2007) ada beberapa jumlah yang sama dengan ion tersebut dalam kisis ioniknya,
seperti contoh:

1. Magnesium oksida berisi Mg2- dan O2- ion dan rumusnya itu MgO
2. Kalsium klorida berisi Ca2- dan Cl2- ion dan rumusnya itu CaCl
3. Aluminium oksida berisi Al2- dan O2- ion, dan rumusnya itu Al2O2.
 Cacat dan Poin Cacat
Kecuali kristal-kristal tunggal yang tumbuh dalam kondisi khusus, senyawa-senyawa
kristalin jarang bersifat “sempurna”. Suatu kristal sempurna bersifat kimiawi murni dan
mempunyai struktur sempurna dengan setiap titik-titik kisi terisi seperti yang dilukiskan
oleh unit sel. Sifat-sifat fisik dan kimiawi suatu padatan banyak yang bergantung pada
hadirnya cacat-cacat dalam padatan yang bersangkutan. Kristal- kristal sempurna bersifat
sangat kuat sedangkan hampir sebagian besar padatan mengandung cacat yang cukup
untuk menyebabkan padatan ini mudah dipengaruhi oleh gaya-gaya mekanik. Reaksi
kimia dalam keadaan padat memerlukan gerakan atom-atom atau ion-ion melalui padatan
yang bersangkutan. Namun dalam kristal sempurna tidak ada jalan khusus yang tersedia
untuk keperluan gerakan ini, tetapi dalam kristal-kristal “cacat” atom-atom atau ion-ion
dapat bergerak dari cacat satukecacatlain.
Jadistrukturcacatsangatberperandalammenentukan sifat-sifat suatu semikonduktor.

Gambar 1.27 Model tipe cacat (a) kekosongan, (b) selit dan (c) pengotoran

Satu dari beberapa tipe cacat yang didefinisikan oleh para ahli kimia zat padat adalah
variasi di dalam penempatan kisi atau variasi bagian-bagian interstitial (selit) dalam
kristal. Ada tiga tipe dasar poin cacat yang dapat terjadi seperti ditunjukkan pada Gambar
1.27, yaitu:
(a) kekosongan, adalah adanya bagian kisi yang tidak terisi atau tidak dihuni
(b) interstitial (selit), adalah adanya atom atau ion dalam ruang atau celah di antara
bagian-bagian kisi, dan
(c) pengotoran (impurity), adalah adanya ion atau atom asing di dalam bagian kisi regular
atau bagian selit.
Dalam kristal ionik, sifat kenetralan muatan listrik harus diper- tahankan, dan dalam
banyak hal ini dicapai melalui keseimbangan antara cacat-cacat yang bermuatan positif
dan negatif. Kecenderungan beberapa senyawa untuk mengakomodasi poin cacat dalam
struktur kristalnya menyebabkan terjadinya senyawa-senyawa nonstoikiometrik yaitu
rasio dari atom-atom berbeda yang bergabung bukan merupakan bilangan bulat. Senyawa
demikian ini hanya terdapat pada keadaan padatan dan dalam banyak hal mempunyai
komposisi yang bervariasi. Sebagai contoh di dalam senyawa wüstite, FexO (0 < x < 1),
bagian kationnya terdapat kekosongan hingga 14%. Untuk mempertahankan sifat
kenetralan muatan, dua ion Fe2+ diubah menjadi ion Fe3+ untuk setiap ion Fe2+ yang
hilang. Pembuatan Fe(II) oksida maupun Cu(II) sulfida di dalam laboratorium dengan
tekanan atmosfer tidak pernah dihasilkan komposisi stoikiometrik. Dalam titanium
oksida, TiO2, 15 % bagian dari tiap tipe (rutil dan anatase) terdapat kekosongan. Oleh
karena itu ter- dapat komposisi nonstoikiometrik titanium oksida, TiO 2, dalam rentang
yang luas dengan harga x < 1 atau x > 1, bergantung pada tekanan oksigen selama
pembuatan sampel senyawa yang bersangkutan.
1. Karakter Ionik Senyawa Biner tidak ada senyawa ionik yang karakter ioniknya 100%.
Menurut Pauling, untuk senyawa biner yang tersusun atas atom-atom A dan B, dengan
keelektronegatifan aton B lebih besar dibandingkan keelektronegatifan atom A, karakter
ioniknya dapat diperkirakan dengan persamaan berikut:
Karakterionik = 1- e-1/4(ᵪB- ᵪA)
ᵪA = Keelektronegatifan atom A
ᵪB = Keelektronegatifan atom B
Perkembangan munculnya teori ionisasi mendorong pemahaman adanya senyawa
ionik dan senyawa kovalen atau nonionik. Senyawa ionik sederhana terbentuk hanya antara
unsur-unsur metalik dan nonmetalik yang keduanya sangat aktif. Tiga persyaratan penting
untuk dapatnya senyawa ionik terbentuk adalah: (1) energi ionisasi dalam pembentukan
kation; (2) afinitas elektron dalam pembentukan anion; dan (3) energi kisi untuk pembentukan
kisi kristal dari kation-kation dan anion-anion harus lebih menguntungkan (favourable)
ditinjau dari pertimbangan energi atau menguntungkan secara energetik. Ini bukan berarti
kedua reaksi pembentukan ion-ion tersebut harus eksotermik, tetapi lebih berarti bahwa reaksi
tidak membutuhkan energi yang terlalu besar. Jadi, persyaratan untuk membentuk ikatan
ionik adalah salah satu atom unsur harus mampu melepas satu atau dua electron (jarang tiga
electron) tanpa memerlukan banyak energi, dan atom unsur lain harus mampu menerima satu
atau dua elektron (hampir tidak pernah tiga elektron) tanpa memerlukan banyak energi. Oleh
karena itu ikatan ionik banyak dijumpai pada senyawa pada logam golongan 1,2 sebagian 3
dan beberapa logam transisi dengan bilangan oksidasi rendah, dan nonlogam golongan
halogen,oksigen dan nitrogen. Semua energi ionisasi adalah endotermik, dan afinitas elektron
untuk halogen adalah eksotermik, tetapi unruk oksigen dan nitrogen sedikit endotermik.
Siklus Born Haber
Berdasarkan Hukum Hess, perubahan entalpi yang menyertai suatu reaksi adalah
sama, tidak bergantung apakah reaksi itu berlangsung melalui satu tahap atau melalui
beberapa tahap. Born dan Haber pada tahun 1919 menerapkan hukum Hess untuk menghitung
entalpi pembentukan suatu zat padat ionik. Tahap-tahap yang diperlukan dalam pembentukan
kristal ionik beserta perubahan entalpi yang menyertai setiap tahap tersebut dapat
digambarkan dalam suatu daur yang disebut dengan daur Born-Haber (Born-Haber cycle).
Daur Born-Haber untuk pembentukan Kristal NaCl dari unsur-unsurnya ditunjukkan pada
Pada daur di atas tingkat energi pereaksi, yaitu padatan natrium, Na(s), dan gas klorin, Cl2(g),
dianggap sama dengan nol. Rincian tahap-tahap yang diperlukan untuk membentuk Kristal
NaCl dari unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:
i. Atomisasi natrium. Pada tahap ini padatan Na diubah menjadi atom-atom Na dalam fase
gas. Energi yang menyertai tahap ini disebut energi atomisasi, ∆HA. Tahap ini berlangsung
secara endotermik karena diperlukan sejumlah energi untuk memutuskan ikatan logam antara
atom-atom Na yang terdapat dalam logam natrium. Berdasarkan daur di atas, persamaan
reaksi untuk tahap ini dituliskan sebagai berikut.
Na(s) + ½ Cl2(g) Na(g) + ½ Cl2(g) ∆HA(Na) =108,4 kJ/mol
Pada tahap ini gas Cl2 tidak mengalami perubahan.
ii. Atomisasi klorin. Pada tahap ini gas Cl2 diubah menjadi atom-atom Cl dalam fase gas.
Energi yang menyertai tahap ini disebut energi atomisasi atau energi disosiasi ikatan, ∆HD.
Tahap ini berlangsung secara endotermik karena diperlukan sejumlah energi untuk
memutuskan ikatan kovalen antara dua atom Cl. Persamaan reaksi untuk tahap ini dapat
dituliskan sebagai berikut.

Na(g) + ½ Cl2(g) Na(g) + Cl(g) ½∆HD(Cl2) = 120,9 kJ/mol


Hd(Cl2)adalah energi disosiasi ikatan Cl-Cl.
Pada tahap ini atom Na tidak mengalami perubahan.
iii. Ionisasi atom natrium. Pada tahap ini atom Na dalam fase gas diionisasi menjadi ion Na+
dalam fase gas. Energi yang menyertai tahap ini disebut energi ionisasi, IE (ionization
energy). Tahap ini berlangsung secara endotermik karena diperlukan sejumlah energi untuk
mengatasi gaya tarik inti terhadap elektron yang akan dieksitasi sampai jarak tak berhingga
(dilepaskan dari atom Na. Persamaan reaksi untuk tahap ini dapat dituliskan sebagai berikut.
Na(g) + Cl(g) Na+(g) + Cl(g) + e IE = 495,4 kJ/mol
Pada tahap ini atom Cl tidak mengalami perubahan.
iv. Ionisasi atom klorin. Pada tahap ini atom Cl dalam fase gas diionisasi menjadi ion Cl-
dalam fase gas. Energi yang menyertai tahap ini dsebut afinitas elektron, EA (electron
affinity). Tahap ini berlangsung secara eksotermik karena gaya tarik inti atom Cl terhadap
elektron yang akan memasuki atom tersebut lebih kuat dibandingkan gaya tolak elektron-
elektron padaatom Cl terhadap elektron yang akan memasuki atom tersebut. Persamaan reaksi
untuk tahap ini dpaat dituliskan sebagai berikut.
Na+(g) + Cl(g) + e Na+(g) + Cl-(g) + e EA = -348,5 kJ/mol
Pada tahap ini ion Na+ tidak mengalami perubahan.
v. Pembentukan pasangan ion Na+Cl-. Pada tahap ini ion Na+ dan ion Cl- membentuk
pasangan ion Na+Cl- dalam fase gas. Energi yang menyertai tahap ini disebut energi
pasangan ion, Uip (ip= ion pair). Tahap ini berlangsung secara eksotermik karena terjadi
gaya tarik antara dua ion dengan muatan yang berlawanan.
Na+(g) + Cl-(g) Na+Cl-(g) Uip = -450,2 kJ/mol
vi. Pembentukan kisi kristal NaCl. Pada tahap ini pasangan-pasangan ion Na+Cl- berubah
menjadi kisi kristal NaCl. Energi yang menyertai tahap ini disebut energi kisi, U. Tahap ini
berlangsung secara eksotermik karena terjadi gaya tarik antara pasangan-pasangan ion untuk
membentuk kisi kristal.
Na+Cl-(g) Na+Cl-(g) Ukisi = -336,8 kJ/mol
Jumlah energi pasangan ion, Uip, dan energi kisi, U, merupakan energi kisi Uo.
Uo = Uip + Ukisi
Uo = -450,2 kJ/mol – 336,8 kJ/mol = -787,0 kJ/mol
Pembentukan kristal NaCl langsung dari unsur-unsurnya dapat ditunjukkan dengan
persamaan reaksi berikut.
Na(s) + ½ Cl2(g) NaCl(s) ∆Hf
∆Hf diperoleh dengan menjumlahkan semua energi yang terdapat pada semua tahap untuk
pembentukan Kristal NaCl secara tidak langsung.
∆Hf = ∆HA (Na) + 1/2∆HD (Cl2) + IE + EA + Uip + Ukisi
∆Hf = (108,4+120,9+495,4-348,5-450,2-336,8) kJ/mol
∆Hf = -410,8 kJ/mol

 Model Ionik Dan Ukuran Ion


Berdasarkan elektronegativitas Pauling, jika perbedaan elektronegativitas antara dua
atom yang berikatan kovalen membesar, sifat ikatan menjadi semakin polar. Akhirnya, jika
perbedaan tersebut sedemikian besarnya sehingga pasangan elektron sekutu menjadi
terabaikan karena lebih mendekat kepada salah satu pihak, maka ikatan yang terjadi dapat
dikatakan sebagai ikatan ionik. Dengan demikian, ikatan ionik secara sederhana adalah gaya
atraksi (tarik – menarik) elektrostatik antara ion positif dengan ion negatif.
Pauling melukiskan bahwa kenaikan perubahan perbedaan elektronegativitas akan
mengakibatkan kenaikan sifat ionik secara kontinu, perlahan. Perbedaan elektronegativitas
nol merupakan titik ekstrem sifat kovalen murni, perbedaan berkisar 1,7 merupakan
pertengahan sifat kovalen – ionik, dan perbedaan lebih besar 3,4 merupakan titik ekstrem sifat
ionik murni. Jadi, sesungguhnya tidak ada garis pembatas yang tegas antara karakter kovalen
dan ionik, dan kenyataannya banyak ditemui senyawa yang termasuk kategori “intermediate”
(antara), yaitu kovalen polar artinya bersifat ionik parsial, dan ionik yang bersifat kovalen
parsial. Karena logam umumnya mempunyai sifat elektronegatifitas rendah dan nonlogam
bersifat elektronegativitas tinggi, senyawa yang dibentuk dari keduanya sering termasuk
kategori ionik. Menurut model ionik murni, beberapa elektron valensi telah berpindah dari
atom berelektronegativitas rendah ke atom berelektronegativitas tinggi.
Ukuran atom dalam periode semakin kecil dengan naiknya nomor atom (dari kiri ke
kanan) sebagai akibat naiknya muatan inti efektif, Zef. Tetapi, perubahan atom menjadi ion
mengakibatkan perubahan yang komparatif besar pada ukurannya. Pembentukan ion logam
(kation) dari atomnya biasanya melibatkan pelepasan semua elektron valensi, sehingga
ukuran kation akan menjadi jauh lebih kecil daripada ukuran atom induknya. Sebagai contoh,
jari – jari atom natrium yaitu 186 pm, tetapi jari – jari ionnya, Na+, hanya 116 pm. Dengan
demikian terjadi penyusutan ukuran yang sangat dramatik. Volume bola (atom/ion), yaitu V =
4/3 π r3, maka penyusutan jari – jari kation tersebut mengakibatkan penyusutan ukuran ion
Na+ menjadi kira –kira hanya ¼ ukuran atom induknya, Na.
Untuk anion berlaku sebaliknya; ukuran ion negatif lebih besar daripada atom
induknya. Sebagai contoh, jari – jari kovalen atom oksigen adalah 74 pm, tetapi jari – jari ion
oksidanya (O2-) adalah 124 pm; dalam hal ini terdapat kurang lebih lima kali lipat kenaikan
ukuran anion dari atom induknya. Kenaikan jari – jari anion ini dapat dijelaskan bahwa,
dengan penangkapan elektron (tambahan) mengakibatkan menecilnya muatan inti efektif, Zef,
terhadap individu elektron terluar; akibatnya, gaya tarik inti melemah sehingga ukuran anion
menjadi lebih besar daripada atom induknya

BAB III
METALURGI
“Apa itu Metalurgi?”. Metalurgi dapat kita mengerti sebagai ilmu yang mempelajari
suatu characteristic (karakter), Metallic Properties (sifat logam), dan Metallic Behavior
(perilaku logam). Semua spesifikasi sifat tersebut ditinjau dari kekuatan, kekerasan,
ketahanan, dll. Spesifikasi dan sifat mekanis lainnya. Seperti spesifikasi dari segi sifat fisik,
kimiawi dan teknologi.

Fisik : Masa susut, Masa jenis, Panas, Magnetik, Optik, dll.

Teknologi : kegiaatan atas logam seperti dicor, diolah mesin, dibentuk, dikeraskan,
disambung, dll.

Kimiawi : korosi (karat), masa, ketahanan, pengikisan, dll.

Dalam pendidikan ilmu metalurgi dasar dari pada sifat-sifat yang dimiliki suatu logam,
baik logam murni atau pun logam campuran akan mengalami relasi antara satu dengan
lainnya. Bentuk aplikasi komponen dengan bahan dasar logam akan sangat berpengaruh dan
menentukan penggunaannya. Karena dalam pengaplikasiannya komponen berbahan dasar
logam ini, sangat penting diketahui dasar karakteristik yang dimiliki logam itu sendiri.
Khususnya untuk orang yang menggunakan dan memperlajari mengenai ilmu metalurgi
(berperan).
Metalurgi adalah ilmu pengetahuan dan teknologi logam, pengolahan dari bijihnya,
pemurnian, serta studi sifat maupun penggunaannya.
Metalurgi adalah Ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengolahan bijih sampai
menjadi logam dinamakan metalurgi. Proses pengolahan logam dari bijinya melibatkan tahap
pengolahan awal atau pemekatan, reduksi logam dan pemurnian (refining) logam.

Metarulgi adalah ilmu pengetahuan dan teknologi logam, dimana pengelolahan


bijinya, pemurnian, serta sifat dan penggunaannya. Namun demikian, prosedur pengelolahan
logam dari bijihnya melewati tiga tahap yang umum yaitu pemekatan bijih, ekstraksi logam,
pemurnian. ‘apa itu metalurgi?’. Metalurgi dapat kita mengerti sebagai ilmu yang
mempelajari suatu karakter, sifat logam, dan perilaku logam. Semua spesifikasi sifat
tersebut ditinjau dari kekuatan, kekerasan, dan ketahanan. Spesifikasi dan sifat mekanis
lainnya. Seperti spesifikasi dari segi sifat fisik, kimiawi dan teknologi. 
Fisik         : Masa susut, Masa jenis, Panas, Magnetik, Optik, dll.
Teknologi  : kegiatan atas logam seperti dicor, diolah mesin, dibentuk, dikeraskan,
disambung, dll.
Kimiawi    : korosi (karat), masa, ketahanan, pengikisan, dll.
Dalam pendidikan ilmu metalurgi dasar dari pada sifat-sifat yang dimiliki suatu
logam, baik logam murni atau pun logam campuran akan mengalami relasi antara satu dengan
lainnya. Bentuk aplikasi komponen dengan bahan dasar logam akan sangat berpengaruh dan
menentukan penggunaannya.
Karena dalam pengaplikasiannya komponen berbahan dasar logam ini, sangat penting
diketahui dasar karakteristik yang dimiliki logam itu sendiri. Khususnya untuk orang yang
menggunakan dan memperlajari mengenai ilmu metalurgi (berperan).
Metalurgi adalah salah satu bidang ilmu dan teknik yang mempelajari tentang perilaku
fisika dan kimia dari unsur-unsur logam, senyawa-senyawa antarlogam, dan paduan-paduan
logam yang disebut aloi atau lakur. Metalurgi juga adalah teknologi logam, yakni penerapan
sains dalam produksi logam dan rekayasa komponen-komponen logam untuk digunakan pada
produk-produk yang ditujukan bagi konsumen dan industri-industri manukfaktur. Produksi
logam meliputi kegiatan mengolah bijih untuk mengekstrasi kandungan logamnya, dan
kegiatan memadu logam, kadang-kadang dengan unsur-unsur nonlogam, untuk menghasilkan
aloi. Metalurgi berbeda dari kriya pengolahan logam, meskipun kemajuan teknis dalam
pengolahan logam bergantung pada perkembangan ilmu metalurgi, sebagaimana kemajuan
teknis dalam praktik kedokteran bergantung pada perkembangan ilmu kedokteran.

A. Jenis-jenis metalurgi
1. Pirometarulgi
Suatu proses ekstraksi metal dengan memakai energi panas. Suhu yang
dicapai ada yang hanya 50-250 oC (proses Mond untuk pemurnian nikel), tetapi
ada yang mencapai 2.000oC (proses pembuatan paduan baja). Yang umum
dipakai hanya berkisar 500-1.600 oC; pada suhu tersebut kebanyakan metal atau
paduan metal sudah dalam fase cair bahkan kadang-kadang dalam fase gas.
Umpan yang baik adalah konsentrat dengan kadar metal yang tinggi agar dapat
mengurangi pemakaian energi panas. Penghematan energi panas dapat juga
dilakukan dengan memilih dan memanfaatkan reaksi kimia eksotermik
(exothermic).

Proses pirometalurgi terbagi atas 5 proses, yaitu :


1) Drying (Pengeringan) adalah proses pemindahan panas kelembapan cairan
dari material. Pengeringan biasanya sering terjadi oleh kontak padatan lembap
dengan pembakaran gas yang panas oleh pembakaran bahan bakar fosil. Pada
beberapa kasus, panas pada pengeringan bisa disediakan oleh udara panas gas
yang secara tidak langsung memanaskan. Biasanya suhu pengeringan di atur
pada nilai diatas titik didih air sekitar 120 oC. Pada kasus tertentu, seperti
pengeringan air garam yang dapat larut, suhu pengeringan yang lebih tinggi
diperlukan.
2) Calcining (Kalsinasi) Kalsinasi adalah dekomposisi panas material.
Contohnya dekomposisi hydrate seperti ferric Hidroksida menjadi ferric
oksida dan uap air atau dekomposisi kalsium karbonat menjadi kalsium oksida
dan karbon diosida dan atau besi karbonat menjadi bsi oksida Proses kalsinasi
membawa dalam variasi tungku/furnace termasuk shaft furnace, rotary kilns
dan fluidized bed reactor.
3) Roasting (Pemanggangan) adalah pemanasan dengan kelebihan udara
dimana udara dihembuskan pada bijih yang dipanaskan disertai penambahan
regen kimia dan pemanasan ini tidak mencapai titik leleh (didih).
4) Smelting adalah proses peleburan logam pada temperatur tinggi sehingga
logam meleleh dan mecair setelah mencapai titik didihnya.
5) Refining (Pemurnian) Pemurnian adalah pemindahan kotoran dari material
dengan proses panas.

Melibatkan reaksi kimia yang dilaksanakan pada temperature tinggi. Misalnya dalam
smelting (peleburan atau pelelehan), reduksi mineral menghasilkan lelehan logam yang dapat
dipisahkan dari batuan yang tak diinginkan. Dalam proses reduksi ini biasanya dipakai karbon
atau logam lain. Oksida-oksida hasil pemanggangan bijih sulfide atau hasil kalsinasi bijih
karbonat tersebut umumnya direduksi dengan peleburan oleh karbon, menurut persamaan
reaksi :
ZnO (s) + C (s) → Zn (s) + CO (g)

Biasanya, pemekatanbijih tidak sampai memisahkan secara sempurna batu-batuan


pengotor yang tak diinginkan dari mineralnya. Batu-batuan pengotor dipisahkan dalam proses
peleburan dengan penambahan pereaksi fluks untuk menghasilkan slag (terak atau ampas
bijih) yang berupa cairan pada temperature proses dalam tungku. Sebagian besar slag adalah
silikat, misalnya:
SiO2 (s)    +  CaCO3 (s) → CaSiO3 (l) + CO2 (g)

Bantuan pengotor fluks slag lelehan logam dan slag membentuk lapisan yang dalam
terpisah dalam tungku sehingga dapat dipisahkan. Slag dapat dipadatkan sebagai massa mirip
gelas untuk dibuang atau dipakai pada pembuatan semen portland. Metode pirometalurgi
diterapkan untuk produksi tembaga, zink, dan besi.
Adapun contoh dari pirometralurgi adalah sebagai berikut:
a. Tembaga
Pada mulanya, bijih tembaga dipekatkan dengan penggerusan, kemudian dipanggang
dan dilebur dalam proses multitahap yang memisahkan besi dan tembaga sulfide yang
sebagian besar ada dalam bijih tembaga (kalkosit-Cu 2S, kalkopirit-CuFeS2). Bijih pertama-
tama dipanggang untuk membebaskan sebagian belerang sebagai belerang dioksida dan
belerang trioksida. Kemudian pemanasan dalam tungku dengan fluks silica akan mengubah
oksida-oksida besi dan beberapa besi belerang menjadi ampas (slag), dan menghasilkan
campuran lelehan tembaga sulfide dan besi sulfide dengan ampas besi silikat terapung di atas.
Beberapa persamaan reaksi yang penting dalam proses ini adalah :
FeS2 (l) +O2 (g) → FeS (l) + SO2 (g)
3 FeS (l) + 5 O2 (g) → Fe3O4 (l) + 3 SO2 (g)
2 CuFeS2 (l) + O2 (g) → Cu2S (l) + 2 FeS (l) + SO2 (g)
Fe3O4 (l) + FeS (l) + 4 SiO2 + O2 (g) → 4 FeSiO3 (l) + SO2 (g)
                                                       
Campuran lelehan sulfide dibawa ketangki pengubah (conventer) untuk dilebur
dengan silika bersama oksigen yang ditiupkan melalui campuran. Dibagian ini sisa besi
dipisahkan sebagai ampas besi silikat dan langkah terakhir adalah reduksi menjadi logam
tembaga. Persamaan reaksinya adalah :

2 Cu2S (l) + 3 O2 (g)   2 Cu2O (l) + 2 SO2 (g)

2 Cu2O (l) + Cu2S (l)   6 Cu (l) + SO2 (g)

Gas belerang  dioksida merupakan produk pencemar, oleh karena itu diusahakan


untuk dihilangkan dengan oksidasi katalitik menjadi asam sulfat via belerang trioksida, atau
dengan mengalirkan gas ini melalui bara karbon hingga terjadi reduksi menjadi belerang.

SO2 (g) + 2 C (s)   S (l) + 2 CO (g)


Tembaga yang diperoleh dari peleburan bijih sulfide belum murni dengan pengotor
utama adalah perak, emas, zink, timbel, arsenic, belerang, tembaga (I) oksida dan sedikit
ampas. Dengan pemanasan lelehan logam tak murni ini dengan arus udara, sebagian besar
arsenic dan belerang diubah menjadi oksidanya yang mudah menguap. Pengotor yang lain
dihilangkan melalui proses pemurnian secara elektrolisis seperti pada gambar 2.4. Batang-
batang tembaga kasar dipasang sebagai anode dalam sel elektrolisi dan lempengan tembaga
murni sebagai katode dan elektrolitnya adalah campuran asam sulfat encer, natrium klorida,
dan tembaga (II) sulfat. Dengan mengontrol secara hati-hati voltase arus listrik yang
digunakan hanya tembaga dan pengotor logam yang lebih elektropositif (bisi, zink, timbel)
dalam anode yang teroksidasi dan larut. Logam pengotor yang kurang elektropositif (perak,
emas) tidak terpengaruh dan jatuh dari anode yang mengalami disintegrasi. Jika terjadi
oksidasi terhadap perak, maka Ag akan diendapkan sebagai AgCl. Proses seperti ini mampu
menghasilkan tembaga dengan kemurnian > 99,9 %.
Bijih Zink yang paling umum adalah sfalerit atau zinkblende, ZnS dan smitsonit,
ZnCO3. Lainnya adalah zinkit, ZnO dan franklinite, (Zn,Mn)O. nFe 2O3, dengan rasio Zn, Mn,
dan Fe2O3 bervariasi. Titik didih zink yang rendah (907 oC) memungkinkan dapat dilakukan
distilasi terhadap lelehan bijih zink yang sering diikuti distilasi lanjut untuk pemurnian logam
zink. Metalurgi bijih franklinite sangat menarik, karena pada reduksi pada temperature tinggi
menghasilkan zink, mangan dan besi. Zink dapat dipisahkan dengan distilasi sedangkan
campuran mangan-besi dapat langsung dijadikan logam paduan atau baja.
Sebagaian besar, bijih zink dipanggang untuk mengubah sulfida menjadi oksidanya,
kemudian dilanjutkan dengan reduksi pada temperature tinggi dengan karbon untuk
menghasilkan logam zink yang kemudian dikondensasi dan dimurnikan. Persamaan reaksinya
adalah :

ZnO (s) + C (s)   Zn (s) + CO (g)


Logam zink juga dapat diekstrak menurut proses hidrometalurgi. Sebagai contoh,
larutan zink sulfat dapat diperoleh secara peluluhan dengan asam sulfat dan oksigen pada
bijih sulfide yang telah dipanggang sebelumnya. Persamaan reaksinya adalah :

2 ZnS (s) + O2 (g) + 2 H2SO4 (aq)   ZnSO4 (aq) + 2 S (s) + 2 H2O (l)


Debu zink kemudian diaduk bersama dalam larutan zink sulfat untuk mereduksi dan
mengendapkan logam-logam yang lebih mudah tereduksi daripada zink. Larutan kemudian
disaring dan dielektolisis untuk menghasilkan logam zink murni.
2. Elektrometalurgi
merupakan suatu proses reduksi mineral atau pemurnian logam menggunakan
energy listrik. Natrium dan aluminium diproduksi menurut elektrometalurgi.
a. Natrium
Merupakan logam alkali yang paling dibutuhkan untuk keperluan industry.
Sperti logam-logam alkali yang lain, natrium tidak ditemukan dalam keadaan murni
di alam karena reaktivitasnya yang sangat tinggi. Logam putih keperakan ini dalam
pabrik biasanya diproduksi secara elektrometalurgi menurut proses Downs (gambar
2.2) yaitu denagn mengelektrolisis lelehan natrium klorida (titik leleh 801 oC)
Elektrolisis ini dikerjakan dalam sebuah sel silindrik dengan anode grafit
dipasang ditengah (sentral) dan katode baja dibuat mengelilingi anode. Untuk
menurunkan suhu elektrolisis, ditambahkan kalsium klorida (titik leleh 600 oC)
sebagai campuran. Campuran 33% CaCL 2 – 67% NaCl ternyata mempu menurunkan
titik leleh menjadi 580 oC. Kedua elektroda dipisahkan dengan diafragma ayakan baja
silindrik sehingga lelehan natrium yang terbentuk mengapung pada bagian atas katode
dan tidak bersentuhan dengan gas klorin yang terbentuk pada ruang anode. Natrium
cair yang mengandung ~0,2%logam kalsium didinginkan hingga 110 oC agar logam
kalsium memadat dan terkumpul didasar wadah sehingga natrium cair dapat dipompa
kedalam wadah pencetak dingin tempat logam natrium memadat. Persamaan reaksi
elektrolisisnya adalah :

Katode       : 2 Na+(NaCl) + 2e   2 Na (l)

Anode        : 2 Cl- (NaCl)             Cl2 (g) + 2e


b. Aluminium
Logam aluminium juga diproduksi secara elektrometalurgi. Sumber utama
aluminium berasal dari mineral bauksit yaitu suatu hidrat aluminium oksida,
Al2O3.nH2O. Bauksit berisi sebagian besar silica, SiO 2, dan besi (III) oksida,
Fe2O3 dan keduanya ini harus dipisahkan. Pemurnian bauksit dolakukan dengan
proses Bayer yang berdasarkan pada perbedaan sifat asam-basa dari oksida-oksida
yang bersangkutan. Oksida aluminium bersifat amfoterik, besi (III) oksida bersifat
basa, dan silica realtif inert atau sedikit asam. Bijih bauksit digerus dengan larutan
panas natrium hidroksida dengan tekanan tinggi untuk melarutkan aluminium oksida
menjadi garam kompleks tetrahidroksoaluminat (III), Na[Al(OH) 4] menurut
persamaan reaksi :

 Al2O3 (s) + 2 NaOH (aq) + 3 H2O (l)   2 Na[Al(OH)4] (aq)


Besi(III) oksida dan material lain sebagai pengotor yang tak larut dapat dipisahkan
dengan penyaringan. Filtratnya kemudian diencerkan dengan air dan didinginkan
sehingga diperoleh endapan aluminium hidroksida, endapan ini kemudian dipisahkan
dengan penyaringan dan diubah menjadi aluminium oksida anhidrat dengan pemanasan,
menurut persamaan reaksi :

2 Na[Al(OH)4] (aq)   2 Al(OH)3 (s) + 2 NaOH (aq)

2 Al(OH)3 (s)   Al2O3 (s) + 3 H2O (g)


Larutan natrium hidoksida yang diperoleh dapat dipekatkan dan digunakan lagi.
Logam aluminium, selanjutnya diperoleh dari oksidanya secara elektolisis
menurut metode yang dikenal sebagai proses Hall. Dalam proses ini, sel elektrolisis
(Gambar 2.3) berupa bak-kotak yang dibuat dari baja yang pada bagian dalamnya dilapisi
dengan karbon sebagai katode, dan batang-batang karbon sebagai anode dipasang
berjajar didalam bak, tercelup didalam elektrolit lelehan kriolit, Na 3AlF6 yang
mempunyai titik leleh ~1000oC, dan Al2O3 terlarut didalamnya. Proses elektolisis ini
berlangsung pada temperatur tinggi, ~1000 oC. Selama elektrolisis, ion Al 3+ dari
oksidanya bermigrasi kekatode kemudian direduksi menjadi logam cair yang akan
mengumpul pada bagian dasar sel. Ion O 2- bermigrasi keanode dan selanjutnya dioksidasi
menjadi gas oksigen. Gas oksigen yang terbentuk bereaksi dengan anode karbon
sehingga anode karbon akan semakin berkurang dan harus diganti secara periodik.
Elektrolit [AlF6]3- tidak tereduksi karena mempunyai stabilitas yang sangat tinggi.
Dengan proses ini dapat diperoleh aluminium dengan kemurnian 99,0-99,9%.
3. Hidrometalurgi
Merupakan istilah umum untuk suatu proses yang melibatkan air dalam ekstraksi
dan reduksi logam. Dalam proses peluluhan atau pelumeran, logam atau senyawanya
terlarut dan lepas dari bijihnya atau langsung keluar dari endapan bijihnya oleh air,
sehingga terbentuk larutan logam tersebut dalam air. Larutan ini dapat dimurnikan dan
setelah itu, senyawa logam murni dapat direduksi langsung menjadi logamnya,
sedangkan jika yang terbentuk berupa endapan dapat dipisahkan dengan penyaringan.
Larutan hasil peluluhan sering dapat diregerasi dan dipakai kembali untuk proses
peluluhan. Tembaga dapat diluluhkan oleh asam sulfat bersama oksigen, dan emas oleh
larutan sianida bersama oksigen menurut persamaan reaksi berikut :

2 CuFeS2 (s) + H2SO4 (aq) +4 O2 (g) 


bijih tembaga        larutan peluluh
2 CuSO4 (aq) + Fe2O3 (s) + 3 S (s) + H2O (l)

4 Au (s) + 8 CN- (aq) + O2 (g) + H2O (l)   


bijih emas       larutan peluluh
4 [Au(CN)2]- (aq) + 4 OH- (aq)
Setelah larutan ion logamnya terbentuk, lalu ion logam tersebut direduksi dengan
logam lain yang lebih reaktif atau dengan pereduksi lain. Untuk kedua ion logam diatas,
dipakai masing-masing logam besi dan zink sebagai reduktor menurut persamaan reaksi :

CuSO4 (aq) + Fe (s)   FeSO4 (aq) + Cu (s)


2 [Au(CN)2]- (aq) + Zn (s)   2 Au (s) + [Zn(CN)4]- (aq)
Hidrometalurgi memberikan beberapa keuntungan :
1. bijih tidak harus dipekatkan, melainkan hanya dihancurkan menjadi bagian-bagian
yang lebih kecil
2. pemakaian batubara dan cokas pada pemanggangan bijih dan sekaligus sebagai
reduktor dalam jumlah besar dapat dihilangkan
3. polusi atmosfer oleh hasil samping pirometalurgi sebagai belerang dioksida, arsenic
(III) oksida, dan debu tungku dapat dihindarkan
4.  untuk bijih-bijih peringkat rendah , metode ini lebih efektif.
Hidrometalurgi merupakan cabang tersendiri dari metalurgi. Secara
harfiah hidrometalurgi dapat diartikan sebagai cara pengolahan logam dari
batuan atau bijihnya dengan menggunakan pelarut berair (aqueous solution).
Atau secara detilnya proses Hydrometalurgi adalah suatu proses atau suatu
pekerjaan dalam metalurgy, dimana dilakukan pemakaian suatu zat kimia yang
cair untuk dapat melarutkan suatu partikel tertentu.
Hidrometalurgi dapat juga diartikan sebagai proses ekstraksi metal
dengan larutan reagen encer (< 1 gram/mol) dan pada suhu < 100 oC. Reaksi
kimia yang dipilih biasanya yang sangat selektif artinya hanya metal yang
diinginkan saja yang akan bereaksi (larut) dan kemudian dipisahkan dari
material yang tak diinginkan. Peralatan yang dipergunakan adalah : a.
Electrolysis / electrolytic cell. b. Bejana pelindian (leaching box). Saat ini
hidrometalurgi adalah teknik metalurgi yang paling banyak mendapat
perhatian peneliti. Hal ini terlihat dari banyaknya publikasi ilmiah semisal
jurnal kimia berskala internasional yang membahas pereduksian logam secara
hidrometalurgi.
Logam-logam yang banyak mendapat perhatian adalah nikel (Ni),
magnesium (Mg), besi (Fe) dan mangan (Mn). Hidrometalurgi memberikan
beberapa keuntungan:
a. Bijih tidak harus dipekatkan, melainkan hanya harus dihacurkan menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil.
b. Pemakaian batubara dan kokas pada pemanggangan bijih dan sekaligus
sebagai reduktor dalam jumlah besar dapat dihilangkan.
c. Polusi atmosfer oleh hasil samping pirometalurgi sebagai belerang
dioksida, arsenik (III) oksida, dan debu tungku dapat dihindarkan.
d. Untuk bijih-bijih peringkat rendah (low grade), metode ini lebih efektif.
e. Suhu prosesnya relatif lebih rendah.
f. Reagen yang digunakan relatif murah dan mudah didapatkan.
g. Produk yang dihasilkan memilki struktur nanometer dengan kemurnian
yang tinggi.
Pada prinsipnya hidrometalurgi melewati beberapa proses yang dapat
disederhanakan tergantung pada logam yang ingin dimurnikan. Salah satu
yang saat ini banyak mendapat perhatian adalah logam mangan dikarenakan
aplikasinya yang terus berkembang terutama sebagai material sel katodik pada
baterai isi ulang. Baterial ion litium konvensional telah lama dikenal dan
diketahui memiliki kapasitas penyimpanan energi yang cukup besar. Namum
jika katodanya dilapisi lagi dengan logam mangan oksida maka kapasitas
penyimpanan energi baterai tersebut menjadi jauh lebih besar. Kondisi yang
baik untuk hidrometalurgi adalah :
1) Metal yang diinginkan harus mudah larut dalam reagen yang murah.
2) Metal yang larut tersebut harus dapat “diambil” dari larutannya dengan
mudah dan murah.
3) Unsur atau metal lain yang ikut larut harus mudah dipisahkan pada proses
berikutnya.
4) Mineral-mineral pengganggu (gangue minerals) jangan terlalu banyak
menyerap (bereaksi) dengan zat pelarut yang dipakai.
5) Zat pelarutnya harus dapat “diperoleh kembali” untuk didaur ulang.
6) Zat yang diumpankan (yang dilarutkan) jangan banyak mengandung
lempung (clay minerals), karena akan sulit memisahkannya.
7) Zat yang diumpankan harus porous atau punya permukaan kontak yang
luas agar mudah (cepat) bereaksi pada suhu rendah.
8) Zat pelarutnya sebaiknya tidak korosif dan tidak beracun (non-corrosive
and non-toxic), jadi tidak membahayakan alat dan operator.
Secara garis besar, proses hidrometalurgi terdiri dari tiga tahapan yaitu:
a. Leaching atau pengikisan logam dari batuan dengan bantuan reduktan
organik.
b. Pemekatan larutan hasil leaching dan pemurniannya.
c. Recovery yaitu pengambilan logam dari larutan hasil leaching.

Perolehan Secara Ilmu Pengetahuan Teknologis Skema Kalimat


SKEMA REAKSI
Bijih Bauksit

Dihaluskan

Serbuk bauksit

Dipanaskan

Zat pengotor Serbuk bijih bauksit dan


(impurities) natrium hidroksida

Dibuang/dihilangkan Digiling

Lumpur atau suspensi


- dipompa ke digester berair
- dipanaskan pada 230-520 °F
- tekanan 340 kPa
Silika, besi,
dan titanium
- selama ½ jam
Larutan

Dibuang

Filtrat dan zat pengotor

Disaring dan dipompa melalui tangki


pengendapan

Aluminium hidroksida
Larutan yang dihasilakan
mengendap di bagian bawah
direaksikan dengan asam
tangki dikalsinasi
klorida

Endapan aluminium
hidroksida disaring dan
dikalsinasi pada 2000 oF

Serbuk aluminium murni

Melebur pada 850-950 oF

SKEMA REAKSI :
Alumina dilebur menjadi logam
aluminium dalam tong baja atau pot
reduksi atau sel elektrolisis yang bagian
bawah dilapisi dengan karbon, sebagai
elektroda

Alumina mengalami pemutusan


ikatan akibat elektrolisis,
lelehan aluminium akan menuju
kebawah pot, yang secara
berkala akan ditampung
Al2O3(s) + 2OH-(aq) + 3H2O →2Al(OH)4- (aq)
SiO2(s) + 2OH-(aq) →SiO32-(aq) + H2O

AlO2-(aq) + H+(aq) → Al(OH)3(s)

Mengendap di
bagian bawah Al(OH)3
tangki

2Al(OH)3(s) → Al2O3(s)+ 3H2O(g)

Al2O3(s) + CaF2 + Na3AlF6

Al2O3(l) → 2Al3+(l) + 3O2-(l)

2Al3+(l) + 6e → 2Al(l) 3O2-(l) → 3/2O2(g) + 6e

2Al3+(l) + 3O2-(l) → 2Al(l) + 3/2O2(g)

Al
B. Pengolahan logam
Ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengolahan bijih sampai menjadi loga,. Dinamakan
metalurgi, proses pengolahan logam dari bijinya melibatkan tahap pengolahan awal atau
pemekatan, reduksi logam dan pemurnian (refining) logam.
1. Pengolahan awal (pemekatan)
Pemekatan biji bertujuan untuk Pemekatan bijih bertujuan untuk memisahkan mineral dari
pengotornya sehingga diperoleh kadar bijih tinggi. Pemekatan dapat dilakukan melalui dua
teknik pemisahan, yaitu pemisahan secara fisis dan pemisahan secara kimia. Pemisahan
secara fisis terdiri dari :  
v Pemisahan pengapungan (flotation separation) 
v Pemisahan gaya berat (gravity separation) 
v Pemisahan magnetik (magnetic separation) 
v Pemisahan pencairan (liquation separation) 
v Pemisahan amalgam (amalgams separation). 
Pemisahan secara kimia terdiri dari :  
v Proses pelindian (leaching), 
v Proses pemanggangan (roasting), 
Pada Proses ini dibahas menggunakan pemekatan tembaga dari bijihnya melalui cara
pengapungan (flotasi), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Pada proses ini, bijih
dihancurkan menjadi serbuk, kemudian dicampurkan dengan zat pengapung, dan udara
dialirkan hingga berbusa. Zat pengapung berupa surfaktan (memiliki ujung polar dan
nonpolar), misalnya saponin.
Proses pemekatan dengan cara flotasi.

Partikel-partikel yang terbasahi oleh air seperti pengotor berada di dasar tanki.
Adapun partikel yang tidak terbasahi menempel pada busa dan mengapung di atas permukaan
tanki. 
2. Proses reduksi
Setelah bijih tembaga dipekatkan (tembaga sulfida), kemudian direduksi dengan cara
pemangggangan. Reaksi yang terjadi: 
2CuS(s) + 3O2(g) → 2CuO(s) + 2SO2(g) 
Pemanggangan bersifat eksoterm sehingga setelah pemanggangan dimulai tidak perlu
ditambahkan panas lagi. Untuk memperoleh logam tembaga dilakukan dengan cara reduksi
tembaga oksida dengan karbon sebagai reduktor :
CuS(s) + C(s) → Cu(g) + CO(g)
Uap logam tembaga meninggalkan reaktor dan terkondensasi menjadi cair, yang
selanjutnya memadat. Hidrogen dan logam aktif, seperti natrium, magnesium, dan aluminium
juga digunakan sebagai reduktor jika karbon yang dipakai tidak cocok. Hasil reduksi pada
tahap ini dinamakan tembaga blister yang kemurniannya mencapai 98%. Untuk kebutuhan
penghantar listrik, tembaga harus dimurnikan melalui elektrolisis.

Pemurnian tembaga menggunakan elektrolisis.


3. Pemurnian 
Pemurnian logam kasar sangat penting ditinjau dari dua aspek. Pertama adanya
pengotor mengakibatkan logam yang bersangkutan tidak dapat dimanfaatkan sesuai yang
diinginkan, misalnya adanya arsenik dalam persentase yang sangat kecil sebagai pengotor,
umumnya dalam tembaga, mengakibatkan penurunan sifat konduktivitas listrik 10-20%.
Kedua adanya pengotor dalam logam itu sendiri sangat berharga, misalnya perak merupakan
hasil samping dari metalurgi timbel dan tembaga. 
Metode untuk pemurnian logam kasar meliputi pemurnian elektrolitik misalnya untuk
tembaga, oksadasi pengotor yang harus dipisahkan misalnya untuk besi, distilasi logam
dengan titik didih rendah seperti raksa, zink dan nikel, zone refining (pemurnian zona) 

 
Bagan metode pemurnian besi kasar 
Zona refining merupakan teknik pemurnian logam dengan hasil kemurnian yang
sangat tinggi. teknik ini berdasarkan pada kenyataan bahwa pengotor lebih mudah larut
dalam fase cairan daripada fase padatan. Dalam proses ini batangan logam yang akan
dimurnikan di lewatkan secara perlahan kedalam kumparan pemanas listrik yang
mengakibatkan logam meleleh dan pengotor larut di dalam fase lelehan logam.
Batangan logam bergerak terus maju dan ketika keluar dari kumparan pemanas maka
bagian ujung luar menjadi dingin dan segera memadat kembali, sedangkan pengotor akan
tetap tertinggal larut dalam zona pelelehan didalam kumparan pemanas. 
Ada dua macam metalurgi yaitu Metalurgi Extraksi (Extrative Metalurgi), Proses Bahan
Galian (PBG). 
1. Peta konsep dan skema reaksinya
 Pirometalurgi

Pirometalurgi Besi

Sejumlah besar proses metalurgi menggunakan suhu tinggi untuk mengubah bijih
logam menjadi logam bebas dengan cara reduksi. Penggunaan kalor untuk proses
reduksi disebut pirometalurgi. Pirometalurgi diterapkan dalam pengolahan bijih besi.
Reduksi besi oksida dilakukan dalam tanur sembur (blast furnace), yang merupakan
reaktor kimia dan beroperasi secara terus-menerus (Gambar 2).

Pirometalurgi besi

Campuran material (bijih besi, kokas, dan kapur) dimasukkan ke dalam tanur melalui
puncak tanur. Kokas berperan sebagai bahan bakar dan sebagai reduktor. Batu kapur
berfungsi sebagai sumber oksida untuk mengikat pengotor yang bersifat asam. Udara
panas yang mengandung oksigen disemburkan ke dalam tanur dari bagian bawah untuk
membakar kokas. Di dalam tanur, oksigen bereaksi dengan kokas membentuk gas CO.

2C(s) + O2(g) → 2CO(g) ΔH = –221 kJ

Reaksinya melepaskan kalor hingga suhu tanur sekitar 2.300 °C. Udara panas juga
mengandung uap air yang turut masuk ke dalam tanur dan bereaksi dengan kokas
membentuk gas CO dan gas H2.

C(s) + H2O(g) → CO(g) + H2(g) ΔH = +131 kJ

Reaksi kokas dan oksigen bersifat eksoterm, kalor yang dilepaskan dipakai untuk
memanaskan tanur, sedangkan reaksi dengan uap air bersifat endoterm. Oleh karena itu,
uap air berguna untuk mengendalikan suhu tanur agar tidak terlalu tinggi ( 1.900 °C).
Pada bagian atas tanur ( 1.000 °C), bijih besi direduksi oleh gas CO dan H2 (hasil reaksi
udara panas dan kokas) membentuk besi tuang.Persamaan reaksinya :

Fe3O4(s) + 4CO(g) → 3Fe(l) + 4CO2(g)


ΔH = –15 kJ
Fe3O4(s) + 4H2(g) → 3Fe(l) + 4H2O(g)
ΔH = +150 kJ
Kokas adalah batu bara yang dipanaskan tanpa udara, mengandung 80 % – 90 % karbon.
Batu kapur yang ditambahkan ke dalam tanur, pada 1.000 °C terurai menjadi kapur
tohor. Kapur ini bekerja mereduksi pengotor yang ada dalam bijih besi, seperti pasir atau
oksida fosfor.
∆CaCO3(s)→CaO(l) + CO2(g)
CaO(l) + SiO2(l)→CaSiO3(l)
CaO(l) + P2O5(l)→Ca3(PO4)2(l)

Gas CO2 yang dihasilkan dari penguraian batu kapur pada bagian bawah tanur (sekitar
1.900 °C) direduksi oleh kokas membentuk gas CO.

Persamaan reaksinya : CO2(g) + C(s) → CO(g) ΔH = +173 kJ

Oleh karena bersifat endoterm, panas di sekitarnya diserap hingga mencapai suhu ±
1.500 °C. Besi tuang hasil olahan berkumpul di bagian dasar tanur, bersama-sama terak
(pengotor). Oleh karena terak lebih ringan dari besi tuang, terak mengapung di atas besi
tuang dan mudah dipisahkan, juga dapat melindungi besi tuang dari oksidasi.

 Hidrometalurgi merupakan proses ektraksi, pemurnian, atau recycling menggunakan


larutan aqueous. Unit proses hidrometalurgi secara umum dibagi menjadi dua tahap:
1. Proses pelindian (leaching)
Adalah proses pelarutan selektif logam-logam berharga yang diinginkan dari bijih
atau konsentrat dan memisahkannya dari mineral-mineral pengotor menggunakan
larutan aqueous, baik asam maupun basa. Mineral pengotor akan tetap pada bentuk
padatan dan disebut sebagai residu.

2. Proses recovery
Adalah pengambilan logam-logam berharga dari Pregnant Leach Solution (PLS);
larutan kaya hasil proses pelindian, dengan cara pengendapan (presipitasi) selektif.
Pada umumnya, proses pemurnian PLS dilakukan terlebih dahulu sebelum
menuju proses recovery agar proses presipitasi dapat berlangsung dengan efektif
dan efisien. Contoh teknik pemurnian larutan yang umum diterapkan adalah
adsorpsi dengan karbon aktif, resin penukar ion, dan ekstraksi pelarut.
DAFTAR PUSTAKA

Sugiyarto, H. Kristian. Dkk, 2010. KIMIA ANORGANIK LOGAM. Graha ilmu

Elida, Tety. 1996. PENGANTAR KIMIA. Jakarta: penerbit gunadarma

Effendy. 2006. Teori VSEPR dan Gaya Antarmolekul. Malang: Bnayumedia

Sugiyarto, Kristian H. 2012. Dasar-dasar Kimia Anorganik. Yogyakarta: Graha Ilmu

Oktoby, dkk. 2003. Prinsip-prinsip Kimia Modern. Jakarta: Erlangga

Syarifuddin, Nurdin. 2002. IKATAN KIMIA. Jakarta: Universitas Terbuka

Anda mungkin juga menyukai