Anda di halaman 1dari 7

p-ISSN : 2528-3561

Volume VIII, No.2, April 2023 Hal 5956 - 5962


e-ISSN : 2541-1934

Analisis Kecacatan Produk Menggunakan Metode Failure Mode


Effect Analysis Pada Konveksi Boneka
Farah Surya Nisa1*, Dene Herwanto2
1,2Program
Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Singaperbangsa Karawang Indonesia
*Koresponden email: farahsuryanisaa@gmail.com

Diterima: 16 Februari 2023 Disetujui: 11 April 2023

Abstract
UKM XYZ is a home industry engaged in convection. The products produced are dolls of various sizes,
key chains, character mattresses, carpets, bolsters and pillows. Even though as a UKM that is still at a
developing stage, this UKM has aspirations and hopes to keep moving forward and become a leading
company. The purpose of this study is to calculate the highest Risk Priority Number (RPN) value, to find
out what factors affect the occurrence of defects in the product, and provide proposed improvements to the
production of dolls product. Mode And Effect Analysis (FMEA) is a method used to identify the causes of
defects in the production process. FMEA is carried out as a supporting method of risk assessment studies
and identification of potential hazards. From on the results obtained, the biggest cause of failure in the doll
making process is defective material due to the lack of accuracy of workers in checking the material to be
used in making dolls. Many defective materials pass inspection and have subsequent effects on the product.
Keywords: FMEA, product, defect, dolls, factors

Abstrak
UKM XYZ merupakan home industry yang bergerak dibidang konveksi. Produk yang dihasilkan berupa
boneka berbagai ukuran, gantungan kunci, kasur karakter, karpet, guling dan bantal. Meskipun sebagai
UKM yang masih taraf berkembang, UKM ini memiliki cita-cita dan harapan untuk tetap maju dan menjadi
perusahaan yang terdepan. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menghitung nilai Risk Priority
Number (RPN) yang paling tinggi, untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya cacat pada
produk yang dihasilkan, dan memberikan usulan perbaikan pada produksi produk boneka. Metode Failure
Mode And Effect Analysis (FMEA) merupakan metode yang digunakan untuk mengidentifikasi penyebab
cacat pada proses produksi. FMEA dilakukan sebagai metode pendukung dari studi penilaian risiko dan
pengidentifikasian potensi bahaya. Berdasarkan hasil yang didapatkan penyebab kegagalan terbesar pada
proses pembuatan boneka adalah bahan yang cacat akibat dari kurangnya ketelitian pekerja dalam
memeriksa bahan yang akan digunakan dalam pembuatan boneka. Banyak bahan cacat yang lolos
pemeriksaan dan menimbulkan efek lanjutan pada produk.
Kata Kunci: FMEA, produk, kegagalan, boneka, faktor

1. Pendahuluan
Perkembangan home industry saat ini tidak lepas dari pertumbuhan teknologi dan kemampuan
inovasi dalam bidang proses serta pengendalian dan penjaminan mutu yang dikehendaki sejalan dengan
pengembangan IPTEK serta dalam rangka menghadapi era industri ekonomi kreatif. Karena tuntutan
kondisi industri saat ini menimbulkan efek samping yaitu tingginya persaingan antar sesama industri [1].
Pada era industri yang semakin bersaing ini, setiap perusahaan menginginkan produksinya dapat
menghasilkan produk berkualitas [2]. Proses produksi yang efektif dan efisien agar terus dapat memuaskan
konsumennya dan tetap terus bersaing dengan perusahaan lain [3].
Produk cacat merupakan barang yang dibuat dalam proses produksi namun memiliki kekurangan
yang menyebabkan nilai kualitas kurang baik. Produk cacat adalah produk yang tidak memenuhi
spesifikasi [4]. Kualitas merupakan keseluruhan dari karakteristik dari produk dan jasa yang meliputi
marketing, engineering, manufacture, dan maintenance dimana produk dan jasa tersebut dalam
pemakaiannya akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan. Dari penjelasan tersebut, terlihat
bahwa kualitas harus meliputi seluruh aspek yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya,
bukan hanya mempertahankan kualitas pada rantai produksi saja [5]. Produk yang dihasilkan perusahaan
dengan kualitas tidak baik (defect) memang bisa diperbaiki kembali (rework), tetapi hal tersebut akan
berakibat pada biaya yang dikeluarkan perusahaan menjadi lebih besar dan munculnya komplain dari
pelanggan akibat waktu pengiriman yang menjadi lebih lambat. Oleh karena itu, perusahaan berupaya untuk
melakukan pengendalian kualitas pada produk yang dihasilkan perusahaan [6].
5956
p-ISSN : 2528-3561
Volume VIII, No.2, April 2023 Hal 5956 - 5962
e-ISSN : 2541-1934

Proses yang baik dan sesuai dengan standar kualitas akan menghasilkan kualitas yang baik yang
dapat kemampuan bersaing perusahaan [5]. Salah satu tolak ukur yang bisa digunakan untuk mengetahui
apakah perusahaan berhasil dalam upaya peningkatan kualitasnya adalah jika perusahaan tersebut berhasil
mencapai kondisi Zero defect, akan tetapi kondisi ini sangat sulit untuk dicapai [7]. Walaupun proses
produksi maupun manajemen mutu telah dilaksanakan dengan baik, namun pada kenyataannya masih
ditemukan terjadinya kesalahan-kesalahan dimana mutu produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan
standar kualitas apa yang diharapkan oleh perusahaan maupun konsumen, faktor-faktor yang
menyebabkan suatu produk tidak sesuai dengan apa yang diharapkan disebabkan proses produksi
yang tidak sesuai [8]. Adapun beberapa faktor penyebab cacat produk menurut ref. [6] ada 5 faktor yaitu
faktor manusia, metode, mesin, material dan lingkungan.
UKM XYZ merupakan home industry yang bergerak dibidang konveksi. Produk yang dihasilkan
berupa boneka berbagai ukuran, gantungan kunci, kasur karakter, karpet, dan bantal. UKM XYZ berdiri
sejak tahun 2015 yang terletak di Desa Cikalongsari Karawang. Awal usaha ini dimulai dari penjual
dropship dan akhirnya dapat memproduksi produk sendiri. Meskipun sebagai UKM yang masih taraf
berkembang, UKM XYZ memiliki cita-cita dan harapan untuk tetap maju dan menjadi perusahaan yang
terdepan. Demi menjaga keberlangsungan usaha di era globalisasi perusahaan harus terus-menerus
memperhatikan kualitas dan memperbaiki kekurangan dalam proses produksi [9].
FMEA merupakan teknik analisa yang baik digunakan perusahaan untuk mencegah dan
menghilangkan defect yang muncul dengan cara melihat hubungan sebab dan akibat dari defect,serta
mencari pemecahan dengan tindakan yang tepat. FMEA dilakukan sebagai metode pendukung dari studi
penilaian risiko dan pengidentifikasian potensi bahaya. Metode ini tepat digunakan dalam menemukan
solusi yang tepat dalam pemecahan masalah dari konveksi boneka [10]. Kelebihan metode FMEA
dibandingkan dengan metode lain adalah dapat mengambil tindakan prioritas dan langkah yang dilakukan
dengan melihat efek kegagalan dari setiap proses produksi, sehingga perusahaan lebih mudah
mengendalikan proses produksi dan meminimalisir cacat [11]. Menurut ref. [12], secara umum FMEA
merupakan suatu metode yang dapat mengidentifikasi tiga poin, adapun sebagai berikut:
1. Peluang terjadinya mode kegagalan yang potensial dari suatu proses atau sistem (occurance)
2. Efek atau dampak dari terjadinya kegagalan tersebut (severity)
3. Kontrol yang dilakukan pada suatu kegagalan yang terjadi (Detection)
Adapun hasil penelitian sebelumnya ref [13] yang menjelaskan tentang penggunaan FMEA untuk
meminimalkan cacat pada kemasan kaleng. Hasil dari penelitian tersebut adalah jenis cacat kaleng penyok
memiliki nilai RPN sebesar 448 sedangkan jenis cacat kaleng bocor memiliki nilai RPN dengan skor 338.
Penelitian [1] menerapkan metode FMEA untuk menganalisis penyebab produksi songkok. Hasil yang
diperoleh terdapat 3 penyebab utama , yaitu pengesuman tidak bagus, penjahitan tidak rapi dan pemotongan
tidak presisi. Dan hasil penelitian [14] menerapkan FMEA untuk menganalisis produk defect brake nilai
RPN tertinggi terjadi pada jenis bubble yaitu sebesar 288, scratch dengan nilai skor RPN 180, dan
kegagalan press dengan nilai skor RPN 81 dan terakhir adalah kegagalan bending dengan nilai skor RPN
40.

2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif berbasis studi kasus di workshop.
Adapun cara yang digunakan untuk mengidentifikasi dampak masalah ini adalah melalui pendapat dengan
pekerja dan wawancara langsung kepada pemilik konveksi, hal ini merupakan aktivitas pengumpulan data.
Pada tahap penelitian yang pertama adalah dilakukan penentuan prioritas dari suatu bentuk kegagalan
dengan melakukan penilaian terlebih dahulu untuk tiga faktor yang menunjukkan resiko dari tiap potensi
kegagalan yaitu, Severity, Occurance, Detection serta hasil akhir merupakan perkalian antara nilai dari
ketiga faktor tersebut berupa Risk Priority Number (RPN) [6].
Tahap kedua yaitu penyebaran kuesioner FMEA pada responden penelitian yaitu pemilik dan pekerja
konveksi boneka. Setelah didapatkan hasil kuesioner, tahap selanjutnya yaitu perhitungan nilai RPN dengan
cara perkalian antara severity, occurence, dan detection. Delapan langkah FMEA sebagai berikut [15]:
1. Mengidentifikasi jalannya proses produksi
2. Mengidentifikasi potensi failure mode dari suatu proses produksi
3. Mengidentifikasi potensi dampak kegagalan produksi
4. Mengidentifikasi penyebab dari kegagalan di proses produksi
5. Mengidentifikasi mode deteksi pada proses produksi
6. Memberikan penilaian rating untuk nilai severity, occurance and detection
7. Perhitungan nilai RPN dengan perkalian nilai severity, occurance and detection
5957
p-ISSN : 2528-3561
Volume VIII, No.2, April 2023 Hal 5956 - 5962
e-ISSN : 2541-1934

8. Memberikan usulan perbaikan untuk kegagalan yang terjadi

Tabel 1. Nilai Severity


Effect Severity Effect for FMEA Rank
Tidak ada Bentuk kegagalan tidak ada efek samping 1
Sangat minor Tidak berakibat langsung 2
Minor Efek terbatas 3
Sangat rendah Perlu sedikit rework 4
Rendah Memerlukan rework cukup banyak 5
Sedang Produk rusak (reject) 6
Tinggi Mengakibatkan gangguan pada peralatan 7
Sangat tinggi Mengakibatkan gangguan pada mesin 8
Berbahaya peringatan Gangguan mesin sehingga mesin berhenti 9
Berbahaya tanpa Mengakibatkan gangguan mesin serta
10
adanya peringatan mengancam keselamatan pekerja
Sumber: [11]

Tabel 2. Nilai Occurance


Probability of Failure Failure Rates Rating
Sangat Tinggi 1 in 2 10
1 in 3 9
Tinggi 1 in 8 8
1 in 20 7
1 in 80 6
Sedang 1 in 400 5
1 in 2000 4
Rendah 1 in 15000 3
Sangat Rendah 1 in 150000 2
Remote 1 in 1500000 1
Sumber: [11]

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui mengenai kriteria penilaian peluang penyebab terjadinya suatu
kegagalan pada suatu usaha. Penilaian ini juga didasarkan atas hasil kuesioner yang disebar kepada
responden. Nilai Detection dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Detection


Detection Criteria of Detection By Procces Rank
Hampir tidak mungkin Tidak ada alat pengontrol 10
Sangat Jarang Alat pengontrol yang sulit dipahami 9
Alat pengontrol sulit mendeteksi bentuk dan
Jarang 8
penyebab kegagalan sangat rendah
Sangat rendah Kemampuan control kegagalan sangat rendah 7
Rendah Kemampuan control kegagalan rendah 6
Sedang Kemampuan control kegagalan sedang 5
Agak tinggi Kemampuan control kegagalan sangat tinggi 4
Tinggi Kemampuan control kegagalan tinggi 3
Sangat tinggi Kemampuan control kegagalan sangat tinggi 2
Hampir pasti Kemampuan control kegagalan rendah 1
Sumber: [11]

5958
p-ISSN : 2528-3561
Volume VIII, No.2, April 2023 Hal 5956 - 5962
e-ISSN : 2541-1934

3. Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan penilaian dari pemilik konveksi dan pendapat dari pekerja mendapat hasil dari
kegagalan, bisa dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jenis kegagalan dan perhitungan nilai RPN


Jenis Penyebab Efek dari Total
Perbaikan S O D RPN
Kegagalan Kegagalan kegagalan RPN
Pekerja diperkenankan
Bahan yang akan
Kurangnya istirahat ± 5 menit
digunakan ada
ketelitian setelah memeriksa 1
yang cacat berupa
pekerja dalam tumpukan bahan 9 7 4 252
sobekan kecil yang
memeriksa sebelum lanjut
semakin lama akan
bahan memeriksa tumpukan
melebar
bahan lain
Konfirmasi kepada
Saat dilakukan
pihak pemasok untuk
proses pembuatan
Bahan yang mengirim bahan yang
boneka, bahan
dikirim sama dan tidak
Bahan menjadi mudah 9 7 3 189
pemasok menerima bahan yang 567
Cacat sobek dan
tidak sesuai tidak sesuai dengan
merugikan
bahan yang biasa
konveksi
digunakan

Penerangan ruangan
Pekerja menjadi
Intensitas ditambahkan dan
tidak teliti dalam
cahaya memberikan lampu
memeriksa bahan 9 7 2 126
ruangan cadangan. Sehingga
saat bahan dikirim
kurang operator tidak kesulitan
dari pemasok
dalam memeriksa bahan

Pekerja diperkenankan
Saat Saat dibuat produk istirahat ± 5 menit
memotong ukuran tidak sesuai setelah memotong 1
bahan pekerja dari biasanya, dan tumpukan bahan 8 7 2 112
tidak produk gagal sebelum lanjut
konsentrasi untuk diproduksi memotong tumpukan
bahan lain
Terjadinya
Pekerja Pekerja diberikan
Ukuran kesalahan dalam
kurang pelatihan tentang cara
bahan memotong bahan
terampil menggunakan mesin 7 6 3 126 406
tidak sehingga bahan
dalam jahit dan obras yang
sesuai terbuang dan tidak
memotong benar oleh pekerja lama
terpakai

Adanya Jika ada penambahan


penambahan Bahan menjadi bagian tidak sesuai pola
bagian dan kurang karena awal sebaiknya
7 6 4 168
tidak ada tidak sesuai pola membuat pola dari awal
pada pola awal lagi untuk menghasilkan
awal produk yang sesuai

Mesin jahit Jahitan tidak rapi Sebelum melakukan


dan mesin dan pekerja lama pekerjaan sebaiknya
Jahitan
obras yang dalam menjahit, pekerja memeriksa
benang 8 5 3 120 462
rusak dan sehingga produk mesin terlebih dahulu.
terputus
belum yang dihasilkan Jika ada kerusakan lapor
diperbaiki berkurang untuk diperbaiki

5959
p-ISSN : 2528-3561
Volume VIII, No.2, April 2023 Hal 5956 - 5962
e-ISSN : 2541-1934

Jenis Penyebab Efek dari Total


Perbaikan S O D RPN
Kegagalan Kegagalan kegagalan RPN
Kurangnya Pekerja menjadi
Pekerja diberikan
pemahaman tidak efektif dalam
pelatihan tentang cara
dalam bekerja karena
menggunakan mesin 8 6 4 192
menggunakan kurang paham cara
jahit dan obras yang
mesin jahit menggunakan
benar oleh pekerja lama
maupun obras mesin
Pekerja diperkenankan
Produk yang
istirahat ± 5 menit
Pekerja tidak dihasilkan tidak
setelah menjahit 1
konsentrasi sesuai dan banyak 6 5 5 150
tumpukan bahan
dalam bekerja jahitan yang
sebelum lanjut menjahit
terputus
tumpukan bahan lain
Jahitan tidak rapi
Pekerja diingatkan untuk
Menggunakan dan banyak benang
mengganti jarum jika
jarum sampai yang loncat pada 6 7 6 252
sudah tidak layak pakai
patah produk yang
atau tumpul
dihasilkan
Pekerja menjadi
tidak efektif dalam
Pekerja diberikan
bekerja dan hasil
Kurangnya pelatihan tentang cara
Benang produk menjadi
pemahaman menggunakan mesin 6 8 3 144 556
Loncat cacat. Karena
pekerja jahit dan obras yang
kurang paham cara
benar oleh pekerja lama
menggunakan
mesin jahit
Mesin jahit Jahitan tidak rapi Sebelum melakukan
dan mesin dan pekerja lama pekerjaan sebaiknya
obras yang dalam menjahit, pekerja memeriksa
8 5 4 160
rusak dan sehingga produk mesin terlebih dahulu.
belum yang dihasilkan Jika ada kerusakan lapor
diperbaiki berkurang untuk diperbaiki
Sumber: Data Penelitian (2023)

Selanjutnya dilakukan rekomendasi perbaikan, untuk memberikan usulan perlu mengetahui


penyebab (Cause) kritis yang menyebabkan produksi tersebut gagal dalam proses produksinya. Penyebab
(Cause) kritis diambil dari nilai RPN tertinggi pada setiap jenis kegagalan. Cara lainnya untuk mendapatkan
usulan perbaikan adalah melakukan pengamatan secara langsung ke lokasi produksi dan melakukan
wawancara dengan pihak-pihak yang terkait seperti operator. Berikut hasil rekomendasi untuk mengatasi
kegagalan produk, dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rekomendasi untuk mengatasi kegagalan produk boneka


Jenis
Penyebab Kegagalan Perbaikan
Kegagalan
Kurangnya ketelitian pekerja dalam Sebaiknya pekerja diperkenankan istirahat ± 5
memeriksa bahan yang akan digunakan menit setelah memeriksa 1 tumpukan bahan
Bahan Cacat dalam pembuatan boneka. Banyak bahan sebelum lanjut memeriksa tumpukan bahan lain.
cacat yang lolos pemeriksaan dan Agar lebih fokus dan teliti dalam memeriksa
menimbulkan efek lanjutan pada produk bahan sehingga tidak ada bahan cacat

Sebaiknya pekerja diingatkan untuk mengganti


jarum jika sudah tidak layak pakai atau tumpul.
Menggunakan jarum sampai patah saat
Benang Loncat Karena jika menggunakan jarum sampai patah
menjahit produk.
akan mengakibatkan pola jahitan tidak rapi dan
produk akan mudah rusak.

5960
p-ISSN : 2528-3561
Volume VIII, No.2, April 2023 Hal 5956 - 5962
e-ISSN : 2541-1934

Jenis
Penyebab Kegagalan Perbaikan
Kegagalan
Sebaiknya pekerja diberikan pelatihan tentang
Kurangnya pemahaman dan pengalaman cara menggunakan mesin jahit dan obras yang
Jahitan benang
pekerja dalam menggunakan mesin jahit benar oleh pekerja lama. Dan pekerja lain saling
terputus
maupun obras membantu untuk pekerja yang belum ahli dalam
menjahit.
Sebaiknya jika ada penambahan bagian yang
tidak sesuai pola awal, lebih baik membuat pola
Ukuran bahan Adanya penambahan bagian yang tidak
dari awal lagi untuk menghasilkan produk yang
tidak sesuai sesuai dengan pola awal pembuatan
sesuai. Sehingga saat menyelesaikan produk
tidak ada kendala dan kekurangan bahan.
Sumber: Data Penelitian (2023)

4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan penyebab kegagalan terbesar pada proses
pembuatan boneka adalah bahan yang cacat akibat dari kurangnya ketelitian pekerja dalam memeriksa
bahan yang akan digunakan dalam pembuatan boneka. Banyak bahan cacat yang lolos pemeriksaan dan
menimbulkan efek lanjutan pada produk. Kedua kegagalan terbesar adalah adanya benang loncat pada
produk boneka akibat dari pekerja yang menggunakan jarum sampai patah saat menjahit produk. Ketiga
kegagalan terbesar adalah banyak produk yang jahitannya terputus akibat dari kurangnya pemahaman dan
pengalaman pekerja dalam menggunakan mesin jahit maupun obras. Dan kegagalan terbesar terakhir adalah
ukuran bahan yang tidak sesuai akibat dari pekerja membuat penambahan bagian yang tidak sesuai dengan
pola awal pembuatan, sehingga saat menyelesaikan produk tidak ada kendala dan kekurangan bahan.

5. Referensi
[1] A. Lestari and N. A. Mahbubah, "Analisis Defect Proses Produksi Songkok Berbasis Metode FMEA
Dan FTA di Home - Industri Songkok GSA Lamongan," Jurnal Serambi Engineering, Vols. 6, no. 3,
pp. 2197 - 2206, 2021.
[2] A. Suherman and B. J. Cahyana, "Pengendalian Kualitas Dengan Metode Failure Mode Effect And
Analysis (FMEA) Dan Pendekatan Kaizen untuk Mengurangi Jumlah dan Penyebabnya," Seminar
Nasional Sains dan Teknologi , no. ISSN : 2460 – 8416, 2019.
[3] D. P. Sari, Z. F. Rosyada and N. Rahmadhani, "Analisa Penyebab Kegagalan Produk Woven Bag
Dengan Menggunakan Metode Failure Mode And Effects Analysis (Studi Kasus Di PT Indomaju
Textindo Kudus)," Seminar Nasional Sains dan Teknologi , vol. 1 no 1, 2011.
[4] I. Masrofah and H. Firdaus, "Analisis Cacat Produk Baju Muslim Di Pd. Yarico Collection
Menggunakan Metode Failure Mode And Effect Analysis," Jurnal Media Teknik & Sistem Industri,
pp. 43-55, 2018.
[5] Darsono, "Analisis Pengendalian Kualitas Produksi Dalam Upaya Mengendalikan Tingkat Kerusakan
Produk," Jurnal Ekonomi-Manajemen-Akutansi, Vols. 20, no 35, 2013.
[6] K. Chusnul and A. Deny, "Analisis Kecacatan Produk Pada Bracket Hanger Menggunakan Metode
Failure Mode Effect Analysis di PT. Ravana Jaya," Journal Serambi Engineering, vol. 7. no 2, pp.
3078 - 3085, 2022.
[7] M. Agus, "Aplikasi QCC Dan Seventools Pada Pt. Putera Rackindo Sejahtera Unit 3 Gresik Dalam
Upaya Mengurangi Defect," Jurnal Matrik, vol. XIII No.2, pp. 1-10, 2013.
[8] C. Majid, P. Pusporini and D. Andesta, "Penerapan Lean Six Sigma Pada Ud Yussrinatex Untuk
Meningkatkan Kualitas Produk Sarung Tenun," Jurnal Matrik, Vols. XVI, No.2, pp. 1-16, 2016.
[9] A. Khatammi and A. R. Wasiur, "Analisis Kecacatan Produk Pada Hasil Pengelasan Dengan Metode
Failure Mode Effect Analysis," Jurnal Serambi Engineering, Vols. 7, no. 2, 2022.
[10] N. B. Puspitasari, G. P. Arianie and P. A. Wicaksono, "Analisis Identifikasi Masalah Dengan
Menggunakan Metode Failure Mode And Effect Analysis (Fmea) Dan Risk Priority Number (Rpn)
Pada Sub Assembly Line (Studi Kasus : PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia)," Jurnal Teknik
Industri, Vols. 12, no. 2, pp. 77 - 84, 2017.

5961
p-ISSN : 2528-3561
Volume VIII, No.2, April 2023 Hal 5956 - 5962
e-ISSN : 2541-1934

[11] N. W. A. S. Dewi, S. Mulyani and I. W. Arnata, "Pengendalian Kualitas Atribut Kemasan


Menggunakan Metode Failure Mode Effect Analysis (Fmea)Pada Proses Produksi Air Minum Dalam
Kemasan," Jurnal Rekayasa Dan Manajemen Agroindustri, vol. 4. no. 3, no. ISSN 2503-488X, p.
149 – 160, 2016.
[12] N. A. K. Dewi and M. L. Singgih, "Perbaikan Kualitas Proses Thermoforming Round Drinking Cups
Menggunakan FMEA," JUrnal Teknik ITS, Vols. 8, no 1, no. ISSN: 2337-3539, pp. 2301-9271, 2019.
[13] A. Wicaksono and F. Yuamita, "Pengendalian Kualitas Produksi Sarden Mengunakan Metode Failure
Mode And Effect Analysis (FMEA) Dan Fault Tree Analysis (FTA) Untuk Meminimalkan Cacat
Kaleng Di PT XYZ," Jurnal Teknologi dan Manajemen Industri Terapan (JTMIT), Vols. 1, no 3,
2022.
[14] F. R. Supoyo, R. A. Darajatun and W. Wahyudin, "Analisis Pengendalian Kualitas Untuk Mengurangi
Defect Parking Brake dengan Metode FMEA di PT XYZ," Jurnal Serambi Engineering, Vols. 8, no
1, 2023.
[15] A. Lestari and N. A. Mahbubah, "“Upaya menurunkan tingkat defect produk PSST Slice Mushrooms
4 Oz dengan metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) di PT. ETR Purwodadi," J.
Knowledge Industrial Engineering (JKIE),, vol. 6 (2), pp. 66-74, 2019.

5962

Anda mungkin juga menyukai