MK METALURGI
HIDROMETALURGI
Mulyanto Soerjodibroto
Pendahuluan
Pelindian (leaching atau lixiviasi) adalah pelarutan sumber logam ke dalam larutan berair,
dapat digunakan dengan pereaksi (misalnya asam atau basa) yang selektif melarutkan logam
yang diingankan dan meninggalkan pengotor. Selanjutnya dilakukan pemekatan atau
pemurnian terhadap larutan tersebut, untuk meningkatkan konsentrasi terlarut logam yang
diinginkan, serta menghilangkan pengotor. Tahap terakhir adalah pengambilan (recovery)
logam yang diinginkan dari larutan menjadi bentuk yang dapat dijual (misalnya padatan).
Biasanya hal ini dilakukan dengan elektrolisis atau pengendapan.
Proses hydrometallurgy biasanya dilakukan pada bijih yang memiliki kandungan mineral
berharga yang kecil (low grade) atau sulit dipisahkan pengotornya. Secara ionik dan kimiawi
khususnya pada keadaan cair reaksi pada hydrometallurgy disebabkan oleh beberapa hal,
yang diantaranya dapat dikelompokan menjadi 4 kelompok, yaitu:
Dari reaksi tersbut dapat diketahui dengan peningkatan pH maka akan terjadi reaksi antara
kation aluminium dengan hidroksida menjadi endapan Al(OH)3 yang selanjutnya akan
berubah menjadi aluminium anion, AlO2-
b.) Reaksi yang disebabkan oleh perubahan potensial oksigen (redoks). Konsep ini sama
dengan konsep terjadinya karat / korosi, dimana adanya reaksi dengan oksigen akan
menyebabkan logam berubah menjadi larutan atau logam memiliki elektron valensi yang
lebih tinggi. Sebagai gambaran bentuk reaksinya adalah sebagai berikut:
d.) Presipitasi dari senyawa Padat (Pengendapan) Pada sebuah reaksi zat yang berbeda
diketahui masing-masing zat memiliki nilai solubility product (Ksp), yakni nilai ketetapan
yang menyebabkan keadaan dimana reaksi akan berjalan setimbang antara pembentukan ion
dan padatan.
Secara singkat alur dari proses hydrometallurgy dapat digambarkan sebagai berikut :
1. LEACHING/PELINDIAN
Leaching adalah proses pemisahan logam berarga dari material material pengotor dengan
cara dilarutkan kedalam pelarut (terkadang diberikan tekanan). Sehingga dalam proses
leaching terdiri dari dua zat yakni padatan dan pelarut . Mekanisme pelarutan logam berharga
dari bijihnya melalui 5 tahapan sbb:
Untuk dapat digunakan dalam pelindian, pelarut dipilih yang memenuhi beberapa prasyarat,
yaitu :
1. Bijih mineral harus larut cukup banyak untuk membuat ekstraksi komersial
2. Material/mineral gangue tidak ikut larut.
3. Harus murah dan bisa diterapkan dalam kuantitas besar.
4. Jika dimungkinkan, harus bisa diregenerasi.
5. Tidak korosif
Berikut ini metode – metode pelindian (leaching), dapat dilihat pada gambar di bawah :
2.) Heap Leaching. Heap leaching adalah proses leaching dimana bijih atau padatan yang
merupakan hasil penghancuran (crushing) yang masih kasar ditumpuk kemudian disiram
dengan menggunakan larutan leaching.Untuk bijih berkadar rendah. Bijih ditumpuk pada
suatu tempat dengan dasar agak miring. Tinggi tumpukan sekitar 6-9 m. Air untuk reagen
pelarut asam sulfat encer disemprotkan dari atas dan pelarut yang sudah menjadi larutan kaya
kadar logam ditampung di dasar, proses ini dilakukan berulang-ulang agar kadar logam
berharganya relatif tinggi. Agar distribusi pelarut rata dan sirkulasi udara baik maka di
tengah-tengah tumpukan dipasang pipa berlubang secara vertikal.
3.) Dump Leaching
Dump leaching adalah proses pelindihan dengan menumpuk bijih/ditimbun pada suatu tempat
(ukuran bijih –20cm).
6.) Pressure Leaching
Pelindihan tekanan pada autoclave. Gas oksigen maupun hydrogen dimasukkan dengan
menggunakan tekanan tinggi. Jumlah gas yg terlarut tergantung akan tekanan gas. Kecepatan
reaksi dapat dipercepat dan proses dapat dilakukan pada temperatur di atas titik didih normal.
Pemakaian pelarut lebih efisien karena kelarutan gas akan naik dengan kenaikan dari tekanan.
1. Ukuran padatan inert: Jika padatan inert dihancurkan halus dan digunakan dalam
proses dalam bentuk serpihan maka zat terlarut tidak akan mengalami banyak
kesulitan dalam menyebar melalui padatan agar larut dalam cairan. Jika padatan
lembam bersifat kasar maka zat terlarut yang larut akan menghadapi banyak
hambatan saat berdifusi melalui bagian dalam padatan agar larut dalam sebagian besar
cairan.
2. Porositas padatan inert: Padatan inert yang sangat berpori menawarkan resistensi yang
lebih rendah untuk zat terlarut yang ada di bagian dalam padatan untuk diangkut dan
dilarutkan dalam cairan dibandingkan dengan padatan yang memiliki porositas sangat
sedikit atau tidak berpori. Dalam padatan tidak berpori, zat terlarut yang ada di
permukaan zat padat akan larut terlebih dahulu dan kemudian zat terlarut yang ada di
bagian dalam padatan harus berdifusi melalui lapisan resistensi yang ditawarkan oleh
zat padat untuk mencapai cairan. Itu membuat proses lebih lambat.
3. Pelarut: Cairan yang digunakan harus sangat selektif terhadap zat terlarut ketika
sampai pada proses pembubaran. Sifat cairan harus sedemikian rupa sehingga tidak
bereaksi atau melarutkan padatan pembawa. Ini harus memiliki viskositas rendah agar
zat terlarut berdifusi relatif mudah. Ini harus cukup mudah menguap di alam karena
menjadi lebih mudah untuk memisahkan padatan lembam yang tertahan dari cairan
menggunakan proses penguapan flash.
4. Suhu: Kelarutan zat terlarut dalam pelarut meningkat dengan peningkatan suhu.
Mobilitas atau difusivitas zat terlarut dalam pelarut meningkat dengan kenaikan suhu.
Viskositas cairan menurun dengan peningkatan suhu, viskositas yang diturunkan ini
membantu peningkatan mobilitas zat terlarut melalui cairan atau pelarut.
5. Agitasi: Efek umum dari mengaduk larutan padat-cair adalah bahwa koefisien
perpindahan massa padat-cair meningkat dengan peningkatan agitasi tetapi harus
diperhatikan agar padatan inert tidak hancur. Jika sebagian besar hambatan
perpindahan massa terletak di bagian dalam padatan maka agitasi tidak akan banyak
berpengaruh pada proses pelindian.
Ada tiga proses pemurnian yang umum digunakan yaitu evaporasi, ekstraksi pelarut dan
presipitasi (pengendapan). Di antara ketiganya, presipitasi adalah yang paling mudah
dilakukan, juga lebih cepat.
Salah satu metoda pemurnian yang banyak dipakai dalam industry tambang adalah Ekstraksi
Pelarut baik dengan Solvent Extraction dan/atau Ion Exchange.
SOLVENT EXTRACTION
Didasarkan atas kemampuan senyawa organic yang dapat mengekstraksi senyawa ion logam
berharga tertentu.
Gambar 4. Diagram Solvent Extraction
1. Tahap Loading/Absoption
Dimana larutan yang mengandung ion logam berharga yang ada dalam fasa aquaeous
(Pregnant Leach Solution) dikontakan dengan solvent organic tertentu yang sesuai
sedemikian rupa, sehingga ion logam berharganya terlarutkan dan masuk kedalam fasa
organic. Proses pemindahan muatan logam ini didasarkan pada perbedaan tingkat kelarutan
ion logam dalam pelarut asam dan larutan organic. Setelah ion logam berharga berpindah ke
fasa organic, pelarut awal dipakai lagi untuk pelindian (leaching)
2. Tahap Stripping
Dimana ion logam berharga yg ada dalam fasa organic kembali dikontakan dengan pelarut
aquaeous tertentu yang sesuai dengan volume yang relatif kecil. Proses ini menghasilkan
larutan kaya ion logam berharga (Extract) dan larutan organic yang sudah “kosong”
(Rafinate). Larutan organic didaur ulang untuk dipakai lagi dalam tahap “absorpsi”.
Berikut contoh proses Solvent Extraction untuk ekstraksi emas (Au) dengan menggunakan
prinsip adsorpsi Activated Carbon, dengan larutan organic Ethers(D2EHPA, DDPA, TBP),
Alcohol, Aldehydes, Ketenes, Phenols
TAHAP RECOVERY
1. Untuk bijih-bijih peringkat rendah (low grade), metode ini lebih efektif.
2. Bijih cukup mendapat perlakukan kominusi saja
3. Tingkat ekstraksi tinggi dalam mengambil logam berharga
4. Membutuhkan bahan bakar yang sedikit
5. Suhu prosesnya relatif lebih rendah.
6. Kontrol proses relative lebih mudah
7. Peralatan yang dibutuhkan relative sederhana dan murah, pengeluaran yang
besar terdapat pada reagent kimia. Dalam beberapa proses larutan mengalami
regenerasi
8. Cocok bijih dengan kandungan rendah karena dalam bentuk konsentrat,
contohnya gold dan zinc concentrates, ekstraksi Al2O3(Proses Bayer).
1. Metal yang diinginkan harus mudah larut dalam reagen yang murah.
2. Metal yang larut tersebut harus dapat “diambil” dari larutannya dengan mudah
dan murah.
3. Unsur atau metal lain yang ikut larut harus mudah dipisahkan pada proses
berikutnya.
4. Mineral-mineral pengganggu (gangue minerals) jangan terlalu banyak
menyerap (bereaksi) dengan zat pelarut yang dipakai.
5. Zat pelarutnya harus dapat “diperoleh kembali” untuk didaur ulang.
6. Zat yang diumpankan (yang dilarutkan) jangan banyak mengandung lempung
(clay minerals), karena akan sulit memisahkannya.
7. Zat yang diumpankan harus porous atau punya permukaan kontak yang luas
agar mudah (cepat) bereaksi pada suhu rendah.
8. Zat pelarutnya sebaiknya tidak korosif dan tidak beracun (non-corrosive and
non-toxic), jadi tidak membahayakan alat dan operator.
Gambar 6. Hidrometalurgi pada bijih tembaga(Cu)
DAFTAR PUSTAKA
1. F. Habashi “Recent Trends in Extractive Metallurgy” Journal of Mining and
Metallurgy, Section B: Metallurgy 2009, Volume 45, pp. 1- 13.
DOI:10.2298/JMMB0901001H
2. James W. Patterson (5 July 1987). Metals Speciation Separation and Recovery. CRC
Press. hlm. 77. ISBN 978-0-87371-034-3.
6. Olson, G.J., Bierley J.A., dan C.L. Bierley. 2003. Bioleaching review part B:
Progress in bioleaching: applications of microbial processes by the minerals
industries. Appl Microbiol Biotechnol. 63:249–257.
8. Seidel, A., Zimmels, Y., and Armon, R, 2001, Mechanism of Bioleaching of Coal Fly
Ash by Thiobacillus thiooxidans, Chemical Engineering Journal, vol.88, p.123-130