Kelompok 2
Metalurgi Ekstraksi-02
2019
I. PRINSIP DASAR
A. Leaching
Leaching merupakan proses pelarutan selektif dari mineral yang
diinginkan dengan cara mengontakkan dengan pelarut cair. Pelarut akan
melarutkan sebagian bahan padatan sehingga bahan terlarut yang diinginkan
dapat diperoleh. Metode ini memiliki 3 variabel penting, yaitu temperatur,
area kontak dan jenis pelarut. Leaching juga bertujuan menaikkan kadar dari
bijih. Leaching banyak digunakan pada industri metalurgi, yaitu digunakan
untuk memisahkan suatu mineral dari suatu batuan. Leaching dapat dikerjakan
secara batch, semibatch atau secara kontinyu.
Teknik operasi yang biasa digunakan untuk proses leaching adalah spraying
atau aliran liquid dan mencelup zat padat seluruhnya kedalam zat cair, atau
dapat pula digunakan beberapa tingkat tabung, solvent dialirkan dari tabung
teratas kemudian mengalir ke tabung dibawahnya. Hal ini dimaksudkan agar
luas permukaan bidang kontak semakin besar, sehingga akan meningkatkan
effisiensi leaching.
1. Ukuran partikel
Semakin besarnya ukuran dari bijih maka akan menyebabkan penurunan dari
laju proses leaching itu sendiri. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan
luas permukaan pada partikelnya. Dimana pada bijih dengan ukuran yang
kecil memiliki luas permukaan per unit berat yang lebih besar yang membuat
kontak permukaan saat terjadinya difusi lebih baik. Sehingga hal ini membuat
proses difusi berjalan lebih lancar dan cepat. Bila kita lihat pada contoh proses
leaching tembaga dengan konsentrasi asam sulfat sebesar 1,02 M, terdapat
ukuran optimum yang dapat membuat kadar meningkat hingga 99% yaitu
pada ukuran partikel sebesar 45 mikronmeter.
2. Konsentrasi
Pada faktor konsentrasi, tingkat konsentrasi yang semakin tinggi akan
menyebabkan jumlah mineral berharga yang terdifusi semakin banyak.
Dimana terlihat apabila semakin tinggi konsentrasi maka proses leaching akan
semakin cepat terjadi. Semakin meningkatnya konsentrasi zat leaching maka
jumlah dari mineral berharga yang larut akan semakin bertambah. Namun,
pada umumnya tetap ada batas konsentrasi yang optimum pada zat pelarut dan
mineral bijih yang akan dileaching itu sendiri.
3. Temperatur
Faktor temperatur pada proses leaching dapat berpengaruh pula.
Dimana apabila temperatur semakin tinggi, maka proses leaching akan
semakin cepat terjadi dan selesai. Bila kita ambil contoh pada proses leaching
pada tembaga, umumnya proses tersebut menggunakan pelarut asam sulfat
dengan temperatur 30oC. Dimana proses leaching tembaga ini diambil dari
mineral malasit, lalu dilakukan peningkatan temperatur hingga 65oC.
Hasilnya, terjadi peningkatan kadar hingga 73% pada 5 menit awal proses.
Kemudian kadar meningkat hingga 99% setelah 2 jam proses dilakukan.
4. Waktu
Pada proses leaching, lama waktu proses akan sangat berpengaruh
pada hasilnya. Dimana semakin lama waktu proses leaching (leaching), maka
proses difusi akan semakin banyak terjadi. Hal ini baik apabila tidak melebihi
batas optimum dari solution itu sendiri. Namun apabila melewati batas
optimumnya, maka akan berdampak negatif dimana tidak hanya solution
dengan bijih yang terdifusi, namun zat pengotor akan ikut terdifusi pula. Hal
ini menyebabkan meningkatnya kadar pengotor dalam larutan. Bila kita ambil
contoh pada proses leaching dari malasit dengan pelarut asam sulfat pada
temperatur ruang, kita akan melihat pengaruh yang signifikan terhadap
dampak waktu pada proses leaching. Dimana pada waktu 45 menit awal,
kadar mineral yang terdifusi meningkat dengan signifikan hingga mencapai
49% peningkatannya. Namun pada waktu setelah 60 menit, yang terjadi
adalah penurunan kadar mineral yang terdifusi dengan perlahan yang
menunjukkan bahwa zat pengotor mulai ikut terdifusi pada waktu tersebut.
5. Faktor Pengaduk
Terdapat dua hal yang dapat mempengaruhi proses leaching, yaitu laju
putaran dan lama pengadukan. Dimana pada laju putaran, apabila semakin
cepat lajunya, maka partikel semakin terdistribusi dengan lebih baik didalam
pelarut. Hal ini akan berdampak pada peningkatan kontak permukaan dengan
pelarut yang semakin baik dan luas sehingga lebih mudah untuk dipisahkan.
Lalu pada lama proses pengadukan, hal ini akan berpengaruh pada banyaknya
difusi. Dimana semakin lama dilakukan proses pengadukan maka difusi dapat
terjadi secara terus menerus. Namun, hal ini perlu dibatasi pada nilai optimum
difusi agar hasil maksimal serta untuk penghematan energi agar lebih
ekonomis.
Seperti yang kita ketahui, proses pelarutan dapat menguraikan suatu
zat menjadi komponen yang kita inginkan dengan bantuan pelarut cair,
dimana suatu zat tersebut dapat terurai kedalam bentuk molekul-molekulnya,
atom-atomnya, ataupun ion-ionnya. Dimana partikel-partikel yang telah
dilarutkan tersebut akan berkumpul pada permukaan (interface) dari masing-
masing zat padatan dan pelarutnya. Lalu, proses pelarutan dapat terjadi
dimana akan terjadi proses difusi dari partikel-partikel solution pada lapisan
antar-fasa yang menembus lapisan permukaan pelarut lalu menembus
kedalam badan pelarut sehingga solution tercampur dengan merata. Namun,
dalam mencapai hal ini, diperlukan sifat pada pelarut yang dapat menunjang
proses ini. Dimana sifat-sifat pelarut mencakup beberapa hal:
1. Selektifitas
Dibutuhkan selektifitas tinggi pada pelarut, hal ini dimaksudkan pada
kelarutan zat yang ingin dipisahkan harus jauh lebih besar dibanding kelarutan
dari padatan pengotor yang harus dapat diabaikan.
2. Kapasitas
Banyaknya kelarutan solution yang berada dalam pelarut tersebut.
3. Kemudahan untuk dipisahkan
Pelarut harus dapat dipisahkan dari solution dengan cara evaporasi atau
distilasi. Hal ini dilakukan untuk tujuan penghematan agar lebih ekonomis.
4. Sifat-sifat fisik pelarut
Sifat fisik dari pelarut akan sangat berpengaruh dalam proses. Dimana salah
satunya yaitu viskositas dan densitas dari pelarut. Kedua sifat ini berpengaruh
pada tingkat pemakaian daya untuk proses pengaduka. Lalu, viskositas juga
akan berpengaruh pada pemisahan mekanik.
B. Pelarut
Pelarut yang digunakan dalam leaching dibagi dua, yaitu asam dan basa.
• Leaching asam
Leaching asam dilakukan dengan mengontakkan mineral berharga dengan
cairan yang bersifat asam. Cairan asam yang paling banyak digunakan pada
industri saat ini adalah H2SO4 dan HCl. Biasanya dalam prosesnya
menggunakan pengaduk atau stirer sehingga seluruh bijih mengalami kontak
dengan cairan asam, menyebabkan mineral berharga akan terlarut dan kadar
dari logam yang diinginkan akan meningkat dalam larutan. Mineral yang
biasanya dilindi menggunakan asam antara lain cassiterite, pyrite, dan
beberapa mineral lainnya.
• Leaching Basa
Leaching basa dilakukan dengan mengontakkan mineral berharga
dengan cairan basa, dengan tujuan memisahkan mineral berharga dari
pengotornya. Pelarut yang biasa digunakan adalah NaOH. Mineral yang biasa
dilindi menggunakan cairan basa adalah bauksit, kailinite, dan beberapa
mineral lain, khususnya yang mengandung silika.
Terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam
pemilihan zat leaching yang digunakan yaitu:
1. Sifat fisika dan kimia dari mineral yang akan di leaching.
2. Leaching agents sebisa mungkin yang termurah dan mudah didapatkan
3. Leaching agentss bersifat tidak mudah terbakar, tidak korosif, dan tidak
beracun
4. Leaching agents dapat diregenerasi agar lebih hemat dan ekonomis
Zat ammonia merupakan zat pertama yang sebagai zat leaching.
Kemudian, Asam sulfat menjadi salah satu zat leaching yang sering
digunakan dalam dunia hidrometalurgi tembaga, begitupun dengan ammonia,
ammonium hidroksida, ammonium karbonat, dan lainnya.
C. Metode Pelendian
Kualitas bijih dan penggunaan reagen tertentu untuk melarutkan
mineral merupakan faktor yang menentukan dalam pemilihan metode
leaching. Metode-metode leaching yang ada adalah sebagai berikut:
1. Insitu Leaching
2. Dump Leaching
3. Heap Leaching
4. Bio Leaching
5. Percolation Leaching
6. Agitation Leaching
7. Pressure Leaching
Pada makalah ini akan dibahas tentang Metode pelendiannya yaitu dump
leaching
DUMP LEACHING
Dump Leaching hampir sama dengan Heap Leaching, dimana pada
metode dump leaching pengambilan bijihnya langsung dari tambang, dan
langsung ditaruh di leach pad tanpa melalui crushing terlebih dahulu, bijih
langsung diirigasi dengan larutan asam, tujuannya yaitu untuk mendapatkan
logam berharganya dengan memisahkan logam berharga dengan pengotornya
Dump leaching biasanya digunakan untuk low grade ores, biaya yang
digunakan untuk dump leaching termasuk murah dibanding metode lainnya.
Metode dump leaching ini beroperasi cukup lama yaitu dalam rentang waktu
1-2 tahun, berbeda dengan Heap leaching yang operasinya masih dalam
jangka waktu bulanan. Dump leaching biasanya mengekstrak 50% dari
mineral yang diinginkan. Dalam beberapa tahun terakhir, Dump leaching
mendapat perhatian yang besar karena dampak lingkungan yang minimal dan
biaya produksinya yang rendah sehingga sangat ekonomis.
Pada dasarnya, sistem Dump leaching yang digunakan untuk ekstraksi
mineral terdiri dari dump yang mengandung kadar mineral yang terlalu rendah
untuk diekstraksi. Sehingga dibutuhkan sistem leaching yang cocok dengan
jenis bijih agar dapat mengekstraksi mineral berharga dengan maksimal yang
disesuaikan dengan konstruksi penimbunan.
1. Faktor Fisik
• Stratification
• Channeling
• Segregation
• Sorption
• Foundation
• Permeability
• Construction
2. Faktor Kimia
• pH Control
• Precipitation / Hydrolysis
• Temperature
• Alteration
• Oxidation
• Solution Type
3. Faktor Lain
• Solution Application and Collection
• Pollution Control Methods
Terdapat lima teknik aplikasi yang biasanya digunakan pada industri. Antara
lain:
• Pond - Irrigation
• Trickle
• Multi-Low Pressure Spray
• Single High Pressure Spray
• Well Injection
Pond - Irrigation adalah teknik yang paling banyak digunakan yaitu dengan
pengairan atau peripheral spigot discharge system. Serangkaian tanggul
dibangun di bagian atas dump untuk menampung larutan leaching. Untuk
memperlancar aliran dalam dump ketika pemulihan mulai berkurang,
permukaan kolam dikikis dan dirobek dengan dozer.
Aplikasi Trickle Leach adalah teknik yang relatif baru yang digunakan
terutama untuk mengekstraksi tembaga sulfida dari fresh dump dan
menunjukkan permeabilitas tinggi. Apabila teknik ini dilakukan secara
bertahap, dapat untuk menghindari kerusakan yang cepat dari partikel-partikel
batuan dan mineral.
Leaching dilakukan dalam kolom poliester yang diperkuat serat gelas dengan
diameter 4,5 kaki dan tinggi 10 kaki dengan kapasitas hampir 8 ton bijih.
Sampel dicuci dengan perkolasi ke bawah larutan pH 2 pada laju aliran awal
72 hingga 76 galon per kaki persegi per hari. Aliran ini, jauh lebih tinggi daripada
aliran yang secara konvensional digunakan dalam leaching buangan, digunakan untuk
membuat perubahan permeabilitas unggun. Solusi diterapkan pada bijih melalui
lengan berputar yang berisi lubang berdiameter 1/8 inci. Larutan leaching yang keluar
dari kolom disirkulasikan kembali melalui bijih sampai konsentrasi tembaga
mencapai 1 hingga 2 gram per liter, mensimulasikan operasi konvensional, dan
kemudian aliran dihentikan untuk memulihkan tembaga baik melalui penyemenan
atau dengan ekstraksi pelarut. Konsentrasi khas ion lain dalam larutan, dalam gram
per liter, adalah 1-5 seng, 1-5 aluminium, 0,5-1,5 magnesium, dan 0,5 kalsium.
Leaching dilanjutkan menggunakan solusi yang menghabiskan tembaga. Asam sulfat
ditambahkan seperlunya untuk mempertahankan pH 2 untuk meminimalkan
pengendapan senyawa besi.
Mekanisme Pencucian
Reaksi kimia berikut dapat terjadi ketika tembaga diendapkan oleh besi
logam:
Sel electrowinning berisi sembilan anoda timah dan delapan katoda tembaga
berukuran 6¾ inci kali 8 inci. Kepadatan arus 16 ampere per kaki persegi digunakan
untuk electrowinning.
Hasil Eksperimental
Empat tes pencucian jangka panjang dilakukan untuk menentukan efek dari
dua metode pemulihan tembaga pada tingkat leaching tembaga. Sepasang tes
komparatif dilakukan pada sampel bijih yang relatif kasar yang mengandung 11
persen dikurangi denda 0,5 inci. Perbandingan lain dibuat dengan menggunakan
sampel yang relatif baik yang mengandung 32 persen dikurangi denda 0,5 inci. Hasil
dan pengamatan eksperimental termasuk tingkat ekstraksi tembaga, konsumsi asam,
kadar zat besi larutan lindi, permeabilitas kolom, dan aktivitas bakteri dijelaskan.
Dua batch 7-ton bijih yang mengandung 11 persen dikurangi denda 0,5-inci
dicuci secara bersamaan untuk total 416 hari. Leaching terputus secara berkala untuk
menghilangkan tembaga dari cairan leaching ketika konsentrasi tembaga 1 hingga 2
gram per liter tercapai. Pelepasan tembaga dilakukan 32 kali berbeda dalam setiap tes
leaching. Tingkat ekstraksi tembaga dimonitor menggunakan uji leach liquor,
inventaris larutan, dan analisis sampel bijih awal. Ekstraksi tembaga kemudian
dikoreksi berdasarkan kandungan tembaga awal yang ditentukan oleh analisis residu
leached dan produk tembaga. Tabel 3 menunjukkan analisis kimia dari produk residu
leached untuk keempat tes leaching. Konsentrasi larutan besi dan konsumsi asam
dicatat.
.tembaga-recovery-dump-leach-residu
Ekstraksi tembaga
Besi awalnya tidak ada dalam larutan leaching, tetapi segera muncul sebagai
akibat dari pembubaran mineral besi dan sementasi tembaga dengan besi. Konsentrasi
besi meningkat pada kedua larutan penapisan, meskipun laju peningkatan lebih cepat
pada uji leaching-leaching. Setelah 131 hari pencucian, konsentrasi besi dalam
larutan dari uji leaching-leaching dan pelarut-pelarut masing-masing adalah 31 dan
14 gram per liter. Pada saat ini sejumlah cairan lindi diukur dari setiap sirkuit dan
diganti dengan air untuk mengurangi konsentrasi lindi hingga 10 gram zat besi per
liter. Besi dicairkan secara berkala untuk mensimulasikan praktik pencucian skala
besar, di mana besi terlarut dikontrol setelah sementasi dengan oksidasi dan
mengendap di kolam.
Hampir semua besi dalam cairan penapisan berada dalam keadaan ferric
kecuali untuk periode sekitar 2 hari setelah pengangkatan tembaga dengan semen.
Besi besi dioksidasi oleh oksigen terlarut (reaksi 6), dan laju oksidasi tampaknya
dipercepat oleh aktivitas bakteri dari bakteri pengoksidasi besi. Konsentrasi besi besi
dalam larutan leaching umumnya adalah 0,01 gram per liter.
Senyawa besi diendapkan pada partikel bijih selama pencucian, tetapi jumlah
akumulasi tidak dapat diukur secara tepat. Selama uji leach-cementation, besi yang
ditambahkan ke sistem melalui 33 operasi sementasi adalah 12,3 pon besi per ton
bijih. Zat besi yang dikeluarkan secara berkala dari sistem adalah 6 pon per ton bijih.
Zat besi yang dikeluarkan secara berkala dari sistem adalah 6 pon per ton bijih, dan
besi yang tersisa dalam penyelesaian pada saat pengujian adalah 0,7 pon per ton bijih.
Berdasarkan jumlah ini, 5,6 pon besi per ton bijih terakumulasi di lapisan bijih. Besi
tambahan yang dilarutkan dari bijih dan kemudian diolah kembali tidak ditentukan.
Dalam proses pengolahan emas atau perak hasil proses amalgamasi. Proses ini
didasarkan pada sifat emas dan perak yang dapat larut dalam garam sianida dengan
adanya oksigen. Larutan yang terbentuk kemudian ditambahkan serbuk seng
untuk mengendapkan emas dan perak. Proses penambahan seng ini disebut
proses Merill Crowe
Berikut adalah reaksi yang terjadi dari setiap proses:
Oksigen meninggalkan fasa gas di dalam dump dengan melarutkan fasa cair di
mana ia melepaskan besi ke besi melalui agen bakteri. Besi ferri berdifusi ke dalam
fragmen bijih dan mengoksidasi mineral sulfida: * Asam, Fe dan panas diproduksi
++
bersama denga n Cu ++
Sebagian besar limbah tingkat rendah, dari mana tembaga dilepaskan, berasal dari
lingkaran piriritik luar dari deposit tembaga porfiri, di mana tembaga yang
mengandung sulfida adalah kalkopirit. Dapat diasumsi bahwa kalkopirit dan pirit
adalah mineral utama sulfida dan mereka teroksidasi dalam lingkungan pembuangan
limbah dengan cara berikut:
Sebenarnya jumlah oksigen yang dikonsumsi per gram tembaga chalcopyrite
leached lebih besar dari ini, jika akun diambil dari oksidan yang diperlukan untuk
pra-cipitate, seperti jarosite (KFe3 (S04) 2 (OH) 6), besi tersebut diubah untuk
tembaga selama sementasi (2,5 lb Fe / lb Cu) dan besi diproduksi dalam pencucian
kalkopirit dan pirit. Curah hujan besi di tempat pembuangan harus jelas
diperhitungkan meskipun sumber besi berada di luar tempat pembuangan. Lebih
lanjut, jika kelebihan asam yang dihasilkan oleh oksidasi pirit dinetralkan oleh reaksi
dengan gangue dari komposisi biotit * besi tambahan dihasilkan, teroksidasi.
Karena larutan leaching tidak dapat membawa oksidan yang signifikan ketika
mereka bergerak melalui tempat pembuangan, udara adalah sumber utama o-xidant di
dalam tempat pembuangan. Satu liter udara mengandung 0,28 g Oj. Gambar. 3
menunjukkan Persamaan yang membutuhkan lebih banyak udara daripada air untuk
mengalir melalui tempat pembuangan limbah jika larutan efluen mengandung
konsentrasi tembaga yang biasanya diamati. Untuk tempat pembuangan khusus yang
akan kami pertimbangkan, setidaknya 80 kali lebih banyak udara melewati tempat
pembuangan daripada air. Yaitu, untuk 'setiap liter larutan leaching yang
meninggalkan tempat pembuangan dengan perolehan bersih 0,25 g / 1 (2 lb. Cu /
1000 gal.) Tembaga, Diperlukan 80 liter udara untuk memasok oksidan yang
diperlukan untuk reaksi kimia yang terlibat. panas yang dihasilkan per gram tembaga
larut. (Entalpi reaksi, ∆H ).
R
bahwa [OX] di luar partikel bijih adalah fungsi waktu yang diketahui. Simbol yang
diberikan didefinisikan pada Tabel I.
Batuan fosfat di leach dengan menggunakan 10% HCL atau 20% HNO3 untuk
mendapatkan larutan monocalcium phosphate. Larutan tersebut kemudian
dikristalisasi untuk mendapatkan garam CaClH2PO4.H2O atau Ca(NO3)H2PO4.H20
tergantung dari asam yang digunakan. Kristal kemudian dipisahkan dan di
dekomposisi pada temperature 200-250 C untuk mendapatkan produk dicalcium
phosphate. Dalam tahap ini, sekitar 40% asam yang dibutuhkan untuk leaching
direcover untuk dipakai kembali (recycle).
Untuk mendapatkan gypsum yang bebas dari radioaktif, radium harus dipisahkan
pada tahap awal. Hal ini dapat dicapai dengan menambahkan SO42- ion diikuti
dengan larutan BaCl2 dengan jumlah tertentu dan memfilter endapan yang terbentuk.
Dalam proses ini, cost untuk menghilangkan overburden, benefication, disposal of
tailings dan slimes dapat dikurangi sehingga lebih menguntungkan dari segi
produktifitas.
Dump leaching sering kali digunakan karena sangat efektif dan ekonomis. Salah
satu perusahaan penghasil tembaga terbesar U.S., the Phelps Dodge Company, pernah
mengumumkan bahwa pihaknya dapat memproduksi 454 g tembaga dari bijih
buangan (waste ore) hanya dengan biaya sekitar 30 cents. Selain nilai ekonomis yang
baik, metode dump leaching juga relatif simpel dan mudah untuk dilakukan yaitu
dengan cara mendistribusikan leach solution diatas tumpukan dump. Solution tersebut
kemudian meresap dan melarutkan mineral tembaga sehingga terbentuk cairan yang
kaya akan mineral pada dasar dump yang selanjutnya akan di recover. Metode
recovery tembaga yang sekarang digunakan adalah ekstraksi pelarut (solvent
extraction) yang diikuti dengan electrowinning atau sementasi tembaga dengan
menggunakan scrap iron.
Mineral tembaga di dalam bijih termasuk chalcocite, digenite, chalcopyrite, covellite
dan enargite yang larut kedalam larutan acidic ferric sulfate dengan membentuk
cupric sulfate dan ferrous sulfate. Mineral tembaga utama didalam bijih, yaitu
chalcocite dilarutkan dengan reaksi:
Pada recovery tembaga dengan teknik sementasi, besi metallic bereaksi dengan
tembaga yang larut membentuk metallic copper dan melarutkan besi ferrous. Besi
ferrous ini tetap ada pada larutan pada saat keasaman leach solution mencapai pH 3,
meski begitu besi ferrous teroksidasi dengan udara mengendapkan senyawa ferric
pada keasaman pH 2 atau lebih. Pengendapan senyawa ferric dari leach solution bisa
jadi merupakan masalah paling serius yang dapat ditemui pada operasi leaching
karena endapan dapat menyumbat saluran pipa distribusi sehingga jumlah besi harus
dikontrol dengan mempertahankan nilai keasaman larutan mendekati pH 2 untuk
meminimalisir masalah yang dapat terjadi.
Reaksi-reaksi yang terjadi pada saat tembaga diendapkan oleh metallic iron:
CuSO4 + Fe → FeSO4 + Cu
Fe2(SO4)3 + Fe → 3FeSO4
2FeSO4 + H2SO4 + ½O2 → Fe2(SO4)3 + H2O
H2SO4 + Fe → FeSO4 + H2
Perbedaan lama waktu leaching tembaga antar teknik sementasi dengan teknik
solvent extraction-electrowinning
*Grafik kiri (Coarse ore), grafik kanan (Fine ore)
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat perbedaan jumlah tembaga yang berhasil di
ekstraksi dengan menggunakan teknik recovery yang berbeda dimana pada coarse ore
maupun fine ore teknik electrowinning menghasilkan tembaga dengan jumlah yang
lebih banyak daripada teknik sementasi. Perbedaan persen tembaga yang terektrasi ini
cukup signifikan pada fine ore.
Selain itu pemberian asam juga perlu diperhatikan selama proses leaching. Dalam
segi ini perbedaan teknik recovery yang digunakan juga ikut mempengaruhi, seperti
yang digambarkan grafik dibawah:
Pada kedua grafik terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada jumlah konsumsi
asam yang diperlukan antara teknik sementasi dengan teknik electrowinning. Teknik
sementasi membutuhkan jumlah asam yang melebihi teknik electrowinning baik pada
coarse ore maupun fine ore. Hal ini dikarenakan teknik sementasi harus
mempertahankan keasaman pada nilai pH mendekati 2 guna menghindari terjadinya
pengendapan yang dapat menyebabkan masalah penyumbatan sehingga tentu
penambahan asam dibutuhkan dalam jumlah yang lebih banyak.
Selain itu pada dump leaching juga terdapat peranan bakteri, dimana bakteri dapat
membantu oksidasi besi dan sulfur. Terutama untuk oksidasi besi sangat terbantu
dengan adanya bakteri karena pada keasaman pH 2 oksidasi besi sangat lama. Salah
satu jenis bakteri yang digunakan adalah Thiobacillus ferrooxidans dan Thiobacillus
thioxidans.
Berikut beberapa tambang yang menggunakan metode dump leaching untuk proses
ekstrasi:
REFERENSI
• https://books.google.co.id/books?id=PPSDDwAAQBAJ&pg=PA43&lpg=PA
43&dq=difference+between+dump+leaching+and+heap+leaching&source=bl
&ots=exSaaU1STU&sig=ACfU3U0CUrdVyWkLUmlv5rsxN5xFkTL_sw&hl
=id&sa=X&ved=2ahUKEwiasLuN5ZnlAhXgILcAHdZ6AxMQ6AEwHHoE
CAgQBA#v=onepage&q=difference%20between%20dump%20leaching%20
and%20heap%20leaching&f=false diakses pada hari senin tanggal 14 oktober
2019 pukul 12.05
• Habashi, Fathi. (1988). In-situ and dump leaching technology: Application to
phosphate rock. Fertilizer Research.