Anda di halaman 1dari 5

Depan

Pesatnya perkembangan teknologi berpotensi besar mendisrupsi pekerjaan di berbagai


sektor lapangan kerja. Forum Ekonomi Dunia merilis daftar pekerjaan yang berpotensi
besar digantikan oleh teknologi dan pekerjaan yang masih diminati oleh banyak
perusahaan global. Namun, apakah analisis tersebut juga berlaku di Indonesia?

Secara keseluruhan, pasar tenaga kerja telah mengalami gejolak di tahun ini. Pasar tenaga
kerja dipaksa bertransformasi dan dituntut memberikan keterampilan lebih baik dalam
bursa tenaga kerja. Di saat bersamaan, secara simultan hadir distraksi ekonomi global
akibat situasi geopolitik. Selain itu, muncul berbagai tekanan sosial terutama dari sisi gaya
hidup dan isu lingkungan yang makin menuntut pasar tenaga kerja untuk beradaptasi dan
menyesuaikan dengan kondisi global.

Dalam laporannya di pertengahan 2023, Forum Ekonomi Dunia atau World Economic
Forum (WEF) memberikan sorotan terhadap perkembangan kecerdasan buatan yang
makin memengaruhi bisnis global. Khusus terkait profesi, WEF bekerja sama dengan
Organisasi Buruh Internasional (ILO) memberi daftar pekerjaan yang saat ini paling banyak
bertambah dan berkurang seturut jumlah pekerjanya. Selain itu, WEF juga memberikan
proyeksi terhadap bidang pekerjaan yang paling cepat berkembang dan menyusut hingga
tahun 2027 nanti.

Deretan profesi yang paling banyak bertambah jumlah pekerjanya, yakni para tenaga
teknis yang mengandalkan keahlian praksis, diperkirakan akan terus mendominasi di
tingkat global. Misalnya, operator alat pertanian, sopir truk dan bus, pengajar pendidikan
vokasi, dan pekerjaan di bidang perbaikan mesin atau perbengkelan. Artinya, situasi
global saat ini terbukti telah mendorong pasar tenaga untuk langsung terjun ke dunia
kerja.

Untuk kategori sebaliknya, pekerjaan administratif terlihat terus menurun jumlah tenaga
kerjanya karena pengaruh perkembangan teknologi. Misalnya, pekerjaan data entri,
administrasi atau sekretaris, petugas keamanan, kasir, dan pekerja di ”garis depan”
layanan lainnya. WEF memberi catatan bahwa para pekerja di bidang administratif ini
paling banyak dihentikan perusahaan ketika pandemi Covid-19. Perannya di masa depan
secara bertahap digantikan oleh teknologi atau dikurangi jumlahnya demi efisiensi beban
upah karyawan.

Baca juga: Keterampilan Para Pekerja untuk Menghadapi AI di Masa Depan


https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/i3JwkkmcyVDhoay4Nt06WaVadVc=/
1024x2096/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre
%2F2023%2F07%2F23%2Faccdf9e6-533f-4bb4-826a-50c6020f63f0_jpg.jpg
Dalam analisis lanjutannya, WEF memberikan gambaran bahwa 69 juta jenis pekerjaan
baru akan diciptakan dan kemungkinan akan menghilangkan sekitar 83 juta jenis
pekerjaan lainnya. Ada juga 14 juta pekerjaan yang mengalami perubahan (shifting)
dengan dipaksa menambah deskripsi pekerjaan (jobdesk), tetapi dengan upah yang relatif
sama. Dengan kata lain, tuntutan para pekerja dari perusahaannya akan makin kompleks
ke depan karena situasi pasar yang dihadapi juga kian dinamis.

Sebagai prediksi, WEF memberi daftar pekerjaan yang akan diminati oleh perusahaan
global dalam lima tahun ke depan dan semuanya terkait erat dengan teknologi. Lima
teratas adalah spesialis AI dan machine learning, spesialis keberlanjutan (konsultan
perusahaan), analis bisnis intelijen, analis keamanan informasi, dan fintech engineer.
Sebagai catatan, kelima pekerjaan ini memang sudah menempati papan atas pekerjaan
yang diminati sejak riset WEF 2016, 2018, dan 2020.

Seiring dinamisasi pasar tenaga kerja yang mendorong munculnya beberapa jenis
pekerjaan baru menyebabkan sejumlah sektor industri mengalami gejolak besar. Industri
media, hiburan, olahraga, pemerintahan, sektor publik, dan komunikasi digital adalah
bidang yang mengalami gejolak terutama dalam sirkulasi tenaga kerja (rekrutan baru,
pekerja mengundurkan diri, pekerja pindah posisi, dan lain-lain). Di bidang-bidang inilah
WEF melihat perkembangan teknologi berpeluang besar menggantikan peran tenaga kerja
di dalamnya.

Situasi Indonesia
Dalam laporannya, WEF memberikan penafsiran bahwa situasi global yang dianalisis
dapat jauh berbeda jika dipadankan dengan situasi riil di sejumlah negara. Terutama di
negara berkembang dengan tingkat penghasilan dari pekerjaannya relatif rendah. Begitu
juga Indonesia yang tampaknya belum dapat mengacu secara ketat terhadap analisis WEF
untuk kondisi pekerjaan dan pasar tenaga kerja. Gambaran mengenai kondisi tenaga kerja
ini dapat dilihat dalam laporan Badan Pusat Statistik tentang Indikator Pasar Tenaga Kerja
Indonesia Februari 2023.

Sebelum melangkah lebih jauh, perlu dilihat dahulu kategori penduduk yang masuk dalam
kelompok pekerja di Indonesia yang berpotensi terdampak dari situasi global seturut
laporan WEF. Dari kategori status pekerjaan utama, persentase penduduk yang bekerja
sebagai buruh atau karyawan tercatat sebanyak 36,34 persen dari total seluruh penduduk
yang memiliki sumber penghasilan. Jika per Februari 2023 BPS mencatat sebanyak 138,63
juta orang telah memiliki sumber penghasilan atau bekerja, maka diperkirakan penduduk
yang bekerja sebagai buruh atau karyawan mencapai 50,38 juta orang.

Baca juga; Sejenak Membayangkan Hidup Tanpa AI

Para pekerja kantoran memadati Halte Transjakarta Tosari, Jakarta, saat jam pulang kerja,
Senin (25/7/2022).
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Para pekerja kantoran memadati Halte Transjakarta Tosari, Jakarta, saat jam pulang kerja,
Senin (25/7/2022).

Angka tersebut belum termasuk jumlah penduduk angkatan kerja yang berstatus
pengangguran terbuka dan setengah pengangguran. Untuk saat ini, tingkat pengangguran
berada di angka 5,45 persen dan setengah pengangguran di angka 9,59 persen, sehingga
jumlah keduanya mencapai 15,04 persen. Dengan kata lain, dari 100 penduduk terdapat
15 orang di antaranya yang berstatus pengganguran dan setengah menganggur.

BPS membagi 17 kategori lapangan pekerjaan utama yang diisi oleh penduduk yang
bekerja. Lapangan pekerjaan di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tercatat
paling banyak menyerap tenaga kerja, yakni sebesar 29,36 persen. Disusul oleh sektor
perdagangan besar dan eceran, industri pengolahan, serta penyediaan akomodasi
makanan dan minuman.

Tenaga produksi atau operator alat serta pekerja kasar industri menjadi jenis pekerjaan
yang paling banyak diisi oleh pekerja di Indonesia (30,31 persen). Posisi kedua ditempati
tenaga usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan (28,71 persen) dan disusul oleh tenaga
usaha penjualan (19,65 persen). Selanjutnya, untuk tenaga tata usaha dan sejenisnya
hanya 5,11 persen.

Dari deskripsi data tersebut dapat ditarik sejumlah kesimpulan terkait situasi
ketenagakerjaan di Indonesia. Pertama, perkembangan teknologi dan situasi global
berpotensi memberi dampak pada 50,38 juta penduduk Indonesia yang saat ini bekerja
sebagai buruh ataupun karyawan perusahaan. Selain itu, masifnya teknologi ini juga kian
mengancam para angkatan kerja yang masih menganggur ataupun semi pengangguran
untuk kian sulit memasuki pasar kerja. Oleh karena itu, dalam perhitungan lima tahun ke
depan, penduduk yang saat ini berusia 13 tahun sekalipun sudah harus menyiapkan diri
menjawab tantangan pasar tenaga kerja di masa depan.
Kedua, postur pasar tenaga kerja Indonesia saat ini masih dominan di bidang praksis yang
berkaitan dengan sektor industri baik skala besar maupun menengah. Setidaknya dalam
lima tahun ke depan, sektor-sektor ini tidak termasuk dalam bidang industri yang
terimbas besar dari adopsi kecerdasan buatan (AI) di perusahaan-perusahaan. Begitu juga
jenis pekerjaan tata usaha atau sekretariat yang hanya memiliki porsi kecil dibandingkan
jenis pekerjaan lainnya sehingga juga masih tergolong minim terdampak dari penggunaan
AI itu.

Ketiga, ada sejumlah pekerjaan yang terancam hilang dengan adanya adopsi teknologi AI.
Bidang industri yang terkait erat dengan penyedia layanan seperti administrasi
pemerintahan, informasi dan komunikasi, serta aktivitas jasa lainnya akan terancam
tergantikan oleh AI. Hanya saja, diperkirakan imbasnya masih relatif kecil dalam skala
nasional.

Persiapan
Kendati hasil analisis WEF tidak dapat menjadi acuan secara baku untuk pasar tenaga
kerja di Indonesia, tapi setidaknya dapat memberikan gambaran persiapan dalam lima
tahun mendatang. Salah satu sorotan lain yang dibuat WEF ialah upah riil para pekerja
makin menurun akibat biaya hidup yang makin tinggi yang tidak disertai dengan
peningkatan upah yang signifikan. Salah satu penyebabnya karena adopsi teknologi
sedang gencar diupayakan oleh banyak perusahaan demi menurunkan beban biaya
pengupahan karyawan.

Baca juga: Biaya Tinggi Pengembangan Kecerdasan Buatan

Polisi mengatur lalu lintas pada persimpangan jalan di kawasan Kuningan, Jakarta, Senin
(3/7/2023). Bekerja sama dalam Project Green Light dengan Google, Dinas Perhubungan
DKI Jakarta telah memasang teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) di
20 simpang jalan sejak April 2023.
KOMPAS/ADRYAN YOGA
Polisi mengatur lalu lintas pada persimpangan jalan di kawasan Kuningan, Jakarta, Senin
(3/7/2023). Bekerja sama dalam Project Green Light dengan Google, Dinas Perhubungan
DKI Jakarta telah memasang teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) di
20 simpang jalan sejak April 2023.
Arah gerak banyak perusahaan di Indonesia dalam adopsi teknologi itulah yang kemudian
membuat pekerjaan di bidang teknologi informatika (TI), mahadata (big data), dan
pembelajaran mesin (machine learning) memiliki daya jual yang tinggi diikuti ”harga
pasar” yang tinggi atas profesinya. Sementara itu, pekerjaan administratif, seperti
peladen, jasa kebersihan, dan petugas keamanan, menggunakan kerja sama dengan pihak
perusahaan alih daya (outsource) guna menekan biaya.

Dihadapkan dengan situasi ini, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan
Presiden Nomor 68 Tahun 2022 yang berfokus pada akselerasi pendidikan vokasi pada 21
Februari 2023. Diharapkan, transformasi dunia pendidikan vokasi kian terakselerasi
dengan penguatan kolaborasi pemerintah, lembaga pendidikan atau pelatihan vokasi, dan
dunia usaha dan dunia industri (DUDI). Salah satu tujuan aturan baru ini adalah
menciptakan kesesuaian (link and match) antara pendidikan vokasi dan lapangan
pekerjaan mendatang.

Anda mungkin juga menyukai