Anda di halaman 1dari 4

Tantangan Indonesia di Era Revolusi Industri 4.

0
Oleh Muhammad Satrio Aditama, CB201220210

Era revolusi industri 4.0 merupakan era dimana kemajuan teknologi dapat terintegrasi
dengan dunia fisik, digital, dan biologis (Hamdan, 2018). Revolusi industri 4.0 dikenal
juga sebagai revolusi digital karena terjadi percepatan perkembangan komputer dan
pencatatan secara otomatis pada semua bidang (Maysitoh, Agung, & Afdal, 2018).
Revolusi industri 4.0 memberikan dampak bagi seluruh dunia termasuk indonesia salah
satu dampak baik yang terjadi adalah pertumbuhan ekonomi yang pesat (Hamdan,
2018). Namun tidak hanya dampak baik saja yang terjadi di era revolusi industri 4.0,
terdapat dampak-dampak yang tidak baik yang menjadi tantangan terutama bagi yang
tidak siap menyambutnya.

Menurut Wolter dalam Kashyap dan Agrawal (2019) tantangan yang industri 4.0 terbagi
menjadi 5 diantaranya; 1.) hilangnya banyak pekerjaan; 2) masalah keamanan teknologi
informasi; 3) kurangnya keterampilan yang memadai; 4) keandalan dan stabilitas mesin
produksi; dan 5) keenggganan untuk berubah oleh para pemangku kepentingan. Kelima
tantangan tersebut terjadi diberbagai negara, salah satunya indonesia. Melalui tugas
mandiri ini, penulis akan menjelaskan kelima tantangan revolusi industri 4.0.

Pertama, hilangnya banyak pekerjaan. Era revolusi industri 4.0 hampir memasuki satu
dekade. Teknologi pada era industri ini terus mengalami perkembangan. Salah satu
contohnya adalah terbentuk nya kecerdasan buatan atau yang kita kenal desan sebutan
AI (articial intelligence). Pemanfaat AI yang marak digunakan saat ini adalah
penggunaan robot untuk menggantikan tenaga manusia (Maysitoh, Agung, & Afdal,
2018). Salah satu contoh robot yang saat ini berkembang adalah autonomous robotic,
robot ini dapat melakukan pekerjaan tanpa dipandu oleh manusia. Robot-robot ini dapat
bekerja di berbagai kondisi dan dapat digunakan baik di darat, udara, maupun lautan
untuk meringankan pekerjaan manusia (Natasuwarna, 2019). Dengan adanya robot ini,
beberapa pekerjaan dapat hilang karena telah tergantikan oleh robot yang dianggap
dapat berkerja lebih murah, efektif, dan efisien. Hal ini menyebabkan angka
pengangguran meningkat. Menurut BPPS (2017) tingkat pengangguran mengalami
kenaikan yaitu sebesar 5,33% atau 7,01 jiwa dari total 131,55 juta orang angkatan kerja.
Kedua, masalah keamanan teknologi informasi. Masalah keamanan informasi
berhubungan dengan literasi digital, dalam era revolusi industri 4.0 dikenal dengan
istilah big data. Fenomena big data memungkinkan masyarakat dapat mengakses dan
menyimpan informasi dengan sangat mudah. Namun, masyarakat tidak hanya menjadi
konsumen dari fenomena ini. Masyarakat terutama yang memiiliki akun sosial media
juga menjadi produsen dari data itu sendiri. Bagi kalangan peneliti dan pebisnis, data ini
dapat dimanfaatkan untuk membentuk suatu pola yang dapat menghasilkan pengetahuan
baru (Natasuwarna, 2019). Bahkan, saat ini tidak jarang kita mendengar penjualan data
dari akun social media yang kita gunakan. Fenomena ini, mengganggu privacy setiap
manusia.

Ketiga, kurangnya keterampilan memadai. Tantangan ini berkaitan dengan fenomena


kesenjangan perbedaan pendidikan di Indonesia yang terjadi di kota dan di desa.
Pendidikan di kota memungkinkan banyaknya informasi yang ada karena adanya
fasilitas yang memadai seperti kecepatan internet yang mendunia saat ini. Sedangkan di
desa tidak seperti itu, seringkali pengembangan pendidikan yang diterapkan di sekolah-
sekolah desa banyak yang tidak disesuaikan terlebih dahulu dengan kebutuhan
masyarakat desa dan perkembangan di Kota. Sehingga pendidikan di desa tertinggal
jauh dari pendidikan di Kota. Fasilitas pendidikan di desa pun tidak memadai, seperti
infrastruktur sekolah yang rusak, buku-buku yang sudah usang dan tidak terbarui, serta
akses internet yang bahkan di beberapa daerah tidak ada (Anas, Riana, & Apsari, 2020).
Contoh dampak dari keadaan tersebut adalah terciptanya masyarakat yang gagap
teknologi atau tidak memiliki kemampuan menggunakan teknologi. Hal ini menjadikan
keterampilan masyarakat kurang memadai dan tidak mampu bertahan di perubahan
yang cepat. Padahal, Indonesia akan mengalami fenomena Bonus Demografi. Bonus
Demografi merupakan kondisi dimana usia produktif lebih banyak dibandingkan usia
non-produktif (Hamdan, 2018). Hal ini tentu harus diseimbangkan dengan kualitas usia
produktif yang baik.

Keempat, keandalan dan stabilitas mesin produksi. Tantangan ini berhubungan dengan
ketahanan dari manusia. Kecerdasan buatan atau AI mampu melakukan pekerjaan
sesuai setting yang diinginkan. Sedangkan, manusia memiliki batas kemampuan.
Terkadang dapat mengalami sakit, sehingga stabilitas dapat terganggu.
Kelima, keenggganan untuk berubah oleh para pemangku kepentingan. Tantangan ini
dapat terjadi apabila para pemangku kepentingan terlalu nyaman dengan sistem yang
telah lama berjalan. Bila seorang pemimpin cenderung baik secara sadar maupun tidak
sadar terbelenggu dalam zona nyaman, maka dia akan cenderung untuk mengambil
keputusan dan cara-cara bekerja yang paling sedikit tingkat risikonya dan yang paling
mudah dikerjakan. Hal ini dapat berakibat buruk karena hanyut dalam kegiatan-kegiatan
rutinitas semata, terlambat bertindak proaktif, membiarkan permasalahan menumpuk
dari waktu ke waktu, dan akhirnya tidak mampu lagi membangun kapasitas atau
keterampilan yang dibutuhkan untuk memberikan manfaat atau minimal bertahan dalam
perkembangan zaman (Alijoyo, 2012). Oleh karena itu, penting untuk memberanikan
diri keluar dari zona nyaman. Keluar dari zona nyaman mungkin memberikan tekanan
karena berpotensi menghadapi atau mengalami risiko. Namun, dibalik semua itu banyak
juga CEO yang telah berhasil mengembangkan start-up pada era ini tentu langkah
awalnya adalah keluar dari zona nyaman.

Berdasarkan pemaparan pada paragraf sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kemajuan


teknologi tidak hanya memberikan peluang untuk berkembang. Tetapi juga memiliki
tantangan yang harus dipenuhi, agar peluang baik dapat tercapai sesuai yang
diharapkan. Harapan penulis, setiap masyarakat Indonesia dapat mengenali tantagan
yang terjadi para era revolusi industri 4.0 agar kedepannya masyarakat dapat melakukan
persiapan yang lebih baik sehingga dapat bertahan bahkan berkarya di masa ini dan
masa mendatang.
Daftar Pustaka

Alijoyo, A. (2012). Risk Leadership: Kepemimpinan yang berani mengambil risiko.


Diakses dari
http://crmsindonesia.org/files/Risk_Leadership_Seri_1_25_Januari_2012.pdf.

Anas, A., Riana, A., & Apsari, N. (2020). Desa dan kota dalam potret pendidikan.
Prosiding KS : Riset & PK, 2(3), 301-444. ISSN: 2442-4480.

BPPS. (2017). Statistik, (42), 1–16. https://doi.org/No. 74/11/35/Th.XVI.

Hamdan. (2018). Industri 4.0: Pengaruh revolusi industri pada kewirausahaan demi
kemandirian ekonomi. Nusamba, 3(2), 1-8. DOI:
10.29407/nusamba.v3i2.12142.

Kashyap, A. & Agrawal, R. (2019). Academia a new knowledge supplier to the


industry! Uncovering barriers in the process. Journal of Advances in
Management Research. https://doi.org/10.1108/JAMR-02-2019-0017.

Maysitoh, Agung, D., & Afdal. (2018). Pendidikan Kejuruan di Era Industri 4.0:
Tantangan dan Peluang Karier. SCHOULID: Indonesian Journal of School
Counseling, 3(3), 89-96. DOI: http://dx.doi.org/10.23916/08403011.

Natasuwarna, A. (2019). Tantangan Menghadapi Era Revolusi 4.0 - Big Data dan Data
Mining. STMIK : Pontianak.

Anda mungkin juga menyukai