menjadi pertemuan antara Samudera Hindia dan Pasifik merupakan wilayah yang ramai dilintasi kapal laut. Perairan Indonesia juga turut dilalui kapal-kapal penangkap ikan dari skala kecil hingga besar. Kondisi tersebut menimbulkan sejumlah risiko terhadap kelangsungan keanekaragaman hayati yang ada di perairan tanah air, salah satunya bagi aktivitas hiu paus (Rhincodon typus).
Spesies ini setidaknya memiliki tiga pola
pergerakan yaitu; pola “rumahan” yang bertahan di wilayah yang sama, pola “pesisir” yang bergerak menyusuri pesisir, dan pola “internasional” yang berpindah dari lokasi tertentu menuju laut lepas. Spesies ini juga menghabiskan sebagian waktunya di permukaan laut dan sekitar permukaan laut. Pola dan perilaku tersebut menjadikan hiu paus rentan tertabrak kapal.
Risiko pelayaran bagi kehidupan hiu paus
semestinya menjadi persoalan serius yang perlu mendapat perhatian. Sebab, saat ini hiu paus masuk dalam daftar hewan yang terancam punah versi Uni Internasional Konservasi Alam. Selain tertabrak kapal, faktor non-alamiah lainnya yang mengakibatkan populasi hiu paus menyusut adalah penangkapan secara ilegal ataupun terjerat jaring nelayan. Ancaman tersebut memperburuk kelangsungan hiu paus yang memiliki perilaku hidup menyendiri dan tidak terlalu aktif berkembang biak.
Berdasarkan telaah pada sejumlah regulasi,
kebijakan perlindungan hiu paus dari aktivitas pelayaran masih belum memadai. Sejauh ini belum ada aturan spesifik di Indonesia untuk melindungi hiu paus yang terancam oleh aktivitas pelayaran. Kekosongan hukum tersebut amat disayangkan. Sebab, sejak 1979, negara- negara melalui Konvensi Bonn tentang Spesies Satwa Liar yang Bermigrasi sudah mencermati pentingnya perlindungan rute hewan yang bersinggungan dengan jalur pelayaran.
Indonesia sebagai peserta UNCLOS harus
memberikan perhatian lebih terhadap keberadaan hiu paus untuk menjaga keseimbangan ekosistem laut. Pemerintah Indonesia seharusnya bertindak cepat dalam mengatasi kepunahan hewan tersebut. Mengingat lalu lintas pelayaran yang mengalami peningkatan drastis setiap tahunnya karena sebagian besar suplai komoditas dipasok melalui sarana transportasi laut.
Diadaptasi dari: https://theconversation.com
Di kelas, Sarah dan teman-temannya mendiskusikan
tentang hiu paus sebagai binatang yang dilindungi karena terancam punah. Langkah apa yang dapat dilakukan Sarah dan teman-teman di sekolahnya?
Salah
Mengadakan seminar lokal bersama ahli
kelautan mengenai perlindungan hiu paus.
Melakukan unjuk rasa mandiri di istana
presiden mengenai hiu paus yang terancam punah.
Merancang proposal mengenai regulasi
perlindungan hiu paus di Indonesia.
Melakukan survei ke akuarium Seaworld
untuk mengetahui jumlah hiu paus yang terancam punah.
Memberikan edukasi kepada masyarakat
pesisir mengenai hiu paus yang terancam punah.
Penjelasan
Berdasarkan wacana tersebut, terdapat permasalahan
mengenai status habitat hiu paus yang terancam punah akibat aktivitas pelayaran. Dari teks dapat ditemukan bahwa kurangnya regulasi mengenai kebijakan perlindungan hiu paus dari aktivitas pelayaran masih belum memadai. Hal tersebut berdampak terhadap kurangnya kepedulian masyarakat sekitar mengenai keberadaan hiu paus. Oleh karena itu, Sarah dan teman-temannya yang merupakan siswa dapat melakukan berbagai langkah nyata untuk meningkatkan kepekaan masyarakat Indonesia mengenai permasalahan dalam teks. Langkah yang cocok dilakukan oleh pelajar adalah mengadakan seminar nasional bersama ahli kelautan mengenai perlindungan hiu paus. Langkah tersebut merupakan langkah yang masuk akal untuk dilakukan pelajar karena mereka membutuhkan seseorang yang paham di bidang kelautan dan habitat hewan laut untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
Opsi lainnya kurang tepat karena:
1. Merancang proposal mengenai regulasi
perlindungan hiu paus di Indonesia, merupakan tugas dan wewenang negara atau pemerintah sebagai lembaga pencetus atau perumus utama sejumlah regulasi yang mengatur kehidupan manusia. 2. Melakukan survei ke akuarium Seaworld untuk mengetahui jumlah hiu paus yang terancam punah, bukan pemecahan masalah terhadap status hiu paus yang terancam punah karena kegiatan tersebut hanya berupa observasi untuk mengenai seberapa penting langkah yang harus diambil masyarakat mengenai status hiu paus. 3. Memberikan edukasi kepada masyarakat pesisir mengenai hiu paus yang terancam punah, bukan pemecahan masalah karena pemberian edukasi harus dilakukan bersama dengan ahli di bidang tertentu. 4. Melakukan unjuk rasa mandiri di istana presiden mengenai hiu paus yang terancam punah, bukan pemecahan masalah karena sekelompok masyarakat yang ingin melakukan unjuk rasa harus mengikuti tata cara yang sudah ditentukan. Masyarakat tidak bisa melakukan unjuk rasa secara mandiri, tanpa adanya pihak-pihak lainnya, seperti pihak keamanan atau pihak di bidang kelautan karena dapat berpotensi terjadinya kerusuhan dan main hakim sendiri.